Anda di halaman 1dari 14

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA KARST

PADA OBYEK WISATA AIR TERJUN SRI GETUK


DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Karst Ecotourism Development Strategy
of Tourism Object of Sri Getuk Water Fall in Gunungkidul

Wasidi, 2 Amran Achmad, 3M. Hatta Jamil

1 Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Gunungkidul


2 Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
3 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:
Wonosari, Jalan Veteran No. 30
Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta
Email: maswasidi75@gmail.com
Hp. 08175412491

Abstrak
Obyek wisata Air Terjun Sri Getuk terletak pada bentang alam karst Gunungsewu memiliki potensi ekonomi
yang luar biasa, maka pengembangannya harus berdasarkan prinsip ekowisata karst, agar memberikan
kemanfaatan yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan; menganalisis pengelolaan unsur pariwisata dan peran
pemerintah, menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat, serta merumuskan strategi pengembangan.
Penelitian ini dilakukan di Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Pendekatan penelitian ini
kualitatif dengan teknik analisis data yang digunakan diskriptif kualitatif dan SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam pengelolaan unsur pariwisata masih terdapat beberapa kekurangan. Peran pemerintah
dalam bentuk pembinaan, penyuluhan, sosialisasi, serta bantuan dana pengembangan sarana dan prasarana.
Ditinjau dari prinsip pengembangan ekowisata karst, dari aspek pendidikan menunjukkan adanya upaya
memberikan penyadaran dan pemahaman kepada masyarakat dan wisatawan. Dari aspek konservasi, sudah ada
program pelestarian alam maupun budaya, dan dari aspek ekonomi, menguntungkan masyarakat lokal. Faktor
pendukung terdiri dari kekuatan dan peluang, yaitu; adanya potensi wisata, kemudahan aksesibilitas, kebijakan,
SDM lokal, meningkatnya perekonomian, lokasi berdekatan dengan obyek wisata unggulan, adanya peran dan
dukungan berbagai pihak. Faktor penghambat terdiri dari kelemahan dan ancaman, yaitu; kurangnya sarana
prasarana dan fasilitas pendukung wisata, pengelolaan kurang profesional, faktor alam, minimnya dana APBD
dan perilaku buruk masyarakat dan wisatawan. Hasil penghitungan matrik IFAS dan EFAS menghasilkan nilai
sumbu X sebesar 1,266 dan Y sebesar 0,569. Hal ini menunjukan posisi strategis berada pada kuadran I, dengan
rumusan strategi S-O, yaitu; mengoptimalkan pemasaran, mempertahankan daya tarik obyek wisata,
mewujudkan masterplan, meningkatkan peran dan komitmen pemerintah desa, serta memanfaatkan dan
meningkatkan kualitas SDM lokal.
Kata Kunci : ekowisata, karst, unsur pariwisata, strategi

Abstract
Tourism object of Sri Getuk Water Fall located in the karst landscape Gunungsewu has tremendous
economic potential, it must be based on the principles of ecotourism development of karst, in order to provide
sustainable benefit. The aims of the research to analyze elements of tourism management and the role of
government, to analyze supporting and inhibiting factors, to formulate tourism development strategy of Sri
Getuk Water Fall in Bleberan, Playen, Gunungkidul. This research approach is qualitative. Data analysis
technique was descriptive qualitative and SWOT. Data were collected form observation, interviews, and
documentation. The results of the research indicated that the management of tourism elements still have some
drawbacks. The role of the government in the form of coaching, counseling, socialization, as well as help fund
infrastructure development. Based on the principles of ecotourism development of karst, in education aspect are
the awareness and socialization of the program to community and tourists; in conservation aspect, the
preservation of natural and cultural programs; in economic aspect, the benefit of local communities. Supporting
factors interms of strength and opportunities are the existence of tourism potential, ease of access, policy, local
human resource, economic increase, situated near a famous tourist attraction, and support from many
stakeholders. The Inhibiting factors, in terms of weaknesses and threats are the lack of infrastructure and tourist
support facilities, lack of professional management, natural factors, lack of budget and poor public and tourists
conducts. The results IFAS and EFAS matrix calculation are: the X-axis value of Y are 1.266 and 0.569. These
figures indicated that the strategic position is in quadrant I, the S-O strategy formulation are optimized
marketing, maintenance of tourist attraction, masterplan realization, increase of government role and village
commitment, and improvement of human resources quality.

Keywords: ecotourism, karst, tourism element, strategy

PENDAHULUAN
Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian dari kawasan karst
Gunungsewu yang membentang melalui tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah karst Gunungkidul kurang lebih 798,38 km2 atau
sekitar 53,70% dari total luas Kabupaten Gunungkidul.

Kawasan karst Gunungsewu

memiliki keunikan yang diakui secara nasional maupun internasional. Pada tahun 1994,
International Union of Speleology secara aklamasi mengusulkan kawasan karst Gunungsewu
sebagai bentukan alam warisan dunia World Nartural Heritage. Pada tahun 2004 Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan wilayah geologi Karst Gunungsewu sebagai
kawasan ekokarst, dan pada bulan Mei 2013 dikukuhkan sebagai Geopark Nasional
Gunungsewu, serta diusulkan menjadi anggota Global Geoparks Network (GGN)-UNESCO.
Keunikan ekosistem karst ini terancam rusak oleh kegiatan penambangan yang
dilakukan masyarakat. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk melarang
kegiatan penambangan sangat dilematis, disatu sisi warga tetap melakukan penambangan
untuk

mencukupi kebutuhan hidup, sementara pemerintah belum mampu memberikan

kompensasi untuk kesejahteraan mereka. Salah satu solusi untuk mengatasi problematika
tersebut yakni, daya tarik kawasan ini dikemas dan dikembangkan menjadi obyek ekowisata
yang memiliki arti ekonomi, dan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar. Pengertian ekowisata menurut The International Ecotourism Society atau TIES dalam
Dong H. (2010) adalah wisata bertanggung jawab ke daerah yang masih alami dalam rangka
melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pada
beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekowisata sangat pesat, sebagaimana laporan World
Travel Tourism Council (WWTC) tahun 2000, pertumbuhan rata-rata ekowisata sebesar 10
persen pertahun. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata per tahun
untuk pariwisata pada umumnya yaitu sebesar 4,6 persen pertahun (Nugroho, 2011).
Keanekaragaman obyek wisata pada bentang karst di Kabupaten Gunungkidul
meliputi pantai-pantai yang dikelilingi tebing karst, goa-goa dan aliran sungai di dalamnya,
air terjun, bukit-bukit dan lembah karst. Obyek wisata tersebut selain dikelola oleh
pemerintah daerah, ada beberapa yang dikelola masyarakat. Salah satu dari obyek wisata karst
yang dikelola oleh masyarakat setempat yaitu, Air Terjun Sri Getuk yang terletak di Kawasan
Desa Wisata Desa Bleberan, Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Obyek wisata Air
Terjun Sri Getuk ini baru di launching bulan

Juli tahun 2010 dan pada tahun 2012

memperoleh pendapatan diatas satu milyar. Obyek wisata ini juga memberikan kontribusi

pembangunan pada desa dengan mengalokasikan 20% dari pendapatannya ke dalam


pendapatan desa, serta andil dalam mengantarkan Desa Bleberan meraih juara II sebagai Desa
Wisata pada tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2012. Pada kawasan wisata ini
terdapat dua obyek, yaitu Air Terjun Sri Getuk dan Goa Rancang Kencono. Kedua obyek
tersebut merupakan tempat wisata terpadu atau satu paket wisata.
Obyek wisata yang tergolong baru ini memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat
sekitar, namun dalam pengelolaan dan pengembangannya dihadapkan pada beberapa
permasalahan penting.

Diantara permasalahan tersebut yaitu, belum dimilikinya ijin

pengelolaan tertulis dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, belum memiliki ijin
pemanfaatan sungai, aksesibilitas yang belum mendukung, serta kurangnya penyediaan dan
penataan sarana prasarana. Selain itu, pengembangan obyek ekowisata karst tidak sama
dengan pariwisata umumnya, harus memperhatikan aspek konservasi, aspek pendidikan, dan
aspek ekonomi.

Beberapa permasalahan tersebut harus segera di cari solusinya agar

pengembangan obyek wisata ini bisa memberikan kemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan,
tanpa harus mengorbankan lingkungan.
Penelitian tentang ekowisata karst dilakukan Indarwati (2004) dengan judul Kajian
Potensi dan Pengembangan Ekowisata Goa pada Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul.
Dari hasil kajiannya disimpulkan bahwa pada dasarnya kawasan karst merupakan bentang
lahan yang mudah terdegradasi maka harus dilindungi dari ancaman kerusakan ekosistemnya.
Dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem karst di Kabupaten Gunungkidul yang
menyimpan potensi ekonomi, langkah yang bijaksana adalah tidak ditambang, tetapi
dikembangkan menjadi obyek ekowisata.
Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengelolaan unsur pariwisata pada obyek wisata Air Terjun Sri Getuk dan peran pemerintah
di dalamnya, menganalisis faktor penghambat dan faktor pendukung, serta merumuskan
strategi pengembangan kedepan.
METODE
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian ini dideskripsikan kondisi eksisting pengelolaan obyek wisata Air Terjun Sri Getuk
di Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Kemudian menganalisis
pengelolaan unsur pariwisata dan peran pemerintah menurut prinsip pengembangan ekowisata
karst yang mendasarkan pada aspek konservasi, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Oktober sampai Nopember
2013 dengan lokasi penelitian di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yakni data primer dan data sekunder,
dengan teknik pengumpulan data : a) Observasi lapangan: dengan observasi diharapkan
memperoleh data mengenai kondisi obyek wisata, aksesibilitas, ketersediaan sarana dan
prasarana, infrastruktur pendukung lainnya, b) Wawancara (interview): dilakukan wawancara
kepada unsur pemerintah yang meliputi dinas/instansi terkait dan desa, unsur masyarakat yang
terdiri dari pengelola, pedagang, dan penduduk sekitar, serta pengunjung/wisatawan, c) Studi
dokumentasi: meliputi peraturan-peraturan, perencanaan dinas/instansi dan desa, serta
dokumen lain yang dibutuhkan. Instansi yang terlibat terdiri dari Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan, Bappeda, Dishubkominfo, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindagkop
ESDM, Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
DIY.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu:
1) untuk tujuan menganalisis pengelolaan unsur pariwisata dan peran pemerintah, digunakan
analisis diskriptif kualitatif. Analisis ini mendiskripsikan dan menganalisis unsur pariwisata
yang terdiri dari aksesibilitas, fasilitas, dan atraksi wisata, serta peran dan keterlibatan
pemerintah. Dianalisis pula konsep pengembangan ekowisata karst yang terdiri atas aspek
konservasi, aspek pendidikan, dan aspek ekonomi. 2) untuk tujuan menganalisis faktor
pendukung dan penghambat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor tersebut, kemudian
perumusan strategi menggunakan analisis SWOT.

Langkah-langkah dalam perumusan

strategi sebagai berikut: menyusun matrik IFAS dan EFAS, mengidentifikasi posisi strategi
pengembangan melalui diagram SWOT, dan merumuskan strategi pengembangan melalui
matrik SWOT.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan atau kontribusi
pemikiran bagi penentu kebijakan, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan
pengelola obyek wisata Air Terjun Sri Getuk dalam rangka pengembangan kedepan, serta
dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk pengembangan obyek wisata lain pada
kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul.

HASIL PENELITIAN
Pengelolaan Unsur-Unsur Pariwisata
Secara umum akses bagi wisatawan menuju lokasi obyek wisata mudah. Aksesibilitas
tersebut mencakup ketersediaan jaringan jalan, moda transportasi, dan Rambu Pendahulu
Penunjuk Jalan (RPPJ) menuju obyek wisata. Kondisi jalan Desa Bleberan menuju obyek
wisata Air Terjun Sri Getuk telah beraspal, sedangkan kondisi jalan lingkar dalam kawasan
wisata belum beraspal sepanjang 2,2 km. Untuk menuju ke obyek wisata dapat ditempuh
melalui empat koridor yaitu: koridor pertama, untuk wisatawan dari arah barat yang melewati
Yogyakarta; koridor kedua, dari arah barat melalui Kabupaten Bantul; koridor ketiga, dari
arah utara melalui Solo/Sukoharjo (Jawa Tengah); koridor empat, untuk wisatawan dari arah
timur melalui Wonogiri. Angkutan umum belum tersedia untuk mencapai ke obyek wisata.
RPPJ terpasang hampir pada setiap persimpangan jalan besar.
Fasilitas sarana dan prasarana pendukung wisata yang tersedia diantaranya: home stay,
rumah makan dan toko, air bersih dan sanitasi, listrik dan telekomunikasi, fasilitas informasi
dan promosi, mushola tempat parkir.

Pengelola belum menyiapkan home stay yang

berstandar internasional, karena konsep home stay yang dikembangkan yaitu wisatawan yang
tinggal sementara menyatu dengan rumah warga. Rumah makan yang tersedia masih minim
dengan menu kuliner sangat terbatas. Penataan pedagang dan pertokoan di sepanjang jalan
setapak kurang teratur, bahkan ada yang berjualan dengan mendirikan tenda dibibir sungai
Oya. Keberadaan air bersih tidak menjadi masalah, namun fasilitas sanitasi yang berkaitan
dengan kamar mandi, ruang ganti, dan toilet masih kurang. Tempat sampah yang disediakan
masih kurang memadai dan belum ada pemilahan jenis sampah.

Kebutuhan listrik dan

komunikasi bagi wisatawan tidak menjadi masalah karena telephone seluler/handphone bisa
digunakan di kawasan ini. Pengelola menyebarkan informasi dan promosi wisata melalui
website dan jejaring sosial, menyebarkan leaflet ke hotel-hotel di wilayah Yogyakarta, dan
mengikuti promosi dan pemasaran yang difasilitasi Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan.
Keberadaan mushola masih kurang representatif, karena sering terjadi antrian dan berada
diantara warung makan. Area parkir yang tersedia masih kurang representatif. Pada kedua
obyek wisata belum dibangun gazebo. Wisatawan yang beristirahat hanya duduk-duduk pada
bebatuan di pinggir sungai dengan memanfaatkan pohon-pohon yang tidak terlalu rindang
untuk berteduh.
Atraksi terdiri dari obyek dan daya tarik wisata, yaitu: Goa Rancang Kencono, Air
Terjun Sri Getuk, paket wisata budaya, camping ground, body rafting, tubing, dan flying fox.
Goa Rancang Kencono adalah goa horisontal yang memiliki dua ruangan, ditengah mulut goa

tumbuh pohon klumpit (Terminalia Edulis) yang diperkirakan berumur lebih dari 200 tahun.
Air Terjun Sri Getuk memiliki panorama yang indah dalam nuansa pedesaan dengan keunikan
tersendiri, yaitu air terjunnya menyembur bercabang tiga, serta muncul dari sela-sela tebing
karst yang gersang. Paket wisata budaya adalah daya tarik seni dan budaya yang dikemas
untuk lebih menjual potensi seni dan budaya kepada wisatawan. Body rafting dan tubing
adalah atraksi wisata yang berbasiskan air dalam bentuk renang dan susur sungai Oya.
Atraksi di sungai ini kurang diminati bila musim penghujan, air keruh, dan banjir. Untuk
pengembangan atraksi, pengelola sedang menyusun masterplan. Dalam masterplan tersebut
akan dibangun taman anak, danau buatan, kereta gantung dan taman buah/agrowisata. Konsep
peta siteplan disajikan dalam Gambar 1.
Peran Pemerintah
Walaupun obyek wisata ini dikelola oleh masyarakat, namun pengembangannya
melibatkan peran dari pemerintah melalui dinas/instansi terkait. Peran Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan diantaranya adalah: menyusun RIPPDA Kabupaten, mengajukan dana
bantuan melalui PNPM Pariwisata, pendampingan, pembinaan kelembagaan dan peningkatan
SDM, promosi dan pemasaran pariwisata Gunungkidul. Dinas Pekerjaan Umum berperan
dengan membangun dam/bendungan dan talud, serta membangun jalan desa menuju kawasan
wisata. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan melakukan pengujian kualitas air sungai,
pemasangan papan informasi, pembinaan dan penyuluhan kepada pengelola dan masyarakat
berkaitan dengan konservasi daerah tangkapan air, serta peningkatan peran serta masyarakat
dalam perlindungan alam. Disperindagkop ESDM melakukan penelitian dan pemetaan
geologi, pertambangan, air tanah, dan energi, sosialisasi kawasan alam karst, mengusulkan
pemasangan jaringan listrik. Dishubkominfo berperan melalui pengaturan trayek angkutan
umum dan pemasangan rambu-rambu jalan.

Peran Bappeda diantaranya melakukan

monitoring dan evaluasi penggunaan dana hibah dari Provinsi DIY, mengajukan dana bantuan
untuk penanganan lahan kritis, dan pendampingan penggunaan dananya, Dishutbun Provinsi
DIY berperan dalam pemberian ijin pemanfaatan lahan, menyusun bentuk kerjasama, dan
program konservasi sumber mata air berbasis budaya.
Aspek Pengembangan Ekowisata Karst
Pengembangan yang selama ini dilakukan bila ditinjau dari aspek pengembangan
ekowisata karst dapat dianalisis sebagai berikut: 1) Aspek Konservasi: pemanfaatan lahan
tidak mengganggu dan mematikan fungsi lahan; tidak ada tekanan terhadap hutan; adanya
program pelestarian daerah sekitar mata air; adanya program konservasi dan pelestarian seni
dan budaya; penambangan yang dilakukan warga dalam skala kecil dan area parkir di lokasi

goa mengancam keselamatan goa. 2) Aspek Pendidikan: adanya kegiatan pembinaan, diklat
peningkatan SDM oleh Disbudpar; sosialisasi tentang kawasan karst; adanya alokasi anggaran
untuk peningkatan kapasitas SDM; pemasangan papan informasi; penyuluhan kepada warga
masyarakat; pemanduan wisata; namun masih ada juga ulah wisatawan yang merusak
keindahan alam. 3) Aspek Ekonomi: bertambahnya Pendapatan Asli Desa (PADes);
memberikan lapangan pekerjaan bagi warga setempat; dan membuka peluang usaha/dagang
bagi warga setempat.
Hasil perhitungan matrik IFAS dan EFAS, nilai sumbu X sebesar 1,266 dan nilai
sumbu Y sebesar 0,569. Skoring matrik IFAS disajikan dalam Tabel 1, dan matrik EFAS
disajikan dalam Tabel 2. Pemetaan lingkungan strategis berada pada kuadran pertama (I),
pada posisi strategi S-O. Posisi strategi pengembangan disajikan dalam Gambar 2. Rumusan
strategi pengembangan S-O, yaitu memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dengan
memanfaatkan peluang yang ada.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukan bahwa peluang strategi pengembangan obyek wisata Air
Terjun Sri Getuk yang berada pada posisi strategi S-O sangat menguntungkan. Dimana
selain memiliki kekuatan yang lebih besar dari kelemahan juga memiliki peluang yang lebih
besar dari pada ancaman yang ada (Azhari M.H. et al., 2013). Rumusan strategi S-O adalah:
(1) mengoptimalkan pemasaran obyek dan daya tarik wisata dengan memanfaatkan
kemudahan penyebaran informasi dan promosi, (2) mempertahankan keindahan dan keunikan
daya tarik

obyek wisata dengan memanfaatkan program konservasi, (3) mewujudkan

masterplan dengan memanfaatkan dana bantuan dari berbagai sumber dan dukungan dari
instansi pemerintah, (4) meningkatkan peran dan komitmen pemerintah desa untuk menjalin
kerjasama dengan pemerintah dan pengelola obyek wisata lain sesuai regulasi yang ada, (5)
memanfaatkan dan meningkatkan kualitas SDM masyarakat lokal melalui dukungan
pemerintah.
Rumusan strategi pertama yaitu, mengoptimalkan pemasaran obyek dan daya tarik
wisata dengan memanfaatkan kemudahan penyebaran informasi dan promosi. Dewasa ini
wisatawan lebih tertarik pada obyek wisata alam yang dikemas dalam ekowisata. Nugroho P.
et al. (2013) mengemukakan, bahwa di era globalisasi, wisata mulai mengarah pada
pelestarian lingkungan dan ekologis yang sering disebut ekowisata.

Untuk menjaring

wisatawan, maka keunikan dan keindahan Air Terjun Sri Getuk harus dipromosikan lebih
gencar lagi, utamanya kemudahan promosi melalui media internet. Perkembangan teknologi

internet, menjadi kebutuhan untuk menyampaikan informasi yang cepat, tepat, akurat dan
lebih signifikan (Nurdianto K., et al., 2008). Pengelola juga harus lebih aktif melibatkan
dalam kegiatan promosi yang difasilitasi Disbudpar.
Strategi yang kedua yaitu, mempertahankan keindahan dan keunikan daya tarik obyek
wisata dengan memanfaatkan program konservasi. Sejalan dengan konsep pengembangan
ekowisata berkelanjutan, pengembangan industri pariwisata yang dilakukan harus dalam visi
jangka panjang yang berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan ekologi (Dong H., 2010).
Berkaitan dalam kegiatan pengembangan ekowisata karst, sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 bahwa bentang
alam karst perlu dilestarikan dan dilindungi.

Maka dalam rangka pengembangan obyek

wisata Air Terjun Sri Getuk tetap memperhatikan aspek konservasi. Kegiatan pengembangan
yang dilakukan tidak mengganggu atau bahkan mematikan fungsi hutan sebagai pengendali
dan penyeimbang sistem tata air. Lahan milik Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY
dimanfaatkan untuk kolam ikan dan warung makan adalah lahan kosong, dulu digunakan
sebagai tempat penimbunan kayu (TPK). Penebangan dan pejarahan kayu di wilayah Desa
Bleberan yang pernah terjadi setelah meletus reformasi, kini tidak lagi, setelah kawasan air
terjun dan goa dikembangkan menjadi obyek wisata. Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY
menfasilitasi program konservasi sekitar daerah mata air dengan konsep pelestarian lumbung
air berbasis budaya lokal. Penting untuk menghargai dan mengangkat budaya lokal, agar tidak
luntur tergerus jaman, sekaligus memberikan peran masyarakat lokal lebih besar sehingga
diharapkan mampu menjamin kontinuitas sebuah konservasi. Sebagaimana dikemukakan
Steger dalam Soeroso A. et al. (2008) bahwa dalam proses globalisasi, berbagai budaya lokal
lenyap ternafikan oleh kekuatan homogenisasi barat, akibat gerakan partikularitas
keberagaman, budaya lokal berkembang ke dalam konstelasi kultur yang baru. Salah satu
upaya pelestarian budaya dan kesenian tradisional dengan menggiatkan latihan kerawitan
anak-anak, reog, doger, dan hadrah.
Upaya konservasi dalam pengembangan ekowisata juga diharapkan memberi
kemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan tanpa harus mengorbankan alam. Berkaitan
dengan nilai ekonomi, Achmad dalam Achmad et al. (2012) dalam penelitiannya di
laboratorium Lapangan KSDH dan Ekowisata Hutan Pendidikan Unhas mengemukakan, jika
potensi flora fauna bersama-sama dengan objek fisiknya dikembangkan menjadi objek wisata,
maka akan mendatangkan keuntungan nilai ekonomi yang besar tanpa harus melakukan
pengrusakan ekosistem. Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan ekowisata di obyek wisata Air
Terjun Sri Getuk mampu menambah Pendapatan Asli Desa (PADes) sebesar 20% setiap tahun

dari SHU, memberikan lapangan pekerjaan bagi warga setempat, dan membuka peluang
usaha/dagang bagi masyarakat lokal. Penyelenggaraan ekowisata memberikan manfaat untuk
masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya.
Ekowisata dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi pembangunan ekonomi secara
berkesinambungan Erwin et al., (2013).

Selain usaha dagang, masyarakat sekitar juga

mendapat kemanfaatan ekonomi dari penyediaan home stay.

Konsep home stay yang

dikembangkan yaitu wisatawan yang tinggal sementara menyatu dengan rumah milik warga.
Konsep ini mirip dengan pengelolaan Tanam Nasional Wasur, dimana rumah masyarakat
yang telah ada dijadikan sebagai home stay di zona pemanfaatan (Palma, A.S.M. et al., 2012).
Strategi ketiga yaitu, mewujudkan masterplan dengan memanfaatkan dana bantuan
dari berbagai sumber dan dukungan dari instansi pemerintah. Untuk membuat masterplan
membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka pengelola dapat memanfaatkan dana bantuan
dari pihak lain yang peduli akan pengembangan wisata. Pembuatan masterplan juga harus
dikonsultasikan dengan dinas/instansi terkait maupun para ahli, mengingat obyek wisata Air
Terjun Sri Getuk berada pada bentang alam karst. Sehingga pengembangan kedepan tidak
menyebabkan kerusakan ekologi, sebagai akibat dari perencanaan yang salah. Dalam hal ini
instansi pemerintah daerah yang dilibatkan diantaranya Disbudpar, Disperindagkop ESDM,
Kapedal, dan Dishutbun Provinsi DIY.
Strategi keempat, meningkatkan peran dan komitmen pemerintah desa untuk menjalin
kerjasama dengan pemerintah dan pengelola obyek wisata lain sesuai regulasi yang ada.
keterlibatan pemerintah desa berkaitan dengan menjalin kerjasama dalam hal: membuat MOU
dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY berkaitan dengan pemanfaatan lahan
kehutanan, membuat MOU dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal pemanfaatan
sungai untuk kegiatan pariwisata, membuat MOU dalam bentuk pengembangan paket wisata
bersama dengan obyek wisata lain yang berdekatan.
Strategi kelima, memanfaatkan dan meningkatkan kualitas SDM masyarakat lokal
melalui dukungan pemerintah. Ketersediaan sumber daya manusia dari masyarakat lokal baik
sebagai pengurus maupun karyawan pengelola obyek wisata menjadi faktor yang
menguntungkan dalam rangka pengembangan obyek wisata.

Kebutuhan SDM termasuk

didalamnya pedagang/penjual tidak perlu dipenuhi dari luar daerah. SDM lokal akan lebih
bertanggungjawab terhadap kelestarian kawasan wisata, karena rasa memiliki yang besar
terhadap obyek wisata sebagai sumber penghidupan mereka. Namun untuk penyelenggaraan
ekowisata dibutuhkan personil pengelola yang profesional, sehingga SDM lokal harus

ditingkatkan dalam hal kapasitasnya sebagai insan wisata.

Pengelolaan ekowisata perlu

memperkuat konstruksi tim personil yang terlibat dalam eco-tourism dengan memberikan
pemahaman baru (You Z. et al, 2011). Sehingga kegiatan pemanduan bukan sekedar
mengantarkan wisatawan, tapi lebih memberikan pemahaman kepada wisatawan untuk
melestarikan alam. Peningkatan kapasitas SDM ini dilakukan melalui pembinaan dan
pelatihan, baik secara aktif menyelenggarakan sendiri atau terlibat dalam kegiatan diklat yang
difasilitasi pemerintah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa pengelolaan unsur-unsur pariwisata yang berkaitan dengan
aksesibilitas, fasilitas, dan atraksi wisata, masih terdapat beberapa kekurangan. Peran dan
dukungan pemerintah dalam bentuk pembinaan, penyuluhan, sosialisasi, dan bantuan dana
untuk pengembangan sarana dan prasarana. Berdasarkan prinsip pengembangan ekowisata
karst, ditinjau dari aspek pendidikan menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah maupun
pengelola telah berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun
wisatawan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Berkaitan dengan aspek konservasi,
sudah ada program-program yang mengarah pada pelestarian alam dan budaya. Dari aspek
ekonomi, pengelolaan obyek wisata Air Terjun Sri Getuk sangat menguntungkan masyarakat
lokal. Berdasarkan analisis faktor pendukung dan penghambat, diperoleh nilai IFAS sebesar
1,266 dan nilai EFAS sebesar 0,569. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa posisi strategi
pengembangan obyek wisata Air Terjun Sri Getuk di Kabupaten Gunungkidul berada pada
kuadran pertama (I) atau pada posisi strategi S-O. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang
strategi pengembangannya dalam keadaan sangat menguntungkan, dimana selain memiliki
kekuatan yang lebih besar dari pada kelemahan, juga memiliki peluang yang lebih besar
daripada ancaman yang ada.

Saran: penyusunan masterplan dan usaha pengembangan

fasilitas (sarana dan prasarana), hendaknya memperhatikan regulasi dan berkonsultasi dengan
para ahli ilmiah maupun dinas/instansi yang berkompeten; dalam rangka peningkatan
pengetahuan ekologi, pengelola perlu membuat petunjuk bagi wisatawan; diperlukan
pemandu yang berpendidikan dan atau peningkatan kapasitas pemandu, agar lebih mampu
memberikan pendidikan kepada wisatawan; untuk menjamin sustainibilitas pengelolaan
wisata, perlu penguatan kelembagaan dengan segera menetapkan Perdes tentang BUMDes
yang mewadahi kegiatan pengelolaan wisata; serta diperlukan pembinaan dan penyuluhan
kepada pedagang yang berada di lokasi obyek wisata.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad A., Ngakan P.O., Umar A. & Asrianny. 2012. Identifikasi Tutupan Vegetasi dan
Potensi Fisik Lahan untuk Pengembangan Ekowisata di Laboratorium Lapangan
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Hutan Pendidikan UNHAS. Jurnal
Penelitian Kehutanan Wallacea, Vol.1 No.2,87-102.
Azhari M.H., Yantu M.R. & Asih D.W. 2013. Pengembangan Strategi Pemasaran Produk
Gula Tapo (Studi Kasus di Desa Ambesia Kecamatan Tomini Kabupaten Parigi
Moutong), e-Journal Agrotekbis 1 (1): 81-92. ISSN: 2338-3011.
Dong, H. 2010, Study on Sustainable Development of Ecotourism in the Northern Piedmont in
the Qinling Mountains, Journal of Sustainable Development Vol. 3,
www.ccsenet.org/jsd.
Erwin, Gautama I., Mujetahid A., 2013, Pengembangan Ekowisata Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus di Malili Propinsi Sulawesi Selatan. E-Journal. Published by
Program Pascasarjana UNHAS-2013.
Indarwati, A. 2004. Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Goa pada Kawasan Karst
Kabupaten Gunungkidul. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Nugroho, I. 2011, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Nugroho, P. dan Suryono, M.Y. 2013, Strategi Pengembangan Ekowisata di Pantai
Pangandaran Kabupaten Ciamis Pasca Tsunami. Journal Of Marine Research,
Vol. 2 No. 2, Hal 11-21.
Nurdianto, K., Syukur, A., Soeleman, M.A. 2008, Sistem Pemetaan Potensi Wisata Berbasis
WEB dalam Rangka Mendukung Promosi Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten
Batang. Jurnal Teknologi Informasi, Vol. 4 No. 2, ISSN 1414-9999.
Palma A.S.M., Achmad A. & Dasir M. 2012, Model Kolaborasi Pengelolaan Taman
Nasional Wasur. E-Journal, Vol. 12 No.1. Published by Program Pascasarjana
UNHAS.
Soeroso, S. dan Susilo, Y.S. 2008. Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 1, No.2, 144-161.
You Z., Chen W. & Song L. 2011. Evaluating Ecological Tourism under Sustainable
Development in Krast Area. Journal of Sustainable Development Vol.4, No. 2.
www.ccsenet.org/jsd

LAMPIRAN.
Gambar 1. Konsep Peta Siteplan Kawasan Obyek Wisata Air Terjun Sri Getuk.

Sumber : Dokumen pengelola (2013)


Tabel 1. Matrik IFAS
Faktor strategis internal
Kekuatan (Strengths)
1. Mempunyai daya tarik obyek wisata yang indah dan
unik.
2. Adanya atraksi wisata yang cukup beragam.
3. Adanya kemudahan aksesibilitas
4. Adanya konsep rencana pengembangan obyek wisata
(masterplan).
5. Adanya regulasi dan komitmen Pemerintah Desa
6. Adanya penetapan Desa Wisata
7. Tersedianya SDM dari masyarakat lokal.
Sub Total
Kelemahan (Weakness)
1. Kurang layaknya kondisi jalan lingkar dalam kawasan
wisata.
2. Keberadaan pedagang yang belum tertata.
3. Pengelolaan obyek wisata kurang profesional.
4. Tempat parkir kurang representatif.
5. Keterbatasan warung makan dan menu kuliner.
6. Kurangnya fasilitas pendukung obyek wisata.
Sub Total
Total

Bobot

Rating

Bobot x
Rating

0,102

0,408

0,102
0,061
0,082

4
2
3

0,408
0,122
0,246

0,102
0,102
0,061
0,612

4
4
2
23

0,408
0,408
0,122
2,122

0,061

0,122

0,061
0,061
0,061
0,061
0,082
0,387
1

2
2
2
2
3
13
36

0,122
0,122
0,122
0,122
0,246
0,856
2,978

Tabel 2. Matrik EFAS


Faktor strategis eksternal
Peluang (Opportunities)
1. Semakin meningkatnya kondisi perekonomian.
2. Adanya program konservasi.
3. Tersedianya dana bantuan pengembangan dari
berbagai sumber.
4. Adanya kemudahan penyebaran informasi dan promosi
wisata.
5. Lokasi berdekatan dengan beberapa obyek wisata
andalan Gunungkidul.
6. Adanya peran dan dukungan dari instansi pemerintah.
Sub Total
Ancaman (Threats)
1. Masih adanya kegiatan penggalian/penambangan batu.
2. Menurunnya daya dukung lingkungan alam.
3. Dibukanya akses jalan dari Kabupaten Bantul.
4. Kurangnya kesadaran masyarakat dan wisatawan.
5. Minimnya dana bantuan dari APBD Kabupaten.
6. Keterbatasan lahan untuk pengembangan.
7. Datangnya musim penghujan
Sub Total
Total

Bobot

Rating

Bobot x
Rating

0,109
0,087
0,065

4
3
2

0,436
0,261
0,13

0,087

0,261

0,087

0,261

0,087
0,522

3
18

0,261
1,61

0,065
0,065
0,065
0,087
0,065
0,065
0,065
0,477
1

2
2
2
3
2
2
2
15
33

0,13
0,13
0,13
0,261
0,13
0,13
0,13
1,041
2,651

Gambar 2. Posisi Strategi Pengembangan Obyek Wisata Air Terjun Sri Getuk di Desa
Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.

Anda mungkin juga menyukai