Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR GAMBAR...v
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1
1.2
Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3
Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
3.2
3.3
Cara Kerja............................................................................................... 29
BAB IV ................................................................................................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 38
4.1
4.2
4.3
Rekomendasi .......................................................................................... 60
ii
BAB V................................................................................................................... 72
PENUTUP ............................................................................................................. 72
5.1
Kesimpulan ............................................................................................. 72
5.2
5.3
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rotasi Tanaman PHT .............................................................................. 39
Tabel 2. Rotasi Tanaman Non-PHT ...................................................................... 45
Tabel 3. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep PHT ..................................... 46
Tabel 4. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep Non PHT ............................. 47
Tabel 5. Penyakit yang Ditemukan Di Lahan ....................................................... 55
Tabel 6. Skoring Penyakit .................................................................................... 58
Tabel 7. Serangan Intensitas Penyakit dengan Konsep PHT ................................ 58
Tabel 8. Denah Pengambilan Sampel Tanaman Terserang Penyakit ................... 59
Tabel 9. Serangan Intensitas Penyakit dengan Konsep Non PHT ........................ 60
Tabel 10. Denah Pengambilan Sampel Tanaman Terserang Penyakit...60
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Agroekosistem Lahan Basah 4
Gambar 2. Agroekosistem Lahan Kering..
Gambar 3. Tanah 6
Gambar 4. Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)...
14
53
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk yang membutuhkan bahan pangan
untuk dapat melangsungkan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut
manusia melakukan berbagai cara yang salah satunya adalah melakukan kegiatan
pertanian. Dalam aktifitas ini, manusia melakukan perubahan lingkungan dari
ekosistem alami menjadi sebuah agroekosistem dengan manajemen yang baik.
Manajemen
agroekosistem
adalah
suatukegiatan
dimulai
dari
keseimbangan agroekosistemnya
agar
dapat
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem di desa Sumber
Brantas
2. Untuk Mengetahui kondisi umum lahan, sistem budidaya, dan pengelolaan
tanaman yang dilakukan oleh petani di desa Sumber Brantas
3. Untuk mengetahui tingkat kesuburan pada lahan di desa Sumber Brantas
4. Untuk mengetahui pengaruh antara kualitas dan kesehatan tanah terhadap
kesuburan tanaman di desa Sumber Brantas
1.3 Manfaat
Harapannya dalam kegiatan ini dapat memberikan manfaat lebih dalam
Manajemen Agroekosistem di desa Sumber Brantas yang mencakup tiga aspek
penting yaitu aspek budidaya pertanian, aspek hama dan penyakit tanaman, dan
aspek tanah. Serta dapat menentukan rekomendasi manajemen agroekosistem
yang sesuai didalam upaya menciptakan keseimbangan ekosistem.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penetralan pH, bisa dengan cara pengapuran atau juga dengan cara pencucian
dengan air, tergantung efisiensinya. Selain itu untuk mangatasi masalah genangan
air, maka perlu dibuat suatu sistem drainase untuk pengatusanya agar tidak terjadi
genangan pada lahan tersebut.
Dan jenis lahan basah yang ketiga adalah lahan basah buatan yang sengaja
diusahakan oleh manusia untuk mendudkung kegiatan pertaniannya. Jenis lahan
basah buatan yang paling sering ditemui adalah lahan basah beririgasi, biasanya
lahan ini awalnya berasal dari lahan kering yang sengaja diberikan saluran irigasi
untuk mendukung kegiatan budidaya pertaniannya. Setelah diberikan irigasi,
kebutuhan air lahan tersebut akan tercukupi sepanjang musim sehingga lahan ini
berubah status menjadi lahan sawah (Puspita, 2005).
kualitas
tanah.
Pengukuran
indikator
kualitas
tanah
menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang
dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikatorindikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi
tanah.
Gambar 3. Tanah
Sumber :https://tenagaeksogen16.wordpress.com/
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika,
kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :
tanah yang
:Arthopoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
:Plutellidae
Genus
:Plutella
Species
:Plutellaxylostella L.
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Crambidae
Subfamili : Pyraustinae
Genus
: Crocidolomia
Spesies
: Crocidolomiabinotalis
dan ada rambut dari kitin yang warnanya hitam.Bagian sisi perut berwarna kuning
selain itu juga ada yang warnanya kuning disertai rambut hijau.Pupa terletak
dalam tanah di dekat pangkal batang inang. Panjang pupa sekitar 8,5 - 10,5 mm,
berwarna hijau pudar dan coklat muda, kemudian berubah menjadi coklat tua
seperti tembaga. Imago jantan lebih besar dan lebih lebih panjang sedikitdaripada
yang betina.Warna sayap muka krem dengan bercak abu-abu coklat.Lama hidup
untuk ngengat betina sekitar 16 - 24 hari. Daur hidupnya sekitar 22 - 30 hari.
Panjang larva dapat mencapai 18 - 25 mm.Larva kecil memakan bagian
bawah daun dengan meninggalkan bekas berupa bercak putih. Lapisan epidermis
permukaan atas daun biasanya tidak ikut dimakan dan akan berlubang setelah
lapisan tersebut kering serta hanya tinggal tulang-tulang daunnya. Bila bagian
pucuk yang terserang maka tanaman tidak dapat membentuk krop sama sekali.
Larva instar II mulai memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam dan
sering kali masuk ke dalam pucuk tanaman serta menghancurkan titik tumbuh.
Apabila serangan terjadi pada tanaman kubis yang telah membentik krop, larva
yang telah mencapai instar III akan menggerek ke dalam krop dan merusak bagain
tersebut, sehingga dapat menurunkan nilai ekonominya.
Tidak jarang juga akan terjadi pembusukan krop karena serangan tersebut
yang diikuti oleh serangan skunder yaitu oleh jamur. Ulat krop kubis lebih banyak
ditemukan pda pertanaman yang telah membentuk krop, yaitu pada tanaman
berumur 7- 11 minggu setelah tanam.Ulat akanmenyerang dengan cepat pada
tanaman lainnya sehingga ulat ini merupakan hama yang berbahaya bagi tanaman
sawi besar dan kol(Sastrahidayat, 1991).
10
Seperti halnya pada tanaman cabe, bercak alternaria pun dapat menyerang
tanaman sawi. Namun, penyakit pada sawi ini disebabkan oleh Alternaria
brassicae, A. brassicicola. Hampir seluruh tanaman sawi sangat peka terhadap
bercak daun Alternaria dan dapat menyerang tanaman pada seluruh fase
pertumbuhan (Semangun, 1993).
Gejala yang ditimbulkan oleh 2 patogen ini sama dan bisa ditemukan
dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan
damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun sangat beragam ukurannya
dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm(Pracaya, 1997).
Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang
membesar hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan
lingkaran konsentris. Perubahan warna menjadi coklat pada head cauliflower dan
brokoli juga disebabkan oleh pathogen ini. Patogen ini juga menimbulkan bercak
elips nekrotis pada benih. Penyakit ini disebabkan oleh patogen yang terbawa
benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh angin. Serangan dapat dipercepat
oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara 25 30C.
Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : menggunakan benih yang
bebas dari patogen ini. Air panas dan perlakuan benih dengan bahan kimia juga
sangat efektif serta penggunaan fungisida Promefon 250EC (Semangun, 1993).
11
busuk
lunak
ini
disebabkan
oleh
bakteri
Erwinia
carotovora.Penyakit busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubiskubisan,tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman
yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya
melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah
warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Tanaman yang terkena
penyakit ini akan menimbulkan bau yang khas akibat adanya perkembangan
organisme lain setelah pembusukan terjadi (Semangun, 1993).
Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi,
melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman
seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas
serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan
bakteri.Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada
saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan
maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat
penyimpanan.
Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 37oC dengan suhu
optimum berkisar 22oC. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui
kebersihan lingkungan dan sistem budidaya. Lahan harus memiliki drainase yang
baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup
memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat
basah. Penyemprotan bakterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari
sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan (Pracaya,1997).
12
V. Dengan
berjalannya waktu, gejala yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti
terbakar (nekrotis). Serangan umumnya terjadi pada pori daun, tetapi tidak
menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun mana saja yang telah
terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan bakteri
masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat
berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut.
Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat
sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara
melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam
juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.
Bakteri banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi
akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis
- kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih.
Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan busuk
hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta
dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun peralatan yang
sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.
Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis
kubis - kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari
tanaman kubis - kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama
dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan
saat daun tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk
hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77WP sangat dianjurkan , terutama
untuk budidaya di musim penghujan( Pracaya, 1997).
13
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Sub
: Pezizomycotina
Kelas
: sordariomycetes
Ordo
: Hypocreales
Famili
: nectriaceae
Genus
: Fusarium
Spesies
14
15
(memiliki inang spesifik), tetapi ada juga yang oligofag (inang tertentu). Selain itu
parasitoid memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari inangnya .
2. Predator
Predator adalah binatang atau serangga lain yang memangsa serangga
hama. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan,
membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri predator: (1)
Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva,
nimfa, pupa dan imago). (2) Predator membunuh dengan cara memakan atau
menghisap mangsanya dengan cepat. (3) Seekor predator memerlukan dan
memakan banyak mangsa selama hidupnya. (4) Predator membunuh mangsanya
untuk dirinya sendiri. (5) Kebanyakan predator bersifat karnifor. (6) Predator
memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. (7) Dari segi perilaku
makannya, ada yang mengunyah semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk
mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap cairan
tubuh mangsanya. (8) Metamorfosis predator ada yang holometabola dan
hemimetabola.
3. Patogen
Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan serangga
sakit dan akhirnya mati. Patogen dalah salah satu faktor hayati yang turut serta
dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Karena
mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian serangga hama,
maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami serangga hama. Beberapa
patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama
bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil terhadap
gejolak populasi serangga.Kelompok serangga dalam kehidupan diserang banyak
patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan
nematode.Ini merupakan macam patogenik yang dapat digunakan sebagai agen
pengendali hayati.
Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat organisme yang berperan positif
terhadap tanaman yang dibudidayakan (produksi pertanian), dan ada juga yang
berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan. Menurut Untung (2006),
16
musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) dapat berperan positif dalam
pertanian, sebagai berikut:
1. Dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama dan
gulma.
2. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara
optimal sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat
equilibrium positif atau flukstuasi populasi hama dan musuh lamia
menjadi seimbang shingga tidak akan terjadi ledakan hama.
3. Pengelolaan ekosistem pertanian dengan perpaduan optimal teknikteknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan
pestisida sintetis yang berspektrum luas.
4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat
pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent),
sehingga
mampu
mempertahankan
populasi
hama
pada
musuh
alami
lebih
ekonomis,
karena
dapat
17
18
19
adanya tutupan lahan lain yang cukup kuat untuk melindu gi tanah dari daya
pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi
cenderung tinggi.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a. Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam
tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan
produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing
tanah. Cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akarakar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam
mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya
dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada
lahan tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit,
padahal aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan
bahan organik tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.
20
21
organic
selain
itu
aplikasi
pupuk
kandang
juga
menambah
22
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman.Oleh sebab itu, erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
3. Dari Segi Biologi Tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing.Biota tanah memegang peranan
penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat
mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan.Salah satu biota tanah yang
paling berperan yaitu cacing tanah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing
tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,
dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa
makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total
dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis penggali tanah yang
hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di
permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok
cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah
dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok
cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah.
Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di
sekitarnya.
23
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum lapang mata kuliah Manajemen Agroekosistem dilaksanakan di
lahan budidaya tanaman sawi putih di Desa Sumber Brantas, Batu, Malang pada
hari Sabtu tanggal 23 Mei 2015 pukul 06.30-12.00 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Aspek HPT
A. Alat
Sweptet
Pantrap
Pitfall
Plastik bening
Kapas
Kamera
: untuk dokumentasi
Modul praktikum
Alat tulis
B. Bahan
Detergen
Alkohol 75%
Air
Serangga
serangga lain
24
3.2.2
Aspek BP
Kuisioner : untuk acuan pertanyaan kepada narasumber
Penggaris
ketinggian seresah
Gunting
Plastik
Palu
kedalam tanah
Map coklat
Kertas label
Frame
understorey
Cetok
Spidol
b. Bahan
Plot lahan
Jangka sorong
Penggaris
Cawan
25
Pisau
sampel
Timbangan
Oven
Alat tulis
Kamera
: untuk dokumentasi
b. Bahan
Piknometer
Timbangan
Oven
Corong
pinkometer
Botol semprot
Nampan
Labu ukur
pengujian BJ
Alat tulis
Kamera
: untuk dokumentasi
b. Bahan
3) C-organik
a. Alat
Gelas ukur
Gelas beaker
Timbangan
26
Pipet
Pengaduk magnetis
Ayakan 0,5 mm
Alat tulis
b. Bahan
Sampel tanah
K2Cr2O7 10 ml
H2SO4 20 ml
H2PO4 85% 10 ml
FeSO4
Aquades 200 ml
Difenilatelin
4) pH Tanah
a. Alat
Gelas ukur
pH meter
: untuk mengukur pH
Fial film
Timbangan
Ayakan 2 mm
Alat tulis
b. Bahan
H2O 10 ml
Sampel tanah
27
5) eH tanah
a. Alat
Timbangan
Fial film
larutan
Ayakan 2 mm
Gelas Ukur
Conductivity Meter
: untuk mengukur eC
Alat tulis
Kamera
: untuk dokumentasi
b. Bahan
H2O 10 ml
: untuk menentukan eH
Sampel tanah
6) Seresah
a. Alat
Timbangan
Kertas
Oven
AlatTulis
Kamera
: untuk dokumentasi
b. Bahan
Seresah
7) Understorey
a. Alat
Timbangan
Kertas
Oven
Kamera
: untuk dokumentasi
b. Bahan
Understorey
28
Aspek HPT
1. Sweptnet
2.
Menyiapkan
alat dan bahan
Melakukan
penangkapan
serangga yang
terbang dengan
sweptnet dengan
3 kali ayunan
Ambil serangga
yang tertangkap
pada sweep net
dan masukkan
dalam plastik
Hasil dan
dokumentasi
Melakukan
pengamatan dan
klasifikasi pada
serangga yang
ditemukan
Serangga di
bius
menggunakan
alkohol 75%
Pantrap
Memasang
pantrap
Masukkan dalam
plastik
Setelah 24 jam
dilakukan
pengambilan
serangga yang
terperangkap
Di tinggalkan di
lapang selama 24
jam
Melakukan
klasifikasi setiap
serangga
Hasil dan
dokumentasi
Menyiapkan alat
dan bahan
29
3. Pitfall
Menyiapkan alat
dan bahan
Melakukan
klasifikasi
serangga
Masukkan
campuran air
dan detergen
kedalam gelas
plastik 1/2
bagian
Masukkan
dalam plastik
Tinggalkan di
lapang selama
24 jam
Setelah 24 jam
dilakukan
pengambilan
serangga yang
terperangkap
Hasil dan
dokumentasi
Hasil dan
dokumentasi
Melekatkan
yellow sticky trap
mengitari botol air
mineral
Meletakkan pada
tempat yang sudah
ditemtukan selama
24 jam
Melakukan
klasifikasi
serangga
Setelah 24 jam
dilakukan
pengambilan dan
pengamatan
serangga yang
terjebak
30
5. Pengamatan penyakit
Menyiapkan alat
dan bahan
Mengamati
tanaman yang
terserang penyakit
dengan melihat
skoring penyakit
di modul
praktikum
Mengidentifikasi
penyakit yang
menyerang
Hasil dan
dokumentasi
Menghiting
intensitas penyakit
3.3.3.1 Aspek BP
Menyiapkan
kuisioner dan
alat tulis
Melakukan
wawancara
dengan petani
Mencatat hasil
wawancara
Dokumentasi
31
3.4.1
Aspek Tanah
a. Lapang
1. Pengambilan sampel Tanah Utuh
Menyiapkan alat
dan bahan
Menentukan lahan
yang akan diambil
sampel tanahnnya
Membersihkan
lahan dan mencari
tanah yang datar
Meratakan tanah
dengan
membersihkan
tanah yang
melebihi ring
Mengambil ring
sampel berlahanlahan
Menancapkan ring
sampel dan
memukul ring
agar ring terisi
tanah penuh
Masukkan ring
dalam plastik dan
beri label
Dokumentasi
Menyiapkan alat
dan bahan
Menentukan lahan
yang akan diambil
sampel tanahnya
Mengambil tanah
dari 4 titik secara
zig zag
Dokumentasi
Masukkan dalam
plastik dan beri
label
32
3. Pengambilan Seresah
Menyiapkan alat
dan bahan
Memasang frame
pada lahan yang
telah ditentukan
dan menentukan
plot 1 dan plot 2
Mengukur
ketinggian seresah
dari plot 1 dan
plot 2
Dokumentasi
Masukkan dalam
plastik dan beri
label
Mengambil
seresah dari plot 1
dan plot 2
4. Pengambilan Understory
Menyiapkan alat
dan bahan
Memasang frame
pada lahan yang
telah ditentukan
serta menentukan
plot 1 dan plot 2
Mengambil
understory pada
masing-masing
plot menggunakan
gunting
Dokumentasi
Masukkan dalam
kantong plastik
dan beri label
33
b. Laboraturium
1. Berat Isi tanah
Menyiapkan
alat dan bahan
Menimbang
ring
Menimbang
ring yang
berisi sampel
tanah
Mengukur
tinggi dan
diameter ring
Letakkan
dalam cawan
Mengeluarkan
sampel tanah
dari ring
Menimbang
sampel tanah
beserta ring
Mengoven
tanah selama
24 jam
dengan suhu
105C
Setelah 24
jam keluarkan
sampel tanah
dari oven
Mencatat hasil
dan
dokumentasi
Menghitung
nilai berat isi
Menimbang
sampel tanah
oven
Menyiapkan
alat dan
bahan
Menghalusk
an tanah
yang sudah
dioven
Mencatat hasil
dan
dokumentasi
Menimbang
sampel tanah
20 gr dan
labu ukur
yang kosong
Menghitung
nilai berat
jenis
Masukkan
sampel
tanah 20 gr
ke dalam
labu ukur
lalu
ditimbang
34
3. C-Organik
Menyiapkan alat
dan bahan
Menimbang
sampel tanah
dan ayak sampel
tanah dengan
ayakan 0,5 mm
Masukkan
sampel tanah
yang lolos
ayakan dalam
labu elenmeyer
500 ml
Diamkan dalam
ruang asam
selama 15 menit
Digoyanggoyang agar
tanah dapat
berinteraksi
sepenuhnya
Masukkan
K2Cr2O7 10 ml
dan H2SO4
Tambahkan
aquades 200 ml
Masukkan
H3PO4 85% 10
ml dan 30 tetes
difenilamina
Titrasi dengan
FeSO4 sampai
warnanya
berubah
menjadi hijau
tua
Dokumentasi
Mencatat
volume sampel
dan menghitung
C-organik
35
4. pH Tanah
Menyiapkan
alat dan bahan
Mengukur pH
sampel
menggunakan
Ph meter
Mengayak
sampel tanah
dengan ayakan
2 mm
Diamkan 15
menit agar
homogen
Menimbang 10 gr
sampel tanah yang
lolos ayakan 2 mm
dan masukkan
dalam fial film
Masukkan
H2O 10 ml
dalam fial film
lalu dikocok
10 menit
Catat hasilnya
dan
dokumentasi
5. eH Tanah
Menyiapkan alat
dan bahan
Masukkan 10 gr
sampel tanah
yang sudah lolos
ayakan 2 mm
dalam fial film
Masukkan H2O
10 ml dalam fial
film dan kocok 10
menit
Mencatat hasilnya
dan dokumentasia
Mengukur eH
sampel tanah
menggunakan
conductivity meter
Diamkan selama
15 menit
36
6. Pengukuran Seresah
Menyiapkan alat
dan bahan
Menimbang
seresah
Bungkus dengan
kertas
Mencatat hasilnya
dan dokumentasi
Timbang berat
kering seresah
yang sudah di
oven
Masukkan dalam
oven selama 3 hari
Menyiapkan alat
dan bahan
Menimbang
understorey
Bungkus dengan
kertas
Mencatat hasilnya
dan dokumentasi
Menimbang berat
kering
understorey yang
sudah di oven
Masukkan dalam
oven selama 3
hari
7. Pengukuran Understorey
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum lahan
Lokasi kegiatan fieldtrip terletak di Desa Sumber Brantas yang termasuk
dalam wilayah Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Secara astronomis terletak di
11217'10,90"-12257'11" Bujur Timur dan 744'55,11"-826'35,45 Lintang
Selatan. Desa Sumber Brantas memiliki wilayah seluas 197,09 km. Jarak antara
pusat pemerintahan Kota Batu dengan Desa Sumber Brantas yaitu 18 km. Suhu
rata-rata 12C - 22 C dengan curah hujan yang tinggi dan berada pada ketinggian
1.400 sampai 1.700 meter di atas permukaan laut. Desa Sumber Brantas terdiri
dari tiga dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Lemah Putih dan Dusun Jurang Kuali(
PPID Kota Batu, 2012).
Lahan di daerah Sumber Brantas mempunyai 5 relief meliputi berombak,
bergelombang, berbukit kecil, berbukit, dan bergunung. Karena secara geografis
berada di area perbukitan dan pegunungan, maka geomorfologi kawasan Sumber
Brantas dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Arjuno-Welirang. Desa Sumber
Brantas merupakan salah satu desa yang penggunaan lahannya didominasi oleh
lahan pertanian dengan luas 358,32 Ha atau 66,22 %, hal ini dipengaruhi oleh
kondisi tanah yang subur dan iklim yang menunjang untuk kegiatan pertanian
(PPID Kota Batu, 2012).
4.2.1
38
ditemukan tanaman barrier. Pekerjaan utama didesa ini adalah sebagai petani
hortikultura. Menurut Bapak Purnomo sebelum menjadi lahan pertanian pada
daerah ini merupakan kawasan hutan.Pola tanam dilakukan secara rotasi, setiap
musim tanam selalu ditanami komoditas yang berbeda. Sebelumnya lahan
ditanami kentang, wortel, dan sekarang sedang ditanami sawi putih varietas ITO.
Saat ini, pola tanam yang digunakan petani adalah monokultur dan rotasi tanaman
yang disesuaikan dengan musim.
Tabel 1.Rotasi Tanaman PHT
Rotasi tanaman
Bulan
6
10 11 12 1
Komoditas K
W W S
Keterangan :
:Kentang
: Wortel
: Sawi Putih
Benih yang digunakan oleh petani adalah benih hibrida yang didapatkan
dari toko pertanian terdekat. Benih sawi yang dibutuhkaan untuk luasan 1 hektar
lahan sebanyak 35-40 pak(20gr/pak) berisi sekitar 1.700 2000 benih sawi dan
ditanam dengan jarak tanam 15 20 cm. Menurut Cahyono(2003), jarak tanam
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Pada sawi
Putih varietas ITO (Hibrida) dengan umur panen 75-85 hst. Pemupukan diberikan
sebanyak 3 kali yaitu pupuk dasar dan pupuk tambahan. Jenis pupuk yang dipakai
untuk meningkatkan produktivitas sawi adalah pupuk kandang yang berasal dari
kotoran ayam sebanyak 20-30 ton/ha dan pupuk kimia yang diberikan pada umur
30-40 HST. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea yang
digunakan sebagai pupuk dasar sebanyak 1,5 kw/ha dan pupuk NPK bas
digunakan pada pemupukan selanjutnya.
39
40
Pupuk
merupakan
suatu
kebutuhan
untuk
petani
karena
dapat
41
42
43
(zoospora). Spora kembara ini tidak berdinding sel, merupakan protoplas berinti
satu, biasanya sangat aktif dan bergerak seperti amuba. Spora kembara
mempunyai dua bulu cambuk (flagellum), yang satu panjang dan satunya lagi
pendek. Menurut bapak Joni, pengendalian akar gada dirasa sulit, sehingga
tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan rotasi, pengolahan lahan yang
intensif saat akan memulai masa tanam dan apabila ada tanaman yang terserang
maka tanaman harus dicabut dikeringkan kemudian dibakar agar tidak menular
pada tanaman yang sehat.
Di daerah Sumber Brantas untuk tenaga kerja tergolong sulit karena para
buruh tani lebih memilih menjadi pedagang yang lebih menjanjikan daripada
sebagai buruh tani. Upah yang di peroleh sebagai buruh yang di mulai jam 6
sampai jam 11 untuk laki-laki memperoleh upah Rp. 50.000 Rp. 60.000, untuk
tenaga kerja wanita memperoleh upah sebesar Rp. 30.000 Rp. 35.000.
Sistem tanam yang diterapkan di lahan adalah monokultur dimana hanya
ditanami satu jenis tanaman saja yaitu tanaman Sawi Putih yang merupakan
tanaman holtikultura. Bapak Joni juga melakukan rotasi tanam, sebelum menanam
Sawi Putih beliau menanam tanaman kentang kemudian wortel.
Tabel 2.Rotasi Tanaman Non-PHT
Rotasi tanaman
Bulan
6
10 11 12 1
Komoditas K
W W S
Keterangan :
: Kentang
: Wortel
: Sawi Putih
44
konsumen) Rp. 4.000. Pemasaran hasil panen biasanya dijual kepada tengkulak
(pemborong) kemudian baru oleh tengkulakdipasarkan ke pasar, namun ada pula
ke luar jawa ( Kalimantan) bahkan sampai ekspor ke Taiwan karena Sawi putih di
Sumber Brantas memiliki kwalitas no 1 se-Indonesia.
Untuk kestabilan dan keberlanjutannya Kecukupan dan ketersediaan
pangan dan gizi seimbang dapat diakses dengan mudah. Pangan yang diproduksi
di dalam masyarakat12%, diperoleh dari produsen pangan local di luar
masyarakat 25%, tumbuh secara organik 50%, dari tanaman indigenous/asli25%.
Produksi surplus pangan masih termasuk kedalam wilayah. Penggunaan rumah
kaca untuk produksi pangan ada beberapa dan hasil tanam masyarakat di sana di
jual ke tengkulak maupun ke pasar secara langsung. Untuk penggunaan pestisida,
herbsida, pupuk kima dalam produksi pangan/pertanian ada beberapa dan benih
yang di gunakan benih hibrida. Jadi dari data yang di hasilkan diatas didapatkan
hasil skoring sebesar 16 dan menunjukkan perlunya tindakan untuk melakukan
keberlanjutan.
Untuk kemerataannya pendapatan petani setiap musim tanam
menghasilkan > Rp 5.000.000 dan sifat kepemilikan lahan petani rata-rata milik
sendiri dengan luas lahan > 1 ha. Menurut Wahyudi (2003), bahwa implementasi
dan pengembangan PHT sejalan dengan konsep sustainable agriculture, walaupun
konsep ini perlu digarap secara sistematik dan terpadu untuk memperoleh manfaat
optimal.
4.2.2
45
Pantrap Sweptnet
Pitfall Sticky
Persentase
Arthropoda (%)
Trap
Hama
Musuh
Alami
Serangga
Lain
Total
25
15
11
12
60
11
20
100
Total Arthropoda
= 20
Hama
=5
= 12
= 25 %
Musuh Alami :
Serangga Lain :
Tabel 4. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep Non PHT
Jenis Perangkap
Jumlah
Yellow Total
Pantrap Sweptnet
Pitfall Stiky
Persentase
Arthropoda (%)
Trap
Hama
Musuh
Alami
Serangga
Lain
Total
23
16
73
15
22
100
46
Total Arthropoda
= 22
Hama
=5
Hama
= 16
Musuh Alami :
Serangga Lain :
Gambar 10. Segitiga Fiktorial
SL
10
0
SL
10
0
0
Ha
ma
100
Ha
ma
100
MA
100
Konsep PHT
MA
100
Konsep Non-PHT
Keterangan:
Garis hama
47
48
49
Hama
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Noctuidae
Genus
: Spodoptera
Spesies
: Spodoptera litura F
:Arthopoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
:Plutellidae
Genus
:Plutella
Species
:Plutellaxylostella L.
50
Musuh Alami
: Anamalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Minochilas
Genus
: Menochilus
Spesies
: Menochillus sexmaculatus
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Odonata
Sub ordo
: Zygoptera
Famili
: Coenagrionidae
Genus
: Ischnura
Spesies
: Ischnura senegalensis
51
Serangga Lain
1. Semut Hitam ( Dolichoderus thoracicus S.)
Menurut Kalshoven (1981)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Formicidae
Sub famili
: Dolichoderinae
Genus
: Dolichoderus
Spesies
: Dolichoderus thoracicus S.
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Muscidae
Genus
: Musca
Spesies
: Musca domestica
52
3. Nyamuk
Menurut Kalshoven,1981
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Gambar 17.Nyamuk
Sumber: Dokumentasi
53
Gambar
Penyakit
Disebabkan oleh cendawan
1. Bercak
Daun
(Alternaria
brassicae)
A brassicae.
Patogen ini
2. Busuk
Hitam
serta
oleh
memiliki
tanaman
bercak
bakteri
ciri-ciri
coklat
(Xanthomonas
campestris Dows)
Sumber:
Dokumentasi
yang
menyerupai
jamur
atau
membengkak,
luar
daun Sumber:
Dokumentasi
54
55
menjaga kebersihan kebun dari gulma atau sisa-sisa tanaman sakit dan mengatur
sistem drainase dengan baik (Wahyuni, 2003).
Selain
penyakit
busuk
hitam
diduga
juga
terdapat
akar
gada
56
terserang 10%
Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang
11
26
60
23
53
16
39
14
21
13
21
15
25
11
27
39
12
30
56
15
40
10
12
27
57
Tanaman
4
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perhitungan Intensitas Penyakit
Sampel Tanaman 1
IP
Sampel Tanaman 7
IP
Sampel Tanaman 6
IP
Sampel Tanaman 5
IP
Sampel Tanaman 4
IP
Sampel Tanaman 3
IP
Sampel Tanaman 2
IP
Sampel Tanaman 8
IP
58
Sampel Tanaman 9
IP
Sampel Tanaman 10
IP
12
13
11
13
10
12
16
1
2
3
4
Sampel Tanaman 2
IP
59
tanaman lain. Selain itu pada lahan ini tanaman tidak terlalu tumbuh subur seperti
pada tanaman di lahan dengan konsep non PHT karena tingkat kesuburan
tanahnya masih rendah. Menurut Bambang, (2006) menyatakan bahwa faktor
lingkungan ikut menentukan timbulnya suatu penyakit tanaman. Faktor-faktor
lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembaban, cahaya, dan unsur hara dalam
tanah. Lingkungan dapat menyebabkan terjadinya perubahan perkembangan
penyakit menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Tentu saja perubahan yang terjadi
pada faktor lingkungan tersebut mampu mempengaruhi tanaman inang, patogen
atau kedua-duanya.
4.2.2
Aspek Tanah
Pada aspek tanah terdapat 3 indikator yang diamati yaitu indikator biologi,
kimia, dan fisika. Indikator biologi yang diamati seperti pengukuran BO tanah,
populasi hewan tanah, dan kedalaman efektif tanah. Bahan organik sendiri
merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh
bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa
mencemari tanah dan air.Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisasisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan
pembentukan kembali.Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan
menjadi mangsa serangan jasad mikro.Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah
terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan
sisa-sisa tanaman atau binatang (Aprianis, dkk. 2007).
Indikator Biologi
Understory :
Frame 1
60
Frame 2
Seresah :
Frame 2 :
% C-Organik :
(
% Bahan Organik :
61
Merangsang granulasi
62
proses
dekomposisi,
sejumlah
hara
tersedia
akan
63
64
pengelolaan
pH
tanah
yang
berbeda-beda
dalam
suatu
65
Dan untuk hasil yang terakhir yaitu besarnya C-Organik yang tertinggi dalam
tanah terdapat pada lahan Non PHT yaitu sebesar 5,04% dan masuk dalam
kategori sedang sampai tinggi. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa pada
lahan Non PHT lebih subur dibandingkan dengan lahan PHT yang terlihat dari
persentase kandungan C-organik yang lebih besar di lahan Non PHT. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Hanafian (2005) yang menyatakan bahwahubungan
kadar C-Organik terhadap pH adalah, semakin tinggi kadar C-Organik dalam
tanah maka pH tanah akan mampu mencapai netral, sehingga meningkatkan
kesuburan
Indikator Fisika
Pengamatan yang terakhir dilakukan adalah melalui indikator fisika. Dan
yang diamati adalah Berat Isi (BI) dan Berat Jenis (BJ) tanah, porositas, dan kadar
air tanah. Hasil pada lahan PHT yaitu BI tanah adalah 0,38 gr /cm3, BJ sebesar
2,19 gr /cm3, porositas 83 % dan kadar air tanah sebesar 0,4 kg/kg. Sedangkan
pada lahan Non PHT yaitu BI tanah sebesar 0,8 gr/ cm3 , BJ sebesar 1,59 gr/cm3 ,
porositas tanah sebesar 50 % dan % kadar air sebesar 19,1%. Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa pada lahan PHT dan Non PHT di Sumber Brantas,
kandungan BI lebih besar terdapat pada lahan Non PHT sebesar 0,8 gr/ cm3,
dengan kedalaman akar menembus tanah yang mencapai 24cm. Hal ini sesusai
karena berat isi (BI) penting untuk diketahui pada suatu lahan, karena erat
kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman
menembus tanah. Definisi berat isi tanah sendiri adalah berat tanah utuh
(undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah, dinyatakan
dalam g/cm3(g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan
titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah,
kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Sutanto,2005).
Sedangkan definisi dari Berat Jenis adalah berat tanah kering per satuan volume
partikel-partikel
(padat)
tanah
(jadi
tidak
termasuk
pori-pori
tanah)
(Sutanto,2005).
66
67
Bobot Jenis
Kadar Air
:
(
KA =
)(
(
)
)
= 0,4gram / gram
Bobot Isi
BI =
= 2,19 gr / cm3
:
)
((
= 0,38 gr / cm3
Porositas
Jika kandungan BJ tinggi maka porositas tanah akan semakin rendah, sebaliknya
apabila kandungan BJ tanah rendah maka porositas tanah akan semakin tinggi
% Porositas = 1 X
X 100 % = 1 X
X 100 %
= 0,82%
68
dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki
bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, nilai BI untuk tekstur
berpasir antara 1,5 1,8 g / m3, nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 1,6
g / m3 dan nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 1,4 g / m3 merupakan nilai BI
yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami
pemadatan. Bobot isi tanah di lahan dengan pengolahan intensif biasanya
memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah mengalami pemadatan akibat
penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya. Pada lahan tersebut nilai
BI tanah sebesar 0,38 gr /cm3, dan dapat disimpulkan pada lahan ini pengolahan
tidak terlalu intensif karena BI-nya yang cukup rendah. Namun kandungan BO
dalam tanah termasuk tinggi karena nilai BI rendah dan dilihat dari indikator
biologi yang didapat.
dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang
rendah dalam menyerap air tanah maka artinya pori-pori di dalam tanah kecil
(kepadatan tanah tinggi) sehingga tanah yang memiliki pori kecil akan lebih sulit
memasukkan air di dalam agregat tanah. Dari hasil perhitungan yang telah
dilakukan jumlah kadar air pada tanah tergolong rendah yaitusebesar 0,4 kg/kg.
4.3 Rekomendasi
Upaya perbaikan melalui rekomendasi yang sesuai merupakan salah satu
cara untuk menigkatkan perbaikan bagi lahan pertanian baik dalam aspek
Budidaya Pertanian, Hama Penyakit Tanaman, dan Manejemen Sumber Daya
Lahan. Dari hasil pengamatan dan uji laboraturium baik dari lahan PHT dan NonPHT kami merekomendasikan suatu manajemen dan pengupayaan bagi lahan
tersebut, belum terpenuhinya komponen manajemen agroekosistem dengan baik
yang terdiri dari produktivitas, stabilitas, keberlanjutan dan kemerataan, masih
kurangnya keberagaman musuh alami, dan pengolahan yang kurang terhadap
lahan, oleh karena itu pengendalian dengan mempertimbangkan penggunaan
sistem IPM (Integrated Pest Management), ICM (Integrated Crop Management),
69
70
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari aspek Budidaya Pertanian bagi lahan PHT maupun Non-PHT masih
belum memenuhi 4 prinsip agroekosistem diantaranya produktivitas, stabilitas,
keberlanjutan dan kemerataan. Untuk produktivitas sawi putih belum memenuhi
syarat walaupun untuk hasil panen per hektar sudah cukup baik dan untuk harga
pasaran per Kg sawi putih masih rendah yaitu 400-1000/Kg, yang mana apabila
sawi putih ini di pasarkan oleh tengkulak baik di dalam wilayah ataupun luar
wilayah daerah tersebut harganya bisa berkali-kali lipat. Sedangkan untuk
stabilitas juga belum stabil, apabila dilihat dari produktivitas sawi putih akibat
gangguan iklim tidak berpengaruh karena perganitian tanam setiap musim selalu
dilakukan sedangkan untuk stabilitas harga terkadang bisa naik turun tergantung
banyaknya hasil panen sawi putih, untuk produktivitas masih dapat turun akibat
serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Kemudian untuk keberlanjutan
dan kemerataan masih belum terpenuhi, karena antara satu petani dengan petani
lainnya masih berbeda dilihat dari pendapatan hasil panen perhektarnya
dibuktikan dengan bedanya pendapatan antara petani PHT dan Non-PHT.
Dari hasil pengamatan baik itu PHT maupun Non-PHT masih belum
sesuai, baik dalam hal keberagaman dan keseimbangan ekosistem yang sesuai
untuk pertanian, hal ini dapat dilihat dari keberagaman yang didominasi oleh
serangga lain dan hama, walaupun tidak semua serangga lain merugikan tetapi
dapat berpotensi sebagai hama. Selain itu intensitas penyakit masih sering
menyerang pertanaman lahan tersebut baik itu PHT maupun Non-PHT. Penularan
penyakit melalui udara juga sebagai salah satu faktor pendukung persebaran
penyakit.
Untuk kriteria penilaian aspek tanah baik dari indikator biologi, kimia dan
fisiki baik itu pada lahan PHT maupun NoN-PHT sudah memenuhi indikator
kesuburan tanah dari banyaknya seresah, kandungan C-organik, PH, Eh, BI serta
BJ tanah. Hanya saja pengolahan tanah secara intensif perlu dilakukan untuk
meningkatkan porositas dan kandungan air yang dibutuhkan tanaman dan dapat
72
diserap akar tanaman, karena apabila porositas kecil maka kemampuan tanah
untuk menyerap air berkurang.
Dari semua aspek pengamatan diperlukan bebrapa upaya perbaikan yang
dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas dari tanaman sawi putih, perlu
adanya pengendalian yang sesuai, perbaikan, dan pengusahaan yang tepat yang
mencakup managemen agroekosistem yang sesuai untuk mencapai keberlanjutan
yang dapat diterima oleh masyarakat, menguntungkan secara ekonomi dan tidak
merusak lingkungan. Upaya perekomendasian yang sesuai diharapkan mampu
mengurangi kendala-kendala yang dihadapi para petani yang membudidayakan
sawi putih di desa Sumber Brantas tersebut.
5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Agroekosistem
Dalam sejarah lahan pada lahan PHT dulunya adalah hutan, pengubahan
penggunaan lahan dapat mengubah komponen agroekosistem apabila tidak
ditunjang
dengan
keterpaduan
sistem
yang
baik
maka
keseimbangan
73
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, dkk. 2009. Penerapan Teknologi Pengendalian HamaTerpadu Pada
Komoditas Perkebunan Rakyat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi danKebijakan
PertanianIndonesian Center For Agricultural Socio Economic and PolicyStudies
Anwar, Aswaldi et al. 2005. Perbenihan Sayuran di Indonesia: Kondisi Terkini
dan ProspekBisnis Benih Sayuran, Indonesian Vegetable Seeds: Current
Condition and Prospects in
74
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Hardjowigno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo
Harisha,
Khansa.
2015.
Kesehatan
Tanah.
Diunduh
dari
Liliek.
2010.
Aplikasi
Agensia
Hayati
AtauInsektisida
75
2006.Pengantar
Pengelolaan
Hama
Terpadu
(Edisi
Sistem
Budidaya
Pertanian
DiDesa
Sukagalih
Kecamatan
76
LAMPIRAN
A. Aspek HPT
Penjebak Pantrap
B. Aspek BP
77
C. Aspek Tanah
Tanah PHT
Tanah Laboratorium
Menimbang Seresah
Menimbang Kascing
Proses Titrasi
78