DAN KONSTRUKSI
jilid
lstimawan Dipohusodo
PENERBIT KANISIUS
027 3 85
Kanisius 1 996
ISBN 979-497-533-8
ISBN 979-497-534-6
Hak Cipta dilindungi Undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk
fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh Percetakan Kanisius Yo
akarta
1..........
11
'!
! r r r r lp !! r lppv r P lppppJJ
K E B YAR-K E B YAR
ciptaan :
Gombloh
vii
KATA PENOANTAR
Penulisan buku ini semula berawal dari niat untuk menyelamatkan catatan-catatan kecil
dalam buku agenda kerja, yang selalu setia menemani dalam setiap rapat dan peninjauan
lapangan, selama menjalankan tugas sebagai Ketua Tim Pengelola Pembangunan Fisik, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tinggi (P2T), Universitas Gadj ah Mada. Pelaksanaan tugas
tersebut diemban selama kurun waktu sepuluh tahun, sejak April l 985 sampai dengan Maret
1 994. Pelaksanaan pembangunan fisik di Kampus U GM mencakup penyelenggaraan
konstruksi yang dibiayai dengan sumber dana dari APBN maupun bantuan dari Bank Dunia.
Keinginan untuk membukukan catatan-catatan tersebut hanya didasarkan pada motivasi dan
cita-cita sederhana. Sekedar berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada masyarakat di
seputar penulis, yakni para mahasiswa, yang akan terjun ke belantara industri jasa konstruksi
di masa mendatang. Tak lain dan tak bukan untuk dapat memberikan sedikit bekal bagi
generasi penerus ini agar mampu menganalisis permasalahan dalam dunia konstruksi secara
Iebih Iengkap dan terarah. Kalau boleh mengutip pendapat almarhum Bung Hatta tentang
mahasiswa dalam pidatonya pada Hari Alumni !Universitas Indonesia tanggal l l Juni 1 957,
seperti dicatat oleh Deliar Noer (ha1.503):
" Tujuan utama pendidikan universitas yaitu pemhinaan karakter, sehingga
mahasiswa dalam suasana (universitas) yang haik untuk memiliki sifat-sifat yang
menjadi pemhawaan manusia susila dan demokratis, yaitu kehenaran, keadilan,
kejujuran dan kemanusiaan, akhirnya hertanggung jawab atas kesejahteraan
masyarakat Indonesia dan (bahkan) dunia ".
Sebenamya beberapa bagian dari pengalaman kerja tersebut sudah tertuang dalam bentuk
makalah yang disajikan baik pada seminar-seminar tentang industri jasa konstruksi atau
ceramah pada berbagai loka karya yang diselenggarakan berbagai lembaga dan institusi.
Disamping itu, keinginan menu! is permasalahan manajemen proyek dan konstruksi berpijak
pula pada tujuan untuk mengungkap ulang sebagian kejadian penting yang dialami, sesuai
pepatah: pengalaman merupakan guru terhaik. Pepatah tersebut sangat relevan, dan akan
sangat terasa mutlak diperlukan bagi mereka yang bergerak selaku profesional di bidang
rekayasa. Karena sebagaimana kelahiran pengetahuan rekayasa teknologi khususnya di bidang
konstruksi, bahwa bangunan-bangunan zaman dahulu pada umumnya dikonstruksi bukanlah
sebagai basil penerapan teori atau pengetahuan yang terkait dengan ilmu matematik dan
fisika. Sehingga pengembangan teknik-teknik konstruksi untuk selanjutnyapunjuga cenderung
lebih didasarkan pada proses pengamatan dari berbagai pengalaman, upaya coba-coba dan
eksperimentasi. Semakin maju dan canggih teknologi yang diterapkan dengan sendirinya
akan semakin bersifat kompleks pula upaya-upaya eksperimennya. Penemuan-penemuan dan
gagasan yang cemerlang dari putera-putera bangsa telah menunjukkan fenomena tersebut.
ix
Seperti misalnya sistem fondasi Cakar Ayam, struktur gelagar jembatan prakompresi, sistem
under pass berjalan, konstruksi Sosrobahu, kesemuanya lahir dan berawal dari eksperimen
di lapangan, bukan di laboratorium. Bahkan ketika dilakukan upaya pengkajian dan pengujian
untuk mendapatkan formulasi yang lebih jelas sering menemui kesulitan, karena biasanya
masih terdapat parameter yang belum dapat dirumuskan atau diasumsikan secara tepat. Hal
yang samajuga berlangsung pada berbagai inovasi dalam mekanisasi dan elektrifikasi peralatan
konstruksi. Sejak upaya menemukan jidar agar mendapatkan hasil finis plesteran dengan
sekali kerja, sampai berupa acuan merangkak (slip form), berbagai keran panjat (climbing
crane), dan bahkan upaya menciptakan robot-robot pembantu. Pada perkembangan mutakhir
sedang ditunggu karya-karya yang lebih bermanfaat lagi. Seperti upaya untuk mendaur ulang
puing-puing bangunan untuk dipakai sebagai material baru, kemudian berbagai inovasi un
tuk mendapatkan material sintetis dalam teknologi bendungan dan tanah, dan masih banyak
lainnya lagi. Sekali lagi, bahwasanya kesemua gagasan dan penemuan tersebut muncul berkat
dorongan agresif dari kebutuhan mendesak yang datang dari lapangan, bukannya melalui
pengembangan teori-teori dasar dari laboratorium. Demikianlah memang salah satu keunikan
dari dunia rekayasa konstruksi pada khususnya dan rekayasa secara umum. Oleh karenanya
pula dunia rekayasa konstruksi khususnya bisnis kontraktor tidak harus dipandang dengan
sebelah mata, meskipun kinerjanya sampai saat sekarang masih belum juga menunjukkan
kesangkilan dan kemangkusan dalam hal-hal tertentu. Dalam dunia pendidikan misalnya,
tampaknya masih sering dij umpai sikap dan konsep yang keliru mengenai hal ini. Konsep
yang berpijak pada titik tolak pandangan bahwa bagi anak didik yang cemerlang dalam daya
analisis sebaiknya nantinya bekerja sebagai konsultan, sedangkan yang biasa-biasa atau
malahan kurang kemampuannya dapat diluluskan untuk bekerj a di bidang kontraktor
seyogyanya segera diluruskan .
Oleh karena alasan-alasan seperti tersebut di atas, rupanya dengan tidak terasa proses
penulisan memakan waktu cukup lama, tigabelas bulan, karena materinya terpaksa berkembang
mengkait segi-segi pengetahuan yang lebih luas. Seiring dengan digunakannya berbagai rujukan
baik yang berupa buku teks, pedoman serta standar peraturan, kliping berbagai publikasi
dan media mass a, maupun mempertimbangkan kecenderungan aplikasi rekayasa yang muncul
di era yang serba global sekarang ini. Secara kebetulan pula selama proses terjadi peristiwa
peristiwa yang ikut mempengaruhi semangat penulisan agar menjadikannya lebih berarti
ketimbang hanya sekedar mengungkapkan catatan, antara lain: ( 1) Dalam rangka pencanangan
Bulan Buku pada bulan Mei 1 995, tak kurang Presiden RI menganjurkan serta menghimbau
agar bangsa ini mau meningkatkan semangat gemar membaca dangemar menulis. Mendikbud
RI membandingkan jumlah penerbitan buku hanya mencapai kurang lebih sepersepulub dari
jumlah penerbitan kaset rekaman audio. Seperti diketahui, penerbitan kaset-kaset rekaman
musik setiap tahun mencapai 400.000 dari berbagai produser, tentunya belum termasuk
jumlah yang dibajak; (2) Adanya reaksi. tanggapan, dan sekaligus dorongan dari teman
teman, kolega, dan mahasiswa, yang merasa tertarik dengan gagasan dan pemikiran yang
ingin penulis sampaikan yang berpijak pada pengalaman praktek. Di samping itu, tampak
adanya kehausan ten tang pengetahuan di bidang manajemen proyek dan konstruksi, khususX
nya yang berkaitan dengan kasus-kasus di Indonesia; dan ( 3 ) Semangat penulis untuk dapat
menyelesaikan penulisan buku dalam tahun 1 995 juga, sebagai upaya untuk ikut memeriahkan
dalam rangka memperingati ulang tahun emas, 50 tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Karena buku-buku yang beredar berkaitan dengan manajemen proyek pada umumnya
dan manajemen konstruksi pada khususnya tidak banyak membahas kasus-kasus di Indone
sia, maka buku ini diharapkan bisa menjadi salah satu altematif dalam upaya mengembangkan
pengetahuan di bidang manajemen. Khusus di Indonesia semenjak dimulainya PJPT I,
manajemen proyek dan konstruksi telah berkembang sebagai ilmu pengetahuan tersendiri.
Meskipun pengetahuan manajemen pada hakekatnya bersifat universal, namun selama itu
telah mengalami berbagai perubahan cakupan materi maupun cara pendekatannya di Indone
sia. Pada setiap tahap perkembangannya selalu terdapat misteri dan dilema permasalahan
yang harus dipecahkan oleh ilmu ini, yang menyangkut berbagai pihak yang terkait. Kesemua
hal tersebut selalu langsung berhubungan dengan manusia atau orangnya, baik sebagai subyek
ataupun obyek dari ilmu manajemen jasa konstruksi. Berbagai peristi wa yang melanda industri
jasa konstruksi merupakan batu ujian bagi kehandalan ilmu pengetahuan ini. Sehingga
muncullah cita-cita untuk membuat buku mengenai manajemen proyek dan konstruksi yang
berciri khas Indonesia. Agar bisa menjadi ujung tombak untuk keperluan analisis berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh industri, yang dapat dipastikan sukar untuk mengelak dari
alam persaingan global di penghujung abad ke XXI nanti.
Bab pertama dari buku ini merupakan pendahuluan yang memuat pokok-pokok gagasan
dalam rangka menuntun arah pembahasan secara umum. Bab yang ke dua mengetengahkan
diskusi dan pemahaman tentang sistem manajemen proyek, sejak menangkap arti penting
kesatuan si stem manajemen, analisis masalah dan tujuan (problem analysis), tujuan fungsional
suatu proyek, sampai pada pemahaman fungsi-fungsi penting yang harus selalu diperhatikan.
Materi dasar dari bab ke dua didasarkan pada pengalaman mengikuti Pelatihan Sistem Ma
najemen Proyek Diklat Wilayah Ill Depdagri RL Sedangkan pada bab ke tiga diketengahkan
pembahasan tentang perkembangan proyek dan industri konstruksi, disertai dengan upaya
menengok pada sejarah, evolusi, lengkap dengan pasang surutnya khususnya di Indonesia.
Pada bab ke empat diketengahkan tentang tata cara konstruksi dikaitkan dengan pemahaman
ketentuan-ketentuan pedoman dan peraturan dari Pemerintah yang harus diikuti terutama
untuk pelaksanaan konstruksi pada proyek-proyek sektor publik. B ab ke Iima berusaha
mengingatkan ulang bahwa proses konstruksi keseluruhan pada hakekatnya adalah merupakan
satu kesatuan si stem rekayasa yang secara konseptual harus ditangani melalui kesatuan si stem
manajemen. Sedangkan bab yang terakhir, ke enam, secara khusus membahas perihal yang
berkaitan dengan bisnis konstruksi, khususnya dunia kontraktor pembangun . Pada bagian
akhir dari bab ini mengetengahkan mengenai pentingnya upaya-upaya menegakkan
profesionalisme dan etika rekayasa dalam konstruksi. Pada apendiks, sebagai informasi
tambahan diberikan berturut-turut ten tang metode penjadwalan jaringan ketja (network plan
ning), contoh suatu rencana kerja dan syarat-syarat sebagai bagian dari spesifikasi proyek
konstruksi, contoh beberapa formulir pelaksanaan yang menyangkut kepentingan kontraktor,
dan yang terakhir adalah informasi buku referensi dan acuan yang digunakan. Meskipun
vi
r
belurn kesemua permasalahan tercakup lengkap, namun temyata sukar untuk mengelak dan
membatasi tebalnya buku ini. Oleh karena itulah, terpaksa dibagi menjadi dua jilid penerbitan,
di mana jilid yang pertama mencakup bab ke satu sampai dengan empat, sedangkan j ilid
kedua terdiri dari bab ke lima sampai dengan apendiks.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih sebesarnya kepada berbagai pihak yang telah berkenan memberikan motivasi yang
sangat berharga dan membantu dalam penyiapan naskah. Kepada rekan almarhum Ir.
Djokosubardi dari PT Encona Engineering Inc., yang masih sempat membaca sebagian dari
naskah sebelum meninggalkan kita. Kemudian kepada Ir. Achmad Fauzi, IAI, Direktur Utama
PT Atelier 6 Project Management, yang j uga berkenan membaca naskah selama penulisan.
Rekan Ir. Sudjatmiko dari PT Biro Insinyur Exakta yang selain membaca j uga memberikan
masukan-masukan penting. Penulis tidak bisa melepas kenangan diskusi gencar sewaktu
mengikuti Pelatihan Sistem Manajemen Proyek Angkatan V, Diklat Wilayah TII Depdagri
RI, yang sedikit ban yak telah membuka cakrawala pandangan menj adi lebih luas. Terutama
diskusi dengan rekan-rekan Dr. Adam Suyadi dari Proyek R.S. S ardjito, Drs. Soedaryanto
dari Proyek Pengembangan Air Tanah DIY, Waluyo BE dari Dinas PU, Ir. Suyamto dari
Batan, dan masih banyak yang lain. Demikian pula diskusi-diskusi pada kesempatan seminar
dengan segenap perusahaan rekanan konstruksi yang sedang bekerj a di Kampus UGM pada
8 Juli 1 989, ceramah dan seminar pengendalian mutu pada PT Waskita Karya Cabang VII
pada Oktober 1 992 dan PT Hutama Karya Cabang Jawa Tengah pada 27 Januari 1 99 3 . Ke
semua diskusi dengan berbagai pihak tersebut membuktikan dan menunjukkan masih adanya
kepedulian, antusiasme, dan semangat tinggi dalam upaya membahas kelemahan dan kej ang
galan dalam pelaksanaan suatu proyek dan industri konstruksi. Sehingga dari sana penulis mem
peroleh banyak pelajaran dan masukan-masukan bermanfaat sebagai bahan penulisan buku ini.
Kemudian yang tidak pernah penulis lupakan adalah bantuan dari kawan-kawan staf
Proyek P2T UGM terutama saudara Sugeng, Tukidjo, dan Budiman, yang merupakan tulang
punggung selama menjalankan tugas bersama. Tanpa bantuan dari mereka bertiga penulis
tidak akan memperoleh pengalaman dan bahkan menuli skan buku ini. Tidak akan terlupakan
pula jasa dari kawan-kawan Bagian Rumah Tangga maupun Perlengkapan UGM, seperti
saudara B . Subono, Supratiknyo, S . Kuswoyo, Jawadi, S . Subinarto, dan lain-lain yang
tidak dapat saya sebut satu persatu pada kesempatan ini . Kesemua kawan-kawan ini telah
mampu menunjukkan kesatuan semangat, bahu membahu memikul tugas bersama, dalam
rangka menegakkan kewibawaan dan citra konstruksi khususnya dalam pelaksanaan proyek
di lingkungan UGM . Pada akhirnya, tetapi tentu bukanlah yang terakhir kalinya, pada ke
sempatan ini saya sampaikan penghargaan kepada isteri dan anak, Radiyanti dan Shiddieq,
atas kebaikannya untuk kesabaran, dorongan dan dukungannya. Rasa-rasanya hanya kepada
mereka berdualah karya penulisan ini saya persembahkan .
ISTIMAWAN DIPOHUSODO
Nopember 1 995
xii
DAFTAR ISI
,,
V
lX
Xlll
JILID 1
1
1
2
5
MANAJEMEN PROYEK
PENDAHULUAN
Siklus Manajemen
Perangkat Manajemen
9
12
13
13
19
24
28
31
36
Organisasi Fungsional
Organisasi Matriks
Organisasi Khusus Proyek
Konsep Pendekatan Tim
Peran dan Tanggung Jawab Pemimpin Proyek
B agan Tanggung Jawab
39
40
42
43
44
45
49
xiii
r
2.6 Jadwal dan Rencana Anggaran
64
65
68
INDUSTRI KONSTRUKSI
69
Masalah Produktivitas
Alam lndustri Konstruksi
xi v
59
62
62
63
Perencanaan Evaluasi
Evaluasi versus Kerangka Logis
51
52
53
56
58
69
71
74
76
77
79
80
83
84
86
88
88
92
93
1 04
1 05
1 10
115
1 16
1 17
1 20
1 28
135
1 37
1 42
1 44
1 46
Mendirikan Bangunan
Garis Sempadan
Ruang Kosong di belakang B angunan
Pembangunan sampai batas Persil
Jarak antar B angunan
Keadaan Tanah
Sambungan Persil dengan Jalan
Syarat-syarat Keindahan
Pagar Pemisah Halaman
Permohonan Ij in
Penolakan, Pencabutan, dan Larangan
Persyaratan Penting Lainnya
4.5 Pengadaan Barang dan Jasa
151
1 52
1 52
1 54
155
1 56
1 56
156
161
1 67
1 68
1 68
1 69
1 70
1 70
171
171
1 72
1 72
1 73
1 74
1 75
1 76
1 77
1 77
XV
r
Pemilihan Langsung
Pengadaan Langsung
Pengadaan Barang atau Jasa menggunakan Pinjaman Luar Negeri
4.6 Tata Cara Pelelangan
1 77
1 78
1 78
1 78
181
181
1 82
1 84
1 85
1 88
1 92
197
202
Jilid 2
5
211
212
214
216
219
220
221
223
224
224
229
233
234
235
237
239
239
240
xvi
Pendekatan Kontrak
Macam Kontrak
Prosedur Kontrak
Kontrak Lumsum pada Proyek Pemerintah
274
275
278
279
286
290
290
29 1
296
3 04
311
311
3 14
316
BISNIS KONSTRUKSI
319
256
257
260
264
267
272
321
321
322
323
325
3 27
328
329
335
336
340
342
350
352
360
V\tii
--.,
xviii
1
PEN DAH ULUAN
Mungkin tidak ada hal yang lebih penting bagi seseorang di dalam menempuh kehidupan
selain mengelola segenap kegiatan-kegiatan individualnya semangkus mungkin didasarkan
pada seluruh sumber daya yang dikuasainya. Berlangsungnya kegiatan-kegiatan individual
tersebut sudah tentu berkat dorongan motivasi kuat, yaitu demi tercapainya setumpuk harapan
harapan, tujuan, ataupun cita-cita demi peningkatan taraf hidup misalnya.
Sementara itu. dalam melakukan kegiatan apapun selalu masih saja disertai dan terkait
dengan faktor-faktor ketidakpastian, yaitu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
tercapainya harapan atau tujuan tetapi di luar jangkauan untuk mengendalikannya. Asal
muasal faktor ketidakpastian sangat luas kemungkinannya, sejak dari keadaan alam seperti
keadaan cuaca, sampai dengan bentuk ketergantungan pada perbuatan setta jasa orang lain
atau masyarakat beserta segenap lingkungannya. Selama masih di dalam jangkauan kemam
puan untuk memperhitungkannya, faktor-faktor ketidakpastian tersebut umumnya dihadapi
dengan pendekatan merubahnya menjadi bentuk hipotesa-hipotesa dan asumsi-asumsi.
Semakin mampu seseorang meredam faktor ketidakpastian dengan memperhitungkannya
melalui hipotesa dan asumsi yang realistis, dengan sendirinya akan semakin tumbuh pula
'Sikap optimisme untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, apabila karena keterbatasan kemampuan
tidak kuasa berhadapan dengan faktor-faktor ketidakpastian, seseorang akan menjadi ke
hilangan akal dan biasanya lalu mengambil sikap berpasrah diri pada nasib untuk mencapai
keberhasilannya. Bahkan pada keadaan yang lebih buruk lagi, mungkin harus menjalani
kehidupan selanjutnya dengan asal hanyut saja tanpa bisa membuat perhitungan dan memper'
kirakan secara lebih jelas.
Dari pemaparan secara ringkas fenomena perilaku individual di dalam tatanan kehidupan
masyarakat seperti tersebut di atas dapat ditarik beberapa pelajaran. Pertama, bahwa kegiatan
kegiatan individual seseorang tidak akan pemah terlepas dari pengaruh keadaan masyarakat
dan alam lingkungannya, bahkan telah menjadikannya sebagai wahana dan sarana yang akan
1
BAB 1 PENDAHULUAN
menopang upaya tercapainya harapan-harapan dan tujuan yang diinginkan. Karena terkait
dengan berbagai kepentingan masyarakat luas, maka agar dapat mencapai tujuannya sudah
barang tentu kegiatan-kegiatan individual tersebut harus dikoordinasikan dengan baik melalui
upaya-upaya tertib aturan main. Kedua, dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan individualnya,
baik disadari atau tidak, seseorang banyak menggunakan hipotesa dan asumsi dalam rangka
upaya memperhitungkan dan meredam pengaruh faktor-faktor ketidakpastian yang meng
ungkungnya. Upaya untuk menyusun hipotesa dan asumsi yang realistis pada umumnya
bukanlah merupakan sesuatu yang sulit selama kegiatan-kegiatannya selalu selaras dan serasi,
atau tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat luas beserta alam lingkungannya.
Bahkan untuk kepentingan-kepentingan yang sama ataupun berkaitan justru akan saling
memperkuat untuk dapat mencapai keberhasilannya. Ketiga, apabila berhasil melakukan upaya
pembenahan secara sistematis atas mekanisme kegiatan-kegiatan individual berikut tata
hubungannya dengan masyarakat luas serta alam lingkungannya seperti tersebut di atas,
pada hakekatnya seseorang sedang menyusun suatu konsep sistem manajemen yang alamiah
dan manusiawi. Sudah barang tentu kesemuanya itu ditujukan untuk mencapai taraf dan
tatanan kehidupan yang lebih baik.
Sistem Manajemen Proyek
Manajemen merupakan proses terpadu dimana individu-individu sebagai bagian dari orga
nisasi dilibatkan untuk memelihara, mengembangkan, mengendalikan, dan menjalankan
program-program, yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditetapkan dan
berlangsung menerus seiring dehgan be1jalannya waktu. Supaya proses manajemen dapat
berlangsung sangkil dan mangkus diperlukan sistem serta struktur organisasi yang memadai
dengan program yang berorientasi pada tercapainya sasaran. Organisasi berfungsi sebagai
wahana untuk menuangkan konsep atau karya-karya manajerial dari individu-individu yang
terlibat dalam mengemban tanggung jawab manajemen. Manajemen dapat dipandang sebagai
suatu rangkaian beberapa tanggung jawab fungsional yang berhubungan erat satu sama lain
dan secara keseluruhan membentuk jaringan kerja yang teratur serta sistematis. Jaringan
kerja tersebut jangan sekali-kali ditafsirkan hanya sebagai gabungan satuan-satuan atau
tahapan kegiatan yang terpisah, tetapi keseluruhannya merupakan suatu set atau kesatuan
interaksi kegiatan-kegiatan. Untuk tujuan analisis ataupun menguraikannya, tentunya dapat
saja dicuplik fungsi tertentu dari set, tetapi harus dengan selalu mengingat bahwa sesuatu
kegiatan pada fungsi tertentu mempunyai hubungan dan berdampak terhadap satu atau lebih
fungsi lainnya.
Pada umumnya yang ditetapkan sebagai fungsi-fungsi pokok dalam manaj emen adalah
merencanakan, mengorganisasikan, dan mengendalikan. Sedangkan fungsi-fungsi manajerial
penting lainnya. yaitu: memimpin, mengerahkan, mengarahkan, mengaktifkan, memberi
contoh, membangun motivasi, mengkoordinasikan, mengkomunikasikan, dan yang tidak
kalah penting adalah pengambilan keputusan. Penekanan kepada mana yang lebih penting
dari fungsi-fungsi tersebut amat tergantung pada permasalahan spesifik yang dihadapi oleh
para manajer dalam mengemban tugas-tugasnya. Akan tetapi bagaimanapun bentuk per-
'
\
BAB 1 PENDAHULUAN
masalahan yang dihadapi, konsep manajemen sebagai suatu set keseluruhan tanggung jaw fungsional yang ditunjukkan melalui kinerja para manajer akan lebih menonjol dan bersifat
kekal. Sebagaimana layaknya suatu proses, apabila ke dalamnya diberikan masukan-masukan
(input) secukupnya diharapkan manajemen dapat menghasilkan keluaran-keluaran (output),
yaitu tercapainya tujuan ataupun sasaran sebagaimana yang ditetapkan, lihat Gambar 1 . 1 .
Sebagai masukan ke dalam proses manajemen adalah bermacam sumber daya, keterampilan
ataupun kekayaan lainnya termasuk manusia atau tenaga kerja, material (bahan), modal
(dana), mesin-mesin (alat), dan metode-metode kerja. Proses manajemen harus mampu me
nunjukkan kinerja yang sangkil serta mangkus. Kesangkilan menyangkut hubungan antara
masukan dan keluaran, dalam arti berlangsung peningkatan efisiensi di dalam proses. Sedang
mangkus berkaitan dengan pencapaian tujuan, dalam arti jika manajemen berhasil mencapai
tujuannya berarti mereka berdaya guna. Seorang pakar manajemen, Peter F.Drucker, meng
artikan kesangkilan sebagai melakukan pekerjaan dengan benar, sedangkan mangkus diartikan
sebagai melakukan pekerjaan yang benar.1 Sehingga selama menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya, manajer harus berusaha untuk selalu mengupayakan hasil mangkus dan sangkil
yang semaksimal mungkin.
Sebagai dasar dan landasan utama dalam melaksanakan tugas manajemen pada setiap
jenjang dari berbagai bentuk bidang usaha, harus mampu mengupayakan dan menciptakan
suatu lingkungan kerja bagi segenap individu yang terlibat dengan cara membentuk semangat
kerjasama dalam suatu grup kerja atau Tim Kerja. Sehingga masing-masing dapat menyelesai
kan tugas demi untuk pencapaian sasaran bersama seperti apa yang telah disepakati. Atau
dengan kata lain, para mnajer dalam melaksanakan tugasnya mengemban tanggung jawab
untuk berupaya agar masing-masing individu dapat memberikan andil sepenuhnya secara
mangkus dalam rangka mencapai sasaran organisasi dengan didasarkan pada semangat Tim
Kerja. Termasuk upaya menciptakan suasana lingkungan dalam satu kesatuan Tim Kerja
adalah menanamkan semangat untuk selalu secara bersama-sama memelihara dan melestari
kan cita-cita para manajer baik secara logis maupun moral, demi dapat tercapainya segenap
sasaran organisasi.
Dari kesemua uraian di atas, dapatlah dipakai suatu penyederhanaan pemahaman bahwa
manajemen merupakan proses penggunaan sumber daya secara sangkil dan mangkus untuk
mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian seorang manajer dari
jenjang manapun, macam bidang usaha apapun, dari perusahaan skala kecil maupun besar,
Gambar 1 . 1
Bagan Proses Manajemen
Peter
E Drucker, Managing for Result, Harper and Row, New York, 1 964.
BAB 1 P E N DAHULUAN
tugas utamanya adalah mengelola bagian organisasi yang menjadi tanggung jawabnya agar
berjalan sesuai dengan rencana sehingga dapat: ( 1 ) mencapai tujuan organisasi dengan meng
gunakan sesedikit mungkin masukan sumber daya, sejak dari yang berbentuk modal (dana),
material (bahan), usaha (kegiatan), waktu, sampai yang berwujud ketidakpuasan manusiawi
atas keadaan yang ada, ataupun (2) membawakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi
semaksimal mungkin berdasarkan pada sumber daya yang tersedia.
Proyek dengan segala ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilibatkan di dalamnya me
mpakan salah satu upaya manusia dalam rangka membangun kehidupannya. Sesuatu proyek
mempakan upaya dengan mengerahkan sumber daya yang tersedia, yang diorganisasikan
untuk mencapai tujuan, sasaran, dan harapan penting tertentu. Proyek hams diselesaikan
dalam jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan. Sebuah proyek terdiri dari umtan
dan rangkaian kegiatan panjang dan dimulai sejak dituangkannya gagasan, direncanakan,
kemudian dilaksanakan, sampai benar-benar memberikan hasil-hasil yang sesuai dengan peren
canaannya. Sehingga pelaksanaan proyek pada umumnya mempakan rangkaian mekanisme
tugas dan kegiatan kompleks, membentuk saling ketergantungan, dan mengandung berbagai
permasalahan tersendiri. Dengan demikian rangkaian mekanisme kegiatan-kegiatan di dalam
proyek akan membentuk kesatuan sistem manajemen. Semakin kompleks mekanismenya,
sudah barang tentu semakin beraneka pula permasalahan yang harus dihadapi. Apabila tidak
ditangani dengan benar, berbagai permasalahan tersebut akan mengakibatkan munculnya
berbagai dampak negatif yang pada akhirnya bermuara pada kegagalan dalam mencapai
tujuan dan sasaran yang dicita-citakan.
Pengertian sistem manajemen adalah sebagai suatu set yang terdiri atas susunan terpadu
dari konsep-konsep, dasar-dasar pengertian, atau teknik-teknik penanganan yang berkaitan
dengan manajemen. Sehingga konsep sistem manajemen proyek dapat diartikan sebagai
penataan serta pengorganisasian atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
manajeinen proyek. Sistem manajemen proyek disusun dan dijabarkan menjadi seperangkat
pengertian, pedoman, alat-alat, dan petunjuk tata cara pelaksanaan, sehingga mampu
menghubungkan kesenjangan persepsi, membangun kesamaan bahasa, serta mampu
mewujudkan suatu bentuk kerjasama dan koordinasi di antara satuan organisasi pelaksananya.
Mengingat kegiatan-kegiatan individual di dalam proyek membentuk hubungan saling ke
tergantungan kompleks, perlu selalu ditumbuhkan keserasian hubungan kerja yang mangkus
di antara para pelaksananya. Hal tersebut mengingat pula bahwa para pelaksana terdiri dari
individu-individu yang berasal dari berbagai satuan dan jenjang organisasi. Tingkat kekom
pakan pengertian dan kesadaran akan pentirignya penerapan konsep hubungan kerja yang
serasi satu sama lainnya sangat menentukan keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan pro
yek, temtama pada jenjang pejabat kunci. Mereka hams dapat mewujudkan semangat kerja
sama kokoh untuk mengkoordinasi dan mengendalikan pelaksanaan proyek sehingga mampu
memberikan landasan kuat bagi keberhasilan proy,ek. Dengan demikian agar dapat menangani
pelaksanaan proyek dengan baik atau paling tidak dapat memperkecil peluang timbulnya
permasalahan, diperlukan pendekatan dengan menyusun suatu konsep Sistem Manajemen
Proyek yang lengkap, kokoh, dan terpadu.
BAB 1 PENDAHULUAN
Di kalangan masyarakat kita, masih saja selalu terjadi kerancuan dalam mengartikan kata
konstruksi. Istilah konstruksi beton dan konstruksi kayu misalnya, seringkali masih digunakan
untuk maksud mengartikan struktur rangka beton dan struktur kayu. Munculnya kerancuan
karena di masa lalu kita pernah menggunakannya sebagai padanan kata constructie (bahasa
Belanda, artinya: struktur) yang artinya berlainan dengan kata construction (bahasa Inggris,
artinya: pembangunan). Sedangkan istilah- sistem manajemen konstruksi- yang selama ini
digunakan oleh kalangan luas adalah padanan dari istilah bahasa Inggris construction man
agement system yang berarti sistem pengelolaan pembangunan sesuatu bangunan.
Proses konstruksi sesuatu bangunan pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan
kegiatan yang berdasarkan pada sistem rekayasa (engineering system) konstruksi, yang bersifat
unik atau khas untuk setiap proyek. Dalam berhadapan dengan suatu sistem rekayasa sudah
tentu tidak bisa dipandang dengan memakai pengertian yang terpenggal-penggal atau sepotong
demi sepotong, tetapi keseluruhannya merupakan kesatuan konsep sistem yang tidak
terpisahkan. Upaya konstruksi yang dimaksud bukanlah ditekankan hanya pada pelaksanaan
pembangunan fisiknya saja misalnya, akan tetapi mencakup konsep proses konstruksi dalam
artian lengkap dan utuh. Sejak dikemukakannya prakarsa pembangunan, kemudian ditindak
lanjuti dengan kegiatan survai, penyusunan perencanaan, perancangan detail dan seterusnya,
sampai bangunan benar-benar berhasil berdiri serta berfungsi sesuai dengan tujuan fungsio
nalnya. Apabila dicermati perubahannya dari masa ke masa, sejak dari awal pertumbuhannya,
proses konstruksi sepertinya cenderung tumbuh dan berkembang menjadi terpisah-pisah.
Keadaan demikian tiada lain bermula dari timbulnya tuntutan keahlian spesialisasi untuk
pelaksanaan elemen-elemennya. Munculnya tuntutan spesialisasi yang terutama berkaitan
dengan kapasitas penguasaan atas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memperlihatkan
laju perkembangan yang semakin pesat saja. Disamping itu, juga terjadi pemisahan konstruksi
melalui pentahapan kegiatan-kegiatannya berkaitan dengan keterbatasan dalam penyediaan
dana. Sehingga pada situasi mutakhir menunjukkan. bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan
harus ditopang dengan pelayanan banyak pihak dari berbagai unsur profesi, sejak kontraktor
pembangun dan subkontraktornya, pemasok material, mandor, sampai segenap pekerjanya.
Sedang perencanaan dan pengendaliannya melibatkan kegiatan-kegiatan dari pihak pemberi
tugas beserta berbagai profesi konsultan dan rekayasawan. Struktur keseluruhan tersusun
membentuk sistem manajemen kompleks, lengkap dengan segenap subsistemnya. Namun
hendaknya harus selalu diingat, meski cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan terpaksa dipisahkan
satu sama lainnya sesuai dengan keahlian profesi dan tanggungjawabnya, keseluruhan proses
konstruksi secara konseptual tetap harus berlaku sebagai satu kesatuan sistem rekayasa (en
gineering system). Setiap elemen kegiatan pada hakekatnya tidaklah berjalan sendiri-sendiri,
tetapi harus selalu dikendalikan dan dikoordinasikan dalam rangka upaya mewujudkan
kesatuan konsep. Sebagai suatu sistem rekayasa konstruksi keseluruhan mekanisme
kegiatannya tetap selalu mewujudkan susunan hubungan konseptual yang saling terikat dan
terkait, saling bergantung dan mempengaruhi. Sekali lagi, perlu dicatat bahwa seluruh kegiatan
dalam sesuatu sistem rekayasa tidak bisa dipisah-pisah ataupun dipotong-potong hanya
berdasarkan pada pemahaman yang dangkal dan sempit.
BAB 1 PENDAHULUAN
Sebagaimana layaknya pelaksanaan suatu operasi sistem, segala macam bentuk pemisahan
kegiatan, pemenggalan tahapan, ataupun pemisahan tanggung jawab keahlian profesi,
hendaknya justru harus dilandasi dengan azas-azas dan ditujukan kepada kepentingan ter
capainya kesangkilan. Atau dengan kata lain, upaya pemisahan kegiatan tetap dimungkinkan
asal saja disertai pemahaman bahwa tujuan utamanya adalah untuk mencapai tingkat
kesangkilan yang lebih baik. Dengan sendirinya jika pelaksanaannya justru mencapai hasil
I
yang menyimpang dari azas kesangkilan, tentunya patut dipertanyakan kelaikan upaya tersebut.
Demikian pula seharusnya yang berlangsung dalam setiap proses konstruksi, baik proyek
ukuran kecil maupun besar yang sarat dengan teknologi canggih sekalipun. Sejak dikenal
pertama kali sampai sekarang, proses konstruksi pada hakekatnya merupakan kesatuan operasi
sistem rekayasa yang penanganannya memerlukan sistem manajemen konstruksi yang lengkap
dan utuh. Apabila dalam perkembangannya kemudian muncul banyak subsistem di dalamnya,
hal tersebut semata-mata mewujudkan konsekuensi dalam mengantisipasi k'emajuan teknologi
konstruksi. Pola pengembangan melalui subsistem seperti misalnya penataan kontrak cara
lumsum, harga satuan, putar kunci (turn key), atau BOT (built-operate-transfer) dan
sebagainya, lebih dimaksudkan sebagai penerapan teknik-teknik dan strategi manajemen.
Demikian pula halnya penataan organisasi pelaksanaan yang lebih terinci dengan mempertajam
fungsi-fungsi dan upaya untuk lebih menekankan unsur-unsur, seperti: Manajemen Proyek,
Manajemen Konstruksi, Rekayasa Konstruksi, Akuntansi Rekayasa, Rekayasa Nilai, dan
sebagainya. Secara logis kesemua hal di atas seharusnya diterima sebagai wujud penerapan
teknik-teknik manajemen untuk suatu sistem rekayasa secara umum, yang memang berciri
khas selalu menuntut berbagai inovasi dalam pelaksanaannya. Seandainya di dalam praktek
lantas muncul pandangan bahwa pengembangan subsistem hanya baik untuk diterapkan pada
proyek-proyek tertentu, hal tersebut berawal dari pemahaman yang kurang lengkap mengenai
hakekat sistem rekayasa dan sistem manajemen konstruksi. Sebenamya untuk semua bentuk
dan macam proyek, baik ukuran kecil maupun besar, pada prinsipnya selalu memerlukan
juga meski dengan bobot perhatian dan penekanan yang berbeda. Pengembangan subsistem
melalui teknik-teknik dan strategi manajemen selalu ditujukan kepada upaya mencapai
kemangkusan yang sama sekali tidak untuk merubah sistem utamanya, yaitu sistem manajemen
proyek berlandaskan pada sistem rekayasa konstruksi. Hanya karena pemahaman yang tidak
pada tempatnya, hendaknya jangan sampai mengakibatkan arah pembangunan menyimpang
dari tujuannya.
Khususnya bagi kalangan masyarakat dunia konstruksi di Indonesia, meski sejarah telah
membuktikan kemampuan di bidangnya, akan tetapi penguasaan pengetahuan tentang analisis
dan berbagai pengembangan teknik manajemen konstruksi baru berlangsung belakangan.
Sudah barang tentu setelah melalui alih pengetahuan dari negara-negara lain sebagai bagian
dari hasil penelitian dan pengembangan (research and development) mereka. Secara umum,
datangnya berbagai macam arus pengetahuan dan informasi tersebut biasanya disambut dan
disikapi sebagai sesuatu hal yang baru. Kadang-kadang proses penyerapan dan pemaham
annya dapat dikuasai dengan benar, dalam arti secara proporsional sesuai dengan yang di
maksudkan. Akan tetapi tidak jarang pula terjadi kesimpangsiuran dalam mencema penge-
BAB 1 PENDAHULUAN
tahuan dan informasi baru tersebut. Seringkali pengetahuan yang sebenarnya lebih dimak
sudkan sebagai bentuk analisis pendalaman untuk sesuatu subsistem, tetapi diterima sebagai
pola sistem baru yang harus diterapkan dalam manajemen. Sebagai contoh adalah informasi
mengenai analisis rekayasa nilai (value engineering), analisis tentang sistem manajemen
konstruksi (Construction Management System), dan bahkan sistem manajemen proyek
(Project Management System). Kesemuanya itu sebenarnya merupakan informasi yang harus
lebih diperhatikan agar pelaksanaan konstruksi, baik skala kecil maupun besar, dapat
meningkat kesangkilan dan kemangkusannya. Didalam analisis biasanya ditekankan hal-hal
apa saja yang harus dipahami, d*uasai, dan diterapkan dalam praktek manajemen konstruksi.
Sudah tentu contoh-contoh yang diambil dalam analisis biasanya adalah proyek berskala
besar sesuai dengan tingkat kemajuan yang mereka capai. Dengan demikian dalam mencema
pengetahuan baru tersebut bukannya lantas harus ditafsirkan dengan membuat pengkotakan
\
baru, bahwa proyek berskala besar tertentu sebaiknya menggunakan pola manajemen dengan
CMS atau PMS. Disadari atau tidak, semangat mengkotak-kotak bahkan juga merambah
pada konstruksi bangunan-bangunan pemerintah selama ini. Dalam praktek lantas muncul
penafsiran apabila konstruksi dilaksanakan hanya dengan perencana atau kontraktor tunggal,
tidak diperlukan koordinasi melalui sistem manajemen konstruksi. Demikian pula, analisis
rekayasa nilai hanya diperlukan apabila dokumen perencanaan tidak baik dan memerlukan
evaluasi. Padahal semua bentuk pengerrtbangan tersebut tetap diperlukan baik untuk proyek
skala kecil atau besar. Masalah bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan j asa berbagai
konsultan spesialis adalah tergantung pada kebutuhannya, dengan tetap selalu memperhi
tungkan bahwa jasa konsultan tidaklah murah (bila benar-benar profesional) .
Kegiatan utama sebagai bagian yang harus dipertanggung jawabkan secara profesional
di dalam proses konstruksi merambah hampir menyusup ke seluruh aspek kebutuhan hidup
umat. Hingga proses konstruksi pada kenyataannya mampu tumbuh dan berkembang menjadi
bentuk industri yang potensial. Akan tetapi harus disadari bahwa pelaksanaan proses
konstruksi berciri sangat berbeda dengan proses produksi industri pabrik, terutama tata cara
produksi dan penetapan hargajual. Disamping itu, pengaruh industrijasa konstruksi membias
ke jangkauan matra pengetahuan yang sangat luas, sejak dari rekayasa, teknologi, ekonomi,
sampai dengan masalah-masalah sumber daya, yang kesemuanya saling jalin-menjalin dan
mempengaruhi satu sama lain. Sudah seharusnya jika semua pihak yang terlibat dalam pro
ses menyadari bahwa sebagai landasan untuk terjun ke dalamnya adalah didasarkan pada
azas kepercayaan (trustworthty). Dalam prakteknya, azas tersebut dimasukkan dalam fungsi
dari setiap unsur sebagai elemen tanggung jawab profesional yang harus ditegakkan sebagai
citra kehormatan di atas kepercayaan yang diterima. Dari sekian ban yak kegiatan, tanggung
jawab diwuj udkan dalam bentuk upaya mengembangkan metode konstruksi, pela yanan
manajemen, tanggung jawab profesional, memperkecil hal-hal yang tidak ekonomis atau
praktek yang tidak benar dalam proses. Akan tetapi berdasarkan pada penilaian atas hasil
hasil yang dicapai masih saja sering dituding bel urn juga menunJukkan produktivitas yang
memadai, sekalipun sepertinya telah mampu tumbuh dan berkembang sebagai salah satu
pilihan bidang usaha.
2
MANAJEMEN PROYEK
2.1 PROGRAM VERSUS PROYEK
Di dalam masyarakat kita, kata proyek bagi seseorang yang sama sekali awarn selalu dikaitkan
dengan pengertian sebuah tempat luas atau lapangan yang dipagari dan di jaga Satpam sehingga
tidak setiap orang boleh masuk. Di dalam pagar adalah tempat banyak orang hiruk-pikuk
bekerja membangun sesuatu bangunan yang dari luar pagar tampak men julang ke atas dengan
se gala perlengkapan dan peralatannya yang sepertinya canggih. Termasuk dibayangkan pula
bahwa di dalam pagar selalu tersedia upah bagi mereka yang mau bekerja untuk berbagai
peker jaan kasar. Masyarakat menyimpulkan bahwa proyek adalah tern pat beredarnya uang,
tempat untuk mencari laba atau untung bagi banyak pihak, dan masih banyak lagi macam
macam pandangan yang keliru tentang arti kata proyek.
Sangat mungkin bayangan, pandangan, dan penafsiran tersebut mula-mula sekali timbul
karena adanya tulisan peringatan yang dipasang di tepi jalan, AH'as Ada Proyek. Kemudian
pemandangan kesibukan luar biasa setiap harinya termasuk hilir mudiknya kendaraan
kendaraan pengangkut material, para pemborong dan mandor yang berpenampilan fisik se
jahtera, dan kenyataan bahwa hampir padasetiap akhirpekan selalu terselenggara pembayaran
upah bagi para pekerjanya. Dengan demikian masyarakat awam mengartikan kata proyek
dalam lingkup yang sempit berdasarkan apa yang mampu dilihatnya secara fisik, ialah kon
struksi fisik suatu bangunan.
Sedangkan sebuah proyek yang sesungguhnya, diartikan sebagai upaya yang diorga
nisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan
anggaran dana serta sumber day a yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu. Dengan demikian, arti kata proyek yang sebenarnya mencakup pengertian dan
berkaitan dengan mac am pekerjaan yang luas. Kegiatarl' tugas prakarya sekelompok siswa
SMTA, pekerjaan penelitian dalam karya Ilmiah Remaja, atau Tugas Akhir seorang mahasiswa
10
AB 2 MANAJEMEN PROYEK
misalnya, dapat disebut sebagai proyek walau dalam bentuk skala kecil. Di negeri kita yang
sedang inembangun secara bertahap, dimulai sejak PELITA I pada tahun 1 968 dan pada saat
sekarang telah memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke II, tentunya sudah dikenal
berbagai proyek pembangunan. Proyek-proyek tersebut mencakup upaya memenuhi kebutuhan
kehidupan yang luas, sej ak aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, sampai yang
berhubungan dengan keteknikan atau rekayasa yang menerapkan teknologi maju. Dalam
pembangunan di bidang pendidikan misalnya, dikenal Proyek Pengadaan Buku Wajib, Proyek
Penataran P-4 Mahasiswa Baru, atau Proyek Penataran Metodologi Penelitian bagi dosen
Perguruan Tinggi dan sebagainya. Meskipun sudah mengenal adanya proyek-proyek seperti
tersebut, masih sering juga dijumpai pengertian yang salah mengenai arti dan fungsi sebuah
proyek di kalangan masyarakat.
royek berupa rangkaian kegiatan panjang yang dimulai sejak direncanakan, kemudian
dilaksanakan, sampai benar-benar memberikan hasil-hasil atau keluaran-keluaran sesuai de
ngan perencanaannya. Proyek baru dapat dinyatakan selesai apabila telah berhasil memberikan
keluaran-keluaran yang dapat ditujukan guna mencapai harapan-harapan yang lebih penting
lagi, yaitu tujuan fungsional proyek. Sesuatu proyek pada umumnya tidaklah berdiri sendiri,
melainkan merupakan bagian dari strategi pengembangan program luas yang mungkin harus
didukung oleh beberapa proyek. Perenca11aan proyek berawal dan dimulai dari masalah
masalah pokok dalam pembangunan, pembangunan sektor misalnya, lalu menyusun strategi
pengembangan yang lebih luas dan kemudian menetapkan proyek-proyek yang diharapkan
dapat untuk mencapai tujuan-tujuan program yang lebih luas lagi. Dengan demikian suatu
proyek merupakan bagian dari strategi pengembangan program tertentu, atau dengan kata
lain suatu program dapat dijabarkan menjadi sekelompok proyek-proyek yang satu sama lain
saling berkaitan. Keseluruhan pelaksanaan proyek-proyek tersebut diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan dari pengembangan suatu program pembangunan tertentu.
Untuk mendapatkan pemahamannya, pada Gambar 2. 1 diberikan suatu contoh hubungan
program dengan proyek-proyek. Contoh tersebut merupakan suatu program pemerintah sesuai
dengan yang digariskan dalam GBHN melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Gambar 2.1
Hubungan Program dengan Proyek
11
yaitu Program Penyempumaan dan Peningkatan Prasarana serta Sarana Pendidikan. Langkah
langkah untuk mencapai tujuan program tersebut dijabarkan menjadi sekian banyak proyek,
baik berupa proyek fisik maupun non fisik. Pelaksanaan proyek-proyek pemerintah tersebut
akan melibatkan banyak instansi atau satuan organisasi, sejak Depdikbud RI tingkat pusat
sampai ke daerah, B adan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah Tk I dan 11, Departemen
Peketjaan Umum, rekanan konstruksi dan pemasok material, yang keseluruhannya membentuk
jaringan birokrasi kompleks. Agar pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, tanpa terjadi kekacauan dalam proses pendelegasian wewenang, tanggungjawab,
dan pengambilan keputusan, mutlak diperlukan upaya koordinasi dan penataan secara
organisatoris sebaik-baiknya.
Untuk pelaksanaan proyek-proyek Lembaga atau Perusahaan Swasta, walaupun pada
prinsipnya juga menggunakan pengertian hubungan antara program dengan proyek sama
dengan yang telah disebutkan, pada umumnyajaringan birokrasi yang berlaku tidaklah terlalu
kompleks dan cenderung lebih pragmatis. Hal demikian dapat dimungkinkan, kecuali karena
struktur organisasi pada lembaga-lembaga swasta memang jauh lebih sederhana, tidak me
merlukan tata organisasi kompleks, juga didukung kesadaran bahwa semakin panjang dan
rumit j alinan birokrasi untuk sesuatu program akan cenderung semakin mengundang
munculnya lebih banyak permasalahan, bahkan membengkaknya pembiayaan. Sehingga oleh
karenanya, susunan tata organisasi Lembaga Swasta pada umumnya akan tampak lebih
ringkas.
Seperti yang telah dikemukakan, pelaksanaan proyek pada hakekatnya adalah proses
merubah sumber daya dan dana tertentu secara terorganisasi menjadi basil pembangunan
yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan-harapan awal, dan kesemuanya harus
dilaksanakan dalam jangka waktu yang terbatas. Sementara itu, seperti yang telah dijelaskan
melalui contoh, pada sisi lain disadari pula bahwa pelaksanaan proyek pada umumnya
merupakan suatu rangkaian mekanisme tugas atau kegiatan yang rumit, yang mengandung
berbagai permasalahan serta kesulitan tersendiri. Berdasarkan atas kondisi yang kompleks
tersebut, membawa kita kepada suatu pertanyaan besar, bagaimana agar suatu proyek dapat
diselesaikan dengan tepat waktu, tepat mutu sesuai dengan peraturan, perundangan serta
ketentuan-ketentuan lain yang berlaku, dan tetap dalam batas-batas anggaran yang telah
direncanakan. Sudah barang tentu bukanlah hal yang mudah untuk dapat menjawab pertanyaan
tersebut. Selain memang banyak faktor yang menjadi penyebabnya, disadari pula tentang
kompleksitas j aringan mekanisme kegiatan di dalam Manajemen Proyek. Semakin kompleks
mekanismenya, sudah tentu semakin banyak pula masalah yang hams dihadapi. Apabila
tidak ditangani secara sungguh-sungguh, berbagai permasalahan akan memberikan dampak
berupa terlambatnya penyelesaian, penyimpangan mutu basil, terdapat sisa anggaran besar
karena proyek tidak selesai, pembiayaan membengkak, kekacauan dalam upaya koordinasi,
pemborosan sumber daya, persaingan tak sehat di antara para pelaksana, serta kegagalan
untuk mencapai tuj uan dan sasaran yang diinginkan.
Untuk penyelesaiannya, setelah dilakukan inventarisasi seluruh permasalahan dan ke
sulitan yang timbul, kemudian dilakukan analisis terhadap setiap masalah dalam rangka
12
-----...---
13
padu. Sedangkan konsep sistem yang dimaksud, tiada lain adalah penataan serta peng
organisasian atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan manajemen proyek.
Sistem Manajemen Proyek disusun dan dijabarkan menjadi seperangkat pengertian-pe
ngertian, alat-alat, dan petunjuk tata cara yang mudah untuk dilaksanakan sedernikian sehingga:
1 ) mampu menghubungkan dan menjembatani kesenjangan persepsi di antara para perencana
pembangunan dan pelaksananya, sehingga kesemuanya mempunyai satu kerangka konsep
yang sama tentang kriteria keberhasilan suatu proyek,
2) dapat memberikan kesamaan bahasa yang sekaligus memadukan tertib teknis dan sosial,
yang dapat diterapkan pada setiap proyek di setiap jenjang dengan cara-cara sederhana,
jelas, sistematis serta mangkus, dan
3) mampu mewujudkan suatu bentuk kerjasama dan koordinasi antar satuan organisasi
pelaksananya sehingg'! terwujud suatu semangat bersama untuk merencanakan pro
yek secara lebih terinci, dan cukup cermat dalam mengantisipasi masalah-masalah yang
akan timbul dalam pelaksanaannya.
Sistem Manajemen Proyek yang diberlakukan hendaknya ditujukan untuk dapat digunakan
dalam upaya melengkapi tata cara organisasi yang berlaku. Sehingga pemakaian sistem ter
sebut, khususnya pada proyek-proyek pemerintah, akan membantu para birokrat untuk dapat
memenuhi peraturan dan ketentuan pemerintah dalam perencanaan, penyusunan anggaran
keuangan, dan sistem pelaporan.
Siklus Manajemen
Semua kegiatan proyek merupakan suatu siklus mekanisme manajemen yang didasarkan
atas tiga tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (lihat Gambar 2.2). Siklus
mekanisme manajemen tersebut merupakan proses terus-menerus selama proyek berjalan.
Oleh karenanya pelaksanaan proyek berlangsung dalam suatu tata hubungan kompleks yang
selalu berubah-ubah (dinarnis). Rencana semula harus selalu disesuaikan dengan keadaan
atau kondisi mutakhir dengan memanfaatkan umpan balik dari hasil evaluasi. Keberhasilan
pelaksanaannya tergantung pada upaya dan tindakan yang terkoordinasi dari berbagai satuan
organisasi dan jabatan di berbagai jenjang manajemen.
Perangkat Manajemen
Dalam rangka upaya membentuk suatu Sistem Manajemen Proyek yang lengkap serta kokoh,
untuk pelaksanaan pada masing-masing tahapan siklus mekanisme tersebut memerlukan alat
alat manajemen, yang umumnya terdiri dari:
( 1 ) Analisis Masalah
Seperti telah dikemukakan terdahulu, perencanaan proyek dimulai dari masalah-masalah
pokok program pembangunan, menyusun strategi yang lebih luas, dan kemudian memilih
proyek-proyek yang akan dapat mencapai tujuan-tujuan program yang lebih luas. Untuk
mendukung maksud tersebut, yaitu merencanakan proyek-proyek yang merupakan bagian
dari kerangka strategi program, diperlukan cara-cara analisis yang sistematis, sederhana,
r
14
Sasaran Proyek
Tercapai
Gambar 2.2
Siklus Mekanisme Manajemen Proyek
mudah dikomunikasikan, dan didasarkan pada suatu kerangka pemikiran logis. Pendekatan
akan dipermudah dengan mewujudkannya dalam bentuk bagan yang dapat menjelaskan seluruh
harapan-harapan serta tuj uan program, hubungannya dengan pembangunan sektor, yang
sekaligus menentukan j angkauan serta sumbangannya untuk tujuan yang lebih luas. Dengan
demikian bagan memperlihatkan serangkaian luas harapan-harapan atau tuj uan program dan
dapat dipakai sebagai alat bantu dalam memilih proyek-proyek mangkus, dalam bentuk Daftar
Skala Prioritas.
15
'
16
gung jawab harus mudah dimengerti untuk dikomunikasikan, dan membantu dalam upaya
pengerahan serta pemanfaatan seluruh personil dan satuan organisasi yang terlibat di dalam
proyek secara berdaya guna.
(5) Jadwal Pelaksanaan Proyek
Jadwal Pelaksanaan Proyek berguna untuk menentukan waktu dan urutan kegiatan-kegiatan
proyek, dan dibuat berdasarkan Daftar Perincian Kegiatan. Perangkat manajemen yang berupa
jadwal ini menunjukkan kapan suatu kegiatan harus dimulai dan diselesaikan, serta memberikan
landasan dalam penyusunan sistem monitoring dan pelaporan secara terus menerus atau
kontinu. Terdapat bermacam-macam cara penjadwalan proyek yang dikenal, tetapi paling
tidak ada dua macam yang sering dipakai yaitu jaringan kerja dan bagan balok. Pembahasan
mengenai bagaimana cara menyusun jadwal dan sebagainya, akan diberikan secara rinci di
belakang.
(6) Sistem Monitoring dan Pelaporan
Dalam rangka pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek dibutuhkan suatu
media atau alat yang mampu merangkum informasi-informasi yang harus secara aktif
diketahui, diikuti, dan diamati selama pelaksanaan. Untuk itu, diperlukan suatu Si stem Moni
toring dan Pelaporan, yang biasanya memakai media formulir-formulir isian dalam pelak
sanaannya. Formulir-formulir yang dimaksudkan tersebut selain berfungsi sebagai media
komunikasi juga bermanfaat untuk memastikan bahwa keterangan tentang kemajuan proyek,
masalah-masalahnya, peluang-peluangnya telah dihimpun, dianalisa, dan dilaporkan kepada
pihak-pihak yang berwenang untuk pengambilan keputusan dan tindakan.
( 7) Sistem Evaluasi
Sistem Evaluasi yang diterapkan ditujukan untuk penyempurnaan pelaksanaan proyek,
sehingga lebih bersifat berorientasi ke depan, yaitu upaya peningkatan kesempatan demi
untuk keberhasilan proyek. Sistem Evaluasi diterapkan dengan tujuan untuk dapat memeriksa
kemajuan dan kemampuan proyek dalam mengatasi segenap permasalahan yang dihadapi
pada setiap saat, serta perlu tidaknya melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksa
naannya. Evaluasi dilakukan secara berkala selama masa pelaksanaan proyek untuk kepen
tingan perbaikan atau perlu tidaknya perencanaan ulang. Sedangkan apabila ditujukan untuk
peningkatan produktivitas proyek-proyek yang serupa, dilakukan pada saat setelah selesainya
proyek.
Ruang lingkup evaluasi lebih luas ketimbang monitoring. Monitoring adalah kegiatan
mengukur apakah proyek masih tetap berjalan pada jalurnya. sedangkan evaluasi menanyakan
apakah proyek berjalan pada jalur yang benar. Perencanaan evaluasi henpaknya sudah harus
dipertimbangkan pada saat penyusunan rencana proyek secara terinci atau saat tahap awal
pelaksanaan proyek.
17
18
S I KL U S
M A NA J E M E N
P E R A N G KA T
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
.::.:.
CG
(J)
c..
CG
c..
UJ
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
MANAJEMEN
Analisis Masalah
Daftar Skala Prioritas
Kerangka Logis
Daftar Usulan Proyek
Rencana Anggaran
Lembaran Kea
Daftar lsian Proyek
Petunjuk Operasional
Surat Keputusan Pembentukan
Organisasi Proyek
Deskripsi Tugas (Bagan Tanggung Jawab)
Rencana Kerja Proyek
- Jaringan Kerja
- Bagan Balok
Dokumen Pengadaan Tanah
Dokumen Kontrak dan SPK
Laporan Bulanan
Laporan Triwulan
- Laporan Keadaan Kas
- SPJ P
- Buku Catatan Masalah
- Surat Perintah Membayar
- SPPP
Monitoring Kegiatan dan Hasil
- Tolok Ukur
- Sasaran Usaha
Laporan Kemajuan Proyek
Laporan Penyelesaian Proyek
Laporan Dampak Proyek
0
CG
s:::
CG
CG
s:::
CG
0
s:::
-./
-./
-./
-./
-./
s:::
CG
CG
s:::
CG
0
G)
>
;::
K E TE R A N G A N
s:::
-./
-./
-./
Network Planning
Gant Chart
SPK=Surat Perintah Kea
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
-./
..J
-./
Gambar 2.3
Matriks Penggunaan Perangkat Manajemen
19
Pengembangan berbagai proyek, baik proyek fisik maupun non fisik, yang terarah dan
sejalan dengan tujuan pengembangan program dalam pembangunan.
2) Merinci harapan-harapan dan tujuan proyek serta menentukan urutan kegiatan yang
logis untuk mencapainya.
Persiapan
Daftar Usulan Proyek, Daftar Isian Proyek, dan Petunjuk Operasional yang
)
3
realistis dan cermat (untuk proyek-proyek pemerintah).
4) Mengorganisasikan seluruh individu dan satuan organisasi yang terlibat dalam proyek
secara sistematis dilengkapi dengan deskripsi tanggung jawab.
5) Monitoring serta pengukuran kemajuan proyek yang realistis dan dinamis sehingga mampu
memberikan peringatan dini terhadap kemungkinan kegagalan.
6) Mewujudkan si stem informasi yang teratur sehingga para pejabat kunci dapat mengikuti
secara rutin mengenai kemajuan proyek, masalah-masalah, dan peluang-peluang yang
dihadapi proyek.
7) Pemanfaatan hasil evaluasi untuk melakukan revisi perencanaan proyek yang sedang
berjalan ataupun proyek-proyek lainnya.
1)
Analisis masalah adalah menguraikan dan memperjelas timbulnya berbagai masalah yang
harus dipecahkan ke dalam suatu urutan dan tata jenjang yang logis, dengan menggunakan
cara analisis hubungan sebab dan akibat. Sebuah masalah dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan tentang perbedaan keadaan, yaitu antara apa yang ada pada saat sekarang dengan
apa yang diinginkan pada masa mendatang. Dalam pengertian tersebut, pada saat sekarang
mengandung keadaan yang menjadi tidak memuaskan apabila terdapat suatu gambaran
kemungkinan keadaan yang lebih baik yang sekiranya dapat diraih atau diupayakan. Dengan
demikian di dalamnya sekaligus mengandung harapan-harapan untuk dapat mencapai keadaan
yang lebih baik sesuai dengan yang diinginkan. 1
Harapan-harapan dapat terwujud atau tujuan konkrit dapat tercapai, hanya apabila masa
lah-masalah berhasil dipecahkan atau diatasi melalui upaya-upaya yang dilakukan. Dengan
demikian dalam konsep ini, suatu harapan adalah merupakan kebalikan keadaan dari suatu
masalah tertentu. Suatu masalah menerangkan atas suatu keadaan yang tidak dikehendaki,
sedangkan suatu harapan menyatakan keadaan yang diinginkan atau dikehendaki. Atau dengan
kata lain, masalah dapat diubah menjadi harapan karena merupakan hubungan sebab dan
akibat. Bagan-bagan pada Gambar 2. 4 dan 2.5 adalah sebuah contoh yang berkaitan dengan
Program Kualitas Hasil Pendidikan, yang memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal
hal yang telah disebutkan. Gambar 2 .4 adalah Bagan Masalah, yang menjelaskan suatu
proses pemikiran untuk menentukan masalah-masalah yang harus diupayakan pemecahannya,
Dikembangkan dari pemahaman Problem Analysis, yang merupakan suatu bagian dari pengetahuan ilmu manajemen.
20
Kreativitas, Sa
kat, Kemampuan
buruk
Kurikulum
Kurang Baik
Laboratorium
Tidak Ada
Perpustakaan
dan Alat OR
Tidak Ada
Organisasi dan
Pengelolaan
buruk
Proses
Belajar Mengajar
buruk
Sarana dan
Prasarana
buruk
Kuantitas dan
Kualitas Guru
Kurang
Kurang
Kesejahteraan
Ruang Kelas Guru Rendah
dan rusak
Guru
berkualitas
tidak kerasan
S istem
Administrasi
buruk
Tenaga
Administrasi
buruk
Gambar 2.4
Bagan Masalah
dan disusun dalam suatu tata jenjang hubungan sebab dan akibat yang logis. Dari bagan
masalah tersebut tampak bahwa timbulnya sesuatu masalah pada jenjang tertentu adalah
sebagai akibat adanya masalah pada j enjang di bawahnya, demikian hubungan sebab dan
akibat terus berlanj ut menyusur alur logika sampai ke tingkat program. Sedangkan Gambar
2.5 adalah Bagan Harapan, yang menjelaskan suatu proses pemikiran untuk menentukan
harapan-harapan yang harus dicapai demi untuk terpecahkannya sesuatu masalah, dan disusun
dalam suatu tata jenjang (hirarki) hubungan sebab dan akibat. Dari B agan Harapan tersebut
tampak bahwa harapan merupakan suatu hasil khusus yang dapat diukur, yang diinginkan
untuk dicapai melalui upaya-upaya perubahan (proyek). Hasil dari suatu proyek, atau upaya
upaya perubahan yang dilakukan, dapat saja mencapai lebih dari satu harapan. Suatu harapan
tertentu akan memberikan harapan-harapan berikut di atasnya, sehingga harapan-harapan
yang saling berhubungan tersebut tersusun dalam suatu tata jenjang (hirarki) hubungan
sebab dan akibat yang logis. Harapan dengan kedudukan jenjang paling atas merupakan ha
rapan yang bersifat paling umum dan berjangka panjang. Semakin ke bawah merupakan
harapan yang semakin khusus dan berjangka pendek, sampai pada jenjang yang terbawah
merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat diukur, dijadwalkan, dikerjakan dan diselesaikan.
Apabila melihat pada bagan harapan urut dari jenjang bawah ke jenjang di atasnya, akan di
peroleh jawaban mengapa sesuatu harapan penting, sedangkan kalau melihat dari atas ke
bawah akan didapat jawaban bagaimana harapan tersebut dapat dicapai. Sebagai contoh
misalnya, peningkatan kecakapan administrasi pegawai akan menumbuhkan Sistem Ad-
21
Kreativitas, Sa
kat, Kemampuan
membaik
Proses
Belajar Mengajar
membaik
Kurikulum
Baik
Dibuatkan
Laboratori
um & Aiat
Dibuatkan
Perpustakaan
Organisasi dan
Pengelolaan
membaik
Kualitas Guru
Dibuat
lapangan
olah raga
Dibuatkan Ruang
Kelas, R .Guru,
dan Renovasi
Pelatihan dan
Kesejahteraan
Guru diting
Administrasi
Baik
Tenaga
Administrasi
Gambar 2.5
Bagan Harapan
ministrasi yang Jebih baik, dan Sistem Administrasi yang lebih baik akan menghasilkan
program-program yang lebih mangkus. Akan tetapi, hendaknya diingat juga bahwa tidak
semua hubungan sebab dan akibat dapat dibalik dari sesuatu masalah menjadi harapan, se
hingga memecahkan sesuatu masalah tidak dengan sendirinya menghilangkan penyebabnya.
Sebagai contoh misalnya, apabila tanaman di sawah hancur karena banjir sehingga pendapatan
petani berkurang, penyelesaian dengan cara memompa air keluar dari sawah sudah barang
tentu tidak dengan sendirinya akan dapat memperbaiki tan am an yang sudah terlanjur hancur.
Untuk hubungan yang demikian, harus dirumuskan harapan lain untuk mendapat cara penye
lesaian yang terbaik.
Dengan demikian fungsi atau kegunaan bagan-bagan tersebut adalah untuk:
1 ) menentukan sebab dan akibat antara berbagai masalah yang harus dipecahkan melalui
upaya-upaya perubahan atau yang lazim disebut sebagai proyek,
2) menentukan hubungan sebab dan akibat antara berbagai harapan yang harus dicapai
oleh proyek,
3 ) menentukan altematif di antara berbagai kemungkinan proyek dengan mempertimbangkan
harapan-harapan yang harus dicapai berdasarkan pada suatu kerangka konsep yang
Iogis.
Walaupun harapan-harapan telah tersusun dalam hirarki yang logis membentuk bagan.
masih selalu harus dilakukan peninjauan ulang dengan mengajukan pertanyaan di setiap
22
jenjang harapan. Apakah semua harapan pada jenjang tersebut memang diperlukan untuk
mencapai harapan tingkat di atasnya, dan apakah semua harapan tersebut mencukupi untuk
mencapai harapan tingkat di atasnya. Pada umumnya masih selalu saja dapat ditemukan
harapan-harapan yang harus ditambahkan pada tingkat bawah untuk dapat mencapai tingkat
di atasnya. Sebagai contoh misalnya pada B agan Harapan di Gambar 2.5 , untuk mencapai
harapan menyeluruh dari Kualitas Hasil Pendidikan yang meningkat, misalnya masih perlu
ditunjang dengan taraf peningkatan keadaan kesehatan dan gizi siswa yang berkaitan dengan
pola makanan sehari-hari, ataupun harus ditunjang dengan taraf peningkatan kesejahteraan
dalam keluarga masing-masing siswa. Atau contoh yang lain yang ditemukan dalam Bagan
Harapan tersebut, terdapat sesuatu program atau harapan-harapan padajenjang tertentu yang
dinilai kurang memadai untuk dapat mencapai ke tingkat harapan yang lebih tinggi. Sebagai
mis(\}, untuk mencapai harapan agar anak didik memiliki kreativitas, bakat, dan kemampuan
yang lebih baik, diperlukan peningkatan kegiatan ekstra kurikuler yang teratur. Sedangkan
harapan untuk dapat berlangsungnya peningkatan kegiatan ekstra kurikuler tersebut hanya
dapat terwujud apabila ditunjang dengan tersedianya perlengkapan-perlengkapan khusus,
misalnya perangkat drum band, alat musik, gamelan, dan sebagainya. Peninjauan ulang se
macam itu terus dilakukan sehingga analisis dapat mencapai tingkat kecermatan dan kedalaman
yang optimal sesuai dengan tujuan program yang diinginkan, dan pembatasan pada umumnya
tidak terlepas dari pertimbangan kemangkusan biaya (cost effective).
Dengan menggunakan pola pemikiran seperti tersebut. setelah didapatkan bagan masalah
lengkap dan optimal untuk keseluruhan program, tentunya lalu dapat dipakai untuk me
nentukan altematif (pilihan) jalur dari berbagai kemungkinan proyek yang dapat dilaksanakan
berdasarkan prioritas kepentingan dan ketersediaan sumber-sumber daya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa untuk menyusun bagan-bagan tersebut dengan baik, ada empat
langkah yang harus dilakukan:
1 ) menentukan masalah-masalah utama yang dihadapi untuk di selesaikan pada saat
mengembangkan program pembangunan,
2 ) menjabarkan masalah-masalah tersebut menjadi harapan-harapan,
3 ) menyusun harapan-harapan ke dalam tata jenjang (hirarki) hubungan sebab dan akibat
berdasarkan pada kerangka konsep yang logis, membentuk suatu kerangka program
yang lengkap dan luas jangkauannya,
4) dari kerangka program tersebut kemudian memilih jalur harapan-harapan yang akan
dicapai melalui pelaksanaan masing-masing proyek terpilih sesuai dengan prioritas
kepentingan serta sumber daya yang tersedia.
Kemudian jalur harapan terpilih dari bagan yang sudah tersusun lengkap akan dipakai
sebagai dasar untuk penyusunan rencana kegiatan masing-masing proyek. Apabila disusun
secara sistematis dan rinci untuk seluruh kegiatan akan memperjelas jangkauan masing-masing
proyek. Kegiatan-kegiatan diuraikan ke dalam komponen, sub komponen, dan kegiatan-ke
giatan terinci dalam berbagai kepanitiaan. Pada Gambar 2.6 diberikan suatu contoh Daftar
Perincian Kegiatan untuk Proyek Pembangunan Gedung Baru yang telah dipilih sebagai
salah satu altematif dari jalur program.
23
D A FTA R P E R I N C IA N K E G I ATA N
Bagian Proyek
Aencana p royek
--{
- Survai Perencanaan
,.... Perencanaan
- Melaksanakan Survai
Membangun
Gedung Baru
-E
-[
-[
-{
Memilih
..
M em1hh Kontra tor
K on tra ktor -.
Konstruksl
Konstruksi
Menyiapkan Lelang
Menerima Penawaran
Menyetujui Penawaran
[
--f
Menyiapkan Lelang
Menerima Penawaran
Menyetujui Penawaran
Pengadaan
Penawaran lnstalasi
l nstalasi , Alat , - fPlambing
dan Bahan
'- Alat dan Bahan
Pekeaan
Bangunan
-{
Pengurugan Lahan
Pembuatan Drainasi & Fasilitas
Penawaran lnstalasi
' Elektrikal
._
----1
f-
f-
Keg iata n - K e g i a t a n P r o y e k
--
- Upacara Peresmian
S u b- ba g l a n P r o y e k
Pembangunan
Gedung
-f
Memasang Alat
Gambar 2.6
Contoh Daftar Perincian Kegiatan
Menyiapkan Lelang
Menerima Penawaran
Menyetujui Penawaran
Persiapan Membangun
Membangun Gedung
Memasang Peralatan
24
25
tabu ke arab mana program barus ditujukan, yang dalam bal ini adalab peningkatan proses
bel ajar, tentu akan tumbub motivasi kuat untuk menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin.
Tugas membangun gedung sekolab akan ditekuninya agar dapat segera berdiri dan memenubi
tujuan fungsionalnya sebingga sesuai dengan tujuan program. Jika pembangunan gedung
sekolab tersebut gagal dalam mencapai tujuan fungsionalnya, misalnya kekurangan murid
karena terj adi kesalaban dalam perencanaan atau kesalaban dalam menentukan lokasi ,
kesalaban fisik, kejanggalan dalam tata ruang, kesalaban dalam sistem pengbawaan dan
penerangan, mutu baban jelek, bocor, terj adi genangan banjir, dan lain sebagainya, dengan
sendirinya akan mengganggu keberbasilan tercapainya barapan-barapan pada jenjang di
atasnya. Apabila gedung sekolab walaupun baru tidak dapat memenubi fungsinya sebagai
prasarana dalam menunj ang proses pendidikan dan belajar-mengajar dengan baik, berarti
tidak sesuai dengan barapan yang diinginkan, mengakibatkan upaya peningkatan basil pen
didikan berlangsung dengan sia-sia.
Perencanaan proyek dengan menggunakan Kerangka Logis akan merinci secma jelas
dan memberikan tolok ukur dan sasaran usaba yang jelas pula. Kerangka logis tidak dapat
mencegab atas terj adinya rancangan proyek yang salab dan tidak logis, akan tetapi analisis
proyek dengan menggunakan kerangka logis akan lebib mudab untuk menemukan penyebab
kesalaban atau penyimpangan yang terjadi. Bentuk logika suatu proyek merupakan rangkaian
bipotesa-bipotesa yang saling berkaitan secara logis, menggambarkan tabapan atau jenjang
jenjang kemajuan dari basil-basil proyek yang saling berkaitan satu sama lainnya membentuk
bubungan sebab dan akibat. 2 Kegiatan logika akan melemab karena informasi yang kurang
lengkap atau teliti, atau karena ketidakpastian keadaan dalam lingkungan proyek. Akan tetapi
dengan informasi yang kurang sempurna sekalipun, barus diusabakan bipotesa terbaik
berdasarkan kenyataan yang ada.
Kerangka Logis menyusun suatu proyek ke dalam empatjenjang barapan, masing-masing
disebut: masukan, basil atau keluaran, tujuan fungsional proyek, dan yang teratas tuj uan
program. Pada Gambar 2. 7 diberikan visualisasi mengenai konsep bipotesa berjenjang tersebut.
Masukan adalab berupa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan memakai selurub sumber
day a yang disediakan untuk mengbasilkan barapan di jenjang kedua yang disebut Hasil atau
Keluaran, berupa basil-basil kbusus yang dicapai dengan diselesaikannya kegiatan proyek.
Kembali pada contob terdabulu dan mengacu pada Gambar 2. 5 , program di bidang pendidikan,
basil yang dicapai melalui kegiatan proyek adalab bangunan sekolab baru, laboratorium,
perpustakaan, lapangan olab raga, yang kesemuanya meliputi kegiatan dalam upaya me
ningkatkan sarana dan prasarana pendidikan. Dengan demikian, jika kegiatan proyek mem
berikan keluaran yang berbasil guna, maka akan dicapai barapan pada jenjang ketiga yaitu
peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, yang disebut sebagai Tujuan Fungsional Proyek.
Sampai di sini, dapat disimpulkan babwa di dalam mekanisme kegiatan proyek terdapat tiga
jenjang barapan, yaitu masukan, keluaran, dan tujuan fungsional proyek. Akan tetapi, tanggung
2
Hipotesa yang berkaitan adalah serangkaian pemyataan yang bersifat meramalkan tentang hubungan sebab-akibat yang
mengandung tingkat ketidakpastian.
26
TUJ U A N F U N G S I O N A L
P ROY E K
_, j i k a
m a k a '----__-::__
_
_
_
ji ka
MASUKAN
'------
ji ka
Gambar 2.7
Logika sebuah Proyek
jawab lengkap bukanlah berhenti hanya sampai pada taraf menyelesaikan kegiatan proyek
saja. Harus disadari sepenuhnya bahwa suatu proyek, betapapun kecilnya, selalu menuju
kepadajenjang-jenjang harapan yang lebih tinggi dan pentin'g . Konsep tersebut penting untuk
ditanamkan kepada para pelaksana kegiatan proyek, mereka harus selalu diingatkan untuk
menyadari adanya hubungan dan kepentingan dalam pencapaian harapan-harapan berikutnya,
agar tahu benar ke arah mana program tertuju. Dengan menyadari hubungan tersebut se
seorang akan tahu setepat-tepatnya kriteria tujuan fungsional yang harus diraih dalam rangka
mencapai harapan-harapan sesuai tujuan program di atasnya, tidak sekedar melaksanakan
kegiatan proyek saja. Jika tuj uan fungsional proyek dapat dicapai, yaitu dapat terwujudnya
upaya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dengan lengkap dan baik, maka akan
digunakan untuk meraih harapan padajenjang yang keempat yaitu peningkatan proses belajar
mengajar bagi 600 pemuda, dan disebut sebagai Tujuan Program.
Upaya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk tercapainya harapan padajenjang Tujuan Program hanyalah merupakan salah satu dari
empat jalur yang ada. Sudah barang tentu harapan program berupa peningkatan proses belajar
mengajar bagi 600 siswa seperti contoh yang diambil tadi hanya dapat terwujud apabila
harapan-harapan melalui tigajalur yang lain, yaitu tersedianya kurikulum yang baik, kualitas
serta kuantitas guru meningkat, dan penyelenggaraan sistem administrasi yang baik, dapat
dicapai sehingga mampu menunjangnya. Dengan tercapainya tujuan program peningkatan
proses belajar-mengajar bagi 600 siswa, selanjutnya diarahkan untuk mencapai tingkat
program pembangunan lebih tinggi, yakni Program Peningkatan Kualitas Hasil Pendidikan.
27
Sebagaimana keharusah untuk menentukan berbagai keluaran yang diperlukan guna men
capai suatu tujuan fungsional proyek, sama pentingnya adalah keharusan menentukan ber
bagai tujuan fungsional proyek yang diperlukan untuk mencapai tujuan program. Sedangkan
kemungkinan keberhasilan hipotesa pada suatu jenjang harapan berlainan dengan jenjang
lainnya, hipotesa pada jenjang bawah kemungkinan keberhasilannya lebih tinggi dari jenjang
di atasnya. Jika masukan-masukan yang diperlukan cukup tersedia untuk suatu proyek, maka
seorang Pemimpin Proyek hampir selalu dapat memastikan bahwa keluaran akan dapat di
hasilkannya karena kemungkinan keberhasilan tinggi, sehingga beban tanggung jawab untuk
melaksanakannya dapat diberikan kepadanya. Seorang Pemimpin Proyek harus berusaha
keras dan bertanggungjawab untuk menyelesaikan proyek sebaik-baiknya agar dapat mencapai
tujuan fungsional proyek. Akan tetapi dia tidak dituntut tanggung jawab atas tercapainya
tujuan tersebut. Sehingga diperlukan suatu pembagian tugas dan tanggungjawab yang propor
sional untuk itu. Pengelolaan suatu proyek adalah sekaligus menetapkan dan menghasilkan
keluaran-keluaran yang diperlukan untuk mencapai sesuatu tujuan fungsional. Tugas tersebut
adalah tanggung jawab Pemimpin Proyek bersama dengan satuan-satuan organisasi teknis
pelaksanaan. Sedangkan penetapan dan pencapaian seluruh tuj uan fungsional proyek berikut
mengkoordinasikan berbagai proyek yang diperlukan untuk mencapai tujuan program, menja
di tanggung jawab Pemimpin Program bersama-sama dengan seluruh satuan organisasi
struktural atau biro perencanaan instansi.
Peningkatan Hasil Perenca
naan Pembangunan Daerah
TUJUAN
FUNGSIONAL
PROYEK
KELUARAN
KELUARAN
M A S U KA N
M A S U KA N
30 orang
30
1.
2.
3.
30
Peserta
Gambar 2.8.
Contoh jenjang Harapan Proyek Pelatihan Perencanaan Pembangunan Daerah
28
Setiap proyek selalu mengandung unsur ketidakpastian, selalu saja masih terdapat faktor
faktor berpengaruh terhadap keberhasilan proyek yang tidak dapat dikuasai sepenuhnya,
dalam arti dapat dikendalikan di bawah kekuasaan. Unsur ketidakpastian tersebut dapat saja
berupa faktor politik, sosial, teknis, ekonomis, fisik, atau lainnya, yang menyelubungi upaya
upaya untuk mencapai harapan-harapan proyek. Sehingga untuk dapat membuat hipotesa
yang paling optimal, atau paling baik sejauh memungkinkan, diperlukan terlebih dahulu
menentukan asumsi-asumsi atas unsur ketidak pastian tersebut. Dengan masih terdapat unsur
ketidak pastian di dalam proyek yang tak terkuasai, bentuk logika proyek yang digambarkan
sebagai suatu tatajenjang harapan-harapan disusun dengan menyertakan asumsi-asumsi yang
harus dianggap benar. Asumsi diperlukan untuk mewujudkan keserasian dengan hipotesa
hipotesa yang digunakan. Pada Gambar 2.9 diberikan perubahan bentuk logika proyek seperti
yang dimaksudkan.
29
TU J U A N F U N G S I O N A L
PROYEK
DAN
(KE:.!:LUA_!!RAN)flli!III
t
( M A S U KA N
j;; ;: : :::
DA N
..
DAN
..
p.ambar 2.9
:{
ASU MSI-ASUMSI
A S U M S I- A S U M S I
Boleh jadi asumsi-asumsi yang disertakan dalam analisis tersebut berubah menjadi faktor
yang paling kritis dalam suatu proyek karena tidak realistis. Misalnya, sudah jelas bahwa
musim penghujan akan datang tetapi diasumsikan tidak akan ada hujan selama pelaksanaan
proyek. B anyak proyek gagal oleh karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak realistis,
tidak melakukan upaya pemeriksaan atas kebenaran asumsi pada kesempatan berikutnya,
atau melupakan bahwa asumsi-asumsi telah disertakan secara implisit dalam tata jenjang
hipotesa. Harap dicatat bahwa hipotesa merupakan faktor di dalam proyek (internal) dan
mencerminkan pandangan atau konsep yang berdasarkan pada hubungan sebab dan akibat,
sedang asumsi-asumsi merupakan faktor-faktor luar (eksternal) yang berpengaruh terhadap
keberhasilan proyek yang sudah disertakan secara implisit dalam konsep tata jenjang. 3
Dengan menyertakan seluruh asumsi yang berpotensi mempengaruhi penyelesaian proyek,
kemudian dapat dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam
mencapai harapan-harapan padajenjang berikutnya. Sebagai contoh misalnya, dalam meren
canakan pelaksanaan konstruksi suatu proyek bangunan fisik (gedung, jalan raya, waduk,
saluran pengairan, dan lain sebagainya) harus ditentukan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan
musim hujan. Asumsi tidak saja menetapkan kapan saat akan datangnya musim hujan, tetapi
juga seberapa besar curah hujan dan berapa lama yang bakal terjadi. Sejauh yang memung
kinkan, pelaksanaan konstruksi bangunan-bangunan fisik tersebut harus terhindar dari hu
jan karena selain akan mengganggu dan menghambat pelaksanaan pembangunannya, mem
pengaruhi mutu hasil pekerjaan, juga cenderung mengakibatkan munculnya masalah-masalah .
teknis baru yang harus ditanggulangi.
3
Asumsi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu proyek, yang tidak dikuasai oleh pemimpin
proyek. Asumsi adalah kelemahan-kelemahan yang mungkin dikandung proyek, jadi perlu diuji kebenarannya dan selalu
dimonitor.
30
Seperti yang sudah dikemukakan, meski pada waktu merencanakan telah memper
hitungkan dengan cermat segala aspek yang mempengaruhi, sehingga pada saat proyek dimulai
diyakini bahwa harapan-harapan yang dicanangkan akan dapat dicapai. Akan tetapi karena
keterbatasan dalam hal sumber daya, bagaimanapun perencanaan proyek biasanya masih
juga menggunakan beberapa perkiraan dan asumsi untuk hal-hal yang diluar kekuasaan untuk
menentukannya. Sehingga selama pelaksanaan proyek harus dilakukan pemantauan secara
terus-menerus terhadap perkiraan-perkiraan dan asumsi. Harus diketahui apakah sekiranya
hal-hal yang diasumsikan berlaku benar, kurang tepat, ataupun bahkan tidak realistis sede
mikian sehingga justru bersifat mengganggu terhadap kemungkinan tercapainya harapan
harapan. Upaya yang harus dilaksanakan adalah sedini mungkin mengantisipasi kemungkin
an perubahan-perubahan yang terjadi akibat dari asumsi-asumsi yang tidak sesuai lagi dengan
kenyataan. Antisipasi dilakukan dengan menyiapkan beberapa altematif (pilihan) penyelesaian
yang masih tetap dapat menjamin tercapainya tujuan proyek. Pada situasi tertentu, adakalanya
pilihan-pilihan yang disiapkan masih dapat diwujudkan sebagai pilihan berjenjang berdasarkan
pada skala prioritas kepentingan. Tetapi pada situasi yang sudah terlalu gawat, tidak jarang
pula terjadi bahwa kondisi ruang gerak sudah terlanjur menjadi sempit. Sehingga tidak bisa
mendapatkan peluang-peluang pemecahan sebelum pada akhimya terpaksa mengambil
keputusan menyerah, bahwa proyek gaga! untuk bisa dilaksanakan. Apabila setiap asumsi
yang digunakan dalam rencana proyek dipantau secara seksama sejak tahap penyusunan
perencanaan dan kemudian segera diberikan revisi-revisi perencanaan seperlunya, maka ren
cana proyek semakin mantap dan Tim Proyek dapat mengetahui lebih dini macam perma
salahan yang mungkin timbul.
Komunikasi antara Pemimpin Proyek dengan pejabat pimpinan di atasnya atau para
pejabat kunci tidak boleh terputus, termasuk dalam ha! memberikan informasi dan penjelasan
yang lengkap atas asumsi-asumsi yang dipakai, hasil pemantauan, serta pengembangannya.
Analisis ketidakpastian dalam proyek yang dilakukan sebelum proyek dimulai akan mem
berikan penjelasan bagi para pejabat kunci tentang faktor-faktor apa yang tidak dikuasai
oleh Pemimpin Proyek namun sangat berpengaruh terhadap jalannya proyek. Sehingga apabila
suatu asumsi kemudian temyata tidak benar, Pemimpin Proyek dapat segera menyampaikan
keadaan tersebut secara terbuka tanpa diiringi rasa khawatir bahwa ia akan dicela karena
telah melakukan salah penilaian di dalam proses pengelolaan. Apabila Pemimpin Proyek
menyembunyikan masalah-masalah terutama yang disebabkan oleh asumsi yang tidak benar,
berarti jalur wewenang untuk mengambil tindakan perbaikan oleh para pejabat pimpinan
telah ditutupnya. Pemimpin Proyek harus bersikap komunikatif dan aktif mewujudkan kerja
sama dengan para pejabat pimpinan atasannya di dalam menentukan permasalahan dan mencari
jalan keluar untuk memecahkannya.
Terdapat perbedaan antara ketiga hipotesa yang tersusun dalam tata jenjang logika proyek
atau Kerangka Logis, di mana perbedaan terletak pada tingkat hubungan atau kaitannya.
Padajenjang terbawah dikenal hipotesa mengenai hubungan masukan dan keluaran. Hipotesa
terbawah tersebut didasarkan atas keyakinan bahwa Pimpinan Proyek dapat menghasilkan
keluaran-keluaran sesuai harapan dengan menggunakan masukan-masukan sumber daya yang
31
diperlukan disertai asumsi-asumsi yang benar. Berdasarkan atas hipotesa tersebut, tanggung
j awab dibebankan kepada Pemimpin Proyek untuk menghasilkan keluaran-keluaran. Oleh
karenanya, hipotesa pada jenjang ini dinamakan juga sebagai Hipotesa Manajemen. Pada
jenjang di atasnya adalah hipotesa yang menghubungkan keluaran dan tujuan fungsional
proyek. Hipotesa ini didasarkan atas pandangan terhadap konsep perencanaan proyek dan
keyakinan akan tersedianya keluaran-keluaran yang diperlukan sehingga memadai untuk
mencapai tujuan fungsional proyek. Jika seluruh keluaran-keluarannya memang cukup
memadai, kegagalan untuk mencapai tujuan fungsional proyek lebih merupakan kegagalan
perencanaan proyek, bukan kegagalan manajemen. Proyek gagal untuk mencapai tujuan
fungsionalnya disebabkan karena proses perencanaan tidak cukup memperhatikan semua
unsur-unsur yang dibutuhkan, atau karena lingkungan proyek yang terlalu rumit.. Untuk itu,
hipotesa pada jenjang ini dinamakan Hipotesa Proyek. Sedang pada jenjang teratas adalah
hipotesa yang menghubungkan tujuan fungsional proyek dan tujuan program. Hipotesa teratas
didasarkan atas pandangan mengenai peran proyek untuk membantu ke arah tercapainya
tujuan program atau tujuan sektor. Akan tetapi pada jenjang ini banyak faktor-faktor ber
munculan dari berbagai proyek yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan program. Se
hingga hipotesa pada j enj ang ini dinamakan Hipotesa Program.
lndikator Penilaian
Untuk dapat menyatakan sesuatu harapan telah tercapai sudah barang tentu diperlukan
seperangkat penunjuk atau indikator yang secara obyektif dapat dibuktikan kebenarannya.
Penunjuk berupa ukuran-ukuran hasil pekerj aan yang dapat memperlihatkan bahwa harapan
harapan yang diinginkan benar-benar telah tercapai. Untuk itu diperlukan alat-alat yang
mungkin berupa tata cara, mekanisme khusus, ataupun sumber data guna membuktikan bahwa
harapan-harapan telah benar-benar tercapai. Untuk mencegah timbulnya kesimpang siuran
pengertian atau persepsi yang berbeda mengenai kriteria dan tata cara penilaian yang di
gunakan, perlu diambil kesepakatan bersama tentang ketentuan indikator dan seperangkat
alat-alat pembukti yang disebutkan di atas. Hanya dengan menggunakan kesepakatan penger
tian tentang bagaimana keberhasilan pada setiap jenjang harapan dapat diakui, maka semua
pihak yang terlibat akan memiliki gambaran yang sama tentang proyek sehingga secara tegas
dapat menyatakan saat kapan proyek telah mencapai harapan-harapan.
Berikut ini adalah beberapa contoh keterkaitan harapan-harapan dengan indikator yang
bersangkutan untuk suatu Proyek Pelatihan Kamtibmas. Perhatikan bagaimana indikator
membantu menjelaskan harapan.-1
Indikator merupakan landasan bersama yang diperlukan untuk memonitor kemajuan
kemajuan dan mengevaluasi sesuatu hasil proyek. Untuk mengukur harapan dengan baik
pada umumnya diperlukan tiga jenis indikator, yaitu indikator kuantitas, kualitas, dan indikator
waktu. Indikator kuantitas menyatakan berapa banyak yang disyaratkan, indikator kualitas
+
lndikator memperlihatkan apakah harapan-harapan telah tercapai. memperlihatkan hasil. Jndikator bukan merupakan keadaan
yang diperlukan untuk mencapai hasil.
32
Harapan-Harapan
1)
lndikator-Indikator
a)
b)
2)
Ke1uaran
a) Hansip desa terlatih
a)
b)
menyatakan bagaimana kualitas seharusnya, daJ! indikator waktu menyatakan bila harapan
harapan diinginkan tercapai. Berapajumlah indikator yang diperlukan untuk mengukur harap
an, tergantung pada besar kecilnya harapan yang diukur. Sebuah harapan yang sederhana
mungkin hanya memerlukan satu indikator, sedangkan harapan-harapan yang rumit akan
memerlukan banyak indikator. Pada prinsipnya, indikator yang digunakan untuk mengukur
harus cukup banyak sedemikian sehingga penilaian dapat berlangsung secermat-cermatnya,
dan semua pihak yang terlibat di dalam proyek dapat menyepakati derajat pencapaian harapan
harapan.
Indikator yang baik harus memenuhi empat jenis ukuran atau pedoman, yaitu: ( 1 )
menggambarkan segi-segi yang penting dari harapan; (2) mengukur harapan-harapan dengan
benar; (3) merupakan sasaran usaha (target) dengan tiga unsur: kuantitas, kualitas, dan waktu;
( 4) merupakan ukuran yang mandiri pada setiap j enjang.
Untuk menjelaskan ukuran jenis yang pertama yaitu menggambarkan segi-segi penting
dari harapan, misalnya diambil sebagai contoh yaitu tujuan suatu Program Peningkatan
Kualitas Hasil Pendidikan Siswa SMTA. Dalam dunia pendidikan dikenal berbagai jenjang,
sejak pendidikan pra-sekolah sampai dengan jenjang pendidikan tinggi. Sedang yang harus
diukur hanyalah mereka yang termasuk dalam golongan Siswa SMTA saja, sudah barang
tentu perlu dirumuskan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang berkaitan dengan proses pen
didikan bagi siswa SMTA, kemudian baru menetapkan ukuran mengenai kualitas basil
pendidikannya. Proses pendidikan pada jenjang SMTA membutuhkan laboratorium Fisika,
33
34
ketidakpastian. Oleh karena itu, dengan menghasilkan keluaran-keluaran bukan berarti dapat
dinyatakan dengan sendirinya tujuan fungsional proyek telah tercapai. Disamping itu, untuk
membuktikan tercapainya tuj uan fungsional tidak dapat dilakukan dengan hanya mengukur
hasil keluaran proyek. Dengan kata lain, indikator untuk mengukur keluaran-keluaran tidak
dapat digunakan untuk mengukur tujuan fungsional proyek. Misalnya, suatu proyek Pening
katan Prasarana dan Sarana Pendidikan Siswa SMTA, keluarannya dapat berupa dibangunnya
gedung sekolah baru, lapangan olah raga baru, perlengkapan laboratorium lengkap, buku
buku untuk perpustakaan, pengangkatan guru-guru dan tenaga administrasi yang terlatih,
dan sebagainya. Keluaran-keluaran tersebut diperlukan untuk mencapai tujuan fungsional
proyek, akan tetapi bukanlah merupakan ukuran tercapainya tujuan fungsional proyek. Apabila
keluaran-keluaran hanya dinyatakan ulang untuk dijadikan tujuan fungsional proyek, maka
berarti kemungkinan keberhasilan padajenjang ini selalu seratus persen. Bukanlah demikian
hipotesa yang dimaksud, yang diperlukan adalah suatu pernyataan tentang tujuan yang men
cerminkan hasil-hasil hipotesa dengan disertai asumsi bahwa keluaran utuh dalam jumlah
dan baik dari segi mutu. Di dalam manajemen selalu ada saja faktor-faktor beserta asumsi
yang terkait, yang menghalangi dan mempengaruhi upaya di dalam mencapai tujuan fungsional
proyek sesuai dengan yang diinginkan. Agar dapat mengukur peningkatan Prasarana dan
Sarana Pendidikan Siswa SMTA diperlukan indikator-indikator lain untuk mengukur jumlah,
kualitas atau mutu, dan macam pelayanan yang benar-benar dapat diberikan kepada segenap
siswa SMTA.
Dari uraian yang terakhir tampak bahwa keluaran lebih mudah diukur daripada tujuan
fungsional proyek. Keluaran dari proyek berupa bangunan fisik mudah dan nyata dapat
dilihat, akan tetapi harapan-harapan padajenjang tujuan fungsional proyek lebih sukar untuk
mendapatkan batasannya karena sering berhubungan dengan perubahan sosial. Seperangkat
indikator pada jenjang tujuan fungsional proyek dapat dinyatakan sebagai Keadan Akhir
Proyek, merupakan keadaan-keadaan yang diharapkan, dapat dilihat, dan benar-benar me
nguraikan keadaan-keadaan yang akan terjadi apabila proyek dianggap telah berhasil dilak
sanakan dengan baik atau mencapai tujuan fungsionalnya. Apabila indikator-indikator yang
tercantum pada Keadaan Akhir Proyek merupakan kumpulan atau daftar dari cara-cara yang
diperlukan untuk mencapai tuj uan fungsional proyek, maka indikator-indikator tersebut pada
hakekatnya hanya merupakan pernyataan ulang dari keluaran-keluaran dan hal demikian
tidak dibenarkan. Perlu diingatkan sekali lagi bahwa Keadaan Akhir Proyek harus memuat
indikator-indikator yang benar-benar menguraikan keadaan yang akan terjadi apabila tujuan
fungsional tercapai.
Seperti yang S Jdah dikemukakan terdahulu bahwa sebagian harapan-harapan mudah
untuk diukur, misalnya peningkatan produktivitas padi dapat diukur dari perubahan hasil
panen per hektar sawah, atau peningkatan prasarana gedung sekolah dapat diukur dari
tambahan luas lantai ruang kelas, ruang laboratorium, dan sebagainya, per satuan jumlah
siswa. Akan tetapi banyak pula harapan-harapan yang sukar diukur sehingga terpaksa diguna
kan indikator khusus yang bersifat prediksi (ramalan), atau indikator pengganti yaitu meng
gunakan data-data yang sekiranya setara dengan harapan-harapan yang diinginkan.
35
Sebagai contob, sebuab proyek berjangka waktu 2 tabun dengan tujuan fungsionalnya
adalab ekspor suatu industri keraj inan berjalan sukses. Akan tetapi rupanya proyek ini temya
ta sukar diukur karena indikator-indikatomya kurang jelas, disamping bukti babwa ekspor
telab benar-benar berkembang mungkin baru akan tampak setelab proyek berakbir. Untuk
mengukumya terpaksa barus menggunakan sesuatu indikator yang dapat diukur pada saat
peninjauan dan dapat diramal perkembangannya kelak di kemudian bari. Mungkin dapat
berupa suatu kecenderungan penurunan biaya produksi per satuan produk, suatu jumlab
kelompok pengrajin yang meningkat ketrampilannya, dan suatu peningkatanjumlab pesanan,
dan lain-lain.
Apabila untuk suatu indikator, termasuk indikator khusus, mengbaruskan diselenggara
kan penelitian yang amat mabal untuk mengujinya, mungkin barus menggunakan indikator
indikator pengganti. Misalnya, sebagai contobj ika sebuab proyek bendak mengukur kualitas
pendidikan di suatu Sekolab Kejuruan tetapi tidak mampu untuk menguji semua siswa yang
telab lulus satu per satu, maka terpaksa dilakukan pemeriksaan terbadap berapa banyak
lulusan yang memperoleb pekerj aan dan tingkat gaji yang diterima. Indikator pengganti berupa
lulusan yang mendapat pekerjaan masib barus terkait erat dengan tujuan pengukuran yaitu
kualitas pendidikan di sekolab tersebut. Dalam arti kata, apabila sebagian besar lulusan
memperoleb pekerjaan dengan gaji besar, maka dapat disimpulkan babwa kualitas pendidik
an di sekolab tersebut adalab baik. Contob yang lain, misalnya untuk mengukur peningkatan
pendapatan sekelompok masyarakat terpaksa barus mengumpulkan data-data berapa orang
yang merenovasi rumabnya dari dinding bambu menjadi batu bata, jumlab sepeda baru yang
dibeli pada jangka waktu tertentu, dan sebagainya. Ha! terse but terpaksa dilakukan karena
upaya wawancara terbadap orang per orang telab gaga! untuk mendapatkan gambaran se
lengkapnya.
Selanj utnya adalah bagaimana cara mengukur indikator-indikator yang telab dibahas
tersebut. Untuk dapat mengukumya diperlukan kesepakatan mengenai alat-alat atau cara
cara pembuktian dan pemeriksaan, atau yang dinamakan alat verifikasi yang akan dipakai
dalam proyek. Seperti yang sudab dijelaskan indikator merupakan alat untuk membuktikan
pencapaian barapan-barapan. Akan tetapi jika tidak dapat memperlibatkan data nyata, berarti
harapan-barapan tidak bisa diukur. Nilai sebuab indikator ditentukan oleb alat atau cara
yang tersedia untuk membuktikannya. Untuk dapat memilib dan menentukan berbagai indikator
barus dicermati terlebib dabulu bagaimana cara untuk mengukumva. Contob yang sederbana,
apabila berapa banyak padi yang dipanen oleh petani tidak dapat diketabui , maka tidak dapat
dibuktikan babwa terdapat peningkatan basil dan produktivitas petani. Apabila tidak tersedia
cukup biaya atau waktu untuk melakukan penelitian lengkap guna mengukur basil panen
atau basil produksi, maka diperlukan indikator lain. Misalnya, seandainya para petani tidak
melaporkan basil panen, atau tidak tersedia fasilitas timbangan, mungkin terpaksa mengbitung
jumlab karung padi yang terkumpul.
Kbususnya pada jenjang tujuan fungsional proyek dan tujuan program, upaya pem
buktian dan pemeriksaan pada umumnya memerlukan waktu dan biaya. Untuk itu, alat-alat
dan cara-cara pemeriksaan barus disepakati, ditentukan, dan disiapkan sedini mungkin sejak
36
tahap penyusunan rencana proyek, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan biaya
dan tenaga harus sudah diperhitungkan dalam rencana a,nggaran proyek. Sejak tahap peren
canaannva, alat -alat verifikasi harus diperiksa dengan seksama apakah data-datanya tersedia,
atau dapat diupayakan, dan yang lebih penting dapat dipercaya. Apabila masih harus diupaya
kan maka kegiatannya harus dimasukkan sebagai bagian kegiatan proyek.
Kerangka Logis sebagai Alat
37
U,)
():)
B A G A N K E R A N GKA L O G I S
H A R A P A N
TUJUAN
P ROGRAM
TUJUAN
FUNGSIONAL
PROYEK
KELUARANK E L UA R A N
MA S U KA NMASUKAN
I N D I KATOR
ATAU
PENUNJUK
ALAT P E M B U KT I
I N D I KATOR
A TA U
ALAT VERI FIKASI
A S U M S I
ATAU
F A KT O R KETI D A K
PASTIAN
Ukuran Pencapaian
Tujuan Program
Keadaan-Keadaan yang
menandakan tujuan telah tercapai
Keadaan Akhir Proyek
Gambar 2.10
Bagan Kerangka Logis
I
I
Nilai Keluaran yang diper- Sarna dengan di atas, ditarnlukan dan mencukupi unbah dengan catatan proyek.
tuk mencapai Tujuan Fungsional Proyek
Sama dengan di atas, ditambah dengan catatan proyek,
subkontraktor, dan sebagainya.
{!)
;t>
{!)
"'
;;:
;t>
z
;t>
<
m
;;:
m
z
-u
::n
0
-<
m
;>;
39
b) Apakah definisi Tujuan Program, Tujuan Fungsional Proyek, Hasil Akhir Proyek,
dan Sumber Daya Proyek sudah terpenuhi.
7) Tentukan Faktor Ketidakpastian yang terkandung dalam Hasil Akhir Proyek.
8) Tentukan Faktor Ketidakpastian yang terkandung di dalam Tujuan Fungsional Proyek.
9 ) Tentukan Faktor Ketidakpastian yang terkandung dalam Tujuan Program.
10) Tentukan Faktor Ketidakpastian yang terkandung dalam Sumber Daya Proyek.
1 1 ) Langkah ke- 7 sampai dengan ke- 1 0 tersebut kemudian diuji dengan menggunakan kriteria
Faktor Ketidakpastian sebagai berikut:
a) Apakah probabilitasnva kurang dari 1 00%.
b) Apakah di luar kemampuan dan kontrol Pengelola Proyek.
c) Apakah berpengaruh terhadap keberhasilan proyek.
d) Apakah bersifat operasiona1 dan menyeluruh.
e) Apakah analisis masalah memberikan hasil yang benar dan tepat mengenai adanya
faktor ketidakpastian tersebut.
1 2) Menetapkan indikator-indikator dari jenjang Tujuan Program sampai Sumber Daya
Proyek.
1 3) Langkah ke- 1 2 tersebut diuji menggunakan kriteria Indikator sebagai berikut:
a) Apakah analisis masalah memberikan hasil yang benar dan tepat mengenai indikator
indikator tersebut.
b) Apakah indikator-indikator tersebut benar-benar terpisah untuk masing-masing
jenjang.
c) Apakah indikator-indikator benar-benar merupakan penunjuk yang obyektif.
d) Apakah indikator-indikator bersifat menyeluruh dan bersamaan.
e) Apakah segenap indikator-indikator dapat diverifikasikan.
1 4) Menetapkan Alat Pembukti Indikator dari Tujuan Program sampai Sumber Daya Proyek.
1 5) Langkah ke- 1 4 tersebut diuji menggunakan kriteria Alat Pembukti Indikator:
a) Apakah Alat Pembukti Indikator menunjukkan cara bagaimana untuk mendapatkan
data.
b) Apakah Alat Pembukti Indikator menunjuk sumber untuk mendapatkan data.
1 6) Ditinjau ulang keseluruhan Kerangka Logis yang sudah siap tersebut demi untuk pe
nyempumaannya.
Dengan menggunakan cara dan prosedur seperti diuraikan di atas maka segenap individu
yang terlibat dalam pelaksanaan program atau proyek membuat kesepakatan bersama tentang
peranan dan tanggung jawab masing-masing. Setiap individu menyadari tanggung jawabnya
atas langkah-langkah, tindakan, yang harus dilakukan, dan mengetahui batas-batas tanggung
jawab atas keluaran yang harus dihasilkan.
40
menjadi satu tujuan. Semakin melibatkan banyak individu atau kelompok yang berbeda
beda macam kegiatan atau jenjang kewenangannya, bentuk organisasi akan menjadi semakin
kompleks. Sehingga fungsi organisasi yang kompleks adalah membah sesuatu (dapat bempa
material, informasi, ataupun masyarakat) melalui suatu tatanan terkoordinasi yang mampu
memberikan nilai tambah, sedemikian sehingga memungkinkan organisasi mencapai tuj uan
nya dengan baik.
Keberhasilan suatu proyek sangat tergantung pada perilaku atau kegiatan satuan-satuan
organisasi para pelaksananya yang dikoordinasikan dalam suatu sistem manajemen. Untuk
itu, dituntut agar individu atau satuan-satuan organisasi pelaksana dapat bekerja sama secara
terorganisasi dalam menentukan harapan-harapannya (objectives), jadwal kegiatan, anggaran
keuangan, kemudian memonitor dan melaporkan kemajuan, serta segera mengambil langkah
langkah perbaikan bilamana diperlukan. Konsep dan perangkat alat yang digunakan di dalam
Si stem Manajemen Proyek memberikan tata cara kepada individu-individu yang berasal dari
berbagai instansi, satuan organisasi, dan bidang pekerjaan, agar mereka dapat bekerja sama
secara mangkus untuk mencapai harapan-harapan proyek.
Didalam keselumhan kerangka Sistem Manajemen Proyek, seorang Pemimpin Proyek
hanyalah sebagai salah satu unsur pelaksana saja yang pada umumnya jarang memiliki ke
sempatan untuk dapat memilih sendiri susunan organisasi. Akan tetapi dengan berbekal
pengetahuan tentang berbagai jenis stmktur organisasi proyek, akan dapat mengetahui ke
kuatan maupun kelemahan stmktur organisasi di mana dia bekerja. Pemimpin Proyek dapat
menggunakan pemahaman tersebut untuk mempengamhi organisasi agar dapat berfungsi
optimal guna dapat mencapai harapan-harapan yang diinginkan. Tidak ada satupun susunan
organisasi baku yang dapat berlaku umum sehingga dapat berjalan paling baik untuk semua
proyek. Tetapi tersedia sejumlah bentuk-bentuk pilihan darimana dapat dipilih bentuk yang
paling sesuai dengan proyek. Bentuk-bentuk pilihan mencakup variasi sejak mulai dari su
sunan organisasi yang bersifat fungsional mumi atau tradisional, kemudian berbagai bentuk
campuran di mana pemimpin dan staf organisasi mempakan petugas tetap (full timers) atau
petugas tidak tetap (part timers), sampai pada suatu bentuk organisasi bam yang sama sekali
otonom. Pada dasamya bentuk-bentuk stmktur organisasi yang dimaksud dapat diringkas
secara sederhana menjadi tigajenis sebagai berikut: ( 1 ) organisasi fungsional; (2) organisasi
matriks; dan (3 ) organisasi khusus proyek.
Organisasi Fungsional
Susunan organisasi fungsional adalah seperti susunan organisasi tradisional yang sering
dijumpai baik pada Lembaga Swasta maupun kebanyakan organisasi Lembaga Birokrasi
Pemerintahan. S usunan organisasi ini terdiri dari satuan-satuan yang menangani tugas-tugas
spesifik sesuai dengan kebutuhan organisasi, dan dilengkapi sub-ordinat untuk itu. Susunan
organisasi fungsional dapat melaksanakanproyek dengan baik apabila lingkup proyek masih
berada dalam batas wewenang satuan-satuannya. Dalam susunan seperti itu, proyek
dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan tugas-tugas mtin tiap satuan organisasi
atau departemen yang bersangkutan. Bentuk susunan organisasi fungsional seperti pada
Gambar 2. 1 1 .a.
41
Direktur
(a)
(b)
l
I
J
Proyek
Gedung
Lab.
Proyek
_l
Produksi
Proyek
Alat Laboratorium
Proyek
Pelatihan
lnstruktor
Direktur
)
I
Keuangan
dan
Administrasi
Penelitian
dan
Pengembangan
(e)
Gambar 2.11
Bentuk Susunan Organisasi
I PersonaliaI
42
Dalam susunan organisasi matriks, untuk setiap proyek diperkenalkan seorang koordinator.
Koordinator tersebut masih bertugas dalam satuan organisasi atau departemen fungsionalnya,
namun diserahi tanggung jawab penuh atas pelaksanaan proyek. Organisasi matriks mem
bebankan susunan samping terhadap tatajenjang (hirarkhi) vertikal yang ada. Bentuk susunan
organisasi matriks seperti tampak pada Gambar 2. 1 1 .b.
Keuntungan-keuntungan yang menonjol dalam menggunakan susunan organisasi matriks an
tara lain ialah:
1 ) kinerja koordinasi akan berlangsung dengan lebih baik pada jalur yang melintasi garis
fungsional satuan organisasi atau departemen,
2) harapan-harapan proyek tampak dengan jelas melalui satuan-satuan organisasi yang
melakukan koordinasi proyek,
3) mudah untuk menghapus lembaga proyek dari organisasi atau departemen setelah proyek
dinyatakan selesai,
4 ) mengimbangkan prioritas-prioritas proyek dalam keseluruhan organisasi.
43
Menggambarkan kerangka organisasi proyek yang sama sekali barn yang ditambahkan pada
susunan organisasi yang sudah ada, dibentuk khusus dengan tujuan untuk melaksanakan
suatu proyek. Dalam suatu organisasi khusus proyek, semua sumber daya yang diperlukan
untuk proyek dipisahkan dari organisasi fungsional rutin, dan disusun dalam suatu satuan
organisasi yang mandiri dengan dikepalai oleh seorang pemimpin proyek. Bentuk susunan
organisasi seperti tampak pada Gambar 2. 1 1 .c.
Keuntungan-keuntungan organisasi khusus semacam itu, antara lain ialah:
1 ) tujuan merupakan sasaran tunggal yang menj adi titik pusat perhatian seluruh staf dan
tim proyek,
2) harapan-harapan proyek dapat dinyatakan dan difahami dengan jelas,
3) batas-batas jenjang wewenang pengambilan keputusan adalah jelas,
4) perselisihan dalam pemanfaatan sumber daya dapat diperkecil.
Sedangkan kekurangan-kekurangan yang dijumpai pada susunan organisasi khusus proyek,
antara lain ialah:
1 ) hams disediakan fasilitas rangkap, untuk keperluan organisasi rutin dan proyek,
2) penggunaan sumber daya cenderung boros jika tidak dikendalikan,
3) membengkaknya pembiayaan yang hams dikeluarkan untuk mendirikan organisasi barn
yang ditambahkan pada organisasi semula,
4) selama menjalankan tugasnya para petugas diliputi kegelisahan oleh karena proyek yang
bersifat sementara yang pada saatnya akan berakhir.
Dengan demikian tampak bahwa setiap susunan organisasi pilihan memiliki kekuatan dan
kelemahan kelembagaan masing-masing. Pendekatan terbaik untuk memilih mana yang akan
dipakai adalah mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan kebutuhan serta sifat proyek
yang dihadapi. Susunan organisasi fungsional sesuai hanya untuk program atau proyek-
44
proyek kecil yang standar, berjangka waktu pendek, dan menggunakan teknologi baku. Apabila
teknologi yang harus dikerjakan semakin kompleks, maka organisasi matriks akan lebih sesuai
karena akan memudahkan dalam pengerahan sumber daya yang sudah tersedia pada organisasi
rutin, termasuk personil-personil yang sudah terlatih dan terampil. Sedangkan apabila teknologi
yang digunakan dalam proyek adalah baru sama sekali, belum ada acuan pengalaman untuk
mengerj akannya, maka susunan organisasi khusus proyek adalah yang terbaik, dengan mana
proyek akan memiliki otonomi penuh terutama dalam menentukan dan mengerahkan sumber
daya dan pengelolaan sepenuhnya.
Konsep Pendekatan Tim
Konsep, pengertian, dan semangat Tim Proyek sangat bermanfaat dalam menopang keber
hasilan proyek, baik selama tahap perencanaan maupun pelaksanaannya. Pendekatan terutama
harus dilakukan oleh pejabat-pejabat yang memegang kedudukan penting dalam organisasi
(pejabat kunci). Mereka harus dapat membentuk kerja sama guna mengkoordinir dan mengen
dalikan proyek. Para pejabat kunci terdiri dari pemimpin proyek, bendaharawan, pengelola
umum, penanggung jawab program, lembaga pengendali anggaran, biro perencanaan atau
perlengkapan, serta instansi teknis terkait lainnya. Sistem Manajemen Proyek mensyaratkan
perlunya pendekatan Tim Proyek tersebut, karena sifat manajemen proyek yang kompleks
dan harus melibatkan banyak individu dengan latar belakang dari berbagai j enjang yang
berbeda secara terpadu. Dengan demikian pendekatan Tim Proyek pada hakekatnya dida
sarkan pada upaya untuk memelihara semangat kebersamaan terpadu dengan cara selalu
meningkatkan intensitas dan pengembangan dalam berhubungan atau berkomunikasi antara
individu yang terlibat di dalam proyek.
Sehingga cara terbaik untuk dapat menggunakan perangkat alat-alat manaj emen yang
disediakan dalam Sistem Manajemen Proyek adalah duduk bersama dalam satu meja dengan
semangat Tim Proyek. Para pejabat kunci bersama-sama membahas dan merumuskan ha
rapan-harapan proyek, menggariskan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, menyusun ang
garan keuangan, dan membagi tanggung j awab secara proporsional. Pendekatan semangat
Tim Proyek diterapkan sedini mungkin dan terns dilanjutkan selama pelaksanaan proyek
berlangsung. Dengan selalu mewujudkan kerja sama dan menerapkan secara bersama-sama
perangkat alat-alat yang disediakan dalam Sistem Manajemen Proyek, mereka yang terlibat
dapat mengembangkan semangat tim sehingga akan memberikan landasan kuat bagi
keberhasilan proyek. Dengan demikian harus selalu diusahakan agar seluruh pejabat kunci
yang terkait dengan pelaksanaan proyek dimasukkan ke dalam Tim Proyek. Bahkan bila
diperlukan semangat dan pembahasan di dalam Tim Proyek dapat diperluas dengan menyer
takan pula para konsultan, kontraktor, rekanan pemasok material, dan lain-lain instansi yang
terlibat di dalam pelaksanaan proyek.
Konsep pendekatan tim tersebut menj adi sangat penting, karena pada umumnya proyek
proyek tidak cukup memiliki sumber daya dan wewenang untuk betul-betul mandiri sedemi
kian sehingga samasekali tidak tergantung dari sumber-sumber atau otoritas lembaga lain.
Kadangkala untuk melaksanakan suatu program atau proyek tertentu perlu dikerahkan berbagai
45
kelompok dan organisasi, sedangkan banyak dari mereka mungkin belum terbiasa untuk
bekerja sama. Untuk situasi yang demikian, langkah pertama yang perlu diambil adalah
membuat bagan hubungan organisasi-organisasi inti yang bersangkutan. B agan organisasi
dimaksudkan untuk memperj elas serta memperlihatkan kedudukan masing-masing satuan
organisasi dari berbagai instansi atau departemen yang berperan serta dalam proyek, yang
sudah barang tentu akan sangat berbeda dengan bagan organisasi instansi induknya.
Peran dan Tanggung Jawab Pemimpin Proyek
Kerangka logis akan membantu dalam menggariskan arah pekerj aan Pemimpin Proyek, yang
secara ringkas adalah bertugas untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan pada
masukan-masukan tertentu. Pemimpin Proyek dapat menerima tanggung jawab untuk me
ngemban tugasnya dengan didasari oleh keyakinan bahwa sumber daya tertentu yang diberikan
kepadanya layak untuk dapat dikelola dan diproses menjadi keluaran-keluaran yang di
harapkan. Selain menggunakan seperangkat alat-alat manajemen yang tersedia, diharapkan
dapat mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mempengaruhi, menyesuaikan, dan
mengkoordinasikan semua sumber daya tersebut. Terutama dalam pelaksanaan proyek
kompleks yang selain melibatkan banyak kontraktor, subkontraktor, pemasok bahan, juga
unsur-unsur organisasi struktural dari beberapa Departemen, bahkan Direktorat Jenderal
dari Departemen yang bersangkutan. Pemimpin Proyek bertanggung jawab dalam memonitor
asumsi-asumsi yang digunakan pada masing-masing jenjang harapan, dan harus menjadi
orang pertama yang mengetahui timbulnya penyimpangan yang mungkin berakibat merugikan
proyek. Untuk itu, Pemimpin Proyek harus dapat segera mengenali terjadinya penyimpangan,
dan harus segera melaporkan kepada pejabat atasannya. Tata cara dan syarat-syarat pelaporan
hams bersama-sama direncanakan, diatur, dan disepakati sebelumnya, sehingga dapat dijadi
kan pegangan tentang masalah apa dan kapan saja harus dibuat laporannya. Dengan laporan
tersebut Pemimpin Proyek memberikan peringatan dini, sekaligus menyiagakan para pej abat
atasannya untuk mengatasi permasalahan. Dalam rangka upaya untuk mempermudah dan
mempercepat proses pengambilan keputusan, biasanya Pemimpin Proyek juga mengajukan
saran-saran dan usul tindakan yang sebaiknya dilakukan berupa pilihan-pilihan beserta akibat
nya masing-masing. Dalam proses mekanisme seperti tersebut, hendaklah diingat bahwa
usulan dan saran dari Pemimpin Proyek hanya dimaksudkan untuk membantu mempercepat
proses pengambilan keputusan. Tanggung jawab pengambilan keputusan mengenai hal-hal
yang di luar kekuasaan Pemimpin Proyek tetap berada di tangan pejabat pimpinannya, tidak
dapat untuk diambil alih atau bahkan sengaja diserahkan begitu saja kepada Pemimpin Proyek.
Tugas-tugas seorang Pemimpin Proyek hendaklah dirumuskan dengan jelas, sehingga
dapat diwujudkan sebagai suatu kesepakatan. Semua pihak yang terlibat dengan proyek
terutama Pemimpin Proyek sendiri, harus tahu apa yang diharapkan untuk dihasilkan olehnya,
berapa banyak, dengan kualitas apa, dan kapan hams terwujud. Untuk proyek-proyek
pemerintah, peran dan tanggungjawab Pemimpin Proyek diatur melalui beberapa peraturan
dan perundang-undangan seperti Keppres 2911 984, S K Mendagri 903-603/1 984, yang telah
disempurnakan dengan Keppres 1 61 1 994. Jika dikelompokkan menurut kepentingannya,
46
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Pemimpin Proyek yang tercantum dalam peraturan
peraturan tersebut dapat diberikan sistem pengelompokannya sebagai berikut:
1 ) Dasar penetapan dan penunjukan Pemimpin Proyek/Pemimpin Bagian Proyek.
2) Tanggung Jawab Umum Pemimpin Proyek.
3) B atas kewenangan untuk memutuskan atau mengusulkan.
4) Kewajiban untuk bersikap kooperatif terhadap upaya koordinasi pembangunan yang
dilaksanakan oleh pihak Pemerintah Daerah Tingkat I.
5) Tanggung Jawab dan tata cara pelelangan pekerjaan.
6) Tata cara pertanggung-jawaban keuangan.
7 ) Tata cara dan sistem pelaporan.
8) Tata cara pembukuan keuangan dan pencatatan permasalahan.
Pemimpin Proyek adalah lembaga pada lini terdepan yang berhadapan langsung dengan
permasalahan di proyek-proyek. Apabila Pemimpin Proyek, karena sesuatu hal, menutupi
masalah-masalah yang timbul meskipun hanya untuk sementara saja, merupakan keadaan
yang membahayakan. Disadari atau tidak, apabila Pemimpin Proyek menyembunyikan perma
salahan, berarti jalur wewenang untuk pengambilan keputusan oleh para pejabat pimpinan
telah disumbatnya. Pemimpin Proyek harus bersikap komunikatif dan kooperatif mewujudkan
kerj a sama dengan para pejabat pimpinannya. Akan tetapi di lain pihak, kepada Pemimpin
Proyek hendaknya diberikan penghargaan sewajamya atas upaya untuk memberikan laporan
yang tepat waktu, bertanggungjawab, jujur, dengan disertai saran dan usulan tentang tindakan
yang perlu dilakukan berdasarkan pada evaluasinya.
Dipandang dari berbagai jenjang ketidakpastian yang terdapat di dalam proyek, tujuan
fungsional proyek mengandung faktor ketidakpastian lebih tinggi daripada keluaran-keluaran.
Pemimpin Proyek harus berusaha sebaik-baiknya untuk memenuhi seluruh kriteria keluaran
keluaran yang telah ditetapkan dengan harapan dapat mencukupi untuk mencapai tujuan
fungsional proyek. Karena masih ada faktor ketidakpastian pada jenjang tujuan fungsional
proyek yang tidak dikuasainya, keluaran yang dihasilkan tidak langsung menjarnin tercapainya
tujuan fungsional proyek. Dengan demikian, peran dan tanggung j awab seorang Pemimpin
Proyek berdasarkan pada kegiatan-kegiatan dengan sumber daya tersedia, adalah sebatas
menghasilkan keluaran-keluaran guna dapat diarahkan untuk mencapai tujuan fungsional
proyek tertentu. Atau dengan kata lain, Pemimpin Proyek hanya menerima tanggung jawab
terbatas, yakni menghasilkan keluaran-keluaran, tetapi tidak bertanggung jaw ab atas penca
paian tujuan fungsional proyek karena masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan yang tak dikuasainya. Tercapainya tujuan fungsional proyek menjadi bagian
tanggung jawab Pemimpin Program, yang juga berkewaj iban untuk mengkoordinasikan ber
bagai proyek lainnya dalam rangka menuju kepada keberhasilan pencapaian tujuan fungsional
yang sama. Kesemua proyek-proyek yang berada di bawah koordinasinya dilimpahkan penge
lolaannya kepada masing-masing para Pemimpin Proyek dilengkapi dengan ketetapan kriteria
dan spesifikasi keluaran-keluaran yang harus dicapai.
47
48
dan spesifikasi yang sudah ditetapkan dan disepakati. Semua pihak, baik dari kalangan
manajemen proyek maupun para pejabat pimpinan atasannya, hendaknya jangan menyudutkan
Pemimpin Proyek pada posisi manajemen yang serba bisa. Perlakuan keliru semacam itu
seringkali terbentuk, sekalipun yang bersangkutan sama sekali tidak menghendakinya. Pada
umumnya, semenjak diterirhanya keputusan pengangkatan,jauh sebelum dimulainya pekeijaan,
seorang Pemimpin Proyek sudah mulai merasa dikejar-kejar oleh waktu. Semakin besar rasa
tanggung jawab dan keterikatan untuk memikul tugasnya, akan semakin merasakan keter
batasan waktu yang tersedia baginya. Hal demikian memang sesuai dengan kenyataan, bahwa
pembatasan waktu bagi suatu proyek merupakan syarat utama yang tidak bisa ditawar, yang
terkait dengan nilai ekonomi proyek tersebut. Untuk itu, biasanya Pemimpin Proyek lalu
segera menyusun usulan jadwal seluruh kegiatan guna mendapatkan gambaran tentang ke
mungkinan penyelesaian pekerjaannya. Jadwal tersebut sekaligus digunakan untuk mendapat
kan ketegasan dan kesepakatan keterlibatan unsur-unsur proyek Jainnya, dalam hal ini termasuk
para pejabat atasannya. Akan tetapi penerapan dalam praktek pelaksanaannya sering terjadi
keadaan yang tidak sesuai dengan harapan. Pada kenyataannya, dari sekian banyak unsur
yang terlibat di dalam sistem manajemen, sepertinya yang merasa diburu waktu hanyalah
Pemimpin Proyek sendiri. Kecenderungan tersebut ditandai dengan keterterlambatan dalam
pengambilan keputusan yang sudah mendesak, mengabaikan upaya antisipasi terhadap
permasalahan penting, tidak hadir dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat menentukan,
dan lain-lain peristiwa yang erat kaitannya dengan gejala melemahnya tanggungjawab sesuatu
unsur. Sehingga baik disengaja ataupun tidak, tidak jarang Pemimpin Proyek disudutkan
pada suatu situasi di mana dengan terpaksa harus menerima pelimpahan tanggung jawab
dari para pejabat atasannya. Semakin raj in dan bersemangat, sepertinya semakin membengkak
pula pelimpahan beban secara tidak disengaja yang akhimya harus ditanggung oleh Pemimpin
Proyek. Dengan demikian, tampak bahwa kondisi si stem manajemenlah yang . cenderung
mendorong peran Pemimpin Proyek pada posisi yang tidak dapat dibenarkan. Disadari atau
tidak, kondisi sistem manajemen sendiri yang menjadi sebab kabumya batas-batas wewenang
dan tanggung jawab dalam keseluruhan program. Sementara itu, Pemimpin Proyek terus
disibukkan dengan upaya-upaya penyelamatan proyek sehubungan dengan waktu yang terus
mengejamya, sedemikian sehingga pada umumnya tidak menyadari keadaan gawat yang
sedang meliputinya. Dengan keadaan yang semakin kompleks seperti tersebut, di mana hampir
semua unsur yang terlibat dalam proyek sepertinya cenderung mempercayakan untuk melepas
dan melimpahkan tanggung jawabnya kepada Pemimpin Proyek, dapat dipastikan bahwa
mekanisme pengawasan melekat sudah lenyap karenanya. Sistem monitoring dan pengendalian
hanya tinggal sebagai kegiatan formalitas belaka, dan nasib tercapainya tujuan fungsional
proyek bahkan tujuan program hanya tergantung sepenuhnya padanasib Pemimpin Proyeknya.
Si stem manajemen proyek secara keseluruhan sudah tidak lagi mewujudkan suatu kerangka
logis, sehingga pencapaian sasaran hanya bersifat untung-untungan saja. Sementara itu, pada
situasi demikian apabila secara kebetulan Pemimpin Proyek terpeleset mengerjakan hal-hal
yang tidak dibenarkan oleh peraturan, walau sepele sekalipun, hanya dia sendirian yang
harus mempertanggung-jawabkan keseluruhannya. Unsur lainnya yang terkait dengan proyek,
49
walau tahu permasalahannya sekalipun, biasanya cenderung memilih bersikap diam atau
bahkan dengan pribadi yang lebih jelek, ikut aktif menyalahkan perbuatan Pemimpin Proyek.
Kesemuanya itu demi untuk menyelamatkan nama dan karimya, untuk menyongsong harapan
yang lebih cerah pada masa mendatang.
Oleh sebab itu semua, karena Pemimpin Proyek menyadari untuk tidak dituntut tanggung
jawab atas harapan-harapan yang tidak realistis baginya, maka diharapkan dapat mencurahkan
seluruh perhatiannya pada pekerjaan utamanya, yaitu hanya tugas untuk menghasilkan ke
luaran-keluaran sesuai dengan kriteria dan spesifikasi. Dengan sendirinya tidak perlu khawatir
akan dinilai salah untuk faktor-faktor yang berada di luar kekuasaannya. Sudah barang ten tu,
dimungkinkannya timbul sikap yang demikian bersumber pada kesepakatan yang telah di
tegakkan secara bersama oleh segenap unsur yang terlibat dengan proyek dan program. Namun
demikian, bagaimanapun Pemimpin Proyek bertanggung jawab untuk segera melaporkan
kepada pejabat pimpinan atasannya apabila dilihatnya bahwa: ( I ) keluaran-keluaran mungkin
tidak dapat diwujudkan tepat pada waktunya, atau dengan jumlah serta mutu sesuai dengan
rencana, atau, (2) keluaran akan dapat dihasilkan sebagaimana direncanakan tetapi mungkin
tidak akan dapat mencapai tujuan fungsional proyek karena sesuatu sebab yang sudah dike
tahuinya.
Bagan Tanggung Jawab
Salah satu faktor yang bersifat menentukan untuk dapat mencapai keberhasilan proyek ialah
disediakannya rincian peranan dan tanggung jawab yang jelas dan disetujui oleh seluruh
pelakunya. Tanpa adanya kesepakatan yang jelas akan menimbulkan masalah-masalah ko
ordinasi yang dapat mengakibatkan kekacauan tanggung jawab, yang lebih lanjut menim
bulkan terganggunya mekanisme kegiatan, kelambatan, dan akhimya terjadi peningkatan
biaya. Dalam hal ini hendaklah dicatat, apabila seorang bawahan ingkar terhadap kesepakatan
tanggung jawab berarti telah melakukan perbuatan indisipliner. Sedangkan apabila pihak
atasan yang ingkar, bukan saja hanya perbuatan indisipliner, akan tetapi fungsi kepemimpinannya
telah hilang.
B agan tanggung jawab yang jelas dan terinci merupakan salah satu perangkat Sistem
Manajemen Proyek untuk menetapkan kesepakatan peranan dan tanggung jawab masing
masing individu atau satuan organisasi yang terlibat dalam proyek. Di dalam bagan diper
lihatkan hubungan antara tugas dan jabatan secara jelas, dan membantu memastikan bahwa
semua tugas da.n personil telah ditentukan untuk pelaksanaannya. Dengan demikian bagan
tanggung jaw ab mencaptumkan semua tugas atau kegiatan, dan pelaku-pelaku (satuan orga
nisasi atau perorangan) proyek, kesemuanya diwujudkan dalam bentuk matriks yang memper
lihatkan:
semua orang atau organisasi yang terlibat dalam melaksanakan tugas-tugas proyek (se
panjang garis horisontal)
semua tugas dan kegiatan (sepanjang garis vertikal)
jenis keterlibatan semua orang dalam tugas-tugas proyek (dengan tanda atau kode dalam
matriks)
50
Asal
1
2
4
5
6
7
8
Mengirimkan Undangan
Menyiapkan Tepat Upacara
DAERAH
PUSAT
l n sta n s i
0
c
Q.
::J
(j)
c
111
E
'6
::J
ID
111
E
::J
(j)
11)
Cl
::J
(j)
-../
0
c
0
i!'
111
"0
::J
(j)
-../
-../
-../
-../
-../
1 1 Memilih Lokasi
1 2 Persetujuan Lokasi
1 3 Menyiapkan Surat Pembelian
1 4 Memindahkan Hak
:::!!:
-../
v
-../
-../
-../
-../
111
"0
111
.s:::.
::J
(j)
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
v
3 1 Persiapan Membangun
32 Membangun Gedung
-../
-../
v
33 Memasang Peralatan
Gambar 2.12.
Contoh Bagan Tanggung Jawab Proyek
-../
-../
-../
-../
""")
-../
v
-../
'6
111
3:
111
-../
-../
-../
0
3:
1/)
::J
-../
-../
1 6 Pengurugan Lahan
1 7 Pembuatan Drainasi & Fasilitas
Menyiapkan Dokumen Lelang
Menyusun Spesifikasi
Menyetujui Kontrak
Memilih Kontraktor Konstruksi
-../
-../
-../
1 5 Membebaskan Lahan
18
19
20
21
Cl)
-../
-../
-../
9 Menyiapkan Dokumen
1 0 Menerima Dana
c
111
3:
111
..!::::
11)
"0
111
-../
-../
7
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
-../
51
Informasi ctalam bagan tanggung j awab harus muctah ctimengerti untuk ctikomunikasikan,
ctan membantu ctalam merencanakan pemanfaatan semua orang ctan satuan organisasi yang
terlibat ctalam proyek secara berctaya guna.
Sectangkan langkah-langkah penyusunannya actalah sebagai berikut:
1 ) Daftarkan semua pelaku (inctivictu, pej abat atau satuan organisasi yang terlibat ctalam
proyek), memanj ang pacta sisi atas ctan masing-masing ctiberi kolom.
2) Daftarkan semua tinctakan (kegiatan-kegiatan, tugas-tugas, atau fungsi-fungsi proyek)
berturut-turut ctari atas ke bawah pacta sisi kiri, masing-masing ctiberi garis horisontal.
3) Pakailah kocte huruf yang secterhana untuk menunjukkan jenjang tanggung jawab setiap
pelaku untuk tiap tugas. Kocte-kocte pokok terctiri ctari S (menyetujui), T (bertanggung
jawab), A (mengawasi langsung), L (harus ctiberi laporan), I (ikut melaksanakan), M
(memonitor ctan meninjau ulang), N (ctapat ctiminta nasehat), ctan P (panitia).
4) Bahaslah tiap butir, kemuctian tuliskan kocte yang sesuai cti ctalam matriks untuk mem
perlihatkan tanggung jawab setiap pelaku ctalam setiap tinctakan (tictak semua pelaku
akan mempunyai tanggung jawab atas semua tugas).
5) Periksa ctan perbaiki bagan ini seperlunya selama proyek berlangsung.
Bagan ctapat ctibaca ke samping maupun ke bawah. Pembacaan ke samping sepanjang
garis horisontal untuk setiap kegiatan memperlihatkan bagaimana tanggung jawab untuk
sebuah kegiatan terbagi cti antara staf proyek. Ini akan membantu ctalam menj elaskan we
wenang ctan korctinasi yang ctiperlukan untuk melaksanakan setiap kegiatan. Pembacaan ke
bawah sepanj ang kolom vertikal akan memperlihatkan seluruh tanggung jawab untuk setiap
orang atau kelompok, ctan sama ctengan suatu perincian pekerjaan. Apabila seorang atau
suatu kelompok tertentu ctibebani tanggung jawab terlalu banyak atau terlalu sectikit, ctapat
segera ctilakukan penyesuaian. Kemuctian kesemua tanggung jawab tersebut ctirangkum ctalam
ctaftar wewenang ctan tanggung jaw ab untuk ctibagikan kepacta seluruh staf proyek. Bagan
tanggung jawab dapat juga ctigunakan untuk membuat perj anj ian kerj a ctan untuk
menyelesaikan pertikaian tentang wewenang ctan tanggung jawab. Pacta Gambar 2. 1 2 ctibe
rikan contoh bagan ctengan kegiatan-kegiatan berctasar pacta Daftar Perincian Kegiatan yang
tertera pacta Gambar 2.6.
Melaksanakan suatu proyek actalah proses merubah masukan-masukan yang berupa kegiatan
ctan sumber ctaya menjacti keluaran seperti yang suctah ctitentukan cti ctalam kerangka logis.
Perencanaan masukan-masukan yang ctiperlukan secara terinci akan sangat menentukan
kelancaran pelaksanaan proyek. B anyak terjacti kelambatan ctalam pelaksanaan, pembiayaan
melampaui batas anggaran, ctan masalah-masalah lainnya timbul oleh karena Tim Proyek
tictak berhasil menyiapkan perencanaan masukan secara cukup terinci sectemikian sehingga
seluruh kegiatan proyek ctapat ctijactwalkan, ctianggarkan, ctimonitor, ctan ctikenctalikan.
52
Merencanakan kegiatan dimulai dan dikerjakan dengan selalu mengacu pada kerangka
logis. Untuk setiap keluaran dalam kerangka logis perlu dibuat suatu daftar masukan-masukan
yang diperlukan secara terinci. Daftar tersebut digunakan sebagai pedoman tim proyek untuk
menyusun catatan semua kegiatan proyek dilengkapi dengan sumber daya yang dibutuhkan
untuk masing-masing kegiatan. Kegiatan-kegiatan harus disusun dengan mempertimbangkan
rencana urutan dimulainya sesuatu kegiatan dan hubungan atau ketergantungannya dengan
kegiatan lainnya. Seperti diketahui, dalam proyek sering dijumpai adanya beberapa kegiatan
yang tidak dapat dimulai sebelum kegiatan lain selesai dikerjakan. Sedangkan pertimbangan
mengenai sumber daya termasuk mencakup pula ketersediaan golongan tenaga kerj a yang
sesuai, peralatan, material, sumber dana pembiayaan, dan berbagai informasi sumber daya
lainnya yang diperlukan.
Jadwal Waktu Proyek
J adwal waktu proyek merupakan alat yang dapat menunjukkan kapan berlangsungnya setiap
kegiatan, sehingga dapat digunakan pada waktu merencanakan kegiatan-kegiatan maupun
untuk pengendalian pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Sebenarnya tersedia bermacam
macam cara penjadwalan proyek tetapi dua yang lazim dipakai, yaitu cara jaringan kerja
(network) dan bagan balok (bar chart).
Sebelum ditemukan dan dikembangkan cara jaringan kerja, perencanaan penjadwalan
proyek diselesaikan dengan menggunakan cara bagan balok, dengan cukup menyatakan ka
pan masing-masing kegiatan mulai dan selesai di sepanjang skala waktu mendatar. Pen
dekatan dengan cara b(lgan balok temyata tidak memuaskan untuk diterapkan pada peren
canaan proyek besar dan kompleks yang mengandung banyak saling keterkaitan dan
ketergantungan di antara kegiatan-kegiatannya. Terjadinya saling ketergantungan karena bebe
rapa kegiatan tidak dapat dimulai sebelum kegiatan tertentu lainnya selesai dikerj akan.
Tentunya tidak semua kegiatan berhubungan seperti itu ; banyakjuga kegiatan-kegiatan yang
dapat dikerj akan secara simultan, seiring bersamaan, atau paralel. Cara bagan balok tidak
dapat memberikan gambaran saling ketergantungan antarkegiatan secara rinci dan peluang
menyesuaikan serta mengatur rentang waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan dalam
menunjang upaya tercapainya pembiayaan yang mangkus. Selain itu bagan balok tidak mampu
menyatakan kegiatan-kegiatan mana saja yang bersifat kritis. Yang dimaksudkan dengan
kegiatan kritis adalah apabila rentang waktu kegiatan tersebut berubah akan langsung
berpengaruh terhadap waktu penyelesaian keseluruhan proyek. Akan tetapi cara bagan balok
selain mudah dalam pembuatannya, dinilai bermanfaat dalam memberikan informasi dengan
lebih cepat dan mudah dipahami bagi semua personil yang terlibat dari jenjang m;naj emen
manapun. Sehingga seringkali dipandang lebih mudah dalam pemakaiannya Dengan
sendirinya pemyataan yang terakhir tersebut hanya berlaku untuk proyek-proyek dengan
tidak banyak mengandung kegiatan-kegiatan yang saling tergantung dan berkaitan, dengan
kata lain untuk proyek-proyek sederhana saja.
Seperti yang sudah diketengahkan, cara bagan balok tidak memuaskan untuk diterapkan
pada proyek kompleks di mana banyak mengandung saling ketergantungan di antara kegiatan
53
kegiatannya. Untuk memecahkan hal tersebut, upaya inovasi dengan cara jaringan kerja me
rupakan penyelesaian guna mendapatkan kejelasan mengenai saling ketergantungan kegiatan
yang dimaksud. Disamping itu juga mampu menjelaskan lintasan-lintasan kritis dalam proyek
yang perlu selalu diperhatikan dalam upaya monitoring. Sehingga sejak mulai diperkenalkannya
cara jaringan kerja, kedua bentuk penjadwalan tersebut bahkan berfungsi saling melengkapi
satu sama lain. Bagan balok untuk suatu proyek, baru dibuat apabila telah tersedia jadwal
jaringan kerjanya, atau dengan kata lain jadwal jaringan kerja merupakan prasyarat untuk
dapat menyusun j adwal berbentuk bagan balok yang untuk selanjutnya dapat digunakan
untuk menyusun jadwal kemajuan kumulatif proyek dikaitkan dengan pembiayaan yang
mangkus. Akan tetapi, karena untuk menyusun jadwal jaringan kerja memang diperlukan
upaya pemahaman yang lebih cermat, teliti, dan lebih sukar, sehingga tidak jarang timbul
salah penafsiran bahwa jadwal bentuk bagan balok dinilai lebih sederhana dan luwes sehingga
lebih enak dipakai, dengan tanpa menghiraukan kaitan di antara keduanya yang sebetulnya
saling berhubungan dan menunj ang. Kesalahan pengertian seperti tersebut sesungguhnya
tidak perlu terjadi apabila perbedaan konsepsual antara dua bentuk jadwal benar-benar
dimengerti baik tujuan maupun masing-masing manfaatnya.
Jaringan kerja merupakan cara grafis untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan dan kejadian
yang diperlukan untuk mencapai harapan-harapan proyek. Jaringan menunjukkan susunan
logis antar kegiatan, hubungan timbal balik antara pembiayaan dan waktu penyelesaian proyek,
dan berguna dalam merencanakan urutan kegiatan-kegiatan yang saling tergantung
dihubungkan dengan waktu penyelesaian proyek yang diperlukan. Jaringan kerjajuga sangat
membantu untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang paling mendesak atau kritis dan pengaruh
keterlambatan dari suatu kegiatan terhadap waktu penyelesaian seluruh proyek.
Terdapat beberapa macam si stem jaringan yang dikenal, akan tetapi yang paling umum
dipakai ialah CPM (Critical Path Method) dan PERT (Program Evaluation Review Tech
nique). Keduanya merupakan cara penjadwalan j aringan kerja yang berorientasi pada waktu
dan secara prinsip tidak berbeda di antara keduanya. Hanya saja, pada CPM kelangsungan
kegiatan-kegiatan diketahui, dalam arti tertentu, sedangkan pada PERT diberikan sebagai
distribusi probabilitas. Metode CPM sangat bermanfaat untuk memperlihatkan hubungan
timbal balik antara waktu penyelesaian dan pembiayaan proyek. Memperlihatkan adanya
saling ketergantungan antara penambahan sumber daya (seperti tenaga, alat, atau fasilitas)
untuk memperpendek rentang waktu kegiatan dengan bertambahnya pembiayaan sebagai
akibatnya. Sedangkan PERT bermanfaat untuk digunakan pada proyek-proyek yang dilandasi
oleh banyak faktor ketidakpastian, misalnya pada berbagai kasus proyek-proyek Penelitian
dan Pengembangan (Research and Development).
Penjadwalan cara jaringan kerj a diterapkan secara luas untuk menyelesaikan proyek
proyek dengan kegiatan-kegiatan kompleks, misalnya: (1) pembangunan dan peluncuran
pesawat ruang angkasa; (2) pembangunan bangunan gedung bertingkat dan jalan raya layang;
(3) pembangunan dan pemeliharaan kilang minyak; (4) pemasangan sistem komputer dan
54
(b)
Gambar2.13
Contoh membuat Jadwal Jaringan Kerja
55
pengoperasian pusat data; (5) si stem rekaman akuntansi periodik; (6) proses manufaktur dan
perakitan generator listrik; (7) persiapan dan penyerahan penawaran kontrak (lelang) pekerjaan;
(8) pemeriksaan dan perawatan pasien sakit; (9) proses perbaikan kapal di galangan, dan
lain-lain. Mungkin skala proyek-proyek tersebut tidak harus besar, akan tetapi sifat saling
ketergantungan kegiatan-kegiatan sangat menonjol. Ditambah lagi, terdapatnya komponen
kegiatan yang peka atau kritis, di mana hanya perubahan kecil saja terjadi pada kegiatan
tersebut akan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan proyek keseluruhan.
Langkah-langkah pokok untuk menyusun jaringan adalah sebagai berikut:
1 ) Pertimbangkan tentang adanya hubungan timbal balik antara kegiatan:
- kegiatan mana yang harus mendahului kegiatan yang lain,
- kegiatan yang mana yang harus mengikuti kegiatan tertentu,
- kegiatan yang mana yang harus dilangsungkan secara serentak (bersama).
2) Buatkan diagram grafis jaringan sesuai dengan urutan logis kegiatan-kegiatan dan dikaji
lagi hubungan logis satu sama lainnya, sehingga membentuk garis-garis lintasan kegiatan
kegiatan. Suatu kegiatan dilambangkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua
peristiwa yang digambarkan sebagai lingkaran.
3) Kemudian dibuat daftar kelangsungan kegiatan-kegiatan yang berisi rincian kegiatan,
sumber daya dan perkiraan biaya, dan dilengkapi dengan masing-masing waktu yang
dibutuhkan. Informasi mengenai waktu sesuatu kegiatan dilengkapi pula dengan ketentuan
saat terawal dan terlambat kegiatan dapat dimulai, demikian pula saat terawal dan ter
lambat kegiatan harus sudah selesai. Jumlah minimum lama waktu penyelesaian kese
luruhan proyek dapat dihitung dengan menjumlahkan lama waktu kegiatan sepanjang
berbagai garis lintasnya. Garis lintas lama waktu yang minimum, disebut sebagai lintasan
kritis (critical path).
Dengan demikian diagram jaringan melukiskan kegiatan-kegiatan dan peristiwa-peristiwa
secara berurutan membentuk garis-garis lintasan yang sekaligus dapat memberikan gambaran
tentang waktu penyelesaian yang dibutuhkan.
Kegiatan-kegiatan adalah:
setiap komponen kegiatan proyek yang membutuhkan waktu dan suinberdaya, kecuali
kegiatan dummy,
mempunyai titik awal dan titik akhir yang tegas (peristiwa yang mendahului dan peristiwa
yang mengikuti),
ditunjukkan dengan tanda panah dalam diagram.
Sedangkan peristiwa-peristiwa adalah:
menunjukkan selesainya kegiatan danlatau permulaan kegiatan lain,
tidak mempunyai jangka waktu, menyatakan titik dalam waktu, dan tidak membutuhkan
sumber daya
ditunjukkan dengan tanda lingkaran dalam diagram jaringan.
Pada Apendiks A di belakang, diberikan contoh tata cara membuat Jadwal Jaringan Kerja
berdasarkan pada kasus pelaksanaan proyek konstruksi.
56
Untuk suatu proyek yang sederhana, dalam arti tidak mengandung kegiatan-kegiatan kompleks
yang sangat tergantung satu sama lainnya, cara penjadwalan yang dinilai lehih sederhana
dan luwes ialah cara hagan-hagan halok (Gant Chart).
B agan halok dinilai cukup hermanfaat untuk: ( 1 ) melukiskan proyek dalam urutan tahap
tahap kegiatan pokok disertai waktunya, merencanakan penggunaan sumher daya proyek
secara mangkus, dan sehagai alat komunikasi rencana proyek kepada pihak-pihak yang terkait;
(2) dapat juga digunakan untuk memonitor kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai, di
handingkan dengan hasil karya kegiatan-kegiatan pokok yang direncanakan; (3) Memper
lihatkan jadwal waktu yang menunjukkan hagaimana kegiatan-kegiatan proyek akan menuju
pada setiap keluaran.
Bagan halok mudah dihuat dengan langkah-langkah sehagai herikut:
'< 1 ) Buatkan skala waktu dengan memheri angka-angka sehagai petunjuk dari waktu her
langsungnya proyek dalam satuan waktu tertentu (minggu, hulan, atau triwulan), mendatar
pada hagian atas .
-'' 2) Daftarkan dan nomori kegiatan pokok sepanjang kolom sehelah kiri ke hawah dalam
urutan yang logis sejak dimulainya proyek. Macam kegiatan-kegiatan tersehut mengacu
pada Daftar Perincian Kegiatan, dan jangan lupa untuk menyertakan kegiatan-kegiatan
penting yang helum tercantum masuk dalam daftar (seperti memperoleh persetujuan
pemerintah dan anggaran helanja). Untuk kelengkapannya hila perlu dimasukkan pula
asumsi-asumsi pokok dari kerangka logis. Tergantung dari tingkat rincian dari daftar
yang dikehendaki, tuliskan haik kegiatan-kegiatan masing-masing atau cukup merupakan
kelompok kegiatan .
.?
3) Perkirakan lama waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan. Buatlah perkiraan yang
realistis herdasarkan seluruh sumher daya yang disediakan.
Buatlah
tanda halok untuk setiap kegiatan memanj ang menurut skala horisontal. Titik
)
-< 4
awal memperlihatkan permulaan kegiatan yang dijadwalkan, demikian pula untuk me
nyatakan akhir kegiatannya. Panjangnya tanda halok menunjukkan lamanya waktu yang
diperkirakan untuk kelangsungan kegiatan tersehut.
Ketika menyusun jadwal hendaklah mempertimhangkan segenap sumher daya yang dapat
disediakan dan mungkin juga hila ada keterhatasan sumher daya. Misalnya apahila tenaga
kerja hanya terhatas, jadikanlah sehagai hahan pertimhangan dalam menentukan jenis dan
jumlah kegiatan yang dilangsungkan pada waktu yang hersamaan. Pada keadaan sehaliknya,
mungkin tidak perlu untuk menyelesaikan suatu kegiatan terlehih dahulu untuk memulai
kegiatan yang lain. Pelaksanaan heherapa kegiatan secara serentak, atau paralel, tergantung
dari sumherdaya yang tersedia dan ada tidaknya huhungan atau ketergantungan di antara
kegiatan-kegiatan. Kelemahan utama hagan halok ialah tidak dapat dengan jelas menentukan
huhungan timhal-halik antara kegiatan-kegiatan tersehut. Padahal dalam proyek selalu saja
terdapat heherapa kegiatan yang hams diselesaikan terlehih dahulu sehelum yang lain dapat
dimulai, sedangkan kegiatan-kegiatan lainnya dapat dilangsungkan pada saat yang hersamaan.
6 7 8 9 10 1 1 12 1
3 4 5
2 3 4 5
7 8 9 1 (j 1 1 1 2
;;::
)>
z
i':':
Perencanaan Proyek
Penetapan Lokasi
Pembebasan Lahan
Pengurugan Lahan
Pembuatan Drainasi
&
CJJ
)>
CJJ
""
Tah u n 1 1
Ta h u n I
K e g i a t a n
P r o y e k
m
;;::
V////
Fasilitas
Memilih Kontraktor
10
11
Menerima Penawaran
12
Menyetujui Penawaran
13
14
Menerima Penawaran
15
Menyetujui Penawaran
16
17
Menerima Penawaran
18
Menyetujui Penawaran
19
Persiapan Membangun
20
Membangun Gedung
21
Memasang Peralatan
m
z
-o
::0
0
-<
m
;>;
IV///...0'#.h
V///////./.1
1:1"///////.,lj
IV
/
/
/
/
/
/
/
/
/
ff
#
#
/
/
/
/
/
ff
/
/
#
#
....L..
1 I
V///////,1
I I I I
I L_
Gambar 2.14
Contoh Bagan Balok
(}1
-....1
58
Tetapi bagan ba1ok tidak dapat membedakan ha1-ha1 yang demikian dengan baik. Pada Gambar
2 . 1 4 diberikan contoh suatu jadwa1 bagan ba1ok untuk Proyek Pembangunan Gedung yang
perincian kegiatannya dari Gambar 2.6.
Menyusun Anggaran Keuangan
Sistem Manajemen Proyek harus dapat memberikan cara yang 1ogis untuk dapat menyusun
anggaran keuangan proyek yang rea1istis dan bertahap waktu, atau disebut sebagai anggaran
yang berorientasi pada ke1uaran-keluaran.
Anggaran yang berorientasi pada ke1uaran-keluaran mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan sistem anggaran tradisional yang biasanya didasarkan pada kegiatan dan jenis
pengeluaran. Penyusunan anggaran tradisional memusatkan padajenis-jenis pengeluaran (mata
anggaran) , sedangkan anggaran yang berorientasikan pada ke1uaran memusatkan pada
ke1uaran-keluaran dan kegiatan-kegiatannya. Dengan sistem anggaran tradisional, sukar me
nentukan pengaruh perubahan tingkat sumber daya terhadap proyek, sedangkan dengan
anggaran yang berorientasi pada keluaran-ke1uaran memudahkan untuk menentukan
bagaimana perubahan pada sumber daya akan mempengaruhi proyek. Sistem anggaran
tradisional tidak memper1ihatkan saat kapan dana dibutuhkan atau arus pembayaran (cash
flow), sedangkan si stem anggaran yang berorientasi pada keluaran memperlihatkan waktunya
dengan mengkaitkan biaya proyek dan jadwal proyek. Penyusunan anggaran yang berorientasi
pada keluaran merupakan penjabaran yang logis dari daftar kegiatan dan jadwal kegiatan.
Untuk setiap keluaran proyek, lukiskan kegiatan-kegiatan menurut kerangka waktunya,
kemudian perkiraan biaya untuk setiap kegiatan menurutjenis penge1uaran yang biasa (seperti:
pera1atan, tenaga kerja, tanah, dan sebagainya). Lakukan seperti ini untuk setiap penge1uaran,
kemudian tambahkan untuk mempero1eh se1uruh j um1ah. Dengan penyusunan anggaran
be1anja seperti diuraikan diatas, tim proyek akan berkeyakinan 1ebih besar tentang perkiraan
pembiayaan yang rea1istis.
Dengan demikian, urutan 1angkah-1angkah penyusunan anggaran keuangan proyek ada1ah
sebagai berikut:
1 ) Menentukan ke1uaran-keluaran yang harus dicapai,
2) Menentukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk dapat menghasi1kan keluaran
ke1uaran yang te1ah ditetapkan,
3) Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk setiap kegiatan dalam rangka upaya
mencapai ke1uaran-keluaran tersebut,
4 ) Menyusun jadwal waktu kegiatan-kegiatan berupa bagan balok,
5) Menentukan pembiayaan yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan dengan mengkaitkan
pu1a kebutuhan sumber daya yang diperlukan,
Menentukan
arus pembayaran (cash flow) setiap periode waktu tertentu berdasarkan
6)
jadwal waktu kegiatan yang telah tersusun, misalnya setiap triwulan,
7) Menuangkan hasil penyusunan anggaran keuangan ke dalam Daftar Usulan Proyek dengan
menge1ompokkan pembiayaan dalam beberapa jenis pengeluaran sebagai berikut,
(0 1) pengeluaran gaji dan upah kerja,
59
C O N T O H L A N G KA H - L A N G KA H
( 1 ,2,
DAN
3)
DALAM M E N Y US U N
Tanah
Bahan
Alat dan
Perhu-
lain-
Mesin
bung an
lain
darat/
I a ut/
udara
(0 1 )
1
(02)
(03)
(04)
(05)
(06)
Memilih tanah
(tempat sekolah dibangun)
2.
3.
4.
Membeli tanah
Mematangkan tanah
Membuat bangunan sekolah
5.
6.
Membeli perabotan
Mengisi sekolah dengan
perabotan
KETERANGAN: Yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah semua individu yang terlibat dalam kegiatan proyek,
yaitu Pemimpin Proyek, Pemimpin Bagian Proyek, Bendaharawan Proyek, Bendaharawan Bagian
Proyek, Bendaharawan Pemegang Uang Muka Cabang (BPUMC), Manajer, Supervisor, Pelatih ,
Pengajar, lnstruktor, Pengawas, Perencana, Mandor, Tukang, Pekerja, Buruh, dan lain sebagainya.
Gambar 2.15
Contob menyusun Anggaran Keuangan Proyek
(02)
(03)
(04)
(05)
(06)
(07)
Untuk lebih jelasnya, pada Gambar 2. 1 5 diberikan contoh dalam keadaan sudah tersusun
untuk penerapan langkah-langkah ke 1 ,2, dan 3, sedangkan Gambar 2. 1 6 memberikan contoh
langkah-langkah ke 4,5, dan 6.
Monitoring dan pelaporan adalah alat-alat yang diperlukan untuk pengendalian dan penga
wasan proyek. Monitoring dapat diartikan sebagai mengamat-amati dan mempengaruhi ke
giatan-kegiatan pokok dan hasil pekerjaan. Pelaporan berarti memberikan informasi kepada
C O N T O H L A N G KA H-LANGKAH
(4,5,
DAN
KEG IATAN-KEGIATAN
6)
DALAM M E N Y U S U N A N G G A R A N PROY E K P E M B A N G U N A N
JUMLAH
BULAN
1
1
2
-
Tanah (02)
Bahan (03)
1 Pasir
2 Kerikil
3 Semen
4 Kayu
1
2
3
10
11
12
1
2
3
1
3
10
5
1
3
12
5
1
3
12
10
1
3
15
10
1
3
15
18
1
2
15
18
1
2
10
18
1
2
10
12
Org/Bin
Org/Bin
Org/Bin
Org/Bin
12
27
99
1 14
hektar
rn3
rn3
1 80
sak
12
200
20 50 50
1 0 30 30
20 50 50
600 BOO 400
20 20
10 10
30 20
200
10
10
10
5
2
2
HARGA JUMLAH
HARGA
(dalam
ribuan)
12'.2
CJ)
0
2
2
2
1
2
1
90
rn3
1 80
2200
set
p.p
10
p.p
OJ
OJ
1\)
;;::
2::
m
;;::
m
z
-u
:rJ
0
-<
m
;>;
61
62
Pengertian sistem dalam manajemen informasi yang dimaksud adalah tatanan, pengaturan
serta maksud. Informasi berarti data yang sudah dianalisa dan diolah, sedangkan data berupa
fakta-fakta yang masih mentah dan belurn diolah. Para pelaku manajemen sangat memerlukan
informasi untuk dipakai dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga untuk itu, perlu di
susun suatu sistem informasi manajemen untuk mengumpulkan data dan mengubahnya men
jadi informasi yang penting bagi manajer dalam hubungannya dengan proses pengambilan
keputusan. Pertama-tama perlu mengenali dan memastikan terlebih dahulu segenap proses
pengambilan keputusan yang memerlukan informasi. Upaya tersebut sekaligus merupakan
kesempatan untuk memperbaiki tata cara pengambilan keputusan dan menetapkan pihak
pihak yang berhak atau bertanggung jaw ab untuk mengambil keputusan. Macam informasi
yang dibutuhkan akan berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan tingkatan posisi manajerial di
dalam organisasi. Informasi yang diperlukan untuk bidang produksi berbeda dengan yang
dibutuhkan bidang keuangan. Kemudian, posisi kedudukan manajerial tinggi lebih memer
lukan informasi yang berkaitan dengan data-data lingkungan dan bentuk laporan yang ringkas,
sedangkan posisi manajerial rendah memerlukan bentuk laporan rinci yang bersangkutan
dengan masalah-masalah operasional.
Pada hakekatnya manajemen proyek memerlukan dua macam informasi, yaitu yang
bersangkutan dengan masalah internal dan ekstemal. Informasi intemal lebih berkaitan dengan
masalah-masalah operasional. Informasi tersebut dibutuhkan untuk dapat mengikuti apakah
pencapaian hasil-hasil seperti yang direncanakan sebagaimana tercermin dalam masukan
masukan yang berupa kegiatan, keluaran-keluaran, serta berbagai asumsi yang digunakan.
Rencana monitoring dan pelaporan harus dapat menentukan sekaligus memperlihatkan infor
masi-informasi internal yang secara teratur dimonitor dan dilaporkan, termasuk penjelasan
. mengenai jenis informasi dan sumber-sumbernya. Sedangkan yang digolongkan sebagai ke
butuhan informasi eksternal adalah yang berkaitan dengan perubahan keadaan lingkungan
proyek misalnya tentang kesempatan-kesempatan dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan,
kemampuan mengambil tindakan yang tepat, dan sebagainya. Informasi yang demikian ti
daklah mudah untuk diformulasikan dan dicantumkan secara formal pada suatu rencana
monitoring. Keberhasilan seluruh sistem informasi ialah kemampuannya untuk secara terus
menerus memberikan informasi kepada semua pembuat keputusan di setiap jenjang mana
jemen, sehingga mereka dapat mengambil tindakan-tindakan yang penting pada saatnya yaitu
ketika diketahui terjadinya penyimpangan.
Format Monitoring
S uatu rencana monitoring dan pelaporan merangkum masalah-masalah yang secara aktif
harus selalu diamati, dipengaruhi, dan dilaporkan selama berlangsungnya pelaksanaan. Ren
cana dengan jelas menggariskan hal-hal: apa saja yang perlu diketahui , kapan harus di
ketahui, bagaimana cara memperolehnya, dan siapa saja yang memerlukan informasi tersebut.
Untuk setiap ha! yang akan dimonitor, rencana monitoring menetapkan hal-hal sebagai berikut:
a) saat kapan monitoring atau laporan harus dilaksanakan;
b)
c)
d)
e)
63
Selain itu, masih terdapat hal-hal khusus yangjuga hams dimonitor yang pada umumnya
berkaitan dengan kemajuan pekerjaan, masalah-masalah teknis, dan faktor-faktor pembiayaan,
yang mungkin saja berbeda-beda dari satu proyek ke proyek lainnya. Pada umumnya lima
jenis informasi yang merupakan bagian dari suatu rencana monitoring diperlukan dari ke
lompok yang disebut terakhir, yaitu:
kegiatan-kegiatan pekerjaan proyek yang sedang dikerjakan dan kemajuannya ke arah
keluaran sesuai rencana,
pembiayaan proyek sampai dengan saat dilaporkan dan untuk masa kemudian,
sumber daya yang tersedia dan penggunaannya,
jadwal yang realistis dan penyesuaian serta perubahan yang diperlukan,
masalah-masalah di bidang administrasi dan organisasi.
Dari kesemua hal yang hams dimonitor tersebut di atas, mungkin perlu diingatkan bahwa
untuk dapat tersusun suatu rencana monitoring yang realistis dan praktis, pada dasamya
diinginkan menggunakan tidak terlalu banyak indikator untuk suatu masalah akan tetapi
mampu memberikan jangkauan informasi seluasluasnya mengenai ukuran kemajuan proyek
yang wajar.
Dalam menentukan dan memilih sesuatu indikator, Tim Proyek hams tahu persis dari
sumber data mana dapat diperoleh ukuran-ukuran, atau masih harus melalui upaya untuk
mendapatkannya sehingga hams terjawab pula pertanyaan tentang bagaimana cara peng
adaannya. Untuk beberapa hal, seperti informasi yang berkaitan dengan anggaran keuangan
dan pembiayaan proyek, sumbernya telah tersedia. Demikian pula untuk indikator-indikator
yang berkaitan dengan penggunaan dan efektivitas sumber daya tentunya mudah untuk di
upayakan, yaitu dari para pengelola kegiatan, pengelola proyek, ataupun Tim Monitoring.
Sedangkan untuk indikator yang lebih luas sifatnya yang merupakan data sudah terproses,
mungkin hams diupayakan bantuan dari luar proyek untuk mendapatkannya, dari Kantor
Biro Pusat Statistik misalnya.
Format Laporan
Tujuan suatu si stem pelaporan adalah untuk dapat memberikan informasi yang benar kepada
orang yang tepat, dalam bentuk format yang sistematis dan pada saat yang tepat. Untuk
dapat melakukannya dengan baik, perlu dirancang formulir dan dokumen khusus untuk proyek.
Sistem laporan baku untuk organisasi atau instansi dengan kegiatan-kegiatan rutin mungkin
tidak dapat digunakan, karena tidak mampu memberikan informasi yang diperlukan untuk
menanggapi proyek-proyek pembangunan. Sistem laporan kegiatan rutin cenderung bersifat
deskriptif, titik berat laporan cenderung melaporkan hal-hal yang sudah berlalu, dan hanya
memusatkan perhatian pada masukan. Sedangkan untuk kepentingan proyek perlu disusun
64
laporan yang bersifat analitis, yaitu menguraikan, membandingkan, menilai, dan menyarankan,
disamping diperlukan juga memberikan informasi kemungkinan perkembangan ke depan
untuk mencapai basil. Sehingga format laporan yang diperlukan paling tidak harus mencakup
informasi atas unsur-unsur sebagai berikut:
1 ) Kemajuan sej ak laporan terakhir.
2) Masalah-masalah yang dihadapi sekarang, atau yang mungkin akan timbul.
3) Tindakan-tindakan yang diperlukan.
4) Penyesuaian dalam pendekatan proyek yang harus dilakukan atau disarankan.
5 ) Sasaran pelaksanaan dan langkah-langkah atau tindakan yang direncanakan untuk masa
waktu mendatang, mungkin tiga atau enam bulan.
2.8 EVALUASI PROYEK
Evaluasi suatu proyek pada dasamya adalah suatu pemeriksaan secara sistematis terhadap
masa lampau yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan
hari depan secara lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan daripada
mencari kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan
derni keberhasilan proyek. Atau dengan kata lain, tujuan evaluasi adalah untuk penyempumaan
proyek di masa mendatang dan lingkupnya lebih luas daripada monitoring dan pelaporan.
Berdasarkan pada waktu pelaksanaannya terdapat dua macam evaluasi, evaluasi summatif
yang dilakukan setelah proyek berakhir dan evaluasi formatif yang dilaksanakan pada saat
proyek sedang berjalan. Evaluasi summatif bermanfaat untuk digunakan merumuskan
kebijaksanaan dan perencanaan proyek-proyek serupa lainnya di masa mendatang, sedangkan
evaluasiformatifdigunakan untuk keperluan penyesuaian dan perencanaan ulang atas proyek
yang sedang berj alan. Karena disadari bahwa di dalam proyek telah berlangsung banyak
perubahan-perubahan, dengan melalui evaluasi dilakukan pengujian-pengujian terhadap
beberapa segi sebagai berikut:
Apakah alasan untuk mengerjakan dan menyelesaikan proyek masih tetap sama,
Apakah hipotesa dan asumsi dasar tentang keadaan ekstemal masih benar,
Apakah hasil-hasil yang direncana sudah tercapai dan apakah terdapat hasil-hasil yang
tidak direncanakan,
Apakah perubahan dalam tujuan fungsional proyek dan tujuan program masih dapat
dihubungkan dengan proyek,
Apakah diperlukan penyesuaian atau perubahan perencanaan untuk perbaikan di masa
mendatang.
Perencanaan evaluasi harus sudah dipertimbangkan pada saat menyusun Daftar Perincian
Kegiatan Proyek dan paling lambat harus sudah disiapkan pada tahap-tahap awal pelaksanaan.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan evaluasi secara lebih dini berarti penyu
sunan logika proyek berlangsung lebih realistis, sehingga dapat menentukan informasi dan
menyiapkan data-data indikator yang diperlukan. Karena untuk dapat mengevaluasi sesuatu
65
proyek harus berlandaskan pada pengertian apa yang diharapkan dapat dicapai oleh proyek,
sehingga dengan sendirinya harus menggunakan perangkat Kerangka Logis untuk itu. Dalam
hal ini hendaklah dicatat, bahwa sesungguhnya setiap proyek selalu sudah memiliki Kerangka
Logis baik yang terwujud sebagai dokumen tertulis maupun tidak, atau sudah berhasil menun
jukkan suatu urutan logika maupun belum. Karena layak atau tidak sekalipun, tentunya
sesuatu proyek dilaksanakan demi untuk mencapai tujuan tertentu. Meskipun begitu, se
andainya untuk mengevaluasi sesuatu proyek tidak tersedia kerangka logis ataupun dokumen
yang dapat dipakai sebagai penggantinya, maka perencanaan evaluasi dapat dimulai dengan
menentukan tujuan perencanaan proyek berikut logikanya yang didapat dari mereka yang
bertanggung jawab dan terlibat di dalam proses penyusunannya, ialah para perencana, pe
laksana, dan pengawas proyek. Seperti diketahui, untuk menggali persyaratan bagan kerangka
logis dapat ditetjemahkan ke dalam bahasa yang sederhana dengan cara mengajukan beberapa
pertanyaan wawancara kepada para pejabat tersebut.
Perencanaan Evaluasi
66
suatu proyek bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahunan (untuk
proyek-proyek pemerintah misalnya), maka evaluasi hendaknya dilakukan sebelum siklus
anggaran berakhir agar dapat menentukan rencana pembiayaan yang sesuai pada tahun
anggaran berikutnya. Evaluasi sering lebih bermanfaat bila dilakukan setelah penyelesaian
suatu keluaran atau tahapan penting, yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisis
kemajuan yang dicapai mengarah pada tujuan fungsional proyek, dan membantu penyem
purnaan tahap berikutnya. Evaluasi terasa penting untuk dikerjakan pada saat mengharapkan
hasil-hasil Tujuan Fungsional Proyek dan Tujuan Program.
( 3 ) Menyusun pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab oleh hasil evaluasi.
Pada dasarnya terdapat enam jenis pertanyaan, sebagai berikut:
a) Apakah setiap hal yang direncanakan akan terjadi, pada kenyataannya memang benar
benar terjadi ?
b) Apabila tidak dapat terjadi, apa penyebabnya dan mengapa?
c) Bagaimana kaitan antara berbagai jenjang harapan proyek? apakah sesuai dengan hipotesa
dan asumsi yang diterapkan?
d) Apakah masukan-masukan yang berupa kegiatan-kegiatan dan sumber daya lainnya
cukup memadai untuk menghasilkan keluaran-keluaran?
e) Berapakan pembiayaan kasar? apakah cukup mangkus pada setiap jenjang?
f) Apakah terdapat penyimpangan pembiayaan yang tak terduga, yang berhubungan dengan
proyek?
Untuk dapat digunakan dalam memilih indikator-indikator utama, pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat umum tersebut perlu dibuat lebih khusus.
(4) Memilih indikator-indikator dan asumsi-asumsi utama.
Yang harus dilakukan sebenarnya adalah memilih indikator-indikator yang diperlukan untuk
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan dalam langkah ketiga tersebut di
atas. Mungkin masih dapat menggunakan indikator-indikator seperti yang tercantum dalam
Kerangka Logis, atau memilih dan menyusun indikator-indikator baru samasekali guna dapat
menjawab setiap pertanyaan dengan cermat. Hendaklah dicatat bahwa pada tahap ini adalah
saat yang baik pula untuk meninjau ulang asumsi-asumsi sekaligus membuktikan telah digu
nakan. Jika asumsi-asumsi terbukti diabaikan dalam pelaksanaan proyek, maka harus di
tambahkan untuk kepentingan evaluasi. Dengan demikian perencanaan evaluasi yang tepat
antara lain bermanfaat untuk menjelaskan kepada staf proyek adanya asumsi-asumsi tersebut.
(5) Menentukan unsur-unsur data khusus yang diperlukan.
Pada prinsipnya adalah menentukan data yang perlu dihimpun untuk setiap indikator dan
asumsi. Sebagai contoh, untuk menjawab pertanyaan apakah tingkat angka penyakit karena
infeksi benar-benar menurun, maka digunakan indikator apabila terdapat penurunan 20%
dari jumlah orang sa!Pt karena infeksi yang masuk ke beberapa rumah sakit umum di antara
rentang waktu tahun 1 990 dan 1 994. Sehingga data yang diperlukan adalah jumlah orang
67
sakit karena infeksi yang masuk ke rumah sakit pada tahun 1 990 dan 1 994 , misalnya. Prlu
dibeti catatan, karena umumnya upaya pengumpulan data seperti tersebut selalu saja mem
butuhkan biaya, tenaga, dan waktu khusus, maka hendaknya dapat memilih data yang mutlak
diperlukan atau dapat mewakili untuk dipakai sebagai alat pengukur indikator dan asumsi.
(6) Menetapkan metode pengumpulan data.
Dalam rangka upaya pengumpulan data tersedia bermacam cara atau metode, sejak dari cara
pengamatan yang bersifat sederhana sampai dengan tata cara survai yang kompleks. Dengan
sendirinya setiap cara memiliki i mplikasi yang berkaitan dengan tingkat kecermatan, waktu,
dan pembiayaannya. Sebaiknya dipilih cara yang murah dan praktis, yang penting adalah
dapat diandalkan dan mampu mewujudkan ukuran-ukuran teliti yang memadai serta dapat
dipercaya.
(7) Menyusun rencana Analisis Data.
Hendaklah dapat dibedakan pengertian mengenai data dan informasi, bahwa informasi adalah
data yang sudah tersusun sedemikian rupa sehingga berguna bagi yang memerlukannya untuk
menopang di dalam pengambilan sesuatu keputusan. Analisis Data adalah merubah data
yang pada umumnya masih dalam bentuk tabulasi, atau daftar perbandingan, grafik, bagan
balok, dan sebagainya, menjadi bentuk informasi yang sesuai dengan kehendak manajemen.
Langkah analisis data sering terlupakan hanya karena desakan untuk mengumpulkan data
dalam waktu yang singkat, padahal perencanaan analisis data sesiap dan sebaik mungkin
tentu akan banyak menghemat waktu dan biaya di kemudian hari.
(8) Melaksanakan evaluasi dan tindak lanjutnya.
Termasuk kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam melaksanakan evaluasi adalah kegiatan
mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data sesuai dengan rencana evaluasi. Dalam
melaksanakan evaluasi proyek dan menyiapkan laporannya perlu membedakan terminologi
temuan, kesimpulan, dan saran atau rekomendasi. Hendaknya dibedakan secara jelas, di
mana temuan adalah menggambarkan fakta-fakta yang dikumpulkan dan dianalisis selama
evaluasi. kesimpulan adalah pendapat yang dihasilkan berdasarkan temuan-temuan, sedang
kan saran atau rekomendasi adalah pendapat untuk tindakan di masa mendatang berdasarkan
kesimpulan-kesimpulan dan pengetahuan tentang kebutuhan serta tuntutan pembangunan di
masa mendatang. Pada waktu merencanakan evaluasi, para pejabat pengambil keputusan
disertakan sehingga dapat menampung se gala kebutuhan mereka dan sekaligus untuk men
dapatkan dukungannya. Apabila hasil-hasil evaluasi sudah tersedia, sekali lagi ditinjau ulang
bersama dengan para pejabat pembuat keputusan mengenai temuan-temuan dan kesimpul
annya, disamping perlunya mendapatkan dukungan mereka terhadap saran dan rekomendasi
yang diajukan.
68
B A B 2 MANAJEMEN PROYEK
3
IN DUSTRI KON STRUKSI
3.1 PROYEK KONSTRUKSI
Proyek Konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu
banguna!} infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam
bidang teknik sipil dan arsitektur. Meskipun tidak j arang melibatkaJ;I disiplin lain seperti
teknik industri, mesin, elektro, geoteknik, lanskap, dan sebagainya: Bangunan-bangunan
tersebut meliputi aspek kepentingan masyarakat yang sangat luas sejak berupa perumahan
untuk tempat tinggal, apartemen dan gedung perkantoran berlantai banyak, pabrik dan
bangunan industri, j embatan, j alan raya termasuk jalan layang, jalan kereta api, pembangkit
listrik tenaga nuklir, bendungan dan terowongan PLTA, saluran pengairan, sistem sanitasi
dan drainasi, bandar udara dan hanggar pesawat terbang, pelabuhan laut dan bangunan
bangunan lepas pantai, j aringan kelistrikan dan telekomunikasi, kilang minyak dan jaringan
plambing, dan lain sebagainya. Sehingga kesemua macam bangunan tersebut biasanya
dikelompokkan menj adi empat golongan besar, yaitu: (a) bangunan pemukiman dan
perumahan; (b) bangunan gedung bertingkat; (c) bangunan berat, misalnya bendung PLTA,
pelabuhan udara dan laut, dan sebagainya; dan (d) bangunan industri.
Sesuai dengan istilah yang dipakai, konstruksi, upaya pembangunan yang dimaksud
bukanlah ditekankan hanya pada pelaksanaan pembangunan fisiknya saja akan tetapi men
cakup arti sistem pembangunan secara utuh dan lengkap. Sejak dikemukakan prakarsa pemba
ngunan, kemudian ditindak lanjuti dengan survai dan seterusnya hingga bangunan benar
benar berdiri dan dapat berfungsi untuk dioperasikan sesuai dengan tujuan fungsionalnya.
Memang dirasakan masih saj a tcrjadi kerancuan dalam pemahaman dan mengartikan kata
konstruksi. Terjadinya rancu pengertian, sckali lagi, karena masyarakat awam mengartikan
hanya dalam lingkup yang terbatas bcrdasarkan pada apa yang mampu dilihatnya sccara
fisik, ialah bcrdirinya suatu bangunan fisik. Sudah barang tentu bukanlah hal yang mudah
69
70
bagi masyarakat awam untuk dapat mengerti tentang seluk beluk dan segala upaya yang
dilakukan dibalik berdirinya bangunan tersebut. Mungkin j uga, karena biasanya pelaksanaan
pembangunan fisik dilakukan pada tahapan yang terpisah, sehingga proyek konstruksi
biasanya dipahami secara keliru. Proyek konstruksi diartikan sebagai proses pelaksanaan
pembangunan fisiknya saja, yang dimotori dan dilaksanakan hanya oleh pembangunnya
yang lazim disebut sebagai kontraktor (lihat Gambar 3 . 1 .a). Sedangkan proyek konstruksi
sebetulnya sudah dimulai sej ak timbulnya prakarsa dari pemilik untuk membangun, yang
dalam proses selanjutnya akan melibatkan dan sekaligus dipengaruhi oleh perilaku berbagai
unsur seperti para konsultan, kontraktor, dan termasuk pemiliknya sendiri (Gambar 3 . l .b).
Pekerjaan konstruksi memberikan tantangan yang bersifat khusus karena hampir setiap
konstruksi bangunan, apapun macamnya, selalu direncanakan atau dilaksanakan dengan
menggunakan sistem rekayasa tertentu khusus diperuntukkan bagi bangunan tersebut. Hampir
tidak pemah ditemui struktur suatu bangunan yang tepat sama atau merupakan duplikasi
dari bangunan lainnya. Walau struktur bangunan kelihatannya cenderung sama bahkan
letaknya berdekatan sekalipun, tuntutan persyaratan di lapangan (misalnya keadaan dan
kekuatan tanah) dan faktor-faktor teknis lain akan mengharuskan untuk dilakukannya per
ubahan serta penyesuaian. Lebih-lebih untuk bangunan yang besar dan kompleks, seperti
bendungan, jembatan, atau terowongan, selalu terdapat perbedaan struktural yang menonjol
apabila dibandingkan dengan bangunan-bangunan semacam yang pemah didirikan. Kecuali
masalah-masalah teknis seperti tersebut, faktor-faktor ekonomi, cuaca, waktu, juga merupakan
hal-hal yang potensial berpengaruh terhadap cara-cara pelaksanaan yang harus dipilih.
Sehingga penerapan manaj emen termasuk tata cara pelaksanaan dalam proyek-proyek
konstruksi sebenamya tidak akan pemah berulang, dalam arti dapat diterapkan dari satu
proyek ke proyek lainnya. Dengan demikian setiap unsur yang terlibat di dalam pekerjaan
konstruksi harus selalu siap sedia untuk berhadapan dengan tantangan yang selalu bersifat
baru, dalam sistem rekayasa yang baru pula.
(a) -
(b)
Gambar 3.1
Pengertian Proyek Konstruksi
71
Seperti diketahui, pelaksanaan sesuatu proyek pada dasamya adalah proses merubah sumber
daya dan dana tertentu secara terorganisasi menj adi suatu hasil pembangunan yang mantap
sesuai dengan tujuan dan harapan-harapan awal, dan kesemuanya hams dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu. Suatu proyek pada umumnya tidaklah berdiri sendiri, melainkan
merupakan bagian integral dari strategi pengembangan program yang lebih luas, yang bisa
jadi terdiri dari beberapa proyek. Seperti yang sudah dikemukakan di bab 2, perencanaan
proyek dimulai dengan mengacu dan bersumber pada program pokok pembangunan. Untuk
proyek pemerintah dimulai dari program pembangunan sektor, kemudian disusun strategi
pengembangan program yang lebih luas untuk menetapkan proyek-proyek yang diharapkan
mampu mencapai segenap tujuan. Keseluruhan langkah tersebut mewujudkan penjabaran
urut berdasarkan pada suatu kerangka logika. Dengan demikian suatu proyek merupakan
bagian dari rincian strategi program tertentu yang lebih luas lingkup j angkauannya sesuai
dengan urutan nalar atau logika proyek.
Demikian pula pelaksanaan suatu proyek konstruksi bukanlah hanya dimaksudkan untuk
sekedar menghasilkan keluaran-keluaran yang berwujud hasil konstruksi fisik saja, untuk
menilai keberhasilannya selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan fungsionalnya. Sehingga
walaupun bangunan telah berhasil selesai didirikan, sebetulnya proses konstruksi belum
dapat dikatakan selesai sepenuhnya sebelum terjawab sebuah pertanyaan obyektif yang cukup
penting, apakah bangunan benar-benar telah siap untuk dioperasikan sehingga memenuhi
syarat untuk mencapai tujuan fungsional proyek? Tentu tidak terbayangkan akibatnya
seandainya sesuatu proyek konstruksi berat yang sudah berhasil dibangun, akan tetapi temyata
tidak dapat berfungsi sesuai dengan harapan semula. Proyek pembangunan pelabuhan laut
di suatu tempat misalnya, tentu berkaitan erat dengan program pengembangan dan pem
bangunan wilayah di tempat tersebut, yang harus didukung pula oleh beberapa proyek lain.
Jika pelabuhan telah berhasil didirikan, sudah tentu pelabuhan tidak akan mungkin dapat
mencapai tujuan fungsionalnya jika tidak ada kapal yang mau merapat karena terlalu sedikit
nya arus barang dan penumpang yang bisa diangkut. Karena temyata pelabuhan tidak cukup
dihubungkan dengan jaringan jalan raya mencakup kawasan-kawasan potensi ekonomi di
pedalaman. Dengan demikian kegagalan untuk mencapai tujuan fungsional bukanlah hanya
karena bangunan tidak berhasil dikonstruksi ataupun kurang memenuhi spesifikasi teknis
konstruksi, akan tetapi termasuk juga disebabkan oleh faktor-faktor ketidakpastian dan hal
hal lain yang di luar jangkauan kekuasaan proyek. B ahkan mungkin berkaitan dengan masa
lah-masalah sosial. Sudah tentu apa yang disebutkan di atas adalah merupakan contoh keadaan
ekstrim, tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi sehingga pihak-pihak yang terlibat
dalam konstruksi hendaknya memperhatikan hal tersebut.
Dengan demikian, dituntut pemahaman dari para pelaksana atau unsur yang terlibat di
dalam proses konstruksi, bahwa seluruh kegiatan-kegiatannya adalah agar menghasilkan
keluaran-keluaran yang ditujukan untuk dapat mencapai tuj uan-tujuan program yang lebih
luas. Dengan berbekal pada pemahaman yang lengkap tentang arti penting huhungan proyek
dengan program, akan memperluas cakrawala wawasan tentang proyek yang sedang diker-
72
jakan. Sehingga lebih memperjelas rentang beban tanggung jawab yang harus diemban.
Dengan demikian diharapkan tumbuh motivasi dan sikap mental yang membentuk semangat
kerja untuk mewujudkan hasil karya terbaik sesl!ai dengan spesifikasi teknis, sehingga tujuan
fungsional proyek dapat dicapai. Sebagai contoh, misalnya adalah seorang tukang kayu yang
bertugas membuat acuan (bekisting) beton. Apabila kepadanya tidak diberi penger1ian tentang
tujuan fungsional yang harus dicapai, dia akan bekerja sesuai dengan tingkat pengalaman
dan pengertiannya, yang sudah tentu hanya terbatas sesuai dengan tingkat intelektualitasnya.
Kepadanya harus diberikan pengertian mengenai tujuan fungsional yang harus dicapai adalah
membuat acuan untuk beton ekspos (exposed concrete) dengan cara penuangan betonnya
menggunakan pompa beton ber1ekanan cukup besar. Dengan penguasaan pengertian ten tang
tujuan fungsional yang harus dicapai, dan tentunya dibantu dengan perhitungan-perhitungan
secukupnya, dia pasti bisa membuat acuan beton yang rapih, lurus, rata, dan cukup kokoh,
sesuai dengan tujuan fungsional yang dimaksudkan. Apabila tidak diberikan pengertian akan
hal tersebut, tukang kayu akan bekerja secara naluriah bahkan hanya berdasarkan pada ins
tingnya. Mungkin yang terbayang dalam benaknya. pengecoran beton biasanya cukup hanya
dituangkan melalui ember dan tidak perlu mencapai permukaan rata karena masih dapat
difinis. sesuai dengan pengalamannya.
Sementara itu, tidak kalah pentingnya adalah pemahaman mengenai fungsi daripada
gambar-gambar berikut spesifikasi teknik, atau lazim disebut Rencana Kerja dan Syarat
syarat (RKS ) pelaksanaan pekerjaan. Gambar-gambar termasuk keterangan-keterangannya
dan spesifikasi teknis, pada hakekatnya adalah upaya untuk memberikan kejelasan segala
sesuatu tentang pekerjaan. B ahkan sejak awal, pada rapat penjelasan. para kontraktor sebagai
calon pembangun berhak untuk mendapatkan penjelasan tentang segala hal mengenai pekerja
an sampai yang paling detail sekalipun. Kelengkapan gambar-gambar dan spesifikasi teknis
tiada lain dimaksudkan untuk menuntun pelaksanaan proyek ditujukan ke arah tercapai
nya tujuan fungsional proyek. Sedangkan penjelasan sampai pada hal yang paling detail,
ditujukan selain untuk melenyapkan sejauh mungkin faktor-faktor ketidakpastian, juga untuk
menghindarkan timbulnya bermacam-macam penafsiran yang keliru tentang pekerjaan. J ika
kesemuanya lengkap dan jelas, maka dengan sikap profesional semua unsur yang terlibat
akan dapat bekerja dengan tenang untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya se
suai dengan spesifikasi, hingga pada akhimya tujuan fungsional proyek dapat dicapai . Dengan
demikian gambar-gambar dan spesifikasi teknis jangan hanya ditafsirkan sebagai ketentu
an yang membatasi ruang gerak dengan dilengkapi ancaman berbagai sanksi-sanksi. Jika
timbul kesan merasa dibatasi ruang geraknya, dapat dipastikan bahwa memang muncul ke
inginan untuk keluar dari jalur ketentuan kesepakatan, dan sikap demikian bukanlah pro
fesional.
Sayangnya, karena masih terbatasnya kesadaran disamping pemahaman yang tidak pada
tempatnya. masih saja sering dijumpai dokumen perencanaan yang jauh dari memenuhi syarat
yang dipaksakan untuk digunakan pada proyek-proyek konstruksi selama ini. Gambar dan
spesifikasi teknis dibuat secara sembarangan. hanya untuk memenuhi prosedur saja. Sehingga
berkas dokumen tersebut bukannya lebih memperjelas pekerjaan, akan tetapi malah mengun-
73
dang faktor-faktor ketidakpastian baru. Anehnya, keadaan seperti itu selalu saja masih bisa
diterima oleh sementara pemberi tugas, yang seharusnya berlaku sebagai pihak yang paling
dirugikan. B ahkan lebih aneh lagi, apabila berkat rasa saling pengertian yang tinggi di antara
unsur-unsurnya sehingga proyek tersebut tetap berjalan, bahkan dapat dinyatakan selesai,
diterima, dan dibayar oleh pihak pemilik. Apabila cara demikian benar-benar terjadi, berarti
telah timbul fenomena di mana azas profesionalisme telah beranjak meninggalkan dunia
konstruksi. Pada dasarnya, melemahnya pemahaman tentang upaya-upaya yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan fungsional proyek adalah merupakan salah satu penyebab
kegagalan proyek konstruksi. Sekali lagi perlu diingatkan di sini, bahwa kelengkapan dokumen
perencanaan tiada lain ditujukan untuk menuntun pelaksanaan proyek ke arah tercapainya
tujuan fungsional proyek.
Dalam praktek pelaksanaannya di lapangan, pada kenyataannya masih sering dijumpai
cakupan wawasan dan penguasaan pemahaman yang sempit mengenai pengertian proyek
konstruksi oleh unsur-unsur konstruksi. Tidak saja oleh para kontraktor berikut segenap
jajarannya sebagai pembangun, atau konsultan perencana, akan tetapi juga pihak pemberi
tugaspun tidak sedikit yang masih belum memahami tentang arti penting tercapainya tujuan
fungsional suatu proyek. Bahkan tidak mengetahui atau menyadari bahwa proyek yang sedang
ditekuni pada hakekatnya sedang diupayakan untuk mengarah pada tercapainya tujuan
fungsionalnya. Dengan masih adanya keterbatasan wawasan tersebut, sudah barang tentu
akan menghasilkan tidak sedikit proyek-proyek konstruksi yang dinilai masih kurang mangkus
dalam segi teknis dan belum sangkil dari segi ekonomi. Sebagai contoh sederhana adalah
proyek-proyek konstruksi untuk bangunan sekolahan pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Banyak bangunan dari jenis ini yang dikonstruksi dengan cara yang kurang pada tempatnya,
baik dari sisi perencanaan maupun pembangunan fisiknya, sehingga tidak dapat mencapai
tujuan fungsionalnya. Apabila diamati lebih cermat, banyak dari gedung sekolahan tersebut
yang tidak dilengkapi dengan prasarana utilitas secukupnya, terutama untuk kebutuhan air
bersih dan listrik. 1 Sungguh merupakan hal yang sulit untuk diterima, suatu gedung sebagai
tempat berkumpulnya ratusan anak-didik selama enam jam setiap harinya dengan tanpa di
sediakan air bersih. Dengan sendirinya dapat dibayangkan bagaimana tingkat kebersihan
pada gedung sekolah yang demikian, baik pada ruang-ruang kelas apalagi pada ruang kamar
mandi dan kakusnya. Dengan kondisi sekolah semacam itu, lalu bagaimanakah proses
pengenalan nilai-nilai perilaku hidup bersih, sehat, sopan, dapat diterapkan, dan apakah proses
pengajarannya tidak terganggu karenanya? Mungkin selama ini banyak dilupakan bahwa
fungsi utama sekolahan selain sebagai tempat proses belajar-mengajar ilmu pengetahuan
juga tempat berlangsungnya pendidikan mengenal nilai-nilai kehidupan yang sangat luas.
Pendidikan harus berusaha agar anak-didik mampu menolong dirinya sendiri, dan dilakukan
dengan cara memberikan berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip,
generalisasi, intelek, inisiatif, kreativitas kehendak, emosi, tanggung jawab, ketrampilan, dan
Hasil Pengawasan dan Pemeriksaan Pembangunan Sarana Fisik dan Perabot Unit Gedung Baru SMP dan SMA. Inspektorat
Jenderal DEPDIKBUD RI, Jakarta.
74
Sebagai suatu proyek, proses konstruksi tidak terlepas dari rangkaian panjang mata rantai
Sistem Manajemen Proyek, yang seperti diketahui berawal serta bersumber pada program
pembangunan yang lebih luas. Sedangkan sebagai bagian dari Sistem Manaj emen Proyek,
sudah barang tentu proses konstruksi harus pula membentuk sistem manajemen yang lengkap,
mendasar, kokoh, terpadu, dan mampu memperjelas semua ketentuan. Pada dasamya sistem
yang dimaksudkan harus disusun dan dijabarkan menjadi seperangkat pengertian-pengertian,
alat-alat, dan petunjuk tata cara manajemen yang jelas dan mudah untuk dilaksanakan.
Hendaknya diingat bahwa proses konstruksi dengan bentuk yang paling sederhana sekalipun
pada hakekatnya merupakan satu kesatuan sistem rekayasa (engineering system). Sebagaimana
layaknya sebuah sistem rekayasa, komponen-komponen kegiatannya membentuk hubungan
kerja terpadu dengan saling tergantung satu sama lain. Agar mencapai hasil yang sangkil,
kesinambungan proses di dalam sistem harus dijamin dapat berlangsung seutuhnya. Justru
kesinambungan proses tersebut merupakan inti kesangkilan yang harus diupayakan dalam
sistem rekayasa dalam bentuk apapun.
Proses konstruksi sesuatu bangunan sebenarnya sudah dimulai sej ak timbulnya prakarsa
membangun yang biasanya dituangkan dalam bentuk Term OfReference (TOR). Kemudian
ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan survai dan penyelidikan teknis detail dalam rangka
menunj ang studi kelayakan yang mengkait pula berbagai aspek, antara lain sosial, ekonomi,
dampak lingkungannya, dan kemudian baru dilakukan penyusunan perencanaannya. Setelah
tersusun perancangan yang mapan dalam arti optimal, layak dan dapat dipercaya, barulah
kemudian dilaksanakan pembangunan fisik yang pada umumnya merupakan tahap yang pa
ling banyak menyita pembiayaan, tenaga, dan waktu, dibandingkan dengan tahap lainnya.
Dari uraian singkat tahap-tahap proses konstruksi tersebut, sudah barang tentu akan melibatkan
berbagai unsur pembangunan atau satuan organisasi. Sejak dari pernilik, pengelola, konsultan,
pelaksana konstruksi atau yang lazim disebut kontraktor, sub-kontraktor, pemasok bahan
bahan, mandor, sampai dengan para tukang atau pekerj a. Khususnya untuk proyek-proyek
pemerintah masih melibatkan pula satuan-satuan organisasi Lembaga atau Departemen selaku
atasan dari proyek yang umumnya terdiri dari unsur keuangan, perencanaan, perlengkapan
atau perbendaharaan, dan unsur teknis lain yang terkait. Mengingat banyaknya satuan orga2
Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengaj ar V, Buku 11 A : Dasar Ilmu Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi DEPDIKBUD RI, Jakarta,
1 9 8 1 , halaman 9.
75
nisasi yang terlibat, tidak jarang masing-masing mempunyai interes kepentingan dalam
pengertian individual yang sempit. Agar tidak terjadi kekacauan dalam pendelegasian wewe
nang, pengaturan hak, tugas dan tanggung jawab, pengambilan keputusan dan sebagainya,
mutlak diperlukan penataan organisasi dan koordinasi dalam suatu sistem manajemen di
sesuaikan dengan sistem rekayasa yang dihadapi.
Dengan menerapkan Sistem Manajemen Konstruksi kesenjangan persepsi di antara unsur
unsur manaj emen dapat dijembatani dan dihubungkan, sehingga keseluruhannya memiliki
satu kerangka konsep yang sama mengenai kriteria keberhasilan proyek konstruksi yang
dilaksanakan. Semua bentuk tujuan, sasaran, dan strategi proyek dinyatakan secara jelas dan
terinci sehingga dapat dipakai untuk mewujudkan dasar kesepakatan segenap unsur. Sistem
Manajemen Konstruksi hendaknya dapat memberikan kesamaan bahasa sekaligus memadukan
tertib teknis dan sosial, yang dapat diterapkan di setiap jenjang manajemen dengan cara-cara
sederhana, j elas, serta sistematis. Seperti diketahui, dalam pelaksanaan proyek perlu disusun
kesepakatan tentang peran dan tanggung jawab di antara semua unsur manajemen dan individu
yang terlibat untuk berbagai strata. Perlu pula diciptakan mekanisme yang handal untuk
memonitor, mengkoordinasi, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan seluruh tugas dan
tanggung jawab. Dalam rangka upaya memadukan berbagai interes kepentingan yang bersifat
individual, perlu digunakan konsep pendekatan Tim Proyek (project team approach) dengan
mewujudkannya sebagai semangat kebersamaan dalam upaya penyelesaian sesuatu masalah.
Dengan mendasarkan pada pembahasan tersebut, jika pengertian mengenai proyek
konstruksi dipahami dengan hanya mengartikannya sebagai proses pelaksanaan pembangunan
fisiknya saja (lihat Gambar 3 . l .a), maka dapat dipastikan bahwa penyelenggaraan proyek
tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kekeliruan pandangan tersebut dapat
mengakibatkan hubungan antar unsur konstruksi tidak membentuk hirarki tanggung jawab
dalam satu koordinasi di bawah suatu sistem manajemen. Masing-masing unsur cenderung
mempunyai pandangan tentang kriteria keberhasilan proyek dari titik tolak yang berbeda,
yaitu dari sudut sempit kepentingan masing-masing. Cara pandang yang demikian, apabila
diterapkan pada suatu struktur yang membentuk tata hubungan yang saling mengaitkan
kepentingan satu sama lain, jelas akan melahirkan konsep-konsep yang bersifat terpecah
belah, subyektif dan individual, yang sama sekali tidak mewujudkan kesatuan. Kesemua
unsur tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang bertugas bersama untuk upaya
mencapai tujuan fungsional proyek yang sama. Seandainya dapat terbentuk kerjasama di
antara unsur-unsur, biasanya cenderung hanya bersifat dangkal dan semu. Bentuk kerjasama
demikian cenderung mudah berkembang menjadi apa yang dinamakan jaringan kolusi, yang
mana bahkan sering dipakai untuk menyiasati peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dengan
keadaan demikian, berarti mata rantai kendali proyek secara keseluruhan dalam keadaan
terputus-putus dan gagal untuk tersusun menjadi satu sistem yang handal. Dalam koordinasi
yang kacau, biasanya pihak Pemberi Tugas hanya mengandalkan garis perintah dalam
menggerakkan organisasi, tanpa mampu memperhatikan lagi hirarki tanggung jawab yang
ada. Pemberi Tugas tidak menyadari posisinya yang berfungsi sebagai katalisator sekaligus
fasilitator di dalam penyelenggaraan proyek. Sementara itu, kontraktor hanya sibuk memikir-
76
kan kepentingannya, tanpa peduli bahwa sebenarnya dia sedang memberikan pelayanannya
di tempat kekuasaan pihak lain. Mungkin untuk proyek-proyek berskala keci l tidak begitu
terasa dampaknya, karena akibat yang ditimbulkannya juga kecil. Akan tetapi sebagai suatu
kebutuhan yang bersifat alamiah dan l ogis, bagaimanapun Sistem Manajemen Konstruksi
harus ditata dan dikoordinasikan sebaik-baiknya agar dapat dipertanggung jawabkan, untuk
proyek kecil sekalipun.
Konstruksi sebagai lndustri
Proses konstruksi merupakan rangkaian kegiatan berdasarkan si stem rekayasa yang kompleks
dan tidak sederhana. Mekanisme kegiatannya ditopang oleh banyak pihak, sejak para kon
trakor dan subkontraktor, pemasok bahan, mandor, sampai segenap pekerj anya, sedang
pengendaliannya melibatkan pula aktivitas pihak pemberi tugas beserta segenap konsultannya.
Kegiatan utama sebagai bagian yang harus dipertanggung jawabkan secara profesional dalam
proses konstruksi menyusup hampir ke semua bidang kehidupan manusia. Betapa tidak?
Sebagai contoh misalnya, untuk merencanakan dan membangun proyek-proyek pengilangan
minyak lengkap beserta segenap instalasinya, berbagai bangunan industri, pembangkit tenaga
l istrik, pada umumnya disyaratkan bahwa para perencana atau pembangun harus j auh lebih
menguasai teknologi dan tata cara operasinya ketimbang pemiliknya, atau dalam hal ini ada
lah para pemberi tu gas. Atau pada contoh yang lain, untuk membangun gedung sekolah atau
kampus universitas, falsafah dan fungsi sebagai wahana proses pendidikan sesuai dengan
j enj angnya harus mampu ditampilkan dalam arsitektur bangunannya, yang boleh j adi sama
sekali tidak menarik perhatian bagi para pemakainya. Demikian pula untuk bangunan-bangun
an perkantoran dan perumahan, tuntutan segala macam bentuk fasilitas yang diperlukan
bahkan kenyamanan lingkungan yang membahagiakan bagi penghuninya harus dapat ter
penuhi dan diwujudkan dengan sebaik mungkin oleh para pelaksana konstruksi .
Dengan cakupan tugas yang sedemikian luas, yang hampir menyangkut seluruh aspek
kebutuhan hidup umat manusia, proses konstruksi pada kenyataannya telah tumbuh dan
berkembang menj adi suatu bentuk industri jasa yang potensial. Pengaruh industri j asa kon
struksi mampu membias ke j angkauan matra pengetahuan yang sangat luas, sejak dari
rekayasa, teknologi, ekonomi, sampai dengan masalah-masalah sumber day a, yang kesemua
nyajalin-menjalin saling mempengaruhi satu sama l ain. Khusus untuk di Indonesia, perkem
bangan industri j asa konstruksi memberikan harapan akan terpenuhinya tuj uan dan kriteria
pembangunan sektor industri, yaitu: ( 1 ) menggunakan relatif lebih banyak tenaga kerj a di
bandingkan dengan tenaga mesin; (2) banyak menggunakan bahan baku dalam negeri dalam
proses produksinya; dan (3) banyak melibatkan pengusaha ekonomi dengan modal terbatas
yang berperan sebagai subkontraktor, pemasok material, dan sebagainya. Ditil ik dari keber
hasilannya dalam memenuhi ketiga hal tersebut, selama ini industri konstruksi menunjukkan
peran yang strategis dalam upaya-upaya pembangunan yang sedang dilakukan, terutama
dalam ikut menegakkan azas pemerataan dalam pembangunan. Perkiraan kasar menunjukkan
( 1 994), untuk pelaksanaan konstruksi bangunan gedung bukan bertingkat-banyak dengan
pembiayaan sekitar 1 0 milyar rupiah, dalam waktu setahun akan melibatkan sekitar 500-600
77
tenaga ketj a di dalamnya.3 Akan tetapi di l ain pihak, selama ini kinerja industri konstruksi
belumjuga menunjukkan peningkatan day a saing produk-produknya seperti yang diharapkan .
Padahal mengingat potensi dan posisinya yang strategis, besar harapan yang ditumpukan
pada industri konstruksi untuk segera berkembang sebagaimana halnya pada industri-industri
lain yang telah mampu menyumbangkan devisa, sehingga mampu memberikan sumbangan
yang cukup berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Di bidang industri j asa konstruksi, seperti halnya pada industri lain, kaidah-kaidah dasar
ekonomi akan tetap berlaku bahkan akan mempengaruhi perkembangannya. Sebagai misal,
apabila keadaan ekonomi secara umum mulai memburuk, maka biaya konstruksi akan
cenderung meningkat dan menjadi tidak sepadan lagi dengan harapan-harapan awal yang
berkaitan dengan investasi dan keuntungan, yang lebih l anj ut mengakibatkan volume kegiat
annya mengendor. Sedangkan apabila kegiatan industri konstruksi secara umum mengendor,
cenderung secara langsung berakibat munculnya masalah-masalah pengangguran. Padahal
menurut teori ekonomi, upaya untuk menekan pengangguran selalu mengandung resiko kenaik
an inflasi. Sehingga karena itulah. pasang surut peran aktif industri konstruksi di dalam
sektor perumahan misalnya, sering pula digunakan sebagai indikator perkembangan situasi
ekonomi secara umum. Perhatian harus lebih banyak diberikan atas faktor permasalahan
menonjol yang selalu muncul, yaitu masalah-masalah kesangkilan dan produktivitasnya.
Berbeda dengan industri pabrik, upaya peningkatan kesangkilan dan produktivitas pada industri
konstruksi tidak dituj ukan pada peralatan ataupun mesin-mesinnya, akan tetapi lebih
ditekankan pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia terutama para pengelolanya.
Sejak awal pertumbuhannya, sebagai bentuk usaha industri disadari bahwa proses kon
struksi memiliki ciri-ciri berbeda dengan proses produksi industri pabrik, apalagi dalam cara
menetapkan harga produksinya. Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses konstruksi, terutama
para kontraktor pembangun, harus menyadari bahwa sebagai landasan terpenting untuk dapat
bekerja sebaik-baiknya, aman bagi segenap kepentingan umum, adalah berdasarkan pada
azas kepercayaan (trustworthy). Di dalam praktek pelaksanaannya, azas tersebut telah di
masukkan ke dalam fungsi dari setiap unsur konstruksi sebagai elemen tanggung jawab pro
fesional yang harus ditegakkan sebagai citra kehormatan di atas seluruh kepercayaan yang
diberikan dan diterima sebagai kesepakatan. Dengan demikian pengertian kepercayaan l ang
sung menyangkut reputasi orang per orang. Dari sekian banyak kegiatan, tanggung jawab
diwujudkan dalam bentuk upaya pengembangan metode konstruksi, pelayanan dalam bidang
manaj emen, memperkecil hal-hal yang tidak ekonomi s, menghindari praktek pelaksanaan
yang tidak benar, dan membangun tanggung j awab profesional dalam keseluruhan proses
konstruksi.
Masa Depan Konstruksi
Banyak terdapat bangunan-bangunan besar yang dikonstruksi pada abad-abad lalu yang
sampai sekarang masih tetap tegak berdiri dan berfungsi . Antara lain ialah, bangunan Pan3
78
theon dan Colosseum di Roma, Hagia Sophia di Istanbul, gereja Gothic di Perancis, katedral
dengan kubah-kubah besar seperti Duomo di Florence, St. Peter' s di Roma, Tembok Besar di
Cina, dan bangunan gaya Renaissance dengan geometrik lingkaran. Pada umumnya bangunan
bangunan pada zaman itu merupakan struktur padat bukan rangka, menggunakan dinding
batu bata tebal serta biasanya kekuatan struktumya melampaui yang diperlukan. Harap dicatat
bahwa bangunan-bangunan tersebut pada umumnya dikonstruksi bukanlah sebagai hasil
penerapan teori atau pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu matematik dan fisika. Akan
tetapi cenderung lebih didasarkan pada proses pengamatan dari berbagai pengalaman, upaya
coba-coba, dan lebih bersifat tradisional. B angunan-bangunan tersebut merupakan monumen
bersejarah dalam arti menjadi perintis di bidang konstruksi, karena meletakkan dasar-dasar
teknologi bagi bangunan modem yang dikonstruksi di masa-masa sesudahnya. B agaimanapun
bangunan-bangunan tersebut mampu mencerminkan peranan sistem rekayasa dalam meme
cahkan permasalahan-permasalahan untuk mempertahankan bahkan meningkatkan taraf
kehidupan umat manusia sesuai dengan tuntutan kebutuhan pada zamannya.
Pada saat sekarang para rekayasawan jauh lebih menguasai kemudahan, tidak saja dalam
hal kesempatan memanfaatkan informasi-informasi empiris, akan tetapi juga dalam meng
gunakan data-data ilmiah untuk menunj ang perhitungan secara lebih cermat dalam proses
membangun. Kemudahan tersebut, dan ditambah lagi dengan perkembangan penguasaan
ilmu dan teknologi yang semakin meningkat mengakibatkan proyek-proyek konstruksi
cenderung semakin berkembang pula. Skala ukuran proyek-proyek konstruksi berikut
organisasi pengelolaannya semakin membesar sehingga membentuk mekanisme kegiatan
kegiatan yang semakin kompleks dan banyak mengandung saling ketergantungan. Hubungan
antara kebutuhan yang semakin mendesak akan sumber daya dan teknologi yang memadai
untuk diterapkan pada suatu konstruksi di satu pihak, dengan pembatasan pemerintah melalui
peraturan-peraturan di bidang ketenagakerjaan, pertanahan, keamanan bangunan, metode
konstruksi, dampak lingkungan, yang kesemuanya itu hams ditaati, semakin membentuk
keterkaitan yang rumit. Selain itu pengaruh perkembangan globalisasi tata dunia yang cen
derung berdampak pada situasi ekonomi makro yang menjadi cepat berubah dan dinamis.
Terutama yang berhubungan dengan masalah-masalah moneter khususnya inflasi dan investasi
modal, juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh di bidang konstruksi. Demikian pula
pengaruh kebijal<.an liberalisasi di bidang perdagangan intemasional yang telah dicanangkan
akan ditempuh pada tahun 2020, cenderung mendorong ke arah suatu tatanan bisnis tanpa
proteksi dengan kondisi persaingan yang lebih ketat melalui penerapan ketentuan-ketentuan
dari ISO 9000 misalnya. Pengaruh-pengaruh situasi intemasional tersebut tidak bisa
dihindarkan atau dicegah untuk menyusup masuk menj angkau sendi-sendi ekonomi dalam
negeri sampai lini paling hulu. Sehingga pada gilirannya nanti, dunia industri konstruksi juga
akan menghadapinya, terlebih apabila bercita-cita atau berkehendak mengekspor jasa beserta
produk-produknya untuk menghasilkan devisa. Dengan demikian, jelas bahwa keadaan masa
mendatang merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh sistem perekonornian kita, termasuk
dunia industri konstruksi yang selama ini juga menikmati proteksi dari pemerintah. Sehingga
untuk mengantisipasi situasi yang diramalkan akan semakin berat, yang kesemuanya men-
79
cerminkan tuntutan kesangkilan setiap bidang usaha, mutlak harus diantisipasi dengan meng
upayakan secara terus-menerus sampai tingkat yang paling optimal.
Kesemua bentuk tantangan yang berasal dari keudala-kendala baru di dalam bidang
ekonomi tersebut harus dihadapi pula oleh para manajer dan rekayasawan di bidang konstruksi
dengan cara:
1 ) lebih meningkatkan ketrampilan profesional, baik dalam pengertian individual maupun
sebagai kesatuan seluruh staf dan j aj arannya sesuai dengan kedudukan masing-masing
dalamjenjang manaj emen;
2) melalui Sistem Manajemen Konstruksi yang mendasar, kokoh, dan terpadu, lebih me
ningkatkan upaya koordinasi dan pengendalian yang mangkus terutama dalam rangka
upaya menghasilkan keluaran berupa karya perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan
konstruksi ;
pengembangan serta kesangkilan manaj emen terutama di dalam hal pemanfaatan sumber
)
3
daya yang tersedia, yang semakin hari terasa semakin terbatas, dengan senantiasa memper
hatikan hubungan timbal balik antara pembiayaan, waktu, dan kualitas hasil pekerj aan.
Dibandingkan dengan jenis industri yang lain, proses produksi dalam industri j asa konstruksi
merniliki kekhususan, terutama mengenai tata cara produksi serta penetapan biaya produksinya.
Pekerjaan konstruksi terbagi-bagi menjadi banyak sekali bagian-bagian pekerjaan spesialisasi
yang sangat beragam, dan hanya dapat dikerj akan dengan keahlian khusus untuk itu. Tidak
seperti proses produksi pada industri pabrik, tempat pengerj aan bagian-bagian pekerj aan
menyebar terkait dengan aspek waktu, profesi, sumber daya, sesuai dengan kebutuhan yang
bersifat hanya sesaat. Kecuali pada sistem kontrak design and construct yang pada akhir
akhir ini diterapkan pada beberapa proyek swasta, yang mungkin masih dapat melakukan
penataan dan lokalisasi meski hanya untuk beberapa j enis pekerj aan. Sudah tentu cara kerj a
demikian akan membawa konsekuensi bahwa teknik-teknik manajemen yang dipakai berbeda
dengan manajemen industri pabrik, yang pada umumnya lebih bersifat rutin dan menetap
dalam mengolah produksinya.
Secara garis besar, proses produksi berupa pembangunan fisik pada industri j asa kons
truksi pada umumnya dilaksanakan dengan kondisi sebagai berikut :
1 ) Produksi dilaksanakan di lingkungan Pemberi Tugas berdasarkan pesanan sesuai gambar
gambar dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan dan disepakati melalui ikatan
kontrak pada awal sebelum dimulainya produksi. Setiap perencanaan didasarkan atas
pesanan khusus yang dibuat hanya digunakan untuk proyek di ternpat tertentu, dan pelak
sanaan produksi pada masing-masing proyek menggunakan cara dan mengandung
masalah tersendiri meskipun untuk jenis proyek yang sama sekalipun.
2) Proses produksi tidak pernah lepas dari kewenangan pihak Pemberi Tugas untuk ikut
serta mengendalikan dan melakukan pengawasan dalam rangka upaya mendapatkan mutu
80
dan hasil produksi yang sebaik mungkin, disampingjuga untuk melindungi dan mengaman
kan seluruh milik beserta lingkungannya. Dengan demikian jelas bahwa keterlibatan
wewenang pengendalian dan pengawasan aktif tersebut merupakan hak sepenuhnya bagi
Pemberi Tugas, yang harus selalu diperhatikan dan diprioritaskan.
3 ) Produksi dilakukan dengan cara dan keharusan untuk menanamkan modal dalam bentuk
uang dan jasa terlebih dahulu di atas tanah atau lingkungan wewenang pihak Pemberi
Tugas, yang sudah barang tentu mempunyai kondisi lingkungan tertentu dan membawa
resiko-resiko yang harus diperhitungkan secara cermat. Hasil produksi atau bagian
bagiannya barn dapat dinyatakan sebagai prestasi apabila telah memenuhi persyaratan
dan spesifikasi teknis seperti yang telah ditetapkan dalam kontrak.
4) Untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, biaya produksi telah ditetapkan dan sudah
termasuk sebagai ketentuan dalam kontrak kesepakatan sebelum pekerjaan dimulai,
sehingga j ika diperlukan penyesuaian karena kenaikan harga bahan dasar, upah, atau
hal-hal lain yang tak terduga di kemudian hari, tidaklah mudah untuk dipenuhi.
Dengan demikian jelaslah bahwa proses produksi dilakukan dengan cara khusus di mana
hubungan antara produksi dengan pihak pemberi tugas (konsumen) atau dalam hal ini adalah
pasar, merupakan hubungan langsung. Proses produksi tidak saja berdasarkan pesanan yang
sudah ditentukan dan terikat dengan kontrak akan tetapi juga tidak terlepas dari keterlibatan
pihak konsumen untuk ikut serta mengendalikan, yang berorientasi pada optimisasi output
agar tercapai harga yang rasional.
Bandingan terhadap lndustri Pabrik
81
adalah akses ke pelabuhan laut. Pada umumnya pabrik semen yang sudah beroperasi,
khususnya di Indonesia, memiliki akses mudah atau langsung dari dan ke pelabuhan laut.
Bahkan seperti Pabrik Semen Padang di Indarung misalnya, sampai kini masih memper.:
tahankan akses ke Pelabuhan Teluk Bayur dengan menggunakan sistem kabel conveyor yang
sudah dipakainya sejak zaman Belanda (sejak didirikan?), disamping akses tradisional seperti
jalan ray a atau jalan kereta api. Beberapa pabrik semen yang lain berupaya dengan membuat
silo-silo di pelabuhan, memperpanjang dan memperkuat dermaga, membangun jalan kereta
api atau lori-lori sampai ke ujung dermaga, memperlebar dan memperkuat jalan raya dan
sebagainya, kesemuanya dalam rangka menjamin kelancaran akses ke pelabuhan. Kebutuhan
mutlak akan hal tersebut bukan hanya ditujukan untuk kesangkilan sistem distribusi antar
pulau, ataupun derni kelancaran transportasi bahan baku impor dan bahan enetji batu bara
misalnya. Akan tetapi tidak kalah pentingnya, bahkan kadang-kadang lebih menentukan adalah
sebagai penunjang selama masa konstruksi instalasinya. Seperti diketahui instalasi pabrik
semen terdiri dari satuan-satuan komponen peralatan yang cukup besar dan berat, semisal
mesin penggiling, tanur putar, berbagai bak penampung atau silo dan sebagainya, yang
memerlukan pemikiran khusus untuk sarana transportasinya. Dengan berbekalkan pengetahuan
sekilas tentang kebutuhan akses ke pelabuhan seperti tersebut, jelas bahwa rencana mendirikan
pabrik semen di Pracimantoropun,harus mempertimbangkan beberapa pilihan melalui studi
kelayakan yang cermat. Pilihan dapat berupa akses ke pelabuhan Semarang atau Surabaya
baik dengan memanfaatkan jaringan jalan raya maupun kereta api, atau pilihan ketiga yang
tidak kalah mahalnya adalah mempelajari kemungkinan pembangunan pelabuhan barn di
pantai selatan, di balik Pegunungan Seribu. Memanfaatkanjalan raya dan kereta api tentunya
termasuk membenahi kondisi, kekuatan, tinggi, dan lebar jembatan, serta fasilitas lain.
Faktor pertimbangan lain yang harus dipelajari kelayakannya adalah yang berkaitan
dengan dampak lingkungan, khususnya untuk rencana pabrik semen di Pracimantoro tersebut.
Sebagai contoh, salah satu aspek dampak lingkungan yang cukup potensial untuk diperhatikan
adalah mengenai polusi abu atau polusi udara. Seperti diketahui, bagaimanapun canggihnya
teknologi yang diterapkan untuk suatu pabrik semen sampai saat ini, selalu saja dituding
masih belum mampu meredam dampak polusi udara yang diakibatkan terutama pada si stem
eksploitasi bahan bakunya. Sedangkan tidak jauh dan agak di bawah lokasi deposit bahan
baku terdapat Waduk Serbaguna Wonogiri yang berfungsi membendung dan mengendalikan
aliran Bengawan Sala. Dt<ngan sendirinya upaya mendirikan pabrik semen harus sudah ter
\
masuk memperhatikan dan menjaga kelangsungan fungsi waduk, terhindar dari polusi pabrik,
peningkatan proses sedimentasi, akibat lebih parah yang ditimbulkan oleh kelongsoran, ter
ganggunya keseimbangan habitat di daerah penyangga pada sekitar hulu sungai dan lain
sebagainya.
Dari hasil peninjauan sekilas berdasarkan dua faktor pertimbangan saja, kiranya sudah
tampak bahwa untuk menetapkan lokasi pabrik suatu industri harus melalui pertimbangan
cermat yang panjang. Memang kesemuanya ditujukan dalam rangka upaya meraih hasil
produksi yang sesangkil mungkin, tetapi dengan tetap menggunakan pertimbangan terhadap
keseluruhan dampak yang tetjadi melalui studi kelayakan yang lengkap dan dapat dipercaya.
82
Walaupun seperti sudah dikemukakan di depan, bahwa kondisi pasar komoditi semen sangat
mendorong serta menj anj ikan peluang dan harapan yang cerah sekalipun.
Meski kemmitan cara penetapan lokasi pabrik industri j uga mengkait perencanaan kon
stmksinya, tetapi keterlibatan proses konstmksi pada hakekatnya adalah dalam rangka mem
berikan pelayanan terhadap gagasan. Sehingga dalam proses konstmksi yang berlaku sebagai
industri hampir sama sekali tidak mengenal kesempatan untuk dapat memilih lokasi sebagai
tempat untuk pelaksanaan produksinya. Dengan demikian tempat untuk konstmksi selalu
sudah ditentukan, yaitu di atas tanah atau lingkungan wewenang pihak pemberi tugas, yang
sudah barang tentu mempunyai kondisi lingkungan tertentu dan mengandung resiko-resiko
yang hams diperhitungkan secara cermat. Hal demikian wajar karena produk akhir yang
dihasilkan hams berdiri di atas lahan tertentu, menetap, bempa bangunan tak bergerak. Se
andainya diperlukan studi kelayakan perihal ternpat untuk pelaksanaan konstmksi, tentunya
sebatas hanya ditujukan untuk memanfaatkan atau mencari peluang-peluang agar proses
produksi dapat berlangsung secara optimal dengan resiko seminimal mungkin, termasuk dalam
pengendalian dampak lingkungan. Keadaan demikian mengharuskan segenap unsur yang
terlibat di dalam proses hams menyadari sepenuhnya kondisi yang unik tersebut. Khususnya
bagi kontraktor yang bertindak selaku pembangun harus mampu segera menyesuaikan diri
dalam menghadapi segala keterbatasan-keterbatasan sehingga dapat mengantisipasinya sedini
mungkin.
Ciri perbedaan lain yang bersifat menonjol adalah tata cara dalam penetapan harga
produksi. Pada industri pabrik, umumnya keputusan final mengenai harga produksi yang
akan diedarkan di pasar ditetapkan di belakang, yaitu setelah keselumhan proses produksi
benar-benar menghasilkan barang yang sesuai dengan harapan. Dengan tetap berorientasikan
pad a situasi pasar dan strategi pemasarannya, penetapan harga produksi tentunya tidak terlepas
dari pembiayaan produksi nyata yang sudah ditanamkan serta harapan agar dapat dicapai
harga jual yang menguntungkan. Sedangkan pada industri konstmksi, sebagaimana layaknya
industri jasa yang lain, umumnya penetapan harga produksi dilakukan di depan, yaitu sebelum
proses produksi dimulai. B ahkan proses produksi tidak akan dimulai sebelum dapat dicapai
kesepakatan antara produsen dan konsumen yang dalam hal ini j uga dapat diartikan sebagai
pasar, mengenai harga produksinya. Prosedur yang demikian tidaklah berbeda dengan yang
ditempuh oleh para penjual j asa pada umumnya, semisal abang becak, angkutan kota, penjahit,
penatu, dan lain sebagainya. Tentunya dapat dimengerti, seandainya transaksi dengan penjual
j asa seperti tersebut dilakukan di belakang dalam arti setelah j asanya digunakan, hampir
dapat dipastikan akan selalu terjadi keributan, silang pendapat, adu argumentasi, yang tidak
pernah terselesaikan karena kedua belah pihak sama-sama merasa dimgikan. Demikianlah
kira-kira yang terjadi juga dalam bisnis industri j asa konstmksi. Hanya saj a, pada industri
konstmksi menyangkut volume dan macam pekerjaan serta pembiayaan yang sangat besar
sehingga j auh lebih banyak mengandung faktor ketidakpastian. Penetapan harga produksi
dalam industri j asa konstmksi berdasarkan pada seperangkat alat-alat atau dokumen, antara
lain terdiri dari Araban Penugasan atau Term Of Reference, gambar-gambar pelaksanaan,
spesifikasi teknis pekerj aan, j adwal waktu, dan peraturan-peraturan atau dokumen-dokumen
83
lainnya yang pada dasarnya menunjang serta memperjelas keseluruhan ruang lingkup
pekerjaan. Ada pula penetapan harga produksi dengan menggunakan cara lain, cost plusfee
(nilai pembiayaan ditambah keuntungan) atau kesepakatan berdasarkan pada harga satuan
pekerjaan. Namun cara-cara demikian jarang diterapkan, kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan
yang pada tahap awalnya memang belurn bisa digambarkan atau diperkirakan secara jelas.
Saling ketergantungan dan keterpaduan pekerjaan
84
yang berkaitan dan bersifat beruntun, sehingga boleh jadi keseluruhan hasil pekerjaan akan
ikut gagal pula. Tentunya para pembaca masih sering melihat terjadinya retakan dinding
arah vertikal pada sudut-sudut atas gawang pintu dan jendela, atau pada sudut-sudut bawah
gawang jendela. Secara teknis terjadinya retak tersebut mungkin karena tidak terpasangnya
balok latai (lintel) atau pasangan bata tegak di atas gawang pintu atau jendela, namun secara
konsep itulah contoh sederhana untuk mengungkapkan diabaikannya konsep keterpaduan
dalam pelaksanaan bagian-bagian pekerjaan. Penilaian konsumen atau dalam hal ini adalah
pasar, atas hasil produksi dalam industri jasa konstruksi tidak pemah terpisah-pisah menurut
bagian-bagian pekerjaannya, akan tetapi cenderung bersifat menyeluruh yang berarti merupa
kan penilaian terhadap keterpaduan hasil. Disamping itu, hendaknya diingat pula bahwa
pihak konsumen industri jasa konstruksi umumnya selalu memberikan batasan mengenai
keinginan, harapan, atau tuntutannya atas hasil produksi yang sempuma (perfect) walau untuk
macam pekerjaan yang sederhana sekalipun. Hampir tidak pemah ditemui konsumen yang
bersikap lemah dan tanggung-tanggung dalam hal ini. Hal tersebut tercermin dan dituangkan
dalam TOR maupun spesifikasi teknis yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan proses
produksi, yang biasanya memberikan batasan-batasan yang sangat rinci dan bahkan cenderung
ideal.
Kontrak Perjanjian Pelaksanaan
Proses produksi dengan pekerjaan yang terbagi-bagi menjadi banyak sekali bagian-bagian
pekerjaan spesialisasi yang sangat beragam, lay out pelaksanaan pekerjaan tidak pemah
menetap, satu sama lainnya membentuk saling ketergantungan, ditambah lagi kesemuanya
harus tersusun dalam suatu keterpaduan, sudah barang tentu akan merupakan jaringan kerja
yang kompleks dan rumit. Sedangkan keseluruhan jaringan kerja tersebut tidak akan terlepas
dari pengaruh keadaan lokasi yang sepenuhnya dikuasai oleh konsumen, yang sangat mungkin
mengandung resiko-resiko yang sukar diperhitungkan. Keseluruhan sistem akan menjadi sangat
peka terhadap adanya perubahan-perubahan yang kecil sekalipun, sehingga keadaan yang
optimistik mudah sekali berubah total berbalik menj adi tidak menentu dengan timbulnya
faktor-faktor ketidakpastian. Proses produksi tidak saja berdasarkan pada pesanan dengan
persyaratan yang sudah ditentukan terlebih dahulu, akan tetapi juga tidak terlepas dari ke
terlibatan pihak konsumen untuk ikut berperan serta dalam pengendalian proses. Hubungan
antara produksi dengan pihak pemberi tugas, atau dalam hal ini adalah konsumen atau pasar,
merupakan hubungan dengan keterlibatan langsung. Sehingga agar tidak terjadi kekacauan.
di dalam prosesnya, maka keseluruhan kegiatan dalam proses produksi tersebut hams dikoor
dinasikan melalui Sistem Manajemen Konstruksi yang mendasar, kokoh, dan terpadu.
Upaya untuk mencegah timbulnya faktor-faktor ketidakpastian tentang pekerjaan adalah
dengan memperjelas dan mempertegas seluruh ruang lingkup dan tujuan pekerjaan secara
sistematis. Semua bentuk informasi, petunjuk, dan spesifikasi teknis pekerjaan hams dinya
takan secara jelas dan terinci, sehingga dapat dipakai pula untuk mewujudkan dasar kesepakat
an di antara segenap pelaku dan pengendali kegiatan. Dengan demikian kesenjangan persepsi
atau penafsiran di antara para pengelola proses produksi dapat dijembatani dan dihubungkan,
85
sehingga semua pihak memiliki kerangka konsep yang sama tentang kriteria keberhasilan
setiap pekerjaan yang dilaksanakan. Kesemuanya itu dituangkan dalam bentuk TOR, gambar
gambar pelaksanaan, spesifikasi teknis pekerjaan, jadwal waktu, rencana anggaran, dan
peraturan-peraturan atau dokumen-dokumen yang pada dasarnya menunjang serta memperjelas
keseluruhan ruang lingkup pekerjaan. Agar transaksi dan komitmen dapat terwujud dengan
lebih kokoh dan terkoordinasi lebih baik lagi, kesemua perangkat alat-alat tersebut kemudian
dilembagakan menj adi Kontrak Perjanjian Pelaksanaan antara produsen dan konsumen.
Sehingga dari sinilah awal sebutan kontraktor bagi pembangun, baik individu maupun lem
baga, yang terlibat di dalam proses produksi pada industri jasa konstruksi. Sedangkan Kontrak
Perjanjian Pelaksanaan berikut seluruh lampirannya biasanya disebut sebagai dokumen
kontrak.
Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa Kontrak Perjanjian Pelaksanaan merupakan
pranata seperangkat alat-alat, dengan kegunaannya adalah untuk memperjelas dan memper
tegas seluruh mang lingkup tugas serta tanggung jawab semua kegiatan dalam industri
konstruksi. Kejelasan tersebut diperlukan dalam rangka upaya memperkecil kemungkinan
munculnya ketidakpastian. Bukankah kalau kita berkehendak menjahitkan baju, juga harus
memberikan deskripsi yang jelas kepada penjahit tentang baju yang dimaksudkan? Sementara
itu, penjahit tentunya akan menghadapi kesulitan serius yang penuh dengan ketidakpastian
apabila harus bekerj a tanpa deskripsi yang jelas. Seandainya, saking canggihnya model baju
yang diinginkan sedemikian sehingga tidak dapat menyampaikan deskripsi dengan jelas, maka
harus ada upaya lain, misalnya dengan menggambar sketsanya. Akan tetapi cara demikianpun
hanya dapat dilakukan untuk penjahit yang benar-benar profesional dan terpercaya, sehingga
diyakini sepenuhnya bahwa dengan seluruh keahlian dan pengalamannya mampu mencerna
maksud dan tuj uan pemberi tugas.
Sebagai suatu lembaga atau pranata, kontrak dijadikan pegangan yang hams dijunjung
tinggi oleh semua pihak yang terlibat dalam proses kegiatan konstmksi, baik dari pihak
produsen maupun konsumen. Kontrak berikut seluruh lampirannya dijadikan pegangan karena
berfungsi sebagai sumber dari semua ketentuan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan, dan
harus dijunjung tinggi karena di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan dan tata cara peng
ambilan keputusan mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan pekerjaan pada jenjang
yang tertinggi. Sedangkan kontrak dalam kapasitasnya sebagai alat untuk mempertegas tran
saksi tentunya hams sah secara hukum, sehingga harus memuat dan merinci: ( 1 ) kesepakatan
timbal balik; (2) kepentingan masing-masing pihak; (3) pertimbangan-pertimbangan hukum;
dan ( 4) pokok-pokok permasalahan dengan jelas.
Apabila proses produksi dalam industri konstruksi dikelola dengan baik melalui suatu
sistem manajemen yang lengkap dan mantap, jarang sekali yang sampai dihadapkan dengan
tuntutan-tuntutan hukum. Akan tetapi, bagaimanapun hendaknya diketahui dan dipahami
terlebih dahulu hal-hal yang dapat dikenakan tuntutan hukum dalam dunia industri konstruksi.
Perkara pidana pada umumnya berupa pelanggaran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
urusan keamanan kawasan dan dampak terhadap lingkungan. Misalnya gangguan fisik ter
hadap keamanan pemukiman. lalu lintas, pengotoran terhadap kawasan, trotoir, riol kota,
86
saluran air bersih, berbagai bentuk polusi, kelongsoran tanah, dan gangguan terhadap ke
seimbangan alami lainnya yang mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan masyarakat
pada umumnya, serta segala dampak yang dapat digolongkan sebagai perbuatan-perbuatan
sabotase dan kesengajaan mengingkari kontrak atau perjanjian. Sedangkan perkara perdata
yang dihadapi, pada umumnya berkisar sejak yang berkaitan dengan upah buruh, pembayaran
kepada pemasok bahan atau sub-kontraktor, ketidaksesuaian volume nyata pekerjaan dengan
kesepakatan semula, sampai pada penerapan sanksi keterlambatan pelaksanaan, dan
sebagainya.
Proses Penawaran Pekerjaan
Meskipun pada prinsipnya tidak menyimpang dari kelaziman yang berlaku pada pengusahaan
jasa yang lain, di dalam industri konstruksi ditempuh tata cara dan proses yang unik untuk
menawarkan pekerjaan-pekerjaannya. Hal demikian tiada lain karena dipengaruhi oleh proses
produksinya yang berlaku khusus. Seperti pernah dikemukakan di depan, hubungan antara
proses produksi dengan pihak pemberi tugas (konsumen) atau dalam hal ini adalah pasar,
merupakan hubungan langsung. Proses produksi tidak saja berdasarkan pesanan yang sudah
ditentukan dan terikat dengan kontrak akan tetapi j uga tidak terlepas dari keterlibatan pihak
konsumen untuk ikut serta mengendalikannya, yang selalu diarahkan untuk optimalisasi out
put agar tercapai harga produks yang rasional.
Berdasarkan pada tuntutan tersebut, maka pekerjaan konstruksi hanya ditawarkan kepada
para pelaksana konstruksi terpilih yang terbaik, profesional, reputasinya baik, serta layak
dipercaya untuk mengemban tugasnya. Pekerjaan ditawarkan dengan diawali menjelaskan
pekerjaan secara rinci sejak dari maksud serta tujuannya, kemudian aspek administrasi, sampai
dengan penjelasan teknis pekerjaan menjangkau hal-hal yang paling detail. Kegiatan tersebut
merupakan upaya dalam rangka memperjelas serta mempertegas segala sesuatu yang berkaitan
dengan pekerjaan konstruksi, dengan tujuan untuk sejauh mungkin dapat meredam dan
mengantisipasi faktor-faktor ketidakpastian yang bakal timbul. Upaya penjelasan dilakukan
seteliti dan sedetail mungkin, tanpa ada yang tertinggal atau mungkin tersembunyikan sehingga
proses produksi dapat berlangsung transparan. Oleh karenanya, kesempatan harus digunakan
dengan sebaik-baiknya oleh mereka yang ditawari pekerjaan untuk dapat memperoleh informasi
yang selengkap mungkin. Apabila pekerjaan ditawarkan kepada beberapa calon terpilih, untuk
menentukan siapa yang akan ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan pada umumnya ditempuh
dengan proses lelang pekerjaan. Cara pelelangan ditempuh dengan tujuan agar dapat memper
jelas dan memperkuat landasan dalam pengambilan keputusan penetapan kontraktor pem
bangun yang akan ditugasi. Dengan sendirinya pengambilan keputusan menggunakan kriteria
kriteria tertentu yang ditetapkan, misalnya penawaran yang secara teknis paling dapat diper
caya, harga wajar, menguntungkan, mangkus, dan sebagainya. Sedangkan apabila pekerj aan
hanya ditawarkan kepada calon rekanan terpilih dalam jumlah terbatas atau bahkan tunggal,
persetujuan penawaran dan penetapan pemenangnya diputuskan dengan terlebih dahulu
melakukan negosiasi.
87
Mendapatkan pekerjaan melalui cara pelelangan yang kemudian diikat dengan kontrak
menjadikan suasana persaingan yang menarik bagi perusahaan industri jasa konstruksi. Mereka
saling bersaing antara satu dengan lainnya untuk pelaksanaan pekerj aan yang ditawarkan,
mereka diuji kemampuannya untuk memilih pekerjaan berdasarkan keahliannya, dan khususnya
kemampuan untuk mengelola masyarakatnya (perusahaannya) dalam batas keuntungan terten
tu. Kontrak Perj anjian Pelaksanaan mengikat segi mutu, harga, waktu, dan cara-cara pemba
yaran suatu pekerjaan. Dengan adanya ikatan kontrak, kesanggupan untuk mengerj akan suatu
pekerjaan tentunya harus didasarkan pada perhitungan yang cermat mengenai ( I ) kemampuan
berdasar pada pengetahuan dan pengalaman, dan (2) kepastian memperoleh keuntungan di
atas perhitungan kemungkinan timbulnya resiko yang harus dipikul. Perhitungan tersebut
harus dilakukan dengan analisis yang tepat, dalam jangka waktu yang sangat terbatas pada
saat tahap pengajuan penawaran, yang kemudian segera diikuti dengan perwujudan kontraknya.
Perhitungan yang sudah tentu mengandung ban yak hipotesa dan asumsi tersebut hanya dapat
diuji kebenaran serta ketepatannya pada saat pelaksanaan pekerjaan, di mana komitmen sudah
tidak bisa ditarik lagi.
Dengan demikian jelaslah bahwa kehidupan usaha di bidang industri jasa konstruksi
memiliki kekhususan. Pengusaha menggali lubang keberhasilannya di atas kemampuannya
untuk memperkirakan dan memperhitungkan harga akhir suatu pekerjaan yang hanya di
dasarkan pada gambar-gambar perencanaan dan spesifikasi teknis yang diberikan oleh pemberi
tu gas, disamping ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintahan yang harus ditaati. Konse
kuensi untuk dapat berhasil mempertahankan harga akhir tersebut memerlukan keahlian
pengusaha untuk dapat mengelola semuajenj ang manajemen pelaksanaan sesangkil mungkin.
Seluruh kegiatan proses produksi bersifat transparan sejak pekerj aan ditawarkan, sehingga
satu-satunya jalan untuk meraih keuntungan adalah melalui upaya pelaksanaan yang sangkil.
Sementara pengusaha industri jasa konstruksi memanfaatkan setiap perangsang untuk
mengelola usahanya sesangkil mungkin, dalam rangka mengumpulkan keuntungan sebisa
mungkin, pengusaha harus selalu berpaling kepada pesaing-pesaingnya. Kondisi seperti itu
menyebabkan banyak perangkap yang harus dihadapi dan diperhitungkan, yang mana selalu
mengandung resiko yang tidak ringan. Untuk bisa selalu berhasil mendapatkan cukup pekerjaan
yang rasional, pengusaha industri j asa konstruksi harus mampu bergerak dalam ruang gerak
dengan keuntungan terbatas. Untuk itu, bagi mereka yang ingin berhasil haruslah seorang
profesional dalam bidangnya yang memiliki cukup pengetahuan rekayasa, kemampuan dan
kecakapan manajemen, cukup dukungan sumber daya, dan akan lebih sempurna apabila
didukung kemampuan manaj emen keuangan yang stabil. Mengingat masalah yang dihadapi
dan penanggulangannya sangat kompleks dan bervariasi, untuk menj amin keberhasilan perlu
ditunj ang dengan pemikiran-pemikiran dinamis yang kreatif, realistik, obyektif, dan peng
alaman praktis dari pucuk pimpinan. Pada hakekatnya manajemen industri j asa konstruksi
sangat tergantung pada kemangkusan, kesangkilan, dan keberhasilan para pucuk pimpinan
(top managers) yang mengendalikannya. Dari kesemua yang tel ah diuraikan di atas tampak
bahwa industri jasa konstruksi merupakan suatu bentuk usaha yang melibatkan banyak
kegiatan manusia sebagai pemeran utamanya, sehingga tingkat produktivitas usaha sangat
erat hubungannya dengan faktor disiplin dan integritas kepribadian para pelakunya.
88
Seperti diketahui, sej ak apa yang dinamakan permulaan zaman modern yaitu pada abad ke
enambelas dan tujuhbelas telah terjadi peledakan penguasaan hampir pada setiap lapangan
ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, astronomi, fisiologi, dan sebagainya. Demikian pula
penemuan bidang-bidang pengetahuan baru seperti nuklir dan fisika solid-state. 4 Faktor
pendorong utama peningkatan yang cepat tersebut adalah pengembangan cara-cara eksperi
mental untuk memperjelas teori-teori yang ada. Cara pembuktian menggunakan metode
kuantifikasi semakin memperkuat keyakinan bahwa hasil yang diperoleh berkedudukan dan
mempunyai pengaruh setara dengan teori yang diaj ukan. Metode kuantifikasi adalah cara
perhitungan dengan memasukkan data-data dari hasil eksperimen ke dalam hubungan
hubungan matematik. Pada waktu itu muncul kesadaran tidak perlunya terlalu berlebihan
menekankan matematik sebagai alat pokok satu-satunya dalam memecahkan permasalahan
pengetahuan alam dan rekayasa.
Bersamaan dengan peningkatan pesat pengembangan ilmu pengetahuan demikian pula
penerapan praktisnya, era abad ke delapanbelas menj adi saksi untuk dimulainya apa yang
dinamakan revolusi industri . Pada saat mana banyak ditemukan dan diciptakan mesin-mesin
sebagai alat pengganti yang dapat berbuat lebih banyak dari sebelumnya yang dikerj akan
dengan tenaga binatang dan manusia. Kemudian pada abad ke sembilanbelas dan duapuluh
yang kita alami ini, penelitian ilmiah dan penerapan praktis, kedua-duanya semakin menunjuk
kan kemajuan yang lebih meningkat lagi. Makin banyak saj a penemuan-penemuan material
material baru untuk bangunan, pengembangan hubungan-hubungan matematik untuk pe
mecahan berbagai masalah struktural bangunan, pemanfaatan komputer yang semakin intensif,
penemuan metode-metode, alat-alat, dan mesin-mesin yang memungkinkan pembangunan
gedung-gedung pencakar langit, bendungan, terowongan di bawah laut, bermacam sistem
transportasi dan jembatan layang, yang pada masa sebelumnya tidak pernah terbayangkan
untuk dapat membangunnya.
Perkembangan Konstruksi di Indonesia
Karena dari berbagai buku ataupun informasi yang tersedia mengenai manajemen pada umum
nya atau khususnya manajemen konstruksi, tidak pernah menengok sejarah perkembangannya
di Indonesia, sehingga berakibat sepertinya ilmu pengetahuan tersebut selalu dipandang dan
berlaku sebagai sesuatu yang baru dikenal. Padahal bukti-bukti sejarah jelas menunj ukkan
bahwa bangsa ini telah banyak terlibat dalam karya besar di bidang konstruksi termasuk
pembaharuan dan penerapan teknik-teknik konstruksi dengan menggunakan teknologi canggih
sesuai zamannya.
Di Indonesia, perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan konstruksi bangunan
juga memiliki perj alanan sejarah tersendiri. Belaj ar dari keberadaan bangunan-bangunan pe
ninggalan bersejarah khususnya yang tersebar di daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,
4
89
terbukti bahwa para pendahulu telah berhasil merintis mewujudkan karya-karya besar di
bidang konstruksi seiring dengan perkembangan peradaban pada zamannya. Ada beberapa
bangunan yang dikenal, antara lain dapat disebutkan secara berurutan yaitu:
1 ) Kompleks Candi Dieng, merupakan kompleks bangunan yang dikonstruksi di suatu l ahan
datar di kawasan puncak gunung berapi . Tampaknya pemilihan tempat memang disengaja
mendekati beberapa kepundan yang masih aktif sampai sekarang . Tentu saja pada waktu
kompleks ditemukan dalam keadaan berantakan, sangat dimungkinkan akibat mengalami
gempa dan letusan gunung berapi di sekelilingnya. Setelah direkonstruksi tampaknya
struktur bangunan-bangunan di sana umumnya dibangun sebagai menara berbentuk
perseg1.
2 ) Candi Borobudur dan Mendut, konon merupakan salah satu bangunan yang mencerminkan
keajaiban karya manusia. Candi Borobudur berbentuk kerucut piramida, sedangkan candi
Mendut bentuknya cenderung persegi. Bangunan-bangunan tersebut dikonstruksi pada
abad ke VII -VIII dan ditemukan dalam keadaan tertimbun, konon akibat letusan gunung
Merapi yang terdahsyat pada tahun 1 006.
3 ) Kompleks Candi Rara Jonggrang, Candi Siwa, di daerah Prambanan. Beberapa bangunan
utama berupa menara dengan ketinggiannya mencapai 20-25 meter, berbentuk kerucut
langsing dengan puncak runcing. Kompleks bangunan meliputi kawasan yang cukup
luas, bahkan tampaknya masih j uga ditemukan situs-situs baru di sekitarnya sampai saat
sekarang ini. Kompleks bangunan-bangunan tersebut dikonstruksi pada sekitar abad ke
IX.
4 ) Kompleks Keraton Ratu Boko, merupakan suatu bangunan pemukiman yang dikonstruksi
di puncak kawasan pegunungan dengan denah yang unik, yang tampaknya sudah mulai
menggunakan konsep modern di mana kebutuhan privat seperti pringgitan dan keputren
dipisahkan terhadap fasilitas umum seperti paseban dan altar pemujaan, dengan bangunan
pendopo besar berdiri di antara keduanya. Kompleks bangunan dilengkapi pula dengan
tamansari, kolam pemandian, peri gi , dan sistem drainasi menggunakan selokan besar
berukuran 1 ,50 m x 1 ,50 m. Sepertinya mengherankan memang, adanya semacam si stem
pengaliran yang dikonstruksi di puncak perbukitan yang cukup tinggi. Meskipun belum
ditemukan bukti tertulis seperti prasasti, namun oleh para pakar diperkirakan kompleks
tersebut dikonstruksi pada sekitar abad ke IX.
5 ) Bangunan-bangunan peningga1an Kerajaan Medang Kahuripan, Singasari, dan Maj apahit
di daerah Kediri dan sekitarnya seperti Candi Penataran, bekas Kota dan Keraton Maj a
pahit di Trowulan dan sebagainya. Yang menarik untuk menjadi perhatian pada bangunan
bangunan di sini ialah apabila pada bangunan-bangunan sebelumnya menggunakan batu
sebagai bahan utamanya, pada era Kerajaan di Singasari dan Maj apahit tampaknya me
rupakan saat dimulainya penggunaan teknologi batu bata untuk konstruksi. Sudah tentu
batu bata yang dimaksud belum menggunakan standar yang seragam, ukurannya ber
variasi, bisa mencapai 2 atau 3 kali ukuran batu bata sekarang. Batu bata j uga mulai
digunakan untuk konstruksi bangunan-bangunan infrastruktur seperti sa1uran drainasi,
riol, dinding benteng, pintu gerbang, dan sebagainya.
90
6)
7)
Bersamaan dengan masuknya pengaruh Agama Islam ke pulau Jawa, pada abad ke X V,
Kerajaan Maj apahit runtuh dan kemudian muncul pemerintahan baru di bawah Raden
Patah yang berazaskan Islam di Demak, Jawa Tengah. Konstruksi bangunan bersejarah
yang masih bertahan dan berfungsi sampai dengan saat sekarang ini adalah Masjid Demak,
di mana tampaknya mulai diterapkan perubahan-perubahan yang cukup mendasar dalam
konsep arsitektur bangunan. Sangat mungkin, yang mendorong hal tersebut adalah mulai
digunakannya secara intensif teknologi kayu dan bambu dalam konstruksi bangunan.
Sehingga struktur rangka atap dan sebagainya, tampaknya mulai menemukan bentuk
bentuknya seperti yang dipakai hingga saat sekarang ini. Demikian pula yang diterap
kan pada bangunan Masj id Keramat dan Panjunan di Cirebon yang dikonstruksi pada
tahun 1485.5
Pada abad ke XVI tercatat suatu peristiwa penting, yang kiranya sangat berhubungan
erat dengan perkembangan dunia konstruksi khususnya di tanah Jawa. Ki Ageng
Pemanahan dan puteranya Sutawij aya merombak suatu kawasan hutan lebat belantara
di Mentaok, dibangun menjadi sebuah keraton lengkap dengan perencanaan tata kotanya
sebagai basis Kerajaan Mataram. Sutawijaya dinobatkan sebagai Raj a Mataram yang
pertama kali dan dikenal sebagai Panembahan Senapati. Sisa-sisa bangunan peninggalan
nya masih dapat disaksikan di Kotagede, Yogyakarta. Penggunaan teknologi bahan batu
bata dan kayu j ati sebagai bahan konstruksi semakin intensif dan berkembang, dan tam
paknya sudah mulai dirintis penggunaan standar mutu dan ukuran yang lebih teratur.
Penerus tahta berikutnya, Panembahan Seda ing Krapyak, juga dikenal sebagai seorang
ahli konstruksi.6 Pada sekitar tahun 1 603- 1 6 1 0 arsitektur keraton dilengkapinya dengan
bangunan-bangunan Prabayeksa, taman Danalaya, tamansari di Gading, krapyak di
Beringan, dan sebagainya. Kemudian, pewaris tahta Kerajaan Mataram yang selanj utnya
adalah tokoh yang terkenal, Sultan Agung, dapat dikatakan sebagai pembaharu sekaligus
peletak dasar-dasar tradisi konstruksi Keraton Mataram, yang secara garis besar tetap
dilestarikan dan masih dapat disaksikan sampai saat sekarang. Pada sekitar tahun 1 6 1 81 625 dibangun keraton baru di desa Karta lengkap dengan alun-alun yang luas,pekapalan,
bangsal Pagelaran, Srimenganti, Sitihinggil, Bangsal Kencana, dan Prabayeksa sebagai
tempat tinggal raja.7 Antara bangunan satu dengan l ainnya umumnya dihubungkan melalui
regol (pintu gerbang). Se1ain itu dibangun pula bangunan Kadipaten di de sa Pemutihan,
bangunan Tamansari lengkap dengan kolam besar, bendungan di Kali Opak untuk mem
buat telaga buatan dan pembangunan sebuah kota baru yang dilengkapi dengan bangunan
Kepatihan Jagaraga yang berbentuk benteng. Struktur bangunan pada umumnya meng
gunakan material batu bata dan kayu j ati, sedangkan tenaga kerja untuk membangun
konon didatangkan dari daerah-daerah taklukan seperti Pajang, Pati, dan sebagainya.
DR. H.J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Matararn - Politik Ekspansi Sultan Agung. Pustaka Grafitipers, Jakarta, J 9g6, halarnan
I 1 3.
6
Ibid., halarnan
I 08- 1 1 6.
91
Sementara itu, seperti tercatat bangsa Belanda datang d i Nusantara pada tahun 1 596,
dan pada 1 6 1 9 mulai menduduki Sunda Kelapa. yang kemudian dinamakannya Batavia
dan sekaligus dijadikan sebagai basis kegiatannya. Belanda datang dengan berbendera
VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie ), sebuah perusahaan perdagangan yang
dilengkapi praj urit dengan persenjataan lengkap.
Sebelum bangsa B elanda sebetulnya telah datang pula bangsa Portugis ( 1 522), yang
kemudian tersingkir dan berpangkalan di Johor dan Patani, di Malaka. Kegiatan
perdagangan di suatu tempat selalu diawali dengan membangun loj i-loji (gedung) sebagai
pusat kegiatannya, sebagai contoh pada tahun 1 6 1 5 pihak B elanda konon membutuhkan
I ,50 j uta batu bata untuk membangun loji di Jepara.8 Sedangkan di tempat-tempat yang
sudah dapat diduduki atau dikuasai biasanya lalu segera dibangun benteng serta bangunan
bangunan pertahanan lainnya. Seperti di Batavia bahkan dibangun beberapa benteng
dengan yang terbesar dinamakan Hollandia serta tanggul-tanggul pertahanan mengelilingi
kota, sedangkan untuk keperluan pemukiman dibangun kota satelit di bagian selatan dan
sebuah kota baru di sebelah b arat sungai Marunda. Semakin kuat cengkeraman penj a
jahan Belanda, semakin banyak pula bangunan yang didirikannya masuk ke daerah
daerah di pedalaman. Seperti masih bisa disaksikan, bangunan benteng dan istana untuk
para pembesarnya pada umumnya bahkan dibangun tepat di depan keraton-keraton atau
tempat tinggal para penguasa setempat.
Demikianlah kira-kira perjalanan panjang secara garis besar perkembangan dunia konstruksi
khususnya di Jawa, yang sekiranya dapat dipakai pul a untuk menggambarkan perkem
bangannya di Indonesia pada umumnya. Selama masa penjajahan dan kolonialisme B elanda
yang berlangsung selama 350 tahun itu, dengan sendirinya dunia konstruksi di Indonesia
tidak terlepas dari pengaruh budaya bangsa penj aj ah. Belanda mendirikan bangunan-bangunan
infrastruktur untuk dimensi kehidupan yang semakin luas terutama dalam rangka menopang
upaya untuk mempertahankan kepentingannya, yaitu koloni atas Nusantara. Sejak dari sektor
pertahanan dan persenjataan, penataan kota dan pemukiman, perumahan bagi pejabat. bangun
an transportasi, perkebunan dan industri, kantor-kantor perdagangan sampai dengan sektor
pendidikan, meski kesemuanya tetap mencerminkan ciri diskriminatif. Upaya untuk konstruksi
sekian banyak bangunan dilakukan dengan mendatangkan dan mengerahkan ahli-ahlinya,
teknologi konstruksi. bahkan material bangunan seperti baja dan sebagainya. Sangat mungkin
hal tersebut dipengaruhi j uga oleh peledakan revolusi industri di Amerika dan Eropa pada
abad ke XVIII, sehingga kemudian teknologinya diterapkan di wilayah koloni meskipun dengan
cara-cara yang tidak terpuj i, dengan pemaksaan. Mungkin masih diingat bagaimana cara
Daendels mewujudkan gagasannya untuk membangun j alan ray a dari Any er menerus sampai
ke Panarukan, diterapkannya pengerahan tenaga kerja dengan si stem kerja paksa pada sekitar
tahun 1 808. Ataupun pemicu yang menyulut berlangsungnya Perang Jawa pada tahun 1 8251 830, salah satu dadakannya adalah konstruksi jalan kereta api yang menghubungkan Yogya
kmta dengan Batavia, yang melintas di halaman depan rumah kediaman Pangeran Diponegoro
di Tegalrejo.
8)
92
Setelah masuk dalam zaman kemerdekaan, seiring dengan upaya-upaya penataan untuk
mencapai kehidupan yang lebih layak di berbagai bidang, pembangunan prasarana secara
berangsur-angsur j uga mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pada dekade 1 950-an
mulai dibangun kebutuhan untuk perumahan dan perkantoran berbagai instansi antara lain:
Gedung Bank Indonesia, Departemen Agama, Gedung Pusat kampus UGM, asrama mahasis
wa, dan perumahan di Bulaksumur. Pada penghujung tahun 60-an mulai dikonstruksi beberapa
bangunan yang spektakuler semisal Jembatan Semanggi, Monumen Nasional, Stadion Sena
yan, Gedung MPR dan DPR, Masjid Istiqlal, Hotel Indonesia bersamaan beberapa hotel
lainnya, Wisma Sarinah, j alan raya Jakarta By Pass, Bendungan Serbaguna Jatiluhur, dan
Wisma Nusantara. Pada pelaksanaan bangunan-bangunan inilah dapat dikatakan sebagai
titik tolak awal kebangkitan dunia konstruksi di Indonesia pada zaman kemerdekaan. Bangun
an-bangunan direncanakan dan dikonstruksi dengan menggunakan pengetahuan dan teknologi
canggih yang mutakhir. Sehingga berhasil menumbuhkan motivasi dan membangkitkan rasa
kepercayaan diri yang kuat bagi putra-putri Indonesia, bahwa kitapun mampu berbuat banyak
hal di dalam bidang konstruksi, dan itu memang terbukti. Tercatat beberapa gagasan dan
karya gemilang putra-putra Indonesia di bidang sistem desain dan konstruksi, antara lain
ialah fondasi cakar ayam ( 1 955) dan pipa golang ( 1 95 8) Prof. Ir. R. Sediatmo, imajinasi
arsitektur pada struktur gedung MPR oleh Ir.Sujudi ( 1 964), Jembatan Beton Si stem Prakom
presi oleh Prof. Ir. R. Rooseno ( 1 978), sistem Konstruksi Sosrobahu oleh Ir. Cokorda Raka
Sokawati ( 1 990)9, si stem konstruksi terowongan (under pass) bergerak oleh Dr. Ir. Wiratman
Wangsadinata ( 1 993). Kemudian masih banyak lagi sederet gagasan lain yang diterapkan
langsung dalam pelaksanaan berbagai konstruksi oleh banyak kalangan praktisi, semi sal si s
tem lift up pemasangan struktur rangka atap hanggar GMF ( Garuda Maintenance Facilities)
Pelud Sukarno-Hatta, metode konstruksi pelebaran struktur jembatan semanggi ( 1 987), dan
sebagainya.
Tradisi Konstruksi di Indonesia
Seperti telah diutarakan, bangsa Indonesia sebetulnya telah ban yak terlibat dalam perwujudan
karya besar di bidang konstruksi termasuk menerapkan teknik-teknik konstruksi dengan meng
gunakan teknologi canggih sekalipun. Industri dan manajemen konstruksi bukanlah hal yang
baru bahkan telah mengenal sejak lama, hanya bentuk dan polanya saja yang masih sangat
sederhana tanpa di sertai analisis tertulis. Sejak zaman pemerintahan Sultan Agung di Mata
ram, telah dikenal kelompok masyarakat yang berkeahlian di bidang konstruksi dan di sebut
orang kalang. 1 0 Spektrum tugas pekerj aan kelompok ini pada waktu itu, meliputi macam pe
kerj aan yang sangat luas. Sej ak membangun keraton, tempat pemukiman lainnya, penataan
kota, sampai dengan membangun kapal di Jepara dalam rangka memperkuat armada !aut se
bagai unsur pertahanan yang cukup diandalkan pada waktu itu. 1 1 Berkat keahliannya dalam
9
Pacta tanggal 9 September 1 995 menerima gelar S3 dari Universitas Gadjah Mada.
I 0 R. lsmunandar K , Joglo - Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, Dahara Prize, Semarang, 1 987, halaman 1 2- 1 3 .
1 1
DR- H.J. De Graaf, penerjemah Dick Hartoko, Terbunuhnya Kapten Tack - Kernel ut di Kartasura A bad XVII. PT Pustaka
Utama Grafiti. Jakarta, 1 989, halaman 1 04- 1 05 .
93
Formulasi hubungan antara produsen dengan pemberi tugas (konsumen) dalam industri
konstruksi dari masa ke masa ternyata j uga mengalami evolusi seiring dengan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, tahap demi tahap perkembangan evolusi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut ini:
94
PROD US EN
(Ahli Konstruksi)
...::;::
:1
, :J:flif:A'bAiNi:i
KONS UMEN
( Pemberi Tugas)
Gambar 3.2
Sistem Hubungan Langsung
95
Bangunan 1956 (PUBB 1 956 - NI 3). Dalam peraturan SU 1 94 1 tersebut belum dikenal
adanya j asa konsultan, sehingga proses pelaksanaan konstruksi merupakan sistem hubungan
langsung. Kepentingan pemberi tugas di lapangan diwakili oleh direktievoering (direksi),
yaitu pejabat yang ditugaskan untuk mengawasi pelaksanaan konstruksi yang dikerj akan
oleh kontraktor. Kontraktor bertindak dan berlaku sebagai Ahli Konstruksi yang terpercaya.
Perencanaan dapat dilaksanakan oleh pihak pemberi tugas atau oleh kontraktor dengan
pengawasan dan persetujuan segala sesuatunya dari direksi selaku wakil dari pihak pemberi
tugas . 1 2
Pada tahun 1 960-an, Indonesia telah membangun beberapa mega project berteknologi
canggih dengan menggunakan sistem hubungan langsung, baik yang berupa bantuan pampasan
perang dari Jepang maupun bukan. Sebagai contoh, PT Hutama Karya di bawah pimpinan
almarhum Ir. Sutami sebagai Direktur, merencanakan sekaligus membangun Jembatan Se
manggi. Kemudian PT Pembangunan Perumahan merencana dan membangun beberapa ho
tel dari PT HII, Hotel Indonesia di Jakarta, Ambarukmo Palace Hotel di Yogyakarta, Bali
Beach Hotel di Sanur, dan S amudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu. Demikian pula pemba
ngunan Kompleks Gelora Senayan, Kompleks Gedung Conefo, Wisma Sarinah, Masjid Istiqlal,
Tugu Monumen N asional dan sebagainya. Dalam proses pembangunan berbagai bangunan
tersebut tidak dikenal bentuk konsultan sebagai lembaga. Jika dipandang perlu untuk memper
kuat tim pembangunan, beberapa perorangan biasanya disertakan di dalam tim direksi ( direc
tievoering). Untuk pengendalian dan koordinasi pembangunan bangunan pemerintah ditangani
oleh Dinas Pekerj aan Umum Propinsi Daerah ataupun Jawatan Gedung-Gedung Negara Dae
rah. Sedang bagi bangunan-bangunan swasta, pada umumnya dikonstruksi dengan meng
gunakan j asa kontraktor pembangun yang sepenuhnya bertindak selaku Ahli Konstruksi,
yang bertugas merencana dan sekaligus membangun. Reputasi kontraktor dipertaruhkan untuk
mempertahankan kehormatan atas kepercayaan yang diterima.
2) Jasa Konsultan Perencana
Dalam penerapan hubungan langsung seperti tersebut di atas, seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, disadari munculnya gej ala penurunan kesangkilan pada
basil yang dicapai . Apabila penurunan kesangkilan bersumber pada perilaku produsen yang
dapat digolongkan sebagai perbuatan yang disengaj a, misalnya kesengaj aan memperburuk
mutu demi upaya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, berarti komitmen
menegakkan kej uj uran telah dilanggarnya. Bentuk penyimpangan lainnya adalah kesengajaan
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, karena pihak konsumen awarn sama sekali di
bidang konstruksi misalnya. Jelas bahwa hal yang demikian bukanlah perilaku profesional
yang diharapkan oleh pasar atau konsumen, dan dengan sendirinya akan mengakibatkan
munculnya situasi yang parah yakni hancur dan merosotnya tingkat kepercayaan konsumen.
Akan tetapi tidak j arang pula terj adi bahwa penurunan kesangkilan disebabkan oleh
perilaku produsen yang tidak sepenuhnya disengaja. Misalnya saj a disebabkan karena tingkat
12
1983.
96
KONSULTAN
PERENCANA
PROSES
PRODUKSI
' ::.,:!=:IMBALAN
. ::j ji: : : : :::.:=:=ir!li:
\)it
:::::::::;:::::
----
KONTRAKTOR
KONSUMEN
( Pemberi Tugas)
Gambar 3.3
Jasa Konsultan Perencana
kemampuan dan pengetahuan produsen tidak cukup untuk menghadapi teknologi yang harus
dikerj akannya, sehingga tentu saj a mengakibatkan munculnya faktor ketidakpastian.
Menghadapi faktor ketidakpastian, produsen tidak memiliki cukup kemampuan untuk
mengupayakan penyelesaian yang terbaik bagi kepentingan konsumen. Bahkan dalam rangka
menyelamatkan diri dari himpitan faktor ketidakpastian seringkali lalu memilih menempuh
upaya yang jelas-jelas berakibat merugikan konsumen. Seperti mengantisipasinya dengan
asal saj a menerapkan faktor aman yang terlalu besar atas pembiayaan konstruksi berdasarkan
pada argumentasi tanpa tanggung j aw ab profesional yang jelas misalnya. Demi mudahnya
seringkali berdalih dengan mengemukakannya sebagai suatu keadaan yang tidak terduga,
atau mengupayakan pembenaran-pembenaran lainnya yang tidak masuk akal. Digolongkannya
kondisi yang demikian bukanlah merupakan bentuk penyimpangan yang sepenuhnya disengaja,
karena sebagai penyebabnya adalah kapasitas dan kualitas kemampuan produsen yang memang
tidak cukup memadai atau tidak mampu. Dengan kata lain, secara obyektif harus diakui
andil dan peran pihak pemberi tugas atas berlangsungnya penyimpangan tersebut, yakni
kesalahan dalam memilih dan menetapkan produsen yang tepat sesuai dengan teknologi yang
harus dihadapi.
Berdasarkan atas pengalaman yang tidak nyaman tersebut, sudah barang tentu yang ha
ms diperbaiki pertama kali adalah tata cara pemilihan produsen melalui si stem prakualifikasi
yang handal serta terpercaya. Selain itu, dalam rangka menciptakan kondisi obyektif dan se
kaligus memperkuat ketidaktahuan pemberi tugas dalam bidang konstruksi, dipandang perlu
untuk memperbaiki si stem dengan cara melibatkan Ahli lainnya yakni Konsultan Perencana,
di dalam proses produksi. Secara ideal, dengan hadirnya konsultan perencana diharapkan
dapat dicapai kondisi yang lebih obyektif dengan harapan tercapainya basil yang lebih sangkil.
Paling tidak untuk didapatkannya rancangan mapan dan estimasi pembiayaan akurat yang
dapat dipercaya, baik untuk kepentingan internal maupun sebagai pedoman di dalam pelak
sanaan. Dengan cara demikian berarti sekaligus telah terbentuk alat kontrol dan kendali pe
laksanaan dalam si stem rekayasa konstruksi. Akan tetapi dengan sendirinya diperlukan tarn-
97
bahan biaya untuk melibatkan Konsultan Perencana atau Arsitek tersebut. Pada umumnya
dianggarkan biaya sekitar 1 ,6% sampai 7% dari pembiayaan total. Di dalam perkembangannya
Konsultan Perencana juga ditugasi untuk melakukan pengawasan j alannya pelaksanaan kons
truksi (lihat Gambar 3 .3).
Keadaan lain yang sekiranya mendorong untuk melibatkan Konsultan Perencana terpisah
dari Ahli Konstruksi adalah sehubungan dengan kehendak pemberi tu gas untuk memisahkan
tahap perencanaan konstruksi terhadap pelaksanaannya. Bisanya pemisahan tahap konstruksi
tersebut disertai maksud agar sebelum dilaksanakan pembangunannya pemberi tugas memiliki
kesempatan menyiapkan diri dalam segi pembiayaannya. Selain untuk memperoleh keyakinan
perkiraan biaya yang akan diserap dalam keseluruhan konstruksi berdasarkan gambar-gambar
perencanaan, mungkin juga pemberi tugas memerlukan waktu untuk mengupayakan penyedi
aannya, melalui proses permohonan kredit dari bank misalnya. Biasanya proses penyediaan
dana bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu secukupnya. Sedangkan di lain pi
hak sesuai dengan sikap profesionalnya, produsen akan meras a dirugikan jika terpaksa harus
ikut terikat dalam situasi yang tidak menentu seperti tersebut sehingga harus menunggu. Pa
da keadaan yang berlaku umum, sekiranya dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan
dengan persiapan pendanaan biasanya lalu ditempuh untuk menunda tahap pelaksanaan
konstruksi.
3) Jasa Konsultan Pengawas
Dengan melibatkan Ahli yang disebut sebagai Konsultan Perencana, atau kadang-kadang di
sebut juga sebagai Arsitek, sebenamya diharapkan pula agar didapatkan obyektivitas dalam
dokumen perencanaan yang terdiri dari gambar-gambar perencanaan, spesifikasi teknis dan
persyaratan pekerj aan, serta rencana anggaran pembiayaan pekerj aan. Bahkan karena keahli
annya pula, biasanya Konsultan Perencana juga ditugasi untuk mengawasi hasil pekerjaan
kontraktor apakah sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan atau bahkan terj adi penyim
pangan yang merugikan bagi pihak pemberi tu gas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk menempuh cara tersebut
karena: (a) sejalan dengan perkembangan teknologi, sistem hubungan langsung dinilai sudah
tidak dapat menjamin obyektivitas dalam tata pelaksanaan sehingga cenderung mengakibatkan
luntumya nilai-nilai kepercayaan; (b) dalam keadaan ideal Konsultan Perencana adalah sebagai
Ahli yang berkompeten dan profesional dalam tugas perencanaan, sudah barang tentu diha
rapkan dapat memberikan hasil karya perencanaan yang layak untuk dapat dipercaya; (c)
Pemberi Tugas memang menghendaki pemisahan tahap perencanaan konstruksi dengan
pelaksanaannya, sehubungan dengan alasan-alasan yang berkaitan dengan penyediaan dana.
Akan tetapi benarkah bahwa dengan melibatkan Konsultan Perencana yang disebut
sebut sebagai ahli dalam bidangnya tersebut, keadaan benar-benar menjadi lebih obyektif
dan mekanisme proses produksi yang profesional dapat diwujudkan? Temyata belum juga
demikian keadaannya. Harapan ideal yang ditumpukan pada Konsultan Perencana untuk da
pat berfungsi sebagai katalisator di dalam proses produksi dinilai tidak juga menunjukkan
'
hasil yang memuaskan. Sebenamya telah terulang lagi keadaan yang sama seperti pada sistem
98
hubungan langsung, yaitu niunculnya krisis kepercayaan. Berawal dari hal-hal yang disengaja
maupun tidak, dokumen perencanaan yang dihasilkan tidak la yak untuk dipakai sebagai alat
produksi bahkan sering menj adi sumber sengketa dan pertikaian yang berkepanjangan karena
selalu saja masih mengandung faktor-faktor ketidakpastian. Padahal posisi Konsultan Peren
cana berikut segenap dokumen karya-karyanya dalam sistem hubungan kerj a bagaikan pisau
bermata dua sisi, berpotensi membawa peluang akibat buruk baik bagi kontraktor dan pemberi
tugas sekaligus. Apabila suatu dokumen perencanaan memberikan kondisi yang mengun
tungkan bagi produsen atau dalam hal ini kontraktor, hampir dapat dipastikan cenderung
berdampak merugikan bagi pemberi tugas, begitu pula pada keadaan sebaliknya.
Seperti diketahui, harga, mutu, dan waktu untuk pekerjaan dalam industri konstruksi
merupakan bagian dari komitmen di dalam kontrak yang sudah ditentukan di depan, sebelum
proses produksi dimulai. Sehingga apabila semua pihak benar-benar menghormati kontrak
yang berfungsi sebagai pranata bahkan lembaga, bukan hanya sekedar prosedur formalitas
belaka, tentunya semua akan sependapat bahwa revisi atau perubahan-perubahan mengenai
pekerjaan tidak mudah untuk dilakukan karena mengandung resiko dan konsekuensi. Pema
haman yang keliru tentang fungsi kontrak tersebut biasanya cenderung menganggap enteng
mengenai prosedur perubahan pekerj aan. Bersumber pada penguasaan cara pelaksanaan yang
kurang memadai, selama berlangsungnya konstruksi sering dilakukan perubahan-perubahan
dalam rangka upaya menutup kesalahan atau kekurangan dalam dokumen perencanaan. Tentu
saj a hal yang demikian bukanlah tata cara kerja yang profesional dan mudah disusupi oleh
maksud-maksud yang bersifat subyektif. Dampak lebih lanjut akan mengakibatkan kekacauan
dalam konstruksi karena akan sangat berpengaruh langsung terhadap mutu hasil dan pem
biayaan pelaksanaan. Selain dari itu, masih terdapat pengaruh dari keadaan parah yang lebih
bersifat intern, yaitu apabila pemberi tugas tidak mampu mengontrol atau mengendalikan
pelaksanaan tugas directievoering atau tim direksi, yang dalam hal ini adalah bagian dari
aparatnya sendiri . Seperti diketahui tim direksi adalah pejabat yang ditugaskan mewakili
kepentingan pemberi tugas untuk melakukan pengawasan konstruksi di lapangan. Dalam
organisasi intern kalangan pemberi tugas telah terjadi perongrongan dan penyimpangan tugas
yang mengakibatkan munculnya krisis kepercayaan dan kewibawaan.
Di dalam perkembangannya, karena sistem dengan melibatkan Ahli yang disebut dengan
Konsultan Perencana dinilai masih juga belum dirasakan kesangkilannya, maka sistem diper
baiki dengan melibatkan Ahli yang lain lagi, yang disebut Konsultan Pengawas, dalam proses
produksi (lihat Gambar 3 .4). Tugas Konsultan Pengawas yang terutama, sesuai namanya,
adalah mengawasi pelaksanaan pekerj aan konstruksi dari segi kualitas, kuantitas, serta laj u
pencapaian volume. Termasuk d i dalamnya adalah mengawasi metode pelaksanaan,
mengkoordinasikan perubahan-perubahan pekerjaan yang diperlukan, melakukan monitor
ing, dan pengukuran hasil pekerjaan. Dengan demikian tugas pengawasap dipisahkan dari
perencanaan disertai harapan akan tersusun mekanisme kontrol dan pengendalian yang lebih
baik lagi, dengan sendirinya pula diperlukan biaya tambahan lagi untuk melibatkan Kon
sultan Pengawas. Untuk proyek-proyek pemerintah pada umumnya dianggarkan biaya sekitar
1 % sampai 4% dari pembiayaan total. Konsultan Pengawas tidak dilibatkan dalam proses
99
KONS ULTAN
PERENCANA
P ROSES
P R OD U KS I
__
KONSUMEN
( Pemberi Tugas)
Gambar 3.4
Jasa Konsultan Perencana dan Pengawas
perencanaan, narnun dituntut untuk dapat memberikan penafsiran lengkap, benar, dan obyektif
atas seluruh isi dokumen perencanaan. Kegiatan Konsultan Pengawas dikonsentrasikan hanya
pada tahap pelaksanaan konstruksi, dan dituntut pula agar dapat memberikan peringatan
dini apabila terjadi perubahan-perubahan ataupun penyimpangan pelaksanaan.
4. Jasa Konsultan Manajemen Konstruksi
Sampai dengan proyek-proyek yang tidak begitu terlalu kompleks dengan teknologi standar,
sistim seperti di atas pada umumnya masih dapat terkendali dengan baik. Akan tetapi apabila
proyek meningkat menjadi lebih kompleks dan rumit, sehingga untuk melaksanakannya harus
melibatkan beberapa Kontraktor dan bahkan lebih dari satu Konsultan Perencana, tentu akan
terjadi saling ketergantungan satu sama lain kegiatan satuan organisasi. Sedangkan tugas
Konsultan Pengawas yang dikonsentrasikan hanya pada pengawasan tahap pelaksanaan
konstruksi dengan tanpa upaya koordinasi antar satuan organisasi, sudah barang tentu tidak
memadai untuk menghadapi proses yang kompleks tersebut. Pengendalian secara terpadu
untuk keseluruhan proses konstruksi harus ditunjang dengan upaya koordinasi dan pengor
ganisasian agar tidak terjadi simpang-siur antar kegiatan satuan-satuan organisasi. Kecuali
itu, masing-masing satuan organisasi seperti Kontraktor, Sub-kontraktor, maupun para Ken
sultan Perencana, harus mengenal betul-betul fungsi mereka masing-masing. Mereka harus
menyadari benar-benar bahwa kegiatan yang dikerjakan hanyalah merupakan salah satu bagian
saja dari keseluruhan sistem, yang kesemuanya ditujukan untuk satu tujuan bersarna. Keadaan
menjadi semakin kompleks dengan munculnya kebutuhan akan sistem mekanisme menyeluruh
serta terpadu sejak tahap perencanaan agar dicapai hasil proses yang optimal. Untuk itu
perlu dilakukan perbaikan sistem mekanisme dengan cara menunjuk dan melibatkan Ahli
yang lain lagi, Konsultan Manajemen Konstruksi, yang bertugas selaku pengendali dan
Koordinator dalarn keseluruhan sistem rekayasa, sejak persiapan perencanaan dimulai sarnpai
1 00
P ROSES
P R ODUKSI
KONTRAKTOR
KONSUMEN
( Pemberi Tugas)
====rrr=======:=====:=:=:=:====:=======: == ============
:
: : : : : ': : : i,:: J.:A:SA:': : : :
.
.
:
:
:
'----------'
KONSULTAN
MANAJEMEN
KONSTRUKSI
Gambar 3.5
Jasa Konsultan Manajemen Konstruksi
pelaksanaan konstruksi berakhir (lihat Gambar 3 .5). Atau dengan kata lain, Konsultan
Manajemen Konstruksi adalah lembaga yang memberikan j asa untuk bertanggung j awab
atas pengelolaan proses konstruksi keseluruhannya, sej ak dari tahap penyusunan TOR
Perencanaan sampai dengan selesainya tahap pemeliharaan. Guna melibatkan Konsultan
Manajemen Konstruksi pada proyek-proyek pemerintah dianggarkan biaya sekitar 1 ,3 %
sampai 5 % dari pembiayaan total.
5 . Jasa Konsultan Value Engineering (VE)
Penghematan biaya selalu menjadi bahan pertimbangan yang utama dalam mengelola kegiatan
produksi. Setiap upaya penanaman investasi selalu diupayakan dan ditujukan untuk sedapat
mungkin menghasilkan pengembalian investasi yang sebesar-besamya, demikian pula azas
yang digunakan dalam industri konstruksi. Sedangkan di lain pihak, bagaimanapun canggihnya
prinsip-prinsip perencanaan yang diterapkan pada sesuatu konstruksi selalu saj a masih me
ngandung biaya untuk hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan. Sehingga muncul suatu
pandangan bahwa apabila terhadap sesuatu perencanaan dilakukan evaluasi secara sistematis
masih bisa diharapkan untuk mencapai hasil akhir yang lebih optimal dan mangkus tanpa
mengurangi fungsi dan kinerj a teknisnya. Berdasarkan atas keadaan tersebut, maka diper
kenalkan suatu konsep yang dinamakan Value Engineering (rekayasa nilai), yang pada hake
katnya merupakan suatu program efisiensi dengan pendekatan sistematis. Dengan menerapkan
program tersebut diharapkan dapat mengurangi biaya proyek dengan cara meninjau pembiaya
an-pembiayaan yang tidak diperlukan yang berkaitan dengan masalah teknis yang teramati
pada tahap pelaksanaan termasuk persiapannya, tanpa mengurangi mutu, keandalan, serta
fungsi proyek itu sendiri. Program VE bukan dimaksudkan untuk memotong biaya atau
menekan harga satuan tanpa melibatkan prinsip-prinsip rekayasa, atau bahkan mengorbankan
mutu dan penampilan. Upaya Value Engineering berorientasi pada fungsi konstruksi, sehingga
1 01
untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan dengan sumber dana yang tersedia, harus dapat
mengupayakan optimalisasi seluruh sumber daya dan biaya.
Maka sejalan dan bersamaan dengan penerapan sistem proses konstruksi seperti yang
telah disebutkan, dirasa perlu untuk menunjuk Konsultan Value Engineering yang bertugas
khusus memikirkan dan memberikan saran-saran optimalisasi dan kesangkilan agar dapat
dicapai harga akhir yang lebih rasional (Gambar 3 .6). Program Value Engineering dapat
juga dilakukan oleh konsultan bersama dengan kontraktor untuk mencari peluang kemungklllan
penghematan biaya t aEpa mengurangi kinerja bangunan, yang akan menguntungkan bagi
semua yang terlibat. Seperti diketahui, kontraktor sebagai unsur yang paling dominan dalam
proses konstruksi memiliki pengalaman luas serta menguasai aspek-aspek metode pelaksanaan
yang mangkus dan sangkil. Berkat pengalamannya pula, kontraktor mampu dengan cepat
ngenal pada bagian-bagian perencanaan mana saja yang dapat dilakukan peninjauan ulang
untuk upaya penghematan. Akan tetapi, aspek negatif dari penerapan program Value Engi-:
neering seperti itu adalah bahwasanya upaya tersebut merupakan pasca perencanaan bukannya
pra-perencanaan. Sehingga bagaimanapun terpaksa harus dilakukan perubahan perencanaan,
yang mungkin saja bisa mengakibatkan terganggunya pelaksanaan konstruksi disamping perlu
nya tambahan biaya dan waktu untuk itu. Sehingga upaya penghematan yang dilakukan
pada akhimya malahan mencapai pada suatu posisi tidak ada penghematan sama sekali yang
bisa dicapai, sehingga banyak pihak merasa dirugikan.
Aplikasi program Value Engineering seharusnya diusahakan sej ak tahap konsep
perencanaan, di mana akan diperoleh fleksibilitas yang maksimal untuk melakukan perubahan
perubahan tanpa menimbulkan akibat yang merug1kan. Akan tetapl: sebagai unsur kontruksi
yang diharapkan dapat memberikan masukan-masukan dalam rangka upaya penghematan
berdasarkan pada pengalaman profesinya, kontraktor belum terlibat di dalam tahap peren
canaan tersebut. Sehingga sementara pemberi tugas, arsitek, dan rekayasawan dari sektor
( KONS ULTAN
PER ENCANA
PROSES
P R OD U K S I
KONSULTAN
VALUE
ENGINEERING
11
).
KONTRAKTOR
KONSULTA N
KONSUMEN
( Pemberi Tugas)
fi[ /t
=-;;g:r
Gambar 3.6
Jasa Konsultan Value Engineering
1 02
swasta, melalui kecenderungan yang tumbuh secara perlahan akhirnya menoleh kepada peran
dan fungsi kontraktor dalam rangka upaya penghematan tersebut. Kontraktor yang akan
ditunjuk untuk melaksanakan pembangunan sudah mulai dilibatkan dalam tahap perencanaan.
Keputusan mereka tersebut didasarkan pada azas kepercayaan berlandaskan sikap profe
sional. Dengan dilibatkannya dalam proses penyusunan gambar-gambar perencanaan, kon
traktor samasekali tidak dipandang sebagai profesi atau unsur yang membahayakan, bahkan
ehadirannya disambut dengan baik sebagai rekan dalam satu tim dengan tujuannya hanya
satu yaitu bertugas melayani konsumen sebaik mungkin. Mereka berpandangan bahwa bagai
manapun wujudnya, kontraktor pasti memiliki integritas yang tinggi selama pada dirinya
masih memiliki semangat untuk mempertahankan kehormatan di atas kepercayaan yang
diembannya. Berdasarkan pada integritasnya dan dengan menyadari akan peran yang semakin
luas dan berpengaruh terhadap proses konstruksi, kontraktor dipandang dapat diajak serta
dalam upaya meraih keberhasilan penghematan.
Demikianlah secara garis besar evolusi yang berlangsung pada si stem produksi di dalam
industri konstruksi dari masa ke masa. Karena selama ini penyebab evolusi atau pertumbuhan
tahap demi tahap tidak pernah dianalisis dan mendapatkan perhatian secukupnya, pada umum
nya masyarakat hanya bersikap menerima saja perkembangan sistem yang ada sebagai bentuk
dan kondisi yang harus diterima, sebagai hal yang sudah tertentu. Sehingga pemahaman me
ngenai munculnya berbagai sistem produksi yang mewujudkan pengkotak-kotakan fungsi
dan tugas tersebut haoyalah dipandang sebagai konsekuensi untuk mewadahi perkembangan
berbagai bidang profesi. Pemahaman yang demikian merupakan hal yang keliru, yang lebih
lanjut mengakibatkan berkembangnya salah kaprah pengertian. Apabila dipertanyakan meng
apa diperlukan jasa perencanaan, sudah barang tentu jawabannya bukanlah hanya karena
sudah tersedia profesi Konsultan Perencanaan. Jawaban yang seharusnya adalah karena proses
konstruksi harus ditunjang dengan karya perencanaan yang layak dipercaya, yang tidak dapat
dikerjakan dengan baik oleh Ahli Konstruksi atau dalam hal ini adalah produsen. Ahli Kon
struksi selaku profesional (pada saat itu) terbukti tidak menguasai teknologi konstruksi yang
harus dikerjakannya sesuai dengan komitmen. Dengan demikian perkembangan yang terj adi
cenderung disebabkan oleh gejala krisis atau erosi kepercayaan dalam mekanisme proses
produksi. Demikian pula halnya apabila dipertanyakan mengapa diperlukanj asa pengawasan.
Karena kinetja Kontraktor dan Konsultan Perencana, bersama dengan tim direksi yang terlibat
di dalam proses konstruksi terbukti tidak sepenuhnya profesional sehingga masih perlu dicipta
kan mekanisme dengan melibatkan Ahli Pengawasan. Dengan demikian tampak bahwa akibat
merosotnya tingkat kepercayaan tidak diatasi dengan cara lebih memperkuatnya, akan tetapi
memilih jalan keluar dengan memperpanjang rantai birokrasi manajemen, melibatkan Ahli
yang lain lagi. Sudah barang tentu dengan jalan yang dipilih akan menambah kompleks ke
terkaitan satu sama lainnya, dan yang lebih fatal lagi konsekuensi bertambahnya pembiayaan.
Sampai di sini, sesungguhnya timbul suatu pertanyaan yang cukup panting, jikalau me
mang seseorang itu profesional, mengapa harus selalu diawasi dalam melaksanakan peketjaan
nya? dan, apabila seseorang itu profesional, siapakah sebenarnya yang berhak dan mampu
mengawasinya? tentunya hanya mereka yang dapat digolongkan memiliki kemampuan lebih
1 03
dari sekedar profesional, atau sebagai mahaprofesional. Sedangkan di lain pihak, apabila
seseorang yang ditugasi untuk melakukan pengawasan di belakang hari ternyata terbukti ti
dak profesional, lalu seperti apa hasil pekerj aan yang diawasinya? Apakah dengan sendirinya
secara waj ar akan memberikan hasil yang profesional? Ataukah mungkin malahan cenderung
mempengaruhi unsur yang lain sehingga mengakibatkan timbulnya erosi profesionalisme di
dalam keseluruhan sistem? Demikianlah sekedar beberapa pertanyaan-pertanyaan selingan
yang mungkin mampu menggugah kesadaran mengenai pengertian intisari mekanisme sistem
manaj emen konstruksi yang sebenamya dibutuhkan. Sedangkan inti kebutuhan sejak awal
perkembangannya adalah sebuah sistem manajemen produksi yang sesuai dengan sistem
rekayasa (engineering svstem) konstruksi yang dihadapi. Sebagaimana l ayaknya sebuah si stem
rekayasa, kegiatan-kegiatannya seyogyanya tidriklah terpenggal-penggal, malahan harus selalu
dikoordinasi dan dikendalikan seluruhnya agar didapatkan hasil keseluruhan yang samasekali
terpadu. Seandainyapun di dalam berproduksi terpaksa harus menggunakan cara memisah
misahkan kegiatan, dikarenakan waktu atau spesifikasi kegiatan profesi misalnya, sudah ha
rang tentu harus melalui pertimbangan cermat tanpa meninggalkan azas-azas produktivitas
dan efisiensi. Memisah kegiatan dapat dilakukan jika didasarkan pada keyakinan bahwa cara
tersebut merupakan satu-satunya j alan agar proses konstruksi dapat berlangsung lebih sangkil .
Pemahaman konsep dasar tersebut hendaklah selalu dij adikan pegangan dalam menyelesaikan
masalah-masalah tata cara berproduksi sekaligus sistem manaj emen yang harus diterapkan.
Seperti diketahui, proses konstruksi untuk bangunan apapun dimulai sejak dikemukakannya
prakarsa oleh pemberi tugas, kemudian ditindak lanjuti dengan kegiatan perencanaan, pelak
sanaan konstruksi, sampai dengan mencapai tuj uan fungsionalnya. Sebagai suatu sistem re
kayasa, segenap unsur-unsur pelaksananya harus dikoordinasikan dalam hubungan kerj a
yang saling terkait membentuk sistem manajemen yang lengkap. mendasar, kokoh, dan j elas
dalam setiap ketentuannya. Apabila berhasil terbentuk si stem manajemen konstruksi dengan
lingkungan yang profesional, semua bentuk kesenjangan persepsi di antara unsur-unsur mana
j emen dapat dijembatani dan dihubungkan, sehingga keseluruhannya memiliki suatu kerang
ka konsep yang sama mengenai kriteria keberhasilan proyek yang sedang dilaksanakan. Se
dangkan apabila prinsip profesionalisme tidak berhasil untuk ditegakkan, membentuk si stem
dengan cara memperpanjang rantai birokrasi manaj emen lebih berkesan hanya membuka
dan memberikan lahan profesi baru bagi mereka yang disebut sebagai Ahli, yang seringkali
belum tentu profesional. Seringkali pula penerapan di dalam prakteknya terkesan hanya
sekedar memenuhi formalitas s i s t e m manaj emen sebagai s u atu tradi s i , tanpa
mempertimbangkan l agi sasaran serta tujuan yang sebenamya harus dicapai.
Berlangsungnya evolusi sistem konvensional seperti diuraikan di atas berawal karena
tidak terlepas dari pengaruh kemampuan penguasaan teknologi konstruksi. Atau dengan kata
lain, dilatar belakangi oleh keterbatasan kemampuan sumber day a manusia pada umumnya,
yang bel urn seprofesional seperti sekarang . Seperti diketahui , pada saat sekarang ini dikenal
berbagai pembangunan kawasan hunian, perkantoran, pertokoan, pusat perdagangan, ataupun
industri, oleh banyak perusahaan real estate atau developer dengan tuj uan pelayanan siap
pakai . Sebagai produsen mereka harus dapat mewujudkan hasil karya profesional tanpa
1 04
campur tangan langsung dari pihak konsumen. Di lain pihak, hasil karyanya hams dapat
menampung aspirasi, selera, bahkan harapan-harapan pihak konsumen yang semakin hari
semakin kritis dalam memenuhi tuntutan kebutuhannya. Konsumen tinggal memilih dari
sekian banyak macam bangunan, sejak dari RSS sampai yang berupa Condominium atau
kompleks hunian su-per mewah dengan dilengkapi lapangan golf, sejak berupa ruko sampai
super market, ataupun sejak berupa gudang dan bengkel sampai yang berwujud kawasan
industri dengan berbagai pilihan bentuk serta fungsi bangunan lengkap dengan sarana dan
prasarana, dan sebagainya. Dengan demikian kesemua bangunan tersebut dikonstruksi tanpa
mekanisme pengawasan yang dikendalikan langsung oleh pihak konsumen, akan tetapi harus
dapat memenuhi semua kebutuhan yang diharapkan. Harap dicatat bahwa disamping harus
selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen, produsen tetap harus
memperhatikan dan menyusun strategi sebaik-baiknya untuk menghadapi para pesaingnya
di dalam usaha merebut pasar.
Demikianlah sekedar untuk dipakai sebagai gambaran evolusi tahap demi tahap yang
terjadi pada proses konstruksi. Tampak bahwa sebagaimana industri j asa lain, faktor kinerja
yang dapat dipercaya dengan didukung oleh perilaku profesional sangat dominan pengaruhnya
di dalam proses konstruksi. Bahkan, jika azas kepercayaan dapat ditegakkan serta dipertahan
kan secara profesional, bukanlah hal yang mustahil untuk mempertahankan bentuk atau sistem
hubungan kerja langsung produsen-konsumen. Pola hubungan kerja yang demikian sejak
awal 1 990-an diperkenalkan di Indonesia oleh kalangan swasta, disebut sebagai si stem
Rancang dan B an gun (Design and Construct). Sebetulnya bukanlah si stem yang sama sekali
baru seperti yang dikomentarkan oleh sementara pihak yang sepertinya lupa akan penga
laman di masa lalu. t3 Fenomena tersebut menunjukkan kecenderungan untuk kembali ke
bentuk hubungan produsen-konsumen seperti yang pernah dilakukan pada tahun 1 960-an
(lihat Gambar 3 .2), baik untuk proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Disadari atau
tidak, tampak se-pertinya proses konstruksi secara alamiah sedang menuju kembali pada
bentuk aslinya (back to nature) dengan melalui si stem manajemen konstruksi yang ditangani
secara profesional. Demi kesangkilan, pada dasamya proses konstruksi tidak harus dipecah
belah sehingga kegiatannya tercerai-berai menjadi berbagai tugas profesi, yang sudah barang
tentu akan berakibat pada pembengkakan pembiayaan. Sementara itu, jika seseorang mengaku
profesional di bidang konstruksi, sebagai Ahli, mengapa tidak mampu merencana sekaligus
melaksanakan konstruksi dengan tanpa harus diawasi?
3.4 PASANG SURUT INDUSTRI KONSTRUKSI
Industri j asa konstruksi telah mengalami pertumbuhan seiring dengan pasang surutnya krida
pembangunan fisik di Indonesia. B idang usaha industri telah mampu menarik perhatian para
usahawan sedemikian sehingga baik pada skala daerah maupun nasional pertumbuhan j umlah
nya sang at meyakinkan. Sebagaimana halnya bidang usaha j asa pada umumnya, day a tarik
13
& Construct makin diminati, Majalah Bulanan Konstruksi, Jakarta, Mei 1 99 1 , ha1aman
1 05
utama industri terletak dalam hal kebutuhan modal kerj a dan sarana fisik awal yang lebih
sederhana jika dibandingkan dengan industri lain, menj anjikan keuntungan tertentu yang
bisa diraih, pada kondisi konvensional produknya dibuat berdasarkan pada pesanan pelanggan,
dan pasamya sepertinya merupakan selle r 's market. Sehingga para usahawan seolah-olah
melihat beberapa kemudahan untuk mendapat kesempatan meraih keuntungan dalam mengge
rakkan roda usahanya dibandingkan kalau bergerak di bidang industri yang lain.
Apabila dilakukan pengamatan terhadap j umlah perusahaan kontraktor sebagai indikator
perkembangan industri konstruksi pada umumnya, maka menurut data dari Biro Sarana
Perusahaan Departemen Pekerj aan Umum RI adalah sebagai berikut. Pada tahun anggaran
1 98 8 terdapat 27.695 perusahaan kontraktor, sedangkan pada tahun 1 993 j umlah tersebut
telah meningkat mencapai 82.753 perusahaan kontraktor dari berbagai jenjang prakualifikasi.
Untuk lebih jelasnya pada Gambar 3 . 7 diberikan Tabel perkembangan j umlah perusahaan
kontraktor dari setiap propinsi selama enam tahun, dari 1 988 sampai dengan 1 993, dikutip
dari B uku Induk Kestatistikan Pekerjaan Umum RI tahun 1 993. Padahal dari jumlah tersebut
yang berkesempatan memperoleh pekerjaan dari pemerintah setiap tahunnya hanyalah berkisar
antara 20% - 30%. Sedangkan 70% dari j umlah tersebut termasuk dalam perusahaan
golongan ekonomi lemah atau terbatas permodalannya, yang pada umumnya pekerj aannya
bemilai kurang dari Rp.20 .000.000,- atau golongan C dalam prakualifikasi. Karena tidak
diberikan penjelasannya, tentunya data-data tersebut didasarkan padajumlah penerbitan Surat
Ijin Usaha Jasa Konstruksi yang dil aksanakan oleh pihak Departemen PU. Dengan pertum
buhan rata-rata per tahun 20% sepertinya menunjukkan suatu optimisme yang menggem
birakan di dalam dunia industri konstruksi. Sedangkan pada Gambar 3 . 8 adalah Tabel perkem
bangan jumlah perusahaan Konsultan Konstruksi se lama en am tahun, dalam rentang waktu
yang sama, serta Gambar 3 . 9 adalah dalam bentuk histogram . Dari data-data tersebut tampak
bahwa sekitar antara 1 4% - 1 7 % perusahaan kontraktor berdomisili di DKI Jakarta, 45 % 47% di pulau Jawa, dan sekitar 72% - 77 % berada di pulau Jawa dan Sumatera. Sedangkan
untuk perusahaan Konsultan Konstruksi, sekitar 3 5 % - 45 % berdomisili di DKI Jakarta,
65 % - 75 % di pulau Jawa, dan 80% - 90% di pulau Jawa dan Sumatera. Menilik dari data
data pertumbuhan yang demikian, memang tampak kesenjangan pertumbuhan yang mencolok
antara wilayah Indonesia barat dan timur.
Masalah Produktivitas
Dengan mengamati angka-angka yang dikemukakan tersebut sepertinya industri jasa konstruksi
telah tumbuh dan berkembang secara meyakinkan. Akan tetapi pada kenyataannya, per
kembangan sesungguhnya tidak selalu melalui j alan yang mulus. B erbagai kalangan menilai
bahwa pertumbuhannya masih membawa banyak permasalahan, terutama disebabkan karena
pertumbuhan kuantitasnya tidak diimbangi dengan pengembangan kualitas yang sesuai dengan
harapan. Dari berbagai kinerj anya masih menunjukkan basil yang kurang sangkil ditinj au
dari segi mutu, waktu, dan biaya. B ahkan dari berbagai penilaian dan pemyataan yang sering
dilontarkan , baik oleh kalangan pejabat pemerintah maupun konsumen, tercermin ketidak
puasan terhadap tingkat produktivitas dan kesangkilan dari industri j asa ini . Sehingga sampai
1 06
J U M L A H K O NT R A KT O R
PROPINSI
NO.
1
1 988
1 989
1 9 90
1 991
1 992
1 993
3.486
3.588
D.l. ACEH
1 . 590
1 .918
2.685
2.997
SUMATERA UTARA
2. 1 57
3.087
4. 1 48
4.904
5.986
6.330
SUMATERA BA RAT
337
974
1 . 482
1 . 940
2.343
2.390
RIAU
541
541
885
1 . 427
1 . 704
2. 1 40
JAMBI
599
658
737
879
1 . 1 83
1 . 247
SUMATERA SELATAN
767
1 . 628
2.425
3.306
3.72 1
3.923
BENGKULU
399
471
601
1 .008
1 .392
1 . 474
LAMPUNG
845
1 72
1 . 354
1 . 439
1 .519
1 . 590
DKI JAKARTA
2.607
5.350
8.035
1 0.261
1 1 .799
1 3 . 1 97
1 0 JAWA BARAT
3 . 1 30
4.664
5.707
6.879
7.7 1 4
8.467
11
JAWA TENGAH
1 . 954
3. 1 3 1
3.97 1
5.040
5. 238
6. 1 1 1
12
D.l. YOGYAKARTA
753
976
1 .01 4
1 . 1 41
1 .329
1 .399
4.277
4.941
5.966
7 . 1 42
7. 7 1 7
7.902
1 4 BALl
400
700
940
1 .049
1 . 279
1 . 447
15
686
968
1 . 191
1 . 376
1 .653
1 . 920
16
617
686
797
1 . 073
1 .367
1 .466
1 69
1 3 JAWA TIMUR
1 7 TIMOR TIMUR
18
KALIMANTAN BARAT
67 1
732
950
1 . 270
1 .440
1 .492
399
595
832
1 .082
1 . 41 9
1 . 557
20 KALIMANTAN SELATAN
794
895
1 .020
1 .062
1 . 206
1 .260
1 .679
2.01 9
2.507
2.71 2
2.860
2.91 1
22 S ULAWESI UTARA
23 S ULAWESI TENGAH
1 .665
1 . 484
1 . 673
1 . 893
2. 1 72
2. 443
3. 020
377
496
606
726
874
908
920
632
1 .036
1 . 1 39
1 .273
1 .489
1 .631
27.695
38 .3 1 1
50.885
62. 1 58
7 1 . 1 6 1.
82.753
21
KALIMANTAN TIMUR
24 S ULAWESI SELATAN
25 S ULAWESI TENGGARA
26
MALUKU
27
IRIAN JAVA
J UMLAH
2.629
1 07
J U M L A H KO N S U LT A N
PROPINSI
NO.
1 988
1 989
1 990
0.1. ACEH
1 991
35
47
1 992
1 993
68
80
91
101
SUMATERA UTARA
37
72
1 10
1 25
1 74
181
SUMATERA BARAT
23
49
78
1 06
121
1 24
RIAU
24
24
35
52
66
84
J A MBI
10
13
14
24
29
29
SUMATERA SELATAN
29
41
48
63
77
85
BENGKULU
15
23
26
38
37
40
LAMPUNG
22
43
46
48
50
50
OKI J AKARTA
429
71 1
1 .035
1 . 397
1 . 943
2. 1 54
1 0 JAWA BARAT
1 43
245
31 1
37 1
452
510
1 73
215
251
272
11
JAWA TENGAH
69
1 25
12
0.1. YOGYAKARTA
38
54
64
1 08
1 20
1 28
1 34
1 78
240
322
363
380
1 3 JAWA TIMUR
14
BALl
36
33
42
47
52
55
15
12
24
31
41
46
52
16
17
24
30
36
45
47
20
23
35
44
50
51
52
61
1 7 TIMOR TIMUR
18
19
15
28
31
40
20 KALIMANTAN SELATAN
22
27
32
41
50
55
21
49
51
56
59
61
65
KALIMANTAN TIMUR
22 S ULAWESI UTARA
44
23 S ULAWESI TENGAH'
327
24 S ULAWESI SELATAN
46
46
61
77
77
92
25
S ULAWESI TENGGARA
10
21
34
41
49
59
26
MALUKU
15
27
IRIAN JAYA
JUMLAH
13
24
32
36
41
46
1 .248
1 .926
2.632
3.41 1
4. 1 97
5. 1 1 0
1 08
1 988
1 989
1 990
1 99 1
1 992
1 993
20
40
60
(DALAM RIBUAN)
80
1 00
Gamhar 3.9
Perkembangan J umlah Kontraktor
dan Konsultan, 1988 - 1993
dengan masa awal PELITA VI, industri konstruksi secara nasional bel urn j uga dapat mem
berikan sumbangan yang berarti bagi tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan sesuai de
ngan harapannya di lain fihak, karena industri konstruksi menempati posisi sangat strategis,
sangatlah diharapkan peran aktifnya dalam pembangunan. Terutama sumbangannya terhadap
pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil pembangunan yang sedang diusahakan melalui
berbagai sektor ketenagakerj aan. Sekedar untuk dipakai sebagai perbandingan, di Amerika
Serikat sumbangan dari industri konstruksi kurang lebih mendekati 5% dari produk nasional
bruto (tahun 1 990) atau j ika dihitung dengan angka lebih dari 255 miliar $AS . 1 4
Agar dapat mencapai tingkat kualitas dan produktivitas yang sesuai dengan harapan,
masih banyak sekali faktor yang harus dibenahi dan disempurnakan di dalam proses produksi
nya. Terutama yang berkaitan dengan sikap profesional para pengelolanya, dalam hal ini
adalah unsur-unsur yang terkait di dalam pelaksanaan proses produksinya. Membenahi sikap
profesional adalah upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia,
termasuk peningkatan penguasaan atas pengetahuan dan teknologi dalam dunia industri
konstruksi, serta ketrampilan untuk penerapan praktisnya. Karena industri konstruksi adalah
merupakan bentuk usaha di bidang pelayanan jasa, maka fluktuasi pasar hendaknya janganlah
dipandang hanya berdasarkan pada besar kecilnya permintaan saja. Permintaan pasar selalu
berlatar belakang dan l ebih didominasi oleh azas dapat dipercaya (trustworthy). Sehingga
14
Bureau of Economic Analysis, US Dept. of Economics, Microsoft CD ROM Reference Library, Beethoven Bookshelf, Wearnes
Technology, 1 993.
1 09
harapan dan optimisme untuk meraih pangsa pasar hams disertai dengan kesadaran akan
pentingnya pengembangan moral profesional. Pengembangan profesionalisme yang dimaksud
lebih ditekankan pada upaya pembentukan karakter positif yang selalu berorientasi pada
pencapaian hasil karya (achievement oriented), dilandasi dengan integritas yang mantap
terhadap komitmen serta kepercayaan yang diemban. Sementara itu, karena selumh kegiatan
proses produksi didasarkan pada sifat yang transparan, hams disadari bahwa keuntungan
usaha hanya dapat diraih berdasarkan keberhasilan upaya sangkil yang dilakukan. Sehingga
dalam pelaksanaan proses produksinya mutlak hams selalu mengupayakan optimasi peng
gunaan segala sumber daya yang dimilikinya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang semakin terbuka, hams disadari bahwa sudah bukan zamannya lagi untuk
masih saj a menerapkan muslihat tipu-menipu oleh berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis
konstmksi. Cara-cara pada masa lalu tersebut, hanya akan memudarkan reputasi dan bahkan
menghancurkan azas dapat dipercaya yang menjadi landasan utama dalam bisnis ini. Upaya
peningkatan produktivitas dilakukan dengan selalu tetap memperhatikan keseimbangan antara
kemampuan dan kebutuhannya. Apabila pertumbuhan omzet tidak j uga diimbangi dengan
upaya peningkatan mutu kemampuan yang sepadan boleh j adi akan menjadi sumber timbulnya
berbagai masalah yang tak diinginkan, temtama berkaitan dengan masalah kelayakan usaha.
Sejalan dengan pembangunan berbagai sarana dan prasarana fisik, perkembangan kons
tmksi bangunan semakin meningkat kompleks, baik dari aspek ukuran maupun teknologinya.
Sehingga untuk penanganannya membutuhkan organisasi pengelolaan yang semakin besar
dan mmit, semakin kompleks tingkat ketergantungan antar kegiatannya, tidak lagi bisa dihadapi
hanya dengan sikap dan perilaku statis dan tradisional. Untuk itu, sudah selayaknyalah apabila
kalangan pengusaha di bidang industri jasa konstmksi dalam menghadapi perkembangan
tersebut hams dengan penuh perhitungan dan persiapan vang masak temtama yang berkaitan
dengan resiko yang hams dihadapi. Di lain pihak, hendaklah jangan dilupakan pula bahwa
kemapanan sektor industri di dalam negeri tidak akan terlepas dari pengamh situasi ekonomi
global dunia yang menunj ukkan gejala selalu bembah. Untuk menghadapi hal itu, meskipun
pihak pemerintah selama ini telah mengambil beberapa prakarsa perlindungan dan penye
lamatan melalui berbagai paket kebijakan serta keputusannya, selayaknyalah apabila kalangan
industri j asa konstmksi harus mengimbanginya. Kalangan industri hams selalu memikirkan
usaha-usaha peningkatan produktivitas dan mencari terobosan demi kesinambungan usahanya
sekaligus meraih prestise nasional. Fasilitas dari pihak pemerintah pada hakekatnya adalah
sebagai prasarana dalam bemsaha yang dengan sendirinya hams dikelola dengan sesangkil
mungkin. Fasilitas tersebut hanyalah bersifat sementara karena sangat tergantung pada situasi
ekonomi nasional, dan lebih dimaksudkan untuk membimbing menuju ke arah kemandirian.
Hendaknya fasilitas tersebut jangan hanya sekedar untuk dinikmati berdasarkan pemahaman
sekadarnya saja. Secara jujur hendaknya disadari bahwa kebanyakan dari fasilitas tersebut
lebih berbentuk subsidi yang bersifat melindungi langsung terhadap operasi pelaksanaan dalam
industri. Sebagai contoh misalnya, kebijakan melalui Keppres 1 61 1 994 mengenai uang muka
bagi golongan ekonomi lemah dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Meskipun
karena mwetnya jaringan birokrasi yang hams ditempuh mengakibatkan pengumsannya bisa
1 10
memakan waktu 2 3 bulan, padahal pelaksanaan proyek hanya 5 6 bulan misalnya, akan
tetapi harus dihargai upaya untuk menaikkan uang muka menjadi 30%. Padahal seperti
diketahui, usaha dalam industri konstruksi apabila dikelola dengan baik sebenamya tidak
membutuhkan modal kerj a awal yang besar. Hanya saj a, harap dicatat bahwa pengelolaan
proyek konstruksi selalu membutuhkan likuiditas keuangan lentur berdasarkan pada arus
pembayaran (cash flow) yang terencana dan lancar. Kemudian tidak kalah penting adalah
kebijakan untuk mengobarkan semangat penggunaan basil produksi dalam negeri. Di kalangan
para pej abat pengelola proyek pemerintah semangat tersebut benar-benar dijadikan pegangan
sebagaimana j uga tugasnya untuk memberikan perlindungan terhadap pengusaha golongan
ekonomi lemah. Produksi dalam negeri bukanlah hanya diartikan sebagai peralatan dan
material bangunan, tetapi termasuk juga karya konstruksi.
Laj u pertumbuhan jumlah perusahaan industri j asa konstruksi yang meningkat pada era
pembangunan ini, tidak hanya karena dirangsang oleh iklim kemudahan bagi dunia usaha
dan industri yang diberikan oleh Pemerintah sejak diberlakukannya Keppres 1 41 1 980, atau
Keppres 29/ 1 984, dan yang terakhir Keppres 1 6/ 1 994, dan peraturan lain dalam rangka pe
nataan regulasi. Tampaknya perkembangan tersebutj uga tidak terlepas karena masih terdapat
keterbatasan pengertian dan pengetahuan mengenai alam industri j asa konstruksi pada para
pengusaha. Pada tingkat pemahaman sederhana dan tradisional, industri jasa konstruksi dengan
segala kemudahan yang dijanjikan telah mampu menarik perhatian pengusaha untuk memulai
bergerak di dalamnya. Mereka memulai tanpa terlebih dahulu mengenal resiko yang harus
diperhitungkan dan dihadapi bila usahanya diinginkan dapat berkembang untuk dipertahankan
sebagai wahana profesi. Mengenai resiko besar yang harus dihadapi tersebut sudah sering
diingatkan melalui pemyataan-pemyataan berbagai pihak yang antara lain juga oleh organisasi
profesi seperti GAPPENSI, AKI, INKINDO, dan sebagainya. Akan tetapi rupanya daya
tarik untuk mengadu nasib di lingkungan industri jasa konstruksi lebih kuat, sehingga masih
banyak saja pengusaha menggunakan prinsip untung-untungan dalam menggerakkan roda
,
usahanya. Sudah barang tentu hal yang demikian akan menghasilkan produktivitas dan mutu
rendah, merugikan pihak konsumen, bahkan yang lebih parah akan membawa ke kehancuran.
-
Untuk mengarungi industri j asa konstruksi dan sekaligus agar roda usahanya bergerak pro
duktif untuk menghasilkan karya yang bermutu, j elas tidak cukup hanya dengan bermodalkan
keberanian, optimisme, ataupun bahkan kemauan untuk bekerj a keras saja. Untuk dapat
masuk ke dalam industri tersebut tidak bisa hanya dengan sikap coba-coba atau untung-un
tungan saja. Tetapi harus disadari sepenuhnya bahwa yang digeluti adalah suatu dunia usaha
profesi mengandung banyak resiko yang harus dihadapi dengan penuh perhitungan serta me
merlukan pengertian dan pengetahuan yang cukup akan beberapa hal pokok seperti berikut
1111:
1)
Usaha di bidang industri j asa konstruksi adalah merupakan usaha profesi rekayasa yang
harus dilakukan atau dij alankan secara profesional . Sering hal ini tidak disadari, bahkan
banyak pengusaha cenderung menyamakan usaha di bidang industri j asa konstruksi de-
111
ngan usaha perdagangan umum ataupun industri lain. Dengan demikian, karena tiada
nya persiapan untuk menghadapi permasalahan yang akan timbul sehubungan dengan
persepsi dan sikap yang tidak pada tempatnya tersebut, akan membawa akibat yang
fatal dan memberikan citra buruk bagi dunia industri jasa konstruksi. Komunikasi keluar
maupun ke dalam perusahaan terganggu karena tiadanya kesamaan bahasa profesi, se
hingga menghasilkan buruknya kinerja di lapangan. Strategi dalam menjalankan roda
usaha tidak menggunakan pola pikir profesi rekayasa sehingga mengakibatkan tersen
datnya laju pelaksanaan pekerjaan dan tidak terorganisasikan secara baik. Karena tidak
berlatar belakang pada perilaku profesional di bidang rekayasa, sudah barang tentu
usaha bisnis dijalankan tanpa mempertimbangkan kesetiaan terhadap profesi. Roda bisnis
yang dijalankan tertumpu sepenuhnya pada semangat untuk berdagang, sehingga setiap
saat yang dikerjakan selalu hanya memperhitungkan untung-rugi saja. Pada umumnya
mereka tidak memperhatikan dan merasa perlu untuk belajar dalam upaya meningkatkan
profesionalisme perusahaan maupun staf karyawannya. Berasal dari sikap mereka inilah
kemudian timbul citra buruk bagi pengusaha industri jasa konstruksi, di mana selalu di
tuding sebagai pihak yang hanya mencari untung sebesar-besamya saja, sepertinya be
kerja tanpa tanggung jawab profesional. Pada umumnya, perusahaan seperti ini bila
mendapatkan pekerjaan terpaksa menyerahkan produksinya kepada pihak lain, dikarena
kan ketidak-mampuannya.
2) Tumpuan utama industri jasa konstruksi terletak bukan pada kualitas mesin-mesin seperti
halnya pada industri pabrik, dan bahkan bukan pula hanya pada kuatnya dukungan pen
danaan ataupun fasilitas lainny, tetapi lebih banyak terletak dan ditentukan pada kualitas
dan kemampuan sumber daya manusia, tenaga kerja, lebih-lebih para pengelolanya.
Tidak sedikit perusahaan industri konstruksi yang didirikan hanya berdasarkan keyakinan
akan kokohnya dukungan pendanaan, atau yang lebih buruk lagi menggantungkan harap
annya pada dukungan fasilitas dan koneksi saja, tanpa menyadari bahwa profesionalisme
para pengelola beserta segenap tenaga kerjanya adalah lebih menentukan di dalam menja
min kelangsungan hidup perusahaan lebih lanjut.
3 ) Sesuai dengan perkembangan dan evolusinya, pengamh kegiatan industri jasa konstruksi
mampu membias ke jangkauan matra yang sangat luas, sejak dari rekayasa, ekonomi,
sampai dengan masalah kualitas dan kuantitas sumber-sumber daya, dan kesemuanya
ini jalin-menjalin saling tergantung satu sama lain. Mekanisme proses produksinya dito
pang dan dipengamhi oleh hasil kerja kumulatif dari banyak pihak, para kontraktor,
subkontraktor, pemasok bahan, para mandor borong termasuk segenap tenaga kerjanya,
sedangkan pengendaliannya melibatkan pihak pemberi tugas beserta segenap konsultan
nya. Berbeda dengan industri pabrik, yang mana dalam proses berproduksi bersifat mene
tap di suatu tempat, pengusaha konstruksi hams lebih memperhatikan kepentingan dan
ketertiban masyarakat umum dalam tata cara bekerja. Pengusaha konstruksi hams benar
benar memperhatikan peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang sudah menjadi
ketetapan pemerintah setempat. Misalnya pembatasan kapasitas beban jalan raya bagi
segenap alat-alat berat dan transportasi, mengotori dan merusakkan trotoir, saluran riool
1 12
4)
5)
dan drainasi, mengganggu kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas, mengakibatkan
bahaya yang serius seperti tanah longsor, dan sebagainya. Dengan semakin terbatasnya
sumber daya alam, pihak pengusaha konstruksi juga harus memperhatikan di dalam
upaya mengeksploitasi untuk kepentingan usahanya. Dengan itu semua, berarti pengusaha
konstruksi harus bertanggung jawab terhadap segala aspek dampak lingkungan dalam
melaksanakan proses produksi. Bertitik tolak dari keadaan tersebut, tampak tumbuh
suatu kecenderungan bahwa perusahaan konstruksi dalam usaha meraih keuntungan
dituntut tidak lagi hanya ditujukan untuk demi kepentingannya sendiri (stockholders),
tetapi membias lebih luas lagi, j uga harus mempertimbangkan kepentingan pihak-pihak
lain dalam j angka panj ang (stakeholders).
Mekanisme kegiatan di dalam industri jasa konstruksi menuntut gerak yang dinamis se
suai dengan cara berproduksinya, serta sifat dan ragam permasalahan yang dihadapi
oleh para pengelolanya. Dengan demikian mekanisme hubungan kerja antar unsur-unsur
pengelola pembangunan yang umumnya terdiri dari tiga pihak yaitu pemberi tu gas, kon
sultan, dan kontraktor, harus dilakukan dalam satu semangat kebersamaan tanpa mening
galkan posisi dan tanggung jawab profesional masing-masing. Kesemua itu dalam rangka
mewujudkan satu tuj uan ialah berhasilnya pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Demi kepentingan kesangkilan, tuntutan sikap dan perilaku keterbukaan yang profesional
kesemua pihak sangat mutlak sifatnya. Bila salah satu pihak saja mengingkarinya, akan
mengakibatkan kerugian atau kebocoran yang pada akhimya pemiliklah yang akan men
derita. Hubungan kontrak antar pihak dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin ke
tidakpastian yang biasanya menjadi sumber pertentangan, disamping menumbuhkan daya
tanggap dan tanggungjawab dalam lingkungan kebersamaan itu sendiri. Interaksi yang
bertalian dengan biaya konstruksi, dampak terhadap lingkungan, kualitas dan j adwal
penyelesaian, akan dikoordinasikan dan dikendalikan oleh lembaga kebersamaan tersebut,
sehingga dapat mewujudkan sebuah hasil karya yang bemilai optimal bagi pemilik dalam
kerangka pembiayaan dan waktu yang sesangkil mungkin.
Dalam banyak segi industri jasa konstruksi memperlihatkan gejala yang berlawanan
azas, sehingga sepertinya sui it untuk dapat memahami kecenderungan perkembangannya.
Mungkin hal ini pula yang membedakannya dengan industri lainnya. Sebagai misal, de
ngan memperhatikan lagi Gambar 3. 7, dapat dikemukakan bahwa meskipun yang men
dapatkan pekerjaan tiap tahunnya hanya berkisar antara 20% - 30%, pertambahan jumlah
perusahaan industri konstruksi dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka meyakinkan,
yakni lebih dari 20% . Sedangkan 70% dari perusahaan yang berhasil mendapatkan peker
j aan tersebut merupakan perusahaan golongan ekonomi lemah. Secara rata-rata, usaha
bisnis dalam industri konstruksi adalah paling tidak menguntungkan di antara sekian ba
nyak usaha di bidang industri. Sehingga tidaklah mengherankan apabila bisnis kontraktor
menunjukkan rekor angka kegagalan tertinggi, baik dalam jumlah perusahaan maupun
nilai rupiahnya. Dengan pertumbuhan j umlah kontraktor pendatang baru mencapai lebih
dari 20% setiap tahunnya, temyata tidak sedikit pula yang tidak kuat dan terpaksa pergi
meninggalkan bisnis. Sedangkan di lain pihak, bagaimanapun keadaannya, pasang surut
6)
1 13
dan peran aktif industri konstmksi sering digunakan sebagai indikator untuk menggambar
kan perkembangan situasi ekonomi pada umumnya. Kemudian, meskipun pemsahaan
pemsahaan ini saling bersaing secara intensif dan ketat, akan tetapi kemaj uan teknologi
yang dicapai industri konstmksi tampaknva masih belurn berarti hila dibandingkan dengan
industri lainnya. Seperti diketahui, untuk mengatasi persaingan yang ketat pada umumnya
industri-industri pabrik mengupayakan kesangkilan proses produksi dengan melalui upaya
penelitian dan pengembangan teknologi melalui alat-alat dan permesinannya.
Sesuai dengan kondisi alamiahnya, pengelolaan industri konstmksi mensyaratkan persiap
an konsep strategi meraih keuntungan bertahap dalam j angka waktu yang cukup panjang.
Seperti diketahui bahwa proses produksi di dalam industri konstmksi hams bersifat
transparan, tidak ada hal yang tersembunyikan, dan keselumhan proses hams dilakukan
di bawah pengawasan pihak pemberi tu gas, konsumen, atau dalam hal ini adalah pasar.
Sehingga dalam upaya meraih keuntungan, mutlak bagi pengusaha untuk dengan rajin
selalu memperhatikan dan mengupayakan peningkatan efisiensi dan produktivitas pada
selumh kegiatan di berbagai jenj ang manaj emen. Keuntungan tidak bisa diharapkan un
tuk mudah diraih secara mendadak berdasarkan pada sikap-sikap spekulatif semata, tan
pa perhitungan cermat seperti halnya dalam usaha dagang ataupun pada bisnis lainnya.
Di dalam usaha untuk meningkatkan daya saing, pemsahaan industri j asa konstmksi
hams mampu memperkokohnya dengan cara meningkatkan produktivitas, yang berarti pening
katan kesangkilan manajemen. Untuk itu dituntut keberanian untuk melihat segala permasalah
an secara realistis, agar tidak tersesat oleh gambaran-gambaran dangkal. Persaingan dalam
dunia usaha kadang-kadang menunjukkan tiadanya belas kasihan di atas kehancuran mereka
yang tidak sanggup untuk menghadapinya. Konsekuensi bagi mereka yang sanggup adalah
menyiapkan diri sedini mungkin, disampingjuga bemsaha mengenal kelemahan-kelemahannya
untuk sejauh mungkin memperkecil penyebab kegagalan usaha. B ermacam penyebab kega
galan hams diketahui untuk dipakai sebagai titik tolak tindakan pencegahan . Akibat dari
melemahnya daya saing akan menimbulkan bermacam permasalahan yang bersumber dari
suasana persaingan yang tidak sehat. Seperti yang sudah sering disinyalir oleh ban yak pejabat
maupun tokoh-tokoh organisasi profesi, banyak terj adi kecurangan dalam pelelangan dan
penyimpangan dalam proses pelaksanaan sehingga sangat memgikan penyelenggaraan usaha
usaha pembangunan.
4
TATA CARA KONSTRUKSI
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah merambah pula ke bidang
teknologi bangunan dan menjadikannya semakin rumit saja. Sebagaimana lazimnya, bersamaan
dengan peningkatan penguasaan atas iptek dapat dipastikan mempengaruhi pula ber
kembangnya kebutuhan akan sarana dan prasarana dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Sedangkan dilain pihak, semakin hari semakin terasa pula terbatasnya ketersediaan sumber
daya yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Kondisi tersebut telah
memaksa masuk ke dalam suatu situasi yang semakin tidak longgar, baik dalam menentukan
kebutuhan hidup maupun sekaligus untuk dapat memenuhinya. S ehingga j alan keluamya
adalah berupaya memenuhi kebutuhan dengan selalu mendasarkan pada azas optimalisasi
dan kesangkilan, termasuk kebutuhan prasarana bangunan fisik. Konsekuensinya sudah barang
tentu bahwa perencanaan serta perancangan bangunan berubah menjadi semakin rumit, tidak
lagi selonggar sebagaimana yang diterapkan pada bangunan-bangunan terdahulu. Kom
pleksitas bukan saja dalam rangka untuk memenuhi tuntutan kebutuhan sesuai dengan fungsi
penggunaannya akan tetapi j uga dari aspek penerapan gagasan struktur bangunan, teknologi
bahan, perlengkapan, dan peralatan yang digunakan. Keadaan demikian memaksakan ke
waj iban profesional arsitek menj adi semakin luas cakupannya, sehingga muncul keharusan
untuk mengerahkan dan menyertakan pula banyak rekayasawan dari berbagai spesialisasi
untuk diperbantukan di dalam proses perencanaannya.
Sementara itu, perkembangan kebutuhan akan fasilitas prasarana fisikjuga sejalan dengan
pertumbuhan kemakmuran kehidupan, bahkan keduanya membentuk hubungan yang saling
mempengaruhi. Sehingga upaya memenuhi kebutuhan fasilitas prasarana fisik melalui
konstruksi bangunan telah tumbuh berkembang menj adi suatu industri j asa yang potensial.
Seperti diketahui, proses penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan adalah merubah gambar
gambar perencanaan, baik gambar rekayasa maupun arsitektural berikut ketentuan-ketentuan
yang tercantum di dalam persyaratan atau spesifikasi teknis, diwujudkan menj adi bangunan
115
116
PEASETWUAN
PEASETWUAN
PEMIUHAN
KONTRAKTOR
PENEI'lTUAN
KONTRAKTOR
PENGEMBANGAN
PERENCANAAN
Gambar 4.1
Proses Penyelenggaraan Konstruksi
fisik di lapangan. Dengan proses pembangunan atau konstruksi seperti itu, akan melibatkan
saling ketergantungan kompleks antara kemahiran profesional dalam bidang teknologi dan
manajemen bisnis. Masalah-masalah teknologi dilayani oleh profesi rekayasa, arsitek, atau
keahlian spesialisasi lainnya, dengan memberikan sumbang peran keahliannya dalam suatu
proses konstruksi yang terdiri dari banyak kegiatan yang saling berkaitan secara kompleks.
Sedangkan kemahiran di bidang manajemen adalah kemampuan untuk mengkoordinasi dan
mengorganisasikan keseluruhan kegiatan proses, yaitu merubah dokumen perencanaan menjadi
bangunan fisik dengan cara sesangkil mungkin. Kemahiran manajerial yang dituntut tentunya
berbeda dengan industri lain, karena variabilitas kegiatan dan sifat khusus produknya memer
lukan penataan organisasi serta upaya pengendalian yang berbeda pula.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses penyelenggaraan konstruksi secara garis besar
dan sederhana adalah tampak seperti pada Gambar 4. 1 . Dari gambar tersebut tampak bahwa
saling ketergantungan kegiatan, yang merupakan ciri khas proyek konstruksi, tersusun dalam
suatu urutan yang pada akhirnya menentukan jangka waktu penyelesaian proyek. Dalam hal
ini harap diperhatikan bahwa kualitas hasil, pembiayaan dan waktu yang diperlukan, meru
pakan tiga faktor yang saling berpengaruh satu sama lainnya. Harap dicatat pula bahwa
keseluruhan kegiatan pada hakekatnya ditujukan agar tujuan fungsional proyek dapat dicapai.
4.1 UNSUR-UNSUR PENGELOLA KONSTRUKSI
Pada bab 3 . 3 telah dikemukakan mengenai proses produksi di dalam industri konstruksi
berikut perkembangan evolusinya dari waktu ke waktu. Hubungan produsen dengan pihak
Pemberi Tugas, atau dalam hal ini adalah konsumen atau pasar, merupakan hubungan dengan
keterlibatan langsung. Pelaksanaan proses produksi tidak saja berdasarkan pada pesanan
dengan persyaratan yang sudah ditentukan terlebih dahulu, akan tetapi j uga tidak terlepas
dari keterlibatan pihak konsumen untuk ikut berperan serta di dalam pengendalian proses.
Proses produksi dengan menggunakan sistem yang manapun, selalu terdiri dari tiga unsur
konstruksi yang terlibat, yaitu: Pemilik atau Pemberi Tugas, Konsultan, dan Kontraktor.
Kerj a dari ketiga pihak tersebut membentuk suatu mekanisme pengelolaan proyek untuk
mencapai satu tujuan yang sama. Agar tidak terjadi kekacauan di dalam proses konstruksi
seperti digambarkan pada Gambar 4. 1 , seluruh ruang lingkup kegiatan dan tuj uan pekerj aan
1 17
perlu diperjelas dan dipertegas secara sistematis. Sehingga dapat dipakai dalam mewujudkan
dasar kesepakatan di antara segenap unsur pengelola konstmksi, dan dikoordinasikan melalui
sistem manajemen proyek konstmksi.
Pemilik atau Pemberi Tugas
Pemilik atau Pemberi Tugas, sebagai pemrakarsa proyek konstmksi dapat berasal dari ka
langan swasta atau pejabat yang mewakili kepentingan pemerintah. Pemberi Tugas dari
kalangan swasta, dapat selaku pemakai atau pemilik bangunan, atau dapat pula mewakili
pihak pengembang kredit pinj aman yang lazim disebut sebagai developer. Dalam organisasi
proyek konstruksi, Pemberi Tugas umumnya duduk sebagai Pemimpin Proyek atau Manajer
Proyek, khusus untuk proyek-proyek pemerintah dapat pula bertindak selaku Pemimpin Bagian
Proyek . Penjabaran mengenai peran dan tanggung j awab Pemimpin Proyek dapat diikuti
pada bab 2.5. Karena di dalam proyek konstruksi, produsen dan konsumen membentuk
hubungan langsung maka Pemberi Tugas harus menyadari bahwa kedudukan manajerialnya
berada di dalam sistem, bukan di luarnya. Sehingga peranannya tidak saja bertindak selaku
fasilitator karena proses konstruksi berlangsung di atas wilayah kekuasaannya, akan tetapi
sekaligus juga sebagai motivator dan katalisator dalam rangka mengupayakan agar keseluruhan
sistem manaj emen dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang sangkil. Sehingga basil ke
luarannya lebih lanjut dapat diarahkan guna mencapai tujuan fungsional proyek. B ahkan
tidak j arang, sementara harus selalu memikirkan perlindungan terhadap selumh milik dan
daerah kekuasaannya, Pemberi Tugas juga hams berperan selaku stabil isator dal am menye
lesaikan perselisihan yang bisa jadi muncul selama proses konstruksi.
Dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proyek konstmksi, Pemberi
Tugas hams bersikap cermat dan hati-hati mengingat setiap pembangunan suatu proyek selalu
mencakup investasi modal yang cukup besar, yang sepenuhnya menjadi tanggungannya.
Sedang di lain pihak, sebagai orang awam di bidang konstmksi, posisi pemberi tugas sangat
tergantung pada bagaimana para konsultan atau arsitek menjaga dan melindungi kepenting
annya temtama dalam menghadapi para kontraktor dan subkontraktor. Akan tetapi sepanjang
Pemberi Tugas mampu membangkitkan motivasi pentingnya kebersamaan dalam menegakkan
azas profesionalisme untuk keseluruhan sistem secara konsisten dan konsekuen, pada umumnya
setiap permasalahan yang muncul dapat diperkecil pengamhnya. Pemberi Tugas hams
menyadari bahwa munculnya berbagai penyimpangan bagaimanapun sangat dipengamhi,
tergantung, bahkan dimungkinkan, karena kondisi si stem manaj emen yang sedang berjalan.
Sehingga Pemberi Tugas hams selalu memberikan perhatian secukupnya untuk dapat memben
tuk sistem manaj emen proyek melalui manajemen konstruksi yang handal, sistematis dan
kokoh, di dalam proyek yang dikelolanya. Jika tidak berhasil menyusun sistem manaj emen
konstruksi yang tangguh dalam arti profesional, cenderung akan membuka peluang bagi
perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang bukan hanya berasal dari kontraktor sebagai
pembangun, mungkinjuga perbuatan konsultan yang sehamsnya melindungi kepentingannya
atau malahan tidak j arang pula bahkan oknum-oknum atau staf dari pihak Pemberi Tugas
sendiri yang tergoda untuk memanfaatkan kelemahan sistem.
118
Dalam rangka upaya mengelola proyek secara tertib melalui suatu sistem manajemen
konstruksi yang kokoh. ketiga pihak unsur pengelola konstruksi (Pemberi Tugas, Konsultan,
dan Kontraktor) dalam menjalankan tugas hendaknya membentuk suatu mekanisme hubungan
kerja untuk mewujudkan satu tujuan bersama. Mekanisme hubungan kerja yang lancar dengan
berlandaskan semangat kerjasama erat dalam arti terbuka, bersih, dan profesional, merupakan
syarat mutlak untuk dapat tercapainya mutu baik hasil pekerjaan, kecepatan waktu, dan cara
pelaksanaan yang sangkil serta ekonomis. Untuk itu diperlukan pemahaman yang benar me
ngenai azas kebersamaan dalam rangka memikul tu gas mewujudkan kopstruksi yang sedang
dilaksanakan. Seringkali terj adi bahwa kegagalan untuk mewujudkan mekanisme hubungan
kerja tersebut dapat mengakibatkan timbulnya beberapa masalah di lapangan, antara lain
ialah:
1 ) terganggunya laju kemajuan pelaksanaan,
2) perencanaan kerja dan metoda pelaksanaan yang tidak mantap,
3 ) organisasi dan koordinasi lapangan kacau dan tidak teratur polanya,
4 ) kelemahan pada sistim pengawasan, baik pada masing-masing organisasi unsur maupun
khususnya dalam pelaksanaan proyek konstruksi secara keseluruhan.
Pada pelaksanaan proyek konstruksi sektor swasta, biasanya diberlakukan tata cara
kontrak konstruksi dengan negosiasi melalui persaingan penawaran yang diajukan oleh dua
atau lebih kontraktor yang berminat untuk sesuatu pekerjaan. Sudah barang tentu kontraktor
yang disertakan hanyalah kontraktor terpilih berdasarkan penilaian obyektif atas reputasi
dan kecakapannya di masa-masa lalu. Atau dapat juga dengan cara persaingan yang diperluas
(pelelangan terbuka) sehingga memungkinkan Pemberi Tugas untuk menetapkan pilihan
penawaran terendah namun secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Apabila kebijakan
kebijakan tersebut didukung oleh para arsitek dan rekayasawan yang menjamin bahwa hasil
karya perencanaan dan spesifikasi teknisnya dapat mengikuti cara-cara yang ditempuh,
Pemberi Tugas akan memperoleh imbalan balik sesuai dengan yang dibelanjakannya. Pada
hakekatnya cara pelelangan ditempuh dengan tujuan agar dapat memperjelas dan memperkuat
landasan dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan kontraktor yang akan ditugasi.
Dengan sendirinya penetapannya didasarkan pada kriteria-kriteria penilaian tertentu, misalnya
penawaran yang secara teknis dapat dipercaya, harganya wajar, menguntungkan, sangkil,
dan sebagainya.
Pada perusahaan swasta besar yang berhasil, biasanya perluasan usaha bisnisnya sede
mikian cepat, baik dari segi pengembangan produksi maupun peningkatan volumenya. Sehing
ga kebutuhan akan prasarana bangunan fisik yang memadai selalu mengikuti perkembangan
tersebut. Merupakan hal yang tidak lazim apabila perus ahaan besar tersebut harus memper
banyak stafnya hanya untuk keperluan menangani proyek di dalam hubungannya dengan
arsitektur, rekayasa, serta konstruksi. Sehingga dalam konstruksi perluasan bangunannya,
pihak perusahaan biasanya sangat tergantung pada bagaimana para arsitek dan konsultan
rekayasa yang disewanya untuk menjaga dan melindungi kepentingannya. Sedangkan pada
sementara industri-industri kimia atau otomotif misalnya, biasanya di dalam organisasinya
sudah memiliki staf yang ahli dalam bidang penataan instalasi yang dapat diberi tugas sebagai
KONSTRUKSI
119
penyel ia baik kepada perencana maupun kontraktor dalam merencanakan dan melaksanakan
konstruksi . Organisasi perusahaan atau industri seperti itu, biasanya cukup mampu untuk
menangani perencanaan menyeluruh berikut konstruksinya, dan mampu pula mengambil
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan sistem ataupun proses produksi yang dikehendaki.
Pada umumnya Pemilik atau Pemberi Tugas ingin mengetahui sedini mungkin berapa
estimasi biaya proyek yang harus disiapkannya. Penyusunan perkiraan biaya tersebut meru
pakan bagian dari tahap perencanaan yang dilakukan oleh arsitek dan rekayasawan. Semen
tara proses penyelesaian perencanaan terus berlangsung, apabila estimasi biaya temyata cen
derung selalu meningkat dan tidak sesuai l agi dengan perkiraan awal, Pemberi Tugas akan
mengalami kecemasan yang serius. Naiknya estimasi biaya bisaj adi disebabkan oleh kondisi
dan situasi pasar yang memang tidak menentu, atau karena keterbatasan kemampuan konsultan.
Keterbatasan kemahiran untuk mendapatkan informasi harga yang layak untuk dipercaya
misalnya, atau keterbatasan dalam melakukan analisis estimasi pembiayaan karena memang
miskin pengalaman dalam pekerjaan yang semacam. Karena tiadanya pegangan yang pasti,
pemilik atau pemberi tugas bisaj adi akan mengambil keputusan untuk menunda pelaksanaan
proyek. Dengan memperhatikan perkembangan kondisi yang tidak begitu menyenangkan
tersebut, tidakjarang kontraktor profesional memberanikan diri untuk mengaj ukan penawaran
borongan (package deal) dalam bentuk sekaligus merencana dan membangun (design and
construct).1 Cara tersebut menyodorkan suatu bentuk pilihan bagi Pemberi Tugas, ketimbang
yang bersangkutan harus berdiri pada posisi yang tidak menentu dan dirasa sangat men
jengkelkan. Biasanya ditempuh oleh sementara Pemberi Tugas yang telah mengenal dengan
baik reputasi dan riwayat kontraktor atau arsitek tertentu melalui j alinan bisnis cukup lama.
Kesepakatan dapat pula disusun berdasarkan pada kontrak dengan cara harga tetap (fixed
cost) atau harga ditambah upah (cost plusfee), dengan tim kontraktor yang memang disiapkan
dan diorganisasikan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan . Sebagai contoh adalah pemberi
tugas dari perusahaan developer besar yang mengelola bisnis properti bangunan bertingkat
banyak, biasanya merupakan pelanggan tetap dari suatu grup kontraktor yang selalu siap
untuk memberikan pelayanan tugas perencanaan sekaligus konstruksinya.
Para Pemberi Tugas yang bertindak selaku wakil dari pemerintah, atau yang lebih dikenal
sebagai Pemimpin Proyek atau Pemimpin B agian Proyek, lebih terikat lagi oleh berbagai
peraturan dan tatanan yang pada dasamya memang diberlakukan sebagai bagian dari perleng
kapan pemerintah yang harus ditaati. Pemimpin Proyek merupakan komponen dari sistem
penyelenggaraan proyek yang mekanismenya diatur sesuai dengan Peraturan Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Keputusan Presiden, dengan yang terakhir
adalah Keppres 1 6/ 1 994 . Ketetapan tersebut memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata
cara Pengadaan barang dan jasa, penggunaan produksi dalam negeri, dan prakualifikasi rekanan
.
pemerintah. Dengan demikian dalam peraturan tersebut dimuat ketentuan-ketentuan lengkap
mengenai sistem dan tata cara penyelenggaraan proyek-proyek pemerintah, termasuk untuk
proyek konstruksi.
Laporan Utama - Sistem Design
28-30.
& Construct makin diminati, Majalah Bulanan Konstruksi, Jakar-ta, Mei 1 99 1 , halaman
1 20
Pemimpin Proyek atau Pemimpin Bagian Proyek sebagai petugas yang bertanggung ja
wab dalam pelaksanaan anggaran belanja negara. harus mendasarkan kegiatannya atas prin
sip-prinsip: ( 1 ) hemat, tidak mewah, sangkil, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
disyaratkan; (2) terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan, serta fungsi
setiap Departemen atau Lembaga; (3 ) semaksimal mungkin harus menggunakan hasil produksi
dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan dan potensi nasional. Ketentuan tersebut
mengharuskan pej abat yang berwenang mengambil keputusan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban anggaran belanja negara atau yang berwenang menerbitkan SKO
(surat keputusan otorisasi), termasuk para bendaharawan, untuk memperhatikan dan turut
mengusahakan penghematan di segala bidang serta menghindarkan pengeluaran yang tidak
penting. Kemudian dalam melaksanakan pengeluaran anggaran sejauh mungkin diusahakan
standarisasi, dengan harga standar untuk pelbagai jenis barang dan kegiatannya ditetapkan
secara berkala oleh Menteri/Ketua Lembaga yang terkait, sekaligus penetapan peraturan
mengenai standarisasi yang dimaksud. Disamping itu, perlu diperhatikan ketentuan tentang
perjanjian pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atas dasar cost plus fee dilarang. Cost
plusfee adalah biaya pemborongan yang nilainya tidak dinyatakan dengan harga pasti terlebih
dahulu, tetapi baru akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah upahnya
(keuntungannya). Hal demikian dilarang, jadi dalam surat perjanjian harus dinyatakan dengan
tetap dan pastijumlah biaya yang diperlukan. Penyelenggaraan pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa untuk proyek-proyek pemerintah dapat dilakukan dengan melalui salah satu dari
empat cara yang tersedia, yaitu : (a) pelelangan umum; (b) pelelangan terbatas; (c) pemilihan
langsung; atau (d) pengadaan langsung. Untuk pengadaan dengan jumlah biaya melampaui
Rp. 50 j uta harus diselenggarakan melalui tata cara pelelangan. Perincian tata cara masing
masing dari keempat cara tersebut akan diuraikan lebih lanjut pada bab 4.2. Dalam menye
lenggarakan pengadaan tersebut, Pemimpin Proyek atau Pemimpin Bagian Proyek wajib
memiliki perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian untuk digunakan sebagai acuan
sebelum melakukan pengadaan barang atau jasa. Yang dimaksud dengan perkiraan harga
yang dikalkulasikan secara keahlian ialah engineer 's estimate (EE), owner 's estimate (OE ) ,
harga perhitungan sendiri (HPS) atau semacamnya. Apabila terdapat perbedaan antara
perkiraan harga dengan harga yang akan dipilih, maka harus dipertanggungjawabkan melalui
analisis lengkap secara tertulis.
Kontraktor Pembangun
Setelah tersusun dokumen perencanaan yang mapan dalam arti layak dan dapat dipercaya,
barulah kemudian dilaksanakan pembangunan fisiknya yang pacta umumnya merupakan
tahapan yang paling banyak menyita pembiayaan, tenaga dan waktu, dibandingkan dengan
tahap lainnya. Dokumen perencanaan yang disiapkan konsultan terdiri dari gambar-gambar,
baik gambar arsitektural maupun detail teknis, dan spesifikasi teknis serta administratif yang
mencakup semua peraturan yang harus ditaati. Dokumen tersebut berfungsi sebagai pedoman
utama di dalam pelaksanaan pembangunan fisik yang akan diselenggarakan oleh kontraktor.
Dengan demikian peran utama Kontraktor dalam daur konstruksi adalah sebagai manajer
121
sumbcr daya yang bertugas untuk mengubah dokumen perencanaan menjadi keluaran-keluaran
berupa bangunan fisik. Meningkatnya volume pekerjaan maupun kompleksitas kegiatan pada
beberapa proyek besar memerlukan tata organisasi yang semakin besar dan rumit pula.
Kontraktor dituntut untuk mengembangkan si stem dan metode pengelolaan pelaksanaan dengan
menggunakan peralatan dan perlengkapan yang semakin bervariasi dan terkadang bersifat
khusus untuk pekerjaan tertentu. Untuk sesuatu proyek, terkadang melibatkan gambar peren
canaan meliputi jumlah ratusan berikut ketentuan-ketentuan spesifikasi teknis detail yang
sangat kompleks. Gambar perencanaan sebagai bagian dari dokumen perencanaan lebih dituju
kan untuk keperluan proses pelelangan pekerjaan, terutama dalam memberikan penjelasan
lingkup pekerjaan dan kalkulasi atau estimasi pembiayaan. Pada umumnya gambar-gambar
tersebut belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai gambar instruksi pelaksanaan kepada
mandor dan pekerja. Kontraktor harus mencermati lebih teliti untuk kemudian memperjelas
dan menerjemahkan menjadi gambar-gambar kerja (shop drawings) untuk keperluan operasi
dan pelaksanaan. Gambar kerja penting untuk dipakai dalam memberikan petunjuk-petunjuk
kepada para peketja yang berj umlah ratusan, bahkan bisa jadi ribuan untuk proyek besar.
Melalui gambar ke1ja tersebut kontraktor harus mengarahkan para mandor dan pekerjanya
untuk dapat memasang komponen-komponen dengan sebaik dan setepat mungkin.
Dengan semakin membengkaknya volume maupun kompleksitas kegiatan dalam proses
konstruksi, yang berarti semakin membesar pula upaya koordinasi yang harus dilakukan,
telah mendorong tumbuh berkembangnya kegiatan-kegiatan spesialisasi di dalam proses.
Munculnya kegiatan spesialisasi tersebut lebih dipacu lagi dengan penemuan baru di bidang
material serta pengembangan si stem instalasi dalam bangunan. Sangat banyak perlengkapan
dan peralatan khusus yang dikembangkan sebagai bentuk fasilitas dalam suatu bangunan.
Keadaan yang demikian mendorong munculnya pertimbangan untuk mengalih-kontrakkan
sebagian pekerjaanya kepada para sub-kontraktor spesialis, yang khusus melaksanakan peker
jaan-pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, banyak bermunculan perusahaan subkontraktor yang
mengkhususkan diri pada pekerjaan-pekerjaan mekanikal, elektrikal, plambing, perlengkapan
alumunium dan metal, beton prategangan, struktur baja, pekerjaan pondasi, bahkan pekerjaan
acuan beton, dan sebagainya. Pada kenyataannya cara kerja sama demikian telah berhasil
memberikan banyak manfaat kesangkilan, baik bagi kontraktor utama maupun para perusahaan
subkontrak. Dengan sendirinya, dengan semakin banyak mengerahkan subkontraktor akan
semakin memben gkak pula tanggung j awab kontraktor untuk mengorgani sasi dan
mengkoordinasikan seluruh kegiatan. Pada pelaksanaan proyek besar, mekanisme pekerjaan
melalui sistem subkontrak terbukti telah merangsang tumbuh berkembangnya industri hulu,
yang berarti pula memperluas kesempatan dan pemerataan kerja.
Sebagai pengelola segenap sumber daya, kontraktor harus benar-benar menyadari akan
kedudukannya sebagai pemeran utama yang menentukan dalam tim konstruksi. Selain harus
mengerahkan dan mengarahkan segenap jajarannya yang terdiri dari berbagai jenjang
kemampuan. yang suatu saat bisa mencapai ribuan, kontraktor juga harus selalu mengatur
dan memelihara komunikasi dengan pihak-pihak pemberi tugas, konsultan, dan berbagai
pihak yang terkait dengan proyek. Kontraktor juga harus bertanggung jawab kepada serikat-
1 22
serikat pekerja, masyarakat luas di sekitar proyek, pemerintahan setempat, dan peraturan
pemerintah yang terkait dengan dampak lingkungan dan tata cara pelaksanaan proyek kons
truksi. Pada Gambar 4 . 2 diberikan contoh jangkauan tanggung jawab kontraktor selama
pelaksanaan sesuatu proyek. Kontraktor harus mampu memelihara, mengorganisasi, dan
mengkoordinasikan keseluruhan tanggung jawab terhadap sekian banyak sektor tersebut
sekaligus melalui cara-cara yang sistematis. Selaku produsen, kontraktor bertanggung jawab
secara kontraktual hanya kepada pemberi tugas. Merupakan hal yang penting, hendaknya
disadari bahwa begitu kontrak disetujui dan ditanda tangani, pada hakekatnya kontraktor
telah pula mengikatkan diri pada tanggung jawab terhadap sekian banyak lembaga yang
berada di sekeliling posisinya. Keadaan unik seperti inilah yang secara mencolok membedakan
industri konstruksi terhadap industri yang lain. Sekian banyak tanggung jawab tersebut
merupakan komitmen yang tidak mungkin untuk dipungkiri atau disiasati untuk dihindarkan,
akan tetapi mutlak harus dihadapi sebagai suatu bentuk tantangan yang harus diselesaikan.
Bahkan, apabila kontraktor karena sesuatu hal tidak dapat memenuhi salah satu jalur tanggung
jaw ab misalnya, arah panah pada Gambar 4 .2 akan segera berbalik menuju kepadanya, yang
berarti telah berubah menjadi bentuk tekanan terhadapnya. Sebagai contoh, apabila kontraktor
Gambar 4.2
Tanggung J awab Kontraktor Pembangun
1 23
lalai terhadap kewajibannya untuk membayar bahan-bahan yang dipasok oleh pemasok bahan
misalnya, segera saja pihak pemasok dengan berbagai dalih yang dikemukakannya akan
memperlambat atau bahkan menghentikan pengiriman bahan selanjutnya. Pemasok bahan
dengan berbagai cara akan berusaha memanfaatkan situasi untuk melakukan penekanan
terhadap kontraktor. Apalag i j ika kontraktor tersebut bukanlah sebagai langganan tetapnya,
dalam arti hubungan bisnis mereka belum erat benar. Pemasok bahan biasanya adalah peng
usaha setempat (lokal), sedangkan lokasi pekerjaan kontraktor selalu berpindah-pindah tergan
tung kepada Pemberi Tugasnya. Contoh yang lain, jika manajer kontraktor karena sesuatu
hal tidak menunjukkan kinerja yang bertanggung jawab serta loyal terhadap perusahaannya,
maka segera saja pihak Dewan Direksi perusahaannya akan melakukan monitoring dan
pengawasan yang lebih ketat terhadapnya. Sedemikian ketatnya pengendalian kadang-kadang
dapat berubah menjadi tekanan-tekanan yang sama sekali tidak menyenangkan.
Sehingga dengan demikian jelaslah kiranya, apabila kontraktor tidak dapat mengelola
dengan bijak segenap tanggung jawab terhadap lembaga-lembaga di sekelilingnya, maka
dengan mudah akan berubah menjadi bentuk tekanan-tekanan yang tidak ringan untuk dihadapi.
Bekerja di bawah tekanan-tekanan dari banyak pihak seperti itu sudah barang tentu akan
membawa pada situasi yang mencekam, yang selanjutnya mengakibatkan kesukaran dalam
berupaya mencapai hasil kerja seperti yang diharapkan. Berawal dari kondisi yang demikian,
maka muncul bermacam citra buruk kinerja kontraktor pada berbagai pelaksanaan proyek
konstruksi. Bekerja di bawah tekanan, apapun penyebabnya, tentu merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan bagi siapapun. Untuk itu kontraktor hendaknya menyadari bahwa
pelayanan jasa yang diberikannya pada dasamya adalah dalam rangka mencapai tujuan
fungsional proyek pihak pemberi tu gas. Sedangkan sistem yang ada di sekitar posisinya pada
hakekatnya merupakan konsekuensi di dalam upaya mencapai hasil proyek yang sesangkil
mungkin, selaras dengan berbagai sudut kepentingan.
Dalam perkembangannya dari masa ke masa, industri konstruksi masih selalu saja di
pandang secara keliru oleh masyarakat awam sebagai usaha bisnis yang termudah, sedemikian
sehingga setiap individu rasanya mampu bergerak di dalamnya. Hal tersebut ditandai dengan
catatan pertumbuhan jumlah perusahaan yang meyakinkan dari tahun ke tahun, terutama
apabila dibandingkan dengan industri-industri yang lain. Dari sudut pandang tradisional,
sepertinya industri konstruksi menjanjikan kemudahan-kemudahan yang pada kenyataannya
telah menarik perhatian pengusaha untuk memulai bergerak di dalamnya. Usaha di bidang
konstruksi seperti juga usaha pada industri yang lain, memang akan menghasilkan keberhasilan
jika pengusaha mendasarkan upayanya pada azas profesionalisme dengan memperhatikan
kesangkilan dan produktivitas secara lebih ketat. Disebalik angka pertumbuhan yang op
timistik tersebut, sebenamya masih banyak catatan-catatan yang tidak selalu menggembirakan.
Catatan harus diperhatikan dengan lebih serius secara profesional oleh para pengusaha yang
berkehendak menekuni bisnis kontraktor. Sesuai dengan kondisi pasar dan tata cara ber
produksinya yang unik, jasa konstruksi mungkin merupakan suatu industri yang harus hidup
dengan alam persaingan paling keras. Disamping itu, dengan memperhatikan perkembang
annya selama ini secara rata-rata merupakan bisnis yang paling tidak menguntungkan di
1 24
antara sekian banyak usaha dalam bidang industri. Sehingga tidaklah mengherankan apabila
bisnis kontraktor menunjukkan rekor angka kegagalan tertinggi, baik dalamjumlah perusahaan
maupun nilai rupiahnya. Dengan laju pertumbuhanj umlah kontraktor pendatang baru hingga
mencapai lebih dari 20% setiap tahunnya, ternyata tidak sedikit pula yang padam semangatnya
dan terpaksa pergi meninggalkan bisnis ini . Untuk mencapai keberhasilan harus bekerja dengan
batas keuntungan rendah biasanya lebih terkenal (atau dikenalkan) sebagai penyebab kegagalan
bisnis ketimbang sesuai kenyataannya bahwa persaingan dalam pasar memang sangat ketat.
Akan tetapi sementara disadari bahwa industri konstruksi pada umumnya menunj ukkan pe
ngembalian investasi yang buruk, masih banyak perusahaan dengan pengelolaan profesional
dan sangkil menunjukkan kemampuannya untuk dapat berkembang secara relatif konsisten,
jika tidak dapat dikatakan menguntungkan dengan pola laba tertentu.
Seringkali dinyatakan bahwa keuntungan dalam bisnis konstruksi adalah berupa uang
yang tersisa apabila semua kewajiban membayar tagihan pihak ketiga telah diselesaikan.
Akan tetapi karena kehidupannya selalu sibuk dengan pekerj aan dan kurang memperhatikan
secara serius terhadap komitmen dan kewajibannya, sehingga pada umumnya kontraktor
tidak pernah dalam posisi sudah selesai membayar lunas hutang-hutangnya. Dengan cara
pengelolaan yang demikian, biasanya kontraktor hanya menunda saat kehancurannya saja,
yang dapat terjadi sewaktu-waktu j ustru pada saat volume pekerjaan sepertinya sedang me
nunjukkan indikasi keberhasilan. Harap dicatat pula bahwa sesuai dengan kondisi alamiahnya,
manajemen industri konstruksi mensyaratkan persiapan konsep strategi meraih keuntungan
bertahap untuk jangka waktu yang cukup panjang, tidak bisa singkat. Sehingga jika diban
dingkan dengan bisnis yang lain, para pengusaha konstruksi dituntut untuk berperilaku lebih
rajin, ulet, dan tekun, dalam rangka upaya mengumpulkan keuntungan demi keuntungan.
Cara-cara meraih keuntungan bagi pengusaha konstruksi sama sekali berbeda dengan cara
yang ditempuh pengusaha industri lain atau dunia perdagangan, di mana secara lentur masih
mudah untuk menyesuaikan dengan fluktuasi harga di pasar. Keuntungan bagi pengusaha
konstruksi lebih banyak bergantung pada kemampuan meningkatkan kesangkil an dan pro
duktivitas setiap kegiatan melalui penguasaan metode-metode pelaksanaan. Hendaknya di
sadari pula upaya peningkatan kesangkil an dan produktivitas hanya dapat melalui teknik
teknik manajemen yang manusiawi, karena yang harus dikelola dan diorganisasikan lebih
banyak dituj ukan kepada manusianya ketimbang mesin-mesin atau peralatan.
Kontraktor harus bijak dalam mengukur dan mengatur keseimbangan antara kemampuan
diri dengan kebutuhan keuntungan yang harus diraih. Apabila perkembangan omzet pekerjaan
tak seimbang dengan kapasitas kemampuan boleh jadi akan menjadi sumber timbulnya berbagai
masalah yang tak diinginkan, terutama berkaitan dengan kelayakan usaha. Dari catatan
berdasarkan pengalaman sering menunjukkan bahwa perusahaan yang bergerak dengan for
mat organisasi kecil cenderung dapat meraih keuntungan tinggi yang lebih berarti ketimbang
perusahaan dengan organisasi besar. Penyebabnya bisa jadi karena pada perusahaan kecil
tanggungan biaya umum perusahaan (overhead) rendah. Akan tetapi mungkin juga ber
dasarkan pada kenyataan bahwa perusahaan kecil cenderung bekerja hanya untuk pekerjaan
yang diyakini mampu untuk ditangani. Sedangkan perusahaan besar di l ain pihak, mungkin
1 25
seringkali terpaksa harus menerima pekerj aan yang jelas-jelas disadarinya tidak meng
untungkan dan hanya untuk mengupayakan agar para manajer kuncinya tetap memperoleh
gaji. Sedemikian sehingga mereka menggunakan prinsip untuk harus selalu siap dan mampu
menerima pekerj aan dengan upaya memberikan kinerja yang terbaik meskipun pada posisi
yang tidak leluasa. Akan tetapi hendaknya dicatat pula bahwa perusahaan kecil harus dapat
menghadapi persaingan pasar yang jauh lebih ketat dari rekannya yang besar.
Dari pembahasan mengenai keberhasilan meraih target keuntungan seperti terurai di
atas, tampak bahwa apapun faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan, pada kenya
taannya ban yak kontraktor gaga! untuk meraih keuntungan secukupnya hanya karena mereka
tidak mampu menyusun strategi yang dilandasi alasan kuat dan rasional. Tampaknya sudah
menjadi standar umum bahwa kontraktor biasanya mencanangkan keuntungan sebesar 1 0%
dalam penawarannya, baik sebelum atau bahkan sesudah dipotong segenap kewajiban pajak.
Penetapan tingkat keuntungan yang tampaknya cukup bersaing tersebut, cukup wajar untuk
dijadikan target pada pekerj aan yang sedang berjalan dalam industri yang relatif beresiko
tinggi ini. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemogokan pekerja, keadaan cuaca, eskalasi
harga material, sangat mungkin akan berperan sebagai perusak mangkus terhadap cita-cita
meraih keuntungan . Sehingga tidak bisa dimaklumi apabila kontraktor tidak selalu waspada
terhadap faktor-faktor tersebut di dalam upaya pengendalian pencapaian targetnya. Untuk
perusahaan besar, yang sudah tentu juga menghadapi bentuk tantangan yang semakin besar
pula, mematok keuntungan sebesar 3 % setelah pajak adalah sering digunakan sebagai pe
doman. Untuk mendapatkan sekedar gambaran perbandingan, pada Gambar 4 .3 diberikan
contoh rekaman keuntungan bersih (setelah pajak pendapatan) rata-rata terhadap nilai kontrak
untuk kontraktor utama di USA, selama kurun waktu 1 957 sampai dengan 1 966. Data-data
tersebut diambil dari sampling tahunan di antara 1 25 perusahaan bisnis manufaktur termasuk
perusahaan kontraktor utama. 2
Pada tata cara tradisional, di sepanjang seluruh rangkaian proses konstruksi kehadiran
Kontraktor adalah paling akhir. Kontraktor biasanya baru ditunjuk oleh pihak Pemberi Tugas
setelah proses perencanaan selesai lengkap, sehingga Kontraktor tidak mempunyai atau sedikit
sekali pengaruhnya terhadap kelayakan suatu perencanaan. Padahal berdasarkan pengalam
annya yang telah teruji dalam pelaksanaan berbagai proyek, Kontraktor mungkin dapat me
ngenalkan teknik atau alat-alat konstruksi terbaru yang dengan sedikit sentuhan saja akan
bermanfaat besar bagi pengurangan biaya konstruksi, dengan tetap berpegang pada konsep
perencanaan yang estetik. Hal demikian memang merupakan salah satu kelebihan yang harus
dimiliki Kontraktor, dengan kata lain bahwa kontraktor harus berfungsi sebagai pihak yang
palingpintar dalam penguasaan teknologi konstruksi, di antara seluruh unsur-unsur pengelola
konstruksi. Justru dengan bertitik tolak pada kemahirannya untuk mengolah proses konstruksi
secara profesional tersebut Kontraktor menyandarkan penghidupan dan kehidupannya.
Dun & Bradstreet, Inc., dikutip dari James J.O'Brien and Robert G. Zilly, ed., Contractor's Management Handbook, McGraw
Hill, New York, USA, 1 97 1 , p.p. 1 - 1 9.
1 26
2,0%
...
6
1 ,5%
1 48
1.42
"'
V
/
1 ,4
1 37
26
1 14
1 ,0%
1 18
0,5%
0
1 957
1 958
1 959
1 960
1 96 1
1 962
1 963
1 964
1 965
1 966
Gambar 4.3
Keuntungan bersih rata-rata terhadap nilai kontrak
Kontraktor Utama di USA 1957-1966
1 27
agar didapatkan basil perencanaan yang seoptimal mungkin. Melalui kinerja profesional
yang ditunjukkan pacta proyek-proyek sebelumnya, terbukti bahwa Kontraktor tampak sadar
akan perannya yang semakin berpengaruh luas di dalam proses konstruksi . Tampak bahwa
Kontraktor berupaya sungguh-sungguh untuk mencapai keberhasilan profesional, dengan
cara mempertaruhkan kehormatan yang dipercayakan kepadanya. Maka atas dasar hal tersebut,
Kontraktor tidak perlu dicurigai sebagai unsur yang membahayakan apabila dilibatkan dalam
proses perencanaan. B ahkan kehadirannya hendaklah disambut baik sebagai sesama rekan
dalam satu tim yang bertujuan hanya satu, yaitu bertugas melayani kehendak konsumen.
Sedangkan perkembangan yang terjadi pada penyelenggaraan proyek-proyek pemerintah
ditandai dengan diketengahkannya metode rekayasa nilai. Dengan diterapkannya konsep re
kayasa nilai, kontraktor berkesempatan bekerjasama dengan konsultan dalam mencari peluang
kemungkinan penghematan biaya tanp& harus mengurangi kinerja bangunan, sehingga semua
pihak yang berkepentingan memperoleh manfaatnya. Aspek negatif yang tidak menguntungkan
dari konsep rekayasa nilai adalah fakta bahwa upaya tersebut lebih merupakan proses pasca
perencanaan bukannya praperencanaan.
Untuk melaksanakan proyek-proyek pemerintah, Kontraktor harus memperhatikan bebe
rapa ketentuan-ketentuan pokok yang tercantum dalam Keppres 1 61 1 994. Di dalam peraturan
terse but, kecuali mencantumkan pengelompokan kemampuan Kontraktor berdasarkan modal
dasar yang dimiliki, juga dibedakan antara Kontraktor golongan ekonomi lemah dan bukan
ekonomi lemah. Ketentuan tersebut dimaksudkan dalam rangka membantu dan membimbing
pertumbuhan serta peningkatan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah
untl)k berpartisipasi dalam proses pembangunan. Peraturan menetapkan ketentuan secara
khusus dalam memberikan kesempatan kepada rekanan golongan ekonomi lemah. Langkah
tersebut juga sekaligus merupakan usaha untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan rakyat,
memperlancar pelaksanaan pembauran dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta meningkatkan ketahanan nasional. Karena golongan ekonomi lemah sebagian
besar terdiri dari orang Indonesia asli, maka untuk sementara pemberian kesempatan kepada
golongan lemah itu diberikan kepada orang Indonesia asli.
Apabila yang terpilih adalah Kontraktor yang tidak termasuk golongan ekonomi lemah,
maka dalam kontrak dicantumkan kewajiban untuk bekerj a sama dengan rekanan golongan
ekonomi lemah setempat, antara lain dengan subkontraktor atau pemasok barang, bahan,
dan jasa. Akan tetapi dalam melaksanakan kerja sama seperti yang dimaksud, Kontraktor
Utama tetap bertanggung'jawab atas seluruh pekerjaan. Bentuk kerja sama tersebut adalah
hanya untuk sebagian pekerjaan saja dan tidak dibenarkan mensubkontrakkan seluruh peker
jaan. Selanjutnya kontraktor utama harus membuat laporan periodik mengenai pelaksanaannya,
termasuk pelaksanaan pembayaran, dan disampaikan kepada Pemimpin Proyek yang ber
sangkutan. Apabila Kontraktor Utama tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana yang di
maksudkan, disamping kontrak akan batal, rekanan yang bersangkutan dikeluarkan dari DRM
(Daftar Rekanan Mampu). Peraturan dengan tegas menetapkan bahwa Kontraktor dari go
longan manapun yang berhasil memenangkan pelelangan dan kemudian ditunjuk sebagai
pelaksana, dilarang untuk mengalihkan (mensubkontrakkan) seluruh pekerjaan atau pekerjaan
1 28
utamanya kepada rekanan lain. Jika ketentuan tersebut dilanggar, kontrak perjanjian dibatalkan
dan kontraktor yang mengalih-kontrakkan ataupun yang menerima pengalihan pekerjaan
dikeluarkan dari DRM.
Untuk pekerjaan yang bernilai di atas Rp. l 00 juta sampai dengan Rp.200 j uta dilakukan
pelelangan antara rekanan setempat dengan memberikan kelonggaran kepada rekanan golongan
ekonomi lemah sebesar 1 0% di atas harga penawaran yang memenuhi syarat di antara peserta
yang tidak termasuk dalam golongan ekonomi lemah. Selanjutnya, j ika Kontraktor golongan
ekonomi lemah tersebut memenangkan pelelangan, maka dalam kontrak perjanjian dican
tumkan bahwa pekerjaan tersebut harus dilaksanakan sendiri oleh Kontraktor yang ditunjuk
dan dilarang diserahkan kepada pihak lain. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka kontrak
dibatalkan, dan Kontraktor golongan ekonomi lemah yang bersangkutan dikeluarkan dari
daftar rekanan golongan ekonomi l emah dan DRM. Dalam hubungan dengan apa yang
diuraikan tersebut di atas, yang dimaksud dengan perusahaan golongan ekonomi lemah dalam
Keppres 1 611 994 ialah perusahaan yang sebagian besar modal perusahaannya (50% ke atas)
dimiliki oleh golongan ekonomi lemah, sebagian besar komisaris dan direksi perusahaan
terdiri dari golongan ekonomi Jemah, dan jumlah modal atau kekayaan bersih (netto) pe
rusahaan untuk bidang usaha industri dan konstruksi di bawah Rp. 4 00 juta.
Konsultan
1 29
Sebagai salah satu akibat dari peningkatan dalam penguasaan ilmu, rekayasa telah tumbuh
menjadi suatu profesi atau peketjaan seperti dalam bidang hukum, kedokteran dan sebagainya,
yang secara khusus memerlukan pendidikan berkelanjutan. Sebagai suatu profesi teknik,
rekayasa merupakan pekerjaan yang pada hakekatnya adalah bekerja sambil belajar. Selain
memerlukan pendidikan formal akademik, untuk selalu meningkatkan ketrampilannya seorang
rekayasawan harus mau belajar dalam bentuk pelatihan, pengalaman bekerja, belajar dari
rekan sesama tim, magang pada rekayasawan senior dan sebagainya. Setiap rekayasawan
harus mempunyai kemampuan dan minat besar untuk menerjemahkan pemikiran-pemikiran
teoretis sehingga dapat diwujudkan ke dalam penerapan praktek. Sehingga untuk memasuki
dunia profesi rekayasa dan dapat diakui memiliki kualifikasi sebagai rekayasawan, seseorang
tidak saja hanya memerlukan persyaratan kualifikasi akademik tertentu akan tetapi juga harus
memiliki pengalaman praktek efektif selama periode waktu tertentu. Di negeri lain, pada
umumnya digunakan si stem ujian pengalaman praktek sebagai persyaratan untuk menentukan
seseorang telah memenuhi kualifikasi sebagai rekayasawan profesional (Professional Engi
neer). Sedangkan di Indonesia, khususnya untuk DKI Jakarta pemah diterapkan sistem
ujian bagi rekayasawan teknik sipil untuk mendapatkan brevet sebagai perencana (sekitar
1 9 7 0-an). Setelah itu dan juga selainnya, tidak pernah terdengar lagi terselenggaranya
persyaratan semacam. Sehingga pada umumnya sarjana teknik di negeri kita, yang dikenal
masyarakat luas dengan sebutan insinyur, dengan mudah menobatkan diri selaku rekayasawan
profesional. Tanpa disertai latar belakang pengalaman yang cukup memadai, dengan mudah
seseorang dapat mengaku dan pada kenyataannya pula diakui sebagai konsultan profesional.
Dalam proses prakualifikasi konsultan yang diselenggarakan pihak pemerintah selama ini,
dirasa kurang memberikan perhatian atau penilaian secara lebih khusus terhadap kebenaran
pengalaman efektif para rekayasawan yang biasanya didasarkan pada daftar curriculum
vitae. Sehingga pada penyelenggaraan proyek-proyek pemerintah, masih sering dijumpai
dilibatkannya rekayasawan yang kurang memadai kualifikasi pengalamannya tetapi sudah
ditugaskan sebagai konsultan pengawas bahkan perencana. Karena tugas rekayasawan tidak
pernah terlepas dari kelayakan dan ketrampilan penerapan praktek di lapangan, maka dengan
hanya mengandalkan sertifikat pendidikan atau ijazah akademik formal saja tidak cukup
menjamin seseorang untuk dapat disebut sebagai profesional di bidang rekayasa. Perlu dicatat
juga, sesuai dengan tingkat kebutuhannya seorang rekayasawan profesional tidak perlu harus
berpendidikan strata sarjana, yang lebih menentukan adalah kemahiran praktek dan reputa
sinya. Mekanisme dan proses penilaian kualifikasi yang diberlakukan sudah barang tentu
harus segera diperbaiki, terlebih lagi apabila memang bersungguh-sungguh menghendaki
agar dapat segera tercipta iklim profesional khususnya dalam penyelenggaraan proyek-proyek
pemerintah.
Konsultan adalah seseorang atau lembaga yang secara profesional memberikan nasehat
nasehat, pelayanan, atau pelatihan, tentang hal-hal yang berhubungan dengan bidang penge
tahuan tertentu yang dikuasainya. Seiring dengan perkembangan dalam pelaksanaan proses
konstruksi, Pemberi Tugas juga memerlukan jasa konsultan untuk mendampinginya. Akan
tetapi sekali lagi, karena proses produksi dalam industri konstruksi memiliki cara khusus
1 30
yang berbeda dengan industri lain, i ndustri pabrik misalnya, maka cara kerja dan tanggung
jawab konsulUm dalam memberikan jasa pelayanannya juga sedikit berbeda. Seperti diketahui,
penetapan setiap biaya dalam industri konstruksi, termasuk pembiayaan untuk konsultan,
samasekali tidak lentur seperti yang berlaku pada industri lain, yang biasanya dengan mudah
dapat mengikuti perkembangan harga pasar. Sedangkan penetapan biaya dalam proses kons
truksi dilakukan dengan cara mempertaruhkan kepandaian meramal faktor resiko yang
mungkin akan terjadi di dalam proses, yang selalu merupakan hal yang tidak mudah. Disamping
itu, Pemberi Tugas biasanya adalah seorang yang awam dalam masalah-masalah tata cara
dan pelaksanaan konstruksi. Oleh karena itu, di dalam penyelenggaraan konstruksi diperlukan
konsultan profesional, yang sudah barang tentu memiliki loyalitas tinggi terhadap profesinya,
sedemikian sehingga pelayanannya benar-benar mampu mewujudkan perlindungan terhadap
segenap kepentingan Pemberi Tugas. Harap dicatat, masih sering dijumpai pemahaman yang
keliru mengenai hal tersebut dikarenakan melemahnya sikap profesional yang diharapkan.
Melemahnya sikap profesional biasanya justru terjadi setelah menyadari munculnya faktor
resiko yang tidak diperhitungkan sejak semula, atau luput dari ramalan, sementara harga
atau biaya sudah dipatok sehingga tidak mungkin untuk disesuaikan. Sehubungan dengan
kondisi yang bersifat khusus seperti itu, jelas bahwa pelayanan pihak Konsultan hanya dapat
mewujudkan perlindungan bagi kepentingan Pemberi Tugas dengan sebaik-baiknya apabila
Konsultan memiliki loyalitas tinggi dan tetap kokoh terhadap profesinya dalam situasi dan
. kondisi yang bagaimanapun. Seringkali masih terdengar suatu pemyataan skeptis: Konsultan
harus sepenuhnya loyal kepada Pemberi Tugas. tetapi sementara itu hasil karyanya tidak
juga menggambarkan azas profesionalisme seperti yang diharapkan. Hendaknya dicatat, bahwa
apabila Konsultan mampu mewujudkan loyalitas yang tinggi dan kokoh terhadap profesinya
melalui azas profesionalisme, dengan sendirinya pula bersamaan dengan itu akan terbentuk
loyalitas terhadap Pemberi Tugas seperti yang diharapkan oleh berbagai pihak. Sehingga
seluruh kepentingan, maksud, dan tujuan pihak pemberi tugas akan terlindungi oleh karenanya.
Sesuai dengan pertumbuhan proses dan praktek-praktek konstruksi, Konsultan yang
diperlukan oleh Pemberi Tugas mencakup tugas serta kegiatan rekayasa yang semakin meluas
pula. Dalam upaya memenuhi kebutuhan pihak Pemberi Tugas sebagai konsumen dengan
baik-baiknya, terjadi perkembangan yang menarik dalam cara-cara Konsultan memberikan
pelayanan jasanya. Sejalan dengan perkembangan praktek-praktek konstruksi, disadari atau
tidak, tampaknya telah berlangsung dua si stem pelayanan jasa Konsultan dalam proyek kons
truksi, yang secara garis besar dapat digolongkan berdasarkan perbedaan mencolok sebagai
berikut:
1 ) Konsultan Konstruksi menjadi terurai dan terpecah belah, hingga muncul Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas, Konsultan Manajemen Konstrpksi, dan Konsultan Reka
yasa Nilai (value engineering), seperti yang telah dibahas pada bab 3 . 3 . Belum lagi
nanti bila diperlukan jasa yang lainnya, seperti Konsultan Sistem Manajemen Proyek,
Konsultan Mekanikal dan Elektrikal, Konsultan Pajak dan Akuntansi, Konsultan Pema
saran, dan lain sebagainya.
1 31
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihadapi, Konsultan
Konstruksi selalu berupaya menyesuaikim dengan cara melengkapi diririya dengan pe
ningkatan kemampuan. Konsultan berusaha memberikan pelayanan jasa dengan sebaik
dan selengkap mungkin, dalam arti seluas mungkin mencakup kebutuhan yang dikehendaki
pihak pemberi tu gas selama tu gas pelayanan terse but masih berhubungan dengan proyek
konstruksi.
Sangat mungkin, pada perkembangan model yang pertama, selain dipengaruhi oleh pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga terpengaruh oleh kecenderungan terpecah
belahnya pekerjaan menjadi bentuk spesialisasi. Sebagaimana yang dialami oleh Kontraktor
yang harus menyerahkan sebagian dari pekerjaannya kepada para sub-kontraktor spesialis.
Apabila memang benar demikian penyebabnya, sesungguhnya tidak cukup beralasan untuk
memecah belah tugas Konsultan menjadi sekian banyak pekerjaan, sementara disadari bahwa
secara alamiah sifat pekerjaan Kontraktor samasekali berbeda. Pekerjaan Kontraktor banyak
berkaitan dengan gagasan dan keterampilan mengolah sumber-sumber daya untuk mengha
silkan bangunan fisik atau keluaran bersifat perangkat keras (hardware). Sedangkan pekerjaan
konsultan adalah memberikan dan menuangkan pemikiran-pemikiran, gagasan, atau keluaran
yang lebih bersifat sebagai perangkat lunak (software). Berdasarkan keluaran yang harus
dicapai tersebut, jelas antara keduanya tidak bisa dibandingkan atau bahkan disamakan dalam
cara memperlakukannya. Hal tersebut hendaknya benar-benar dipahami oleh berbagai pihak,
karena sampai dengan memasuki zaman teknologi ini, dipandang masih terdapat kejanggalan
di dalam pelaksanaan penilaian kemampuan perusahaan, baik bagi Kontraktor ataupun lebih
lebih Konsultan. Pelaksanaan kualifikasi kemampuan cenderung masih saja dititik beratkan,
atau paling tidak terpengaruh pada kekayaan yang bersifat fisik dalam arti pemilikan modal,
ruang kantor, meja gambar, mesin tulis, mesin foto kopi, peralatan kerja, mobil truk, dan
sebagainya. Sementara itu, maksud dari peraturan untuk menilai kemampuan yang bersifat
keahlian dan kemahiran teknis belumjuga ditangani secara lebih tepat. Penilaian hanya dida
sarkan pada daftar-daftar deretan pengalaman yang seringkali dipandang tidak meyakinkan
karena kalah panjang dengan daftar yang aspal (asli tetapi palsu). Para petugas yang me
laksanakan penilaian kemampuan perusahaan konstruksi masih sering terjerat pada sikap
dan pandangan yang berciri tradisional, bahwa perusahaan bermodal kuat lebih menjamin
untuk dapat melaksanakan konstruksi yang semakin canggih. Sangat mungkin, hal yang
demikian terpengaruh oleh paling tidak dua hal yang bersifat dominan. Pertama. bagi para
petugas penilai lebih mudah untuk mengukur kemampuan yang lebih bersifat kebendaan atau
fisik seperti ruangan kantor, mesin tulis, mesin foto kopi, meja gambar, ataupun di bidang
keuangan berdasarkan S KN (sisa kemampuan nyata). S ementara pengukuran terhadap
kemampuan yang bersifat kepandaian dan kemahiran teknis yang lebih bersifat perangkat
lunak adalah di luar kemampuannya, kecuali penilaian berdasarkan pada panjang pendeknya
daftar pengalaman. Kedua, para petugas penilai memandang bahwa kekayaan perusahaan
digambarkan identik dengan satu-satunya kekuatan atau daya (power) sedemikian sehingga
sepertinya seluruh pertanggungjawaban pekerjaan konstruksi, yang juga hanya dipandang
dari sudut perwujudan dan nilai bangunan fisiknya saj a, dapat terjamin.
2)
1 32
Padahal di lain pihak, usaha di bidang industri konstruksi disukai oleh para pengusaha
dengan salah satu alasan utamanya ialah tidak diperlukannya investasi awal dan modal kerja
besar seperti pacta industri yang lain. Apabila dapat dikelola secukupnya, usaha di bidang
konstruksi selalu memberikan likuiditas keuangan sehat, karena sistem pembayaran dilakukan
secara bertahap sesuai dengan setiap kemajuan pekerjaan. Sehingga sebagai usaha j asa,
kelayakan dan bonafiditas sesungguhnya tidak bertumpu mutlak hanya pada besar kecilnya
investasi dan permodalan, tetapi lebih ditekankan pacta azas layak untuk dipercaya (trust
worthy) berdasarkan kinerja moral, integritas terhadap profesi, dan kepandaian serta kemahiran
teknis di dalam mengolah pekerjaan konstruksi. Dengan kata lain, batasan persyaratan
kemampuan permodalan mungkin lebih diperlukan untuk melindungi kepentingan umum
serta pemerintah, akan tetapi yang lebih penting lagi untuk diperhatikan adalah persyaratan
perangkat lunak s ebagai penunj ang utama di dalam menegakkan prin sip-prinsip
profesionalisme. Dengan demikian, apabila para petugas penilai yang melaksanakan
prakualifikasi masih juga menggunakan persepsi dan tata cara pengukuran yang kurang tepat,
dikhawatirkan dunia profesi konstruksi akan tetap tidak menunjukkan kinerja profesional
seperti yang diharapkan seperti yang terjadi selama ini.
Era globalisasi yang ditandai dengan pencapaian prestasi, penguasaan, dan kemajuan
pesat di bidang elektronika, sehingga tersedia sistem informatika dan komunikasi canggih
yang sangat menakjubkan. Segalanya menjadi dekat, di mana setiap peristiwa atau kejadian
di belahan dunia yang lain dapat diketahui pada saat itu juga, transfer data dimungkinkan
untuk didapatkan dari segala penjuru dunia, kapan saja dikehendaki. Komunikasi, rapat,
atau pertemuan transaksi, dapat diselenggarakan kapan saja dari tempat yang saling berjauhan,
sedemikian sehingga batas-batas geografi, regional, negara, sepertinya sudah tidak ada lagi.
Kesemuanya itu dapat dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi dan komputer pribadi
atau komputer jinjing, yang semakin hari temyata harganya juga semakin terjangkau bagi
individu yang membutuhkannya. Sehingga seorang Konsultan dengan dibekali sebuah kom
puter pribadi dan peralatan lainnya sepertiplotter, inteiface modem, scanner, dan sebagainya,
yang jumlah nilai harganya tidak lebih dari Rp.20 juta, kira-kira sudah mampu untuk me
nangani sebuah proyek yang dapat digolongkan besar. Apabila untuk operasinya cukup dengan
kantor seluas 50 meter persegi, tidak punya mesin ketik, mesin foto kopi, bahkan meja gambar,
akankah yang bersangkutan digolongkan sebagai Konsultan lemah, golongan 3, yang disinyalir
tidak mampu untuk melaksanakan pekerjaan senilai Rp. 50 juta?
Di Indonesia, perkembangan model yang pertama kelihatannya lebih dikehendaki dan
digunakan pada proyek-proyek pemerintah, sesuai pengaturan melalui Surat Edaran Bersama
B APPENAS dan Departemen Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya De
partemen Pekerjaan Umum RI, perihal Pedoman Standarisasi dan Pedoman Operasional
Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Kedua peraturan tersebut selalu
diperbaru secara periodik, dan sesuai dengan bentuk awalnya, upaya standarisasi sudah diber
lakukan sejak tahun 1 970-an.3 Sedangkan sebagaimana telah dibahas pada bab 3 . 3 , bahwa
3
Sural Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik dan Ketua Bappenas
No.Kep.322/MK/ 1!5/1 970, No. l 27/KPTS/1 970, dan No.071 /Ket/5/1970 tanggal 23 Mei 1 970 tentang Standarisasi
1 33
1 34
Seperti pula telah dikemukakan pada bab 3.3, sangat mungkin gagasan untuk membagi
bagi tugas Konsultan adalah dalam rangka upaya membentuk mekanisme kerj a yang
diharapkan dapat saling mengontrol dan mengendalikan. Meskipun pada kenyataannya, dengan
penyertaan bermacam-macam Konsultan selain mengandung resiko membengkaknya
pembiayaan j uga menambah kemwetan birokrasi temtama berkaitan dengan porsi tanggung
j awab moral maupun profesional dari masing-masing unsur yang terlibat. Apabila koordinasi
melalui sistem manaj emen proyek yang kokoh dapat mewujudkan bentuk hubungan kerja
dan tanggung j awab profesional di antara unsur-unsur pelaksana konstruksi, sebenamya
tidak ada masalah dengan organisasi yang cenderung kompleks tersebut. Akan tetapi, apabila
lingkungan proyek tidak j uga dapat mewujudkan iklim profesional, penerapan sistem pelak
sanaan dengan banyak Konsultan cenderung lebih peka untuk mengakibatkan banyak dampak
yang merugikan kepentingan Pemberi Tugas. Sebagai contoh apabila Konsultan Pengawas
temyata tidak lebih menguasai permasalahan atau lebih mahir dibandingkan dengan pihak
yang diawasi hasil pekerj aannya. Atau contoh lain, Konsultan Perencana temyata tidak
profesional dan tidak lebih lebih pandai dari pihak konsumen yang sehamsnya dilayaninya.
Apabila demikian keadaannya, mudah diduga sebagai awal dari berbagai macam bentuk
penyimpangan. Penyelenggaraan sistem hanya sekedar sebagai upaya formalitas prosedur,
yang dilaksanakan sepertinya hanya sebagai tradisi tanpa mengingat lagi hakekat ketentuan
peraturan yang sehamsnya ditegakkan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga memperlapang
berbagai bentuk penyimpangan, yang dapat berupa munculnyajalinan kolusi di antara unsur
unsur, pinjam-meminj am nama atau keahlian, menj ual SPK (Surat Perintah Kerja) , pe
l aksanaan proyek dengan prinsip asal jadi, asal tidak terlalu jelek. asal tidak terjadi SlAP
(sisa anggaran proyek), dan lain sebagainya.
Sama seperti yang dihadapi oleh Kontraktor, semakin hari profesi perencana juga men
dapat tekanan dari keadaan meningkatnya biaya dan persaingan yang semakin ketat. Meskipun
pada dasamya persaingan penawaran merupakan hal yang melanggar kode etik profesi, mereka
sering dipaksa untuk met'lghadapi situasi persaingan. Situasi persaingan tersebut terpaksa
dihadapi dalam melayani sementara konsumen yang telah bergerak sedemikian j auh, dengan
memasang iklan untuk menerima persaingan penawaran pekerj aan perencanaan. Masalah
lain yang dihadapi oleh profesi perencana adalah meningkatnya biaya asuransi kerugian
profesi. Pembengkakan biaya tersebut sebagai akibat dari gugatan pertanggung j awaban dan
penghargaan atau penilaian yang berkelebihan terhadapnya. Dalam tata cara tradisional,
posisi profesi perencana yang bersifat khusus dalam pelaksanaan proyek biasanya dikumng
oleh kecemburuan antar profesi yang seringkali berkembang menjadi bentuk pelecehan terhadap
kewibawaan seluruh keterikatan. Sehingga di dalam pelaksanaan proyek bangunan modem,
karena sering dinilai kurang mampu mengakomodasikan hal-hal yang bersifat teknis, hasil
karya arsitek sering dicela sebagai tidak layak, tidak profesional, dan sebagainya. Maka,
apabila pada awal pertumbuhan industri konstmksi pengertian perencana adalah sinonim
dengan arsitek, bersamaan dengan peningkatan pentingnya peran rekayasa dalam bangunan
modem telah menghamskan keterlibatan para rekayasawan masuk dalam j aj aran perencana.
Sehingga pada hampir semua pemsahaan perencanaan besar memperkerj akan kedua-dua
1 35
bakat, rekayasa dan arsitektur, dan mereka bekerja sama untuk dapat mempersembahkan
kepada pemberi tugas hasil karya estetis dengan teknik bangunan yang sesangkil mungkin.
Dengan demikian, terbentuklah perkembangan model yang kedua, di mana seiring dan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihadapi Konsultan berupaya
menyesuaikan dengan cara melengkapi dirinya dengan meningkatkan kemampuan jasa
pelayanannya mencakup kebutuhan konsumen yang seluas mungkin. B iasanya perkembangan
tersebut berlangsung pada proyek-proyek kalangan swasta, yang pada dasamya memang
selalu menghendaki sistem manajemen proyek dengan tatanan birokrasi yang sepraktis mungkin
dengan pengendaliannya didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis mumi. Selain di bidang jasa
perencanaan, Konsultan melengkapi kemampuannya untuk melayani jugajasa pengawasan,
penyeliaan, manajemen konstruksi. Bahkan dalam rangka melaksanakan program rekayasa
nilai bekerjasama dengan kontraktor rela untuk mengkoreksi hasil pekerjaannya sendiri.
Kecenderungan pengembangan pelayanan tersebut semakin menguat lagi dengan munculnya
perusahaan yang menawarkan jasa perencanaan sekaligus membangun, yang mampu
menangkap bagian besar dari pangsa pasar industri dengan melalui kesepakatan paket dengan
harga borongan.
Subkontraktor dan Pemasok Material
Para kontraktor sesungguhnya menyadari bahwa landasan terpenting dalam industri konstruksi
adalah agar dapat bekerja sebaik-baiknya, nyaman dan aman, bagi seluruh kepentingan umum.
Sehingga hal-hal tersebut dicakup dalam fungsi Kontraktor sebagai elemen tanggung jawab
profesional yang ditegakkan sebagai kehormatan dalam mengemban kepercayaan. Tanggung
jawab tersebut memerlukan upaya-upaya pengembangan metode konstruksi dan pelayanan
dalam bentuk manajemen, dalam rangka mengurangi hal-hal yang tidak ekonomis dan praktek
pelaksanaan yang tidak pada tempatnya. Dengan semakin membengkaknya volume maupun
kompleksitas kcgiatan dalam proses konstruksi telah mcndorong tumbuh berkembangnya
kegiatan-kegiatan spcsialisasi di dalam proses. Munculnya kegiatan spcsialisasi tersebut lebih
dipacu lagi dcngan penemuan-pcncmuan baru di bidang bahan scrta pengembangan sistem
instalasi dan struktur bangunan. Keadaan tcrscbut mendorong timbulnya pcrtimbangan untuk
mcncmpuh cara mensubkontrakkan bcbcrapa bagian pckcrjaan kepada Kontraktor spcsialis.
Mcskipun untuk pekerjaan-pekerjaan pokok seperti pckcrjaan sipil yang bcrkaitan dengan
sistcm struktur bangunan, biasanya tetap dikcrjakan sendiri olch Kontraktor Utama. Pckcrjaan
pokok tersebut biasanya merupakan porsi terbcsar dari kcscluruhan volume pekcrjaan dan
memerlukan pcngendalian sccma khusus karena pcngaruhnya tcrhadap kescluruhan pcm
biayaan. Pada kcnyataannya, cara kerja sama demikian tclah berhasil membcrikan banyak
manfaat kesangkilan, baik bagi Kontraktor Utama maupun para pcrusahaan subkontrak.
Kontraktor Utama dapat memulai melaksanakan pekcrjaan dengan tidak harus menanamkan
investasi awal bcsar untuk bahan-bahan dan peralatan tertcntu seperti pada cara tradisional.
Beban invcstasi awal tcrscbut dapat disebarkan kepada perusahaan-pcrusahaan subkontrak
yang sanggup bekerja sama untuk menangani beberapa pekerjaan tertentu. Disamping itu,
Kontraktor Utama mendapatkan manfaat pula dalam segi pengelolaan pembiayaan pekerjaan,
1 36
di mana arus pembayarannya (cash flow) agak sedikit diperlonggar. Sedangkan bagi
perusahaan subkontrak akan mengambil manfaat melalui sistem, karena bagaimanapun terbuka
kesempatan kerja bagi mereka. Sistem tersebut telah membuka peluang serta pasar bagi
perusahaan-perusahaan subkontrak, yang biasanya hanya berkekuatan modal terbatas dan
tidak mampu bersaing untuk memperebutkan keseluruhan pekerjaan proyek. Dengan ter
bentangnya peluang, banyak muncul perusahaan subkontrak yang mengkhususkan diri untuk
pekerjaan mekanikal, elektrikal, plambing, perlengkapan alumunium atau lembar metal,
struktur baja, pekerjaan pondasi, pengadukan beton, bahkan pekerjaan perancah dan acuan
beton, dan sebagainya. Disamping itu, ada pula perusahaan yang menawarkan jasa untuk
pekerjaan yang memerlukan peralatan atau metode paten yang secara khusus hanya dikuasai
oleh perusahaan subkontrak tersebut. Sebagai contoh adalah perusahaan subkontrak yang
bergerak khusus dalam pelaksanaan peketjaan beton prategangan, fondasi tiang bor, pekerjaan
lapis kedap air, lapis aspal campuran panas (hot mixed), dan sebagainya.
Kontraktor Utama yang pada awalnya mengerjakan sendiri keseluruhan pekerj aan,
akhimyajuga menyadari bahwa sebenamya tidak perlu harus memiliki s endiri semua peralatan
yang diperlukan untuk kerj a. Apabila berdasarkan tingkat intensitas penggunaan sesuatu
alat dinilai tidak ekonomis untuk memilikinya sendiri, biasanya Kontraktor lebih suka untuk
menyewa. Sudah barang tentu penetapan kebijakan tersebut harus didasarkan pada pertimbang
an yang cermat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan detail pelaksanaan pekerjaan yang
dihadapi. Misalnya, untuk melaksanakan pekerjaan pada lokasi yang relatif terisolasi masih
perlunya memiliki peralatan sendiri, karena ketergantungan pada perusahaan persewaan lebih
sering mengakibatkan kelambatan pelayanan. Demikian pula untuk mengerjakan proyek
proyek jalan ray a dan bangunan berat, kontraktor cenderung lebih baik memilikinya dalam
rangka agar peralatan selalu tersedia, terutama untuk masa kerja terbatas dan intensif. Dengan
demikian dapat dipahami kiranya bahwa salah satu dampak langsung pengurangan pernilikan
peralatan adalah meningkatnya pembiayaan. Akan tetapi di lain pihak, hendaklah diper
timbangkan pula bahwa kenaikan biaya peralatan tidak sama dengan kenaikan biaya upah
buruh setiap satuan waktunya, karena bagaimanapun selalu berhubungan positif dengan pro
duktivitas. Peralatan modem biasanya diciptakan untuk mencakup juga kemampuannya yang
multiguna sehingga efektif digunakan untuk bermacam pekerjaan, atau dapat dipesan sesuai
rencana kebutuhan sehingga secara khusus mangkus untuk pekerjaan tertentu. Para pembuat
peralatan menunjukkan kemampuannya dalam pengembangan alat-alat baru yang lebih
mangkus. Disamping itu, mereka juga mengembangkan metode-metode pembayaran yang
relatif meringankan pihak kontraktor untuk mendapatkan peralatan yang sesuai dengan
kebutuhan pekerjaannya.
Dengan sendirinya, apabila semakin banyak mengerahkan sub-kontraktor akan semakin
membengkak pula tanggung jawab untuk mengorganisasi dan mengkoordinasikan seluruh
kegiatan. Termasuk dalam hal tersebut adalah pengelolaan seluruh kebutuhan material dan
mengkoordinasi para pemasoknya. Secara umum, harga material untuk konstruksi cenderung
selalu meningkat, disebabkan yang terutama karena semakin terbatasnya ketersediaan sumber
daya bahan alami yang bisa diolah. Pihak pemerintah semakin tajam dalam memberikan
1 37
Sampai dengan saat sekarang ini, pengerahan tenaga kerja untuk proyek konstruksi di Indo
nesia pada umumnya masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan melalui jasa peran
taraan mandor borong. Seorang mandor tidak sama dengan penyelia (supervisor) dan bukan
sebagai karyawan dari perusahaan kontraktor. Mandor bertugas mendatangkan sejumlah
tenaga kerja sesuai kualifikasi yang diperlukan seperti kelompok tukang kayu, batu, besi dan
sebagainya, dan sekaligus memimpin dan mengawasi pekerjaan mereka. Cara pengerahan
tenaga kerja dengan menggunakan jasa perantara mandor sebagai pemasoknya sudah dikenal
sejak lama di Indonesia, sejak zaman penjajahan sebelum masa kemerdekaan. Sangat mungkin,
merupakan cara pengerahan tenaga yang secara tradisional digunakan sejak perkebunan
perkebunan dan industri pemerintahan penjajahan Belanda membutuhkan banyak tenaga kerja
terutama berasal dari pulau Jawa. Pada waktu itu mungkin hanya cara itulah yang dipandang
sangkil demi kepentingan kaum penjajah untuk mendapatkan tenaga kerja pribumi sebanyak
yang dibutuhkan. B iasanya yang ditunjuk sebagai mandor adalah mereka yang memiliki
kekuatan fisik lebih daripada kebanyakan tenaga ketja yang dipimpinnya, lazim disebutjagoan.
Fungsi dan peran mandor sangat menonjol di dalam mekanisme sehingga kedudukannya
sangat berkuasa di mata para pekerja. B ahkan nasib para pekerja sepenuhnya tergantung
pada kekuasaan dan kesewenangan mandor. Tidakjarang terjadi perlakuan sewenang-wenang
seperti pemerasan, penindasan, penjarahan, atau pada pokoknya perlakuan tidak terpuji dalam
bentuk perampasan hak-hak tenaga kerj a dan sebagainya.
r
1 38
B ersamaan dengan terpaan gelombang persaingan yang harus dihadapi kontraktor utama
sebagai induknya, rupanya tugas mandor dalam proyek konstruksi juga mengalami perkem
bangan karena harus menyesuaikannya. Tugas mandor tidak lagi hanya sempit dan statis
sekedar sebagai penyalur, makelar, atau pemasok tenaga kerja. Mandor pada proyek konstruksi
dituntut j uga untuk mengendalikan kualitas hasil pekerjaan agar sesuai dengan ketentuan
spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan, sekaligus kemahiran untuk mengelola
upah bagi para pekerj anya sebagai daya tariknya. Dengan demikian tugas seorang mandor
pada hakekatnya sudah berkembang menjadi manajer sumber daya manusia yang langsung
berhubungan dengan proses produksi, sehingga posisinya di dalam sistem manajemen bersifat
strategis dan menentukan. Mandor adalah selaku manajer pada lini terdepan yang akan menen
tukan dalam pencapaian hasil akhir dari suatu kegiatan. Bagian terbesar masalah-masalah
produktivitas dan efisiensi pekerjaan konstruksi yang harus diperhatikan dan dikendalikan
terdapat padajenjang ini. Sehingga untuk dapat mewujudkan cakupan fungsi dan tugas yang
semakin luas tersebut, wawasan dan kualifikasi kemampuan mandor harus ditingkatkan pula.
S alah satu cara untuk menumbuhkan semangat profesional dalam rangka meningkatkan hasil
karya yang lebih sangkil, tugas kepada mandor diberikan dalam bentuk partisipasi pemborong
an upah tenaga kerj a untuk suatu bagian pekerj aan yang harus diselesaikan dalam j angka
waktu tertentu. Perjanjian pemborongan tersebut tentu saja harus didasarkan pada kesepakatan
yang tegas, j elas, dan profesional, sebagaimana layaknya yang diterapkan dalam kontrak
perj anjian untuk pekerj aan subkontrak. Akan tetapi kenyataan yang dihadapi dalam rangka
penyusunan sistem manajemen yang mapan dan handal tersebut, padajenj ang mandor masih
selalu saj a dijumpai banyak kelemahan. Sepertinya para mandor sulit untuk dikembangkan
menj adi profesional, mereka masih lebih suka membiarkan nasibnya menggantung tidak me
nentu. Dalam menempuh hidupnya, tampak bahwa mereka lebih suka menikmati fasilitas
yang diberikan kontraktor utama berupa sekedar kesempatan untuk dapat menumpang hidup,
walau hanya bersifat sementara sekalipun, daripada harus menempuh kebebasan mandiri
selaku pengusaha profesional. Sementara itu, Kontraktor Utama secara serius mempertaruhkan
harapannya bahkan sangat tergantung, pada j asa mandor untuk mengerahkan pekerj a kons
truksi. Mungkin karena besamya pengaruh tradisi yang melekat, sepertinya Kontraktor merasa
tidak mampu menjaring kebutuhan pekerja konstruksi langsung dari bursa tenaga kerja dengan
menggunakan kaki tangannya sendiri. Harap dicatat pula, seperti yang selalu diberitakan
oleh banyak media masa di Indonesia, bahwa bisnis pengerahan tenaga kerj a baik ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam ataupun luar negeri selalu masih saj a diwarnai
dengan kasus-kasus kotor seperti penipuan, pemerasan, dan sebagainya. Selama ini hanya
sedikit saja dari sekian banyak mandor yang menunjukkan peningkatan kemampuannya untuk
bisa disebut sebagai manajer profesional dalam bidang pengerahan tenaga kerj a. Sehingga
hubungan saling ketergantungan antara kontraktor dengan mandor masih selalu saja menunjuk
kan sendi-sendi mekanisme yang sangat lemah. Hal tersebut ditandai dengan masih sering
nya terj adi pergantian mandor dalam suatu pelaksanaan proyek konstruksi yang bersumber
pada berbagai hal yang bersifat tidak profesional. Padahal posisi mandor bersama segenap
tenaga kerja dalam kelompoknya merupakan ujung tombak untuk memelihara dan mening
katkan produktivitas dan kesangkilan, dalam rangkaian panj ang seluruh kegiatan konstruksi.
1 39
Kesepakatan kontrak atau perjanjian borongan upah tenaga pada umumnya selalu saja
masih sukar untuk diwujudkan menj adi suatu bentuk formal, apalagi profesional, karena
paling tidak terdapat dua hal utama yang mempengaruhi . Faktor yang pertama, karena
kemampuan kebanyakan mandor borong sebagai pemimpin kelompok hanyalah tergolong
sebagai pengusaha ekonomi lemah yang kurang kuat, baik dalam segi manaj erial maupun
permodalan. Sehingga biasanya mandor tidak mampu mewuj udkan kornitmen tanggungjawab
profesional secara utuh, masih saja memerlukan bantuan manaj erial dan keuangan untuk
dapat membayar upah tenaga kerj a secara periodik, mingguan atau paling lama dua minggu.
Sebetulnya disinilah letak peran pembinaan yang harus diberikan oleh kontraktor dalam rangka
program nasional membimbing pengusaha golongan ekonomi yang lebih lemah. Sedangkan
faktor yang kedua, hubungan antara mandor dengan para tenaga kerj a anggota kelompoknya
lebih bersifat kekeluargaan dan cenderung lebih melestarikan cara-cara tradisional ketimbang
hubungan bisnis yang tegas dan j elas. S angat mungkin, keadaan tersebut bersumber pada
kelemahan mandor yang tidak mampu menciptakan iklim profesional dalam usaha sehingga
lebih mudah baginya untuk berpaling kepada lingkungannya, teman-teman sekampung, te
tangga dan saudara-saudaranya, untuk dikerahkan sebagai tenaga kerj a. Ironisnya, pada
situasi yang lebih buruk lagi, dalam keadaan yang lebih terhimpit, tidak jarang mandor bahkan
j ustru tega melakukan penekanan terhadap tenaga kerj a dalam bentuk penipuan, pemerasan
upah dan sebagainya. Sehingga mudah diduga akibatnya, tenaga kerja akan lari meninggalkan
mandor karena merasa tidak dapat mempercayai dan mengikuti cara kerjanya, dan yang
lebih penting mereka merasa dikorbankan dan dirugikan. Kejadian demikian sering dijumpai
dalam pelaksanaan proyek konstruksi yaitu j ika pada hari Senin atau sehabis pembayaran
upah kepada para tenaga kerj a, mandor datang di tempat pekerj aan tanpa disertai lagi dengan
kelompok tenaga kerj anya. Para tenaga kerja telah lari meninggalkan mandomya, mereka
melakukan pemogokan menurut caranya sendiri. Biasanya mereka lalu mencoba mengadu
nasib mencari tempat perlindungan baru pada mandor yang lain, atau pulang ke kampung
bekerj a di sawah. Sedemikian rapuh hubungan mandor dengan para pekerj anya, sehingga
sepertinya kedudukan mandor sebagai pemimpin hanya karena yang bersangkutan kebetulan
bisa menulis dan berhitung dengan lebih baik ketimbang pekerj anya.
Disamping itu seperti yang telah disampaikan pada bab 3 . 3 yang lalu, bahwa tumbuh
dan berkembangnya pekerj a konstruksi di Indonesia berlatar belakang pada kondisi yang
sangat alamiah dan tradisional. Mereka terlatih secara alami sehingga kemampuan dan ke
trampilan teknisnya pada umumnya berkembang hanya secara naluriah saj a. Tidak banyak
dari mereka yang berlatar belakang pendidikan teknik formal, bahkan terkadang tamat Sekolah
Dasarpun tidak. 4 Proses penguasaan pengetahuan dan teknologi melalui cara coba-coba yang
memakan waktu, dan dapat berlangsung dengan baik hanya berkat semangat tinggi untuk
bekerj a sambil belaj ar. Sehingga begitu mereka merasa menjadi terlatih dalam proses dan
telah cukup memiliki keahlian dan keberanian biasanya lalu segera memutuskan untuk masuk
ke bursa pekerja konstruksi. Pada tahap awal mungkin harus mengadu nasib sebagai pembantu
tukang melalui koneksi kawan-kawan atau kenalan yang sudah lebih dulu bekerj a di proyek4
Seperti diketahui , pendidikan kejuruan formal Sekolah Teknik setingkat SLTP telah dihapus beberapa tahun yang lalu.
1 40
proyek konstruksi, dengan harapan kelak dapat meningkat menjadi tukang atau bahkan
mandor. Dari pemaparan di atas,jelas kiranya bahwa tumbuh berkembangnya profesi mandor
dan pekerja konstruksi, baik dari segi motivasi, proses, maupun saling keterikatan di dalam
masyarakatnya, memperlihatkan tata cara yang serba informal tanpa pola dan aturan yang
jelas . Kehidupan profesi mereka terkesan tumbuh secara tercerai berai, tanpa banyak pihak
yang peduli akan pembinaan karir serta hak-hak yang patut diperoleh termasuk hak per
lindungan hukum, kecuali oleh mereka sendiri. Sejauh yang diketahui, sampai saat ini belum
juga terbentuk serikat atau asosiasi profesi mandor dan pekerj a konstruksi, termasuk basis
SPSI, yang diharapkan mampu memikirkan, melindungi, dan membela kepentingan mereka
secara formal. Mereka adalah sebagian dari rakyat kecil, masyarakat miskin yang lemah,
sehingga tanpa pembinaan dim campur tangan aktif dari birokrat dan instansi yang terkait
mustahil mengharapkan mereka dapat membentuk persatuan dalam rangka menghimpun
kekuatan demi perbaikan nasib mereka sendiri. Dari keadaan tersebut tampak bahwa pekerja
konstruksi mungkin merupakan golongan pekerj a industri yang paling terbelakang dalam
memperoleh perhatian secara formal terutama dari segi kesejahteraannya. Memperhatikan
kehidupan dan tata cara kerja mandor serta pekerja konstruksi, terkesan tidak berbeda dengan
masyarakat bawah yang bergerak di sektor informal.
Sebagai bahan perbandingan, pada umumnya salah satu masalah terbesar yang dihadapi
dalam industri konstruksi di luar negeri adalah seringnya terjadi gangguan pemogokan pekerja.
Meskipun bila dibandingkan dengan industri lainnya, industri konstruksi mempunyai catatan
yang paling buruk dalam masalah keselamatan dan kondisi kerja, pemogokan yang terjadi
justru jarang mengkaitkan dengan masalah terse but. Pemogokan yang didukung oleh serikat
pekerja lebih sering berkaitan dengan upaya untuk memperoleh kenaikan upah, dan biasanya
keadaan yang demikian semakin menyudutkan posisi Kontraktor.5 Tentunya tidak akan menjadi
masalah bagi Kontraktor apabila nilai upah tinggi pada industri konstruksi adalah menggam
barkan juga nilai produktivitas tinggi yang sebanding. Akan tetapi hampir dapat dipastikan
bahwa Kontraktor akan mengalami kematian secara ekonomis apabila bersikap menentang
secara frontal terhadap kebutuhan serikat pekerj a, walaupun dia adalah anggota dari asosiasi
Kontraktor atau subkontraktor yang relatif cukup kuat. Sedangkan di Indonesia, dari sekian
banyak peristiwa protes atau pemogokan pekerja yang terjadi di setiap tahun, baik yang
berkaitan dengan upah maupun keselamatan kerja, sepertinya pekerja konstruksi tidak pemah
sekalipun mogok kerja. Belum pemah terdengar sekalipun berita dari media massa mengenai
terhentinya suatu proyek konstruksi bangunan karena pekerj anya mengadakan pemogokan
ataupun demonstrasi. Mungkin karena tidak pemah terdengar adanya pemogokan, dengan
sembarangan saja dianggap bahwa dunia perburuhan di dalam industri konstruksi telah berjalan
dengan baik sehingga tidak penting benar untuk diperhatikan. Sering terdengar pemyataan
dari sementara pejabat bahwa pelaksanaan proyeknya berjalan lancar dengan zero accident
dan tanpa pemogokan. Padahal pada kenyataannya, pekerja konstruksi merupakan golongan
5
James J.O'Brien and Robert G. Zilly, ed., Contractor's Management Handbook, McGraw-Hill, New York, USA, 1 97 1 ,
p.p. 1 - 1 0.
141
pekerja industri yang paling terbelakang dalam memperoleh perhatian secara formal terutama
yang berkaitan dengan kesejahteraan dan keamanan dalam bekerja. Jika mereka melapor
telah ditipu oleh mandor, mereka hanya disuruh melapor ke polisi tanpa memperoleh perlin
dungan yang lebih jelas. Apabila diperhatikan secara lebih cermat, mungkin justru pekerja
konstruksi yang paling sering mogok. Selama ini tidak banyak pihak yang cukup memper
hatikan bahwa mereka sebenamya mempunyai cara sendiri untuk mogok, yakni langsung
lari meninggalkan pekerjaannya. Atau, tidakjarang mereka mengambil keputusan lebih baik
pulang ke kampung walau harus menganggur sekalipun, demi kepentingan harga diri. Melari
kan diri pada dasamya merupakan upaya untuk melindungi diri, karena sistem yang disandari
temyata tidak mampu memberikan cukup perlindungan, baik dari sisi ekonomi, keamanan
kerja, maupun harga diri.
Program-program dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan bidang ketenaga
keijaan dirasakan masih lemah pengaruhnya untuk dapat menjangkau seluruh kegiatan mandor
dan pekerja konstruksi. Program pelatihan pekerja melalui Balai Latihan Kerja misalnya,
kalangan industri konstruksi sejauh ini belum memanfaatkannya secara optimal. Sedangkan
sementara itu, industri lainnya tampaknya sudah merasakan manfaat secara lebih teratur dan
berhasil guna. Sementara itu pada akhir-akhir ini, sepertinya pusat-pusat latihan kerja banyak
disibukkan dalam memenuhi permintaan pelatihan bagi calon tenaga kerja ekspor (TKI).
Karena mungkin dipandang lebih bermanfaat serta menguntungkan, para pengelola pusat
latihan kerja kelihatannya lebih suka memusatkan perhatiannya untuk menangani tenaga
kerja yang akan diekspor ketimbang yang dipakai di dalam negeri. Maksud untuk memberikan
pelatihan bagi mandor juga pemah diupayakan oleh instansi Departemen Pekerjaan Umum
melalui Perbinikon, Pusdiklat, Pusat Informasi Bangunan (PIB), akan tetapi tingkat keber
hasilannya dinilai masih jauh dari yang diharapkan. Selain penyelenggaraannya dilakukan
hanya sesekali, tidak menerus, peserta yang terjaring untuk diikut sertakan sering sepertinya
bukan mandor yang sebenamya dimaksudkan. Kemungkinan salah sasaran bisa jadi karena
di kalangan masyarakat masih terdapat kerancuan pemahaman antara pengertian mandor
dan penyelia (supervisor), disamping kenyataan bahwa para mandor dan pekerja konstruksi
belum juga membentuk wadah asosiasi profesi. Salah sasaran sepertinya juga terjadi pada
pelaksanaan program K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) dan Jamsostek (j aminan sosial
tenaga kerja). Sepertinya yang selalu dikej ar-kejar sebagai obyek demi target pemasukan
iuran adalah Kepala Proyek dari pihak Kontraktor atau bahkan Pemimpin Proyek. Jika cara
demikian diterapkan pada industri pabrik tampaknya benar, dimana tanggung j awab Kepala
Pabrik termasuk harus memelihara kesejahteraan seluruh karyawan yang digajinya. Sedangkan
dalam industri konstruksi, meski Kepala Proyek adalah penanggung jaw ab seluruh kegiatan
konstruksi tetapi kewajiban finansialnya tidak berkaitan langsung dengan kesejahteraan para
subkontraktor, mandor, dan tenaga kerja, karena memang bukan karyawannya. Kontraktor
mengikat subkontraktor dan mandor selaku rekanan bisnis melalui komitmen kontrak untuk
melaksanakan pekerj aan dengan harga borongan dan kualitas tertentu. Jika dalam rangka
mewujudkan kesanggupan harus mengerahkan sejumlah pekerj a konstruksi sesuai dengan
kebutuhannya, hal itu merupakan tanggung jawab subkontraktor atau mandor sepenuhnya.
1 42
Cara kerja demikian merupakan keadaan yang membedakan industri konstruksi dengan
industri lainnya atau pabrik pada umumnya. Dengan demikian, lembaga yang bertanggung
jawab langsung atas nasib dan kesej ahteraan para pekerja konstruksi adalah mandor atau
subkontraktor, sebagai pemimpin langsung yang mengerahkan, memberi tugas, dan membayar
upahnya. Penelusuran pemahaman seperti tersebut perlu dilakukan dalam rangka memastikan
tercapainya ketepatan sasaran program, bukan sekedar untuk pencapaian target dari segi
finansial yang pelunasannya bisa dilakukan oleh siapapun. Demikian pula penerapan peraturan
tentang Upah Minimum Regional (UMR), bidang perpajakan dan sebagainya, hendaklah
jangan sampai terjadi salah sasaran dalam pelaksanaannya. Jika tujuan penerapan peraturan
di bidang tenaga kerja memang dimaksudkan demi mengangkat harkat dan kesejahteraan
para peketja konstruksi, hendaklah semua pihak terkait mengupayakan benar-benar tercapainya
sasaran dengan tepat secara konsisten.
Apabila dicermati lebih mendalam hubungan ketja antara Kontraktor, mandor, dan tenaga
kerja, tampak sepertinya mereka juga bercita-cita untuk bertumpu pada azas kesepakatan
saling percaya-mempercayai (trustworthy) meski hanya melalui ikatan yang tidak terlalu
ketat. Akibat diterpa gelombang persaingan dan tuntutan profesionalisme yang semakin hari
semakin meningkat, jalinan kerja tradisional tersebut menjadi tercerai berai, tanpa aturan
yang jelas, sehingga terkesan semuanya menjadi informal. Akan tetapi ironisnya se lama ini,
disadari atau tidak, kebanyakan konstruksi bangunan di Indonesia termasuk yang canggih
atau modem sekalipun hanya dikerjakan dengan cara dan keadaan yang demikian itu.
1 43
Pemerintah non-Departemen, Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara yang dibiayai dengan
APBN. Kegiatan pembangunan dapat berupa konstruksi baru, konstruksi lanjutan, dan
perawatan bangunan (rehabilitasi, renovasi, dan restorasi). Pembangunan gedung Pemerintah,
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, digolongkan menj adi kelas-kelas bangunan seperti
pada Daftar 4. 1 .
Tinggi lapis tingkat bangunan kantor pemerintah tidak boleh lebih dari delapan lantai
termasuk lantai dasar. Penyimpangan atas ketentuan tersebut diputuskan oleh Menteri Ke
uangan dan Menteri Negara Perencanaan Nasional/Ketua Bappenas setelah mendapat saran
dari Menteri PU. Dengan mengingat ketentuan pada ayat 3 , pasal 28, Keppres 1 611 994,
maka penyelenggaraan pembangunan menggunakan Sistem Pengelolaan Teknis Terpusat
sebagai bantuan teknis dari instansi teknis yang berwenang. Sedangkan Sistem Pengelolaan
Adiministrasi dan Keuangan bangunan Gedung Negara tetap dikelola masing-masing Depar
temen atau Lembaga Pemegang Mata Anggaran (PMA). Dengan cara tersebut dimaksudkan
agar penyelenggaraan pembangunan gedung negara dapat terjamin, baik dari segi yang
menyangkut kualitas maupun kuantitas fisik teknis, administrasi, keuangan, dan sumber daya
lainnya. B iaya pengelolaan teknis terpusat disediakan dalam DIP tersendiri di bawah
pengelolaan Ditjen Cipta Karya Departemen PU. Besarnya biaya untuk sistem pengelolaan
Administrasi dan Keuangan B angunan Gedung Negara maksimum 1 ,3% dari jumlah biaya
keseluruhan bangunan. Penggunaannya adalah untuk keperluan bersama sebagai biaya
operasional unsur PMA sebesar 60% dan unsur teknis (Pengelola Teknis) 40% berupa hono
rarium, perjalanan dinas, rapat-rapat, bahan dan alat yang berkaitan dengan proyek yang
bersangkutan sesuai dengan tahapannya.
Pembangunan gedung SMP, SMA, dan Rumah Sakit, dilimpahkan kepada Departemen
PU dalam bentuk DIP Suplemen sesuai Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dikbud
Daftar 4.1
Penggolongan Bangunan Gedung Negara
B a n g u n a n u nt u k kepe r l u a n
Kelas
- Departemen, Lembaga Tertinggitringgi Negara, Kejaksaan Agung, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Direktorat Jenderal, lnspektorat Jenderal, Sekretariat
Jenderal.
Rumah Sakit Tipe A dan B.
Pendidikan Tingkat Universitas.
-
1 44
dan Menteri PU No.0253/M/1 985, No.298/KPTS/1 985, tanggal 6 Juni 1 985, dan Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri PU No.378/Men.Kes./SKBNII/
1 985, No.342/KPTS/1985, tanggal 1 8 Juli 1 985. Dalam rangka upaya penghematan peng
gunaan biaya pembangunan, bagi semua proyek pembangunan gedung negara dimungkinkan
untuk melaksanakan rekayasa nilai (value engineering). Rekayasa Nilai (VE) adalah upaya
penghematan dengan cara mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan yang berhubungan
dengan masalah-masalah yang teramati pada tahap pelaksanaan konstruksi termasuk
persiapannya, tanpa mengurangi fungsi, kualitas, dan keandalan bangunan. Dalam hal tidak
ada biaya yang bisa dihemat, maka biaya untuk pelaksanaan VE juga tidak ada. Sedangkan
perhitungan biaya jasa perancangan dan pengawasan yang belum diatur di dalam keputusan
Dirjen Cipta Karya ditetapkan berdasarkan atas imbalan jasa (billing rate) sesuai keputusan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua B appenas mengenai Penyesuaian
Beban Biaya Personil bagi Pekerjaan Konsultasi Konsultan Indonesia. Dengan ketentuan
tidak melebihi biaya maksimal konsultan seperti tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen
Cipta Karya, dan tidak mengakibatkan penambahan terhadap anggaran tersedia dalam tolok
ukur yang bersangkutan.
Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan
..
1 45
kegiatan pengendalian proyek tingkat kebijaksanaan untuk lingkup propinsi dilakukan oleh
Kepala Dinas PU Cipta Karya Daerah Tingkat I atau Kasubdin Cipta Karya PU Propinsi.
Kecuali untuk wilayah DKI oleh Direktorat Tata B angunan (Ditaba) Ditjen Cipta Karya.
Sedangkan pengendalian proyek tingkat operasional untuk lingkup propinsi dilakukan oleh
Pemimpin Proyek, dan untuk lingkup Kabupaten/Kotamadya dilaksanakan oleh Pemimpin
Proyek atau Bagian Proyek dengan mendapat bantuan teknis dari unsur Cipta Karya Daerah,
atau Ditaba untuk wilayah DKI. Selanjutnya di dalam tahap pemanfaatan termasuk juga
kegiatan untuk mendapatkan status dan pendaftaran sebagai gedung negara, dilaksanakan
melalui Sekjen Departemen PU kepada Ditaba Ditjen Cipta Karya.
Untuk golongan yang kedua, seperti pembangunan gedung SMP, SMA, dan Rumah
Sakit, juga terdiri dari kegiatan pengendalian dan kegiatan pelaksanaan. Kegiatan pengendalian
meliputi tingkat program dan tingkat proyek. Untuk lingkup nasional, kegiatan pengendalian
program tingkat kebijaksanaan dilakukan oleh Ditjen Cipta Karya Departemen PU bersama
dengan Dirjen Pemegang Mata Anggaran (PMA) yang bersangkutan, sedangkan pada tingkat
operasional dilakukan oleh Ditaba Ditjen Cipta Karya. Untuk lingkup propinsi, pengendalian
program tingkat kebijaksanaan dilakukan oleh Kakanwil Departemen PU Propinsi yang
bersangkutan. Kemudian, pengendalian proyek tingkat kebijaksanaan untuk lingkup propinsi
dilakukan oleh Kepala Dinas PU Cipta Karya atau Kasubdin Cipta Karya PU Propinsi.
Kecuali untuk wilayah DKI dilakukan oleh Ditaba Ditjen Cipta Karya Departemen PU.
Sedangkan pengendalian proyek tingkat operasional untuk lingkup propinsi dilakukan oleh
Pemimpin Proyek, dan untuk lingkup Kabupaten/Kotamadya dilakukan oleh Pemimpin
Proyek atau Bagian Proyek. Selanjutnya di dalam tahap pemanfaatan, termasuk juga kegiatan
untuk mendapatkan status penggunaan dari Departemen atau Lembaga yang memiliki
bangunan, dan pendaftaran sebagai gedung negara pada Ditaba Ditjen Cipta Karya
Departemen PU, dilakukan oleh Departemen Dikbud untuk gedung SMP/SMA dan oleh
Departemen Kesehatan untuk gedung Rumah Sakit, dengan dibantu oleh unsur Departemen
PU.
Untuk golongan yang ketiga, pembangunan gedung negara yang penyelenggaraannya
diberikan bantuan teknis oleh unsur teknis Pekerjaan Umum kepada instansi PMA. Instansi
PMA meliputi Departemen, lembaga Pemerintah non-Departemen, Lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara, sedangkan pembangunan yang dimaksud meliputi semua gedung pemerintah
dan perumahan dinas kecuali yang termasuk dalam golongan pertama dan kedua. Penyeleng
garaan pembangunan terdiri dari kegiatan pengendalian dan pelaksanaan. Kegiatan pengen
dalian, dilakukan oleh Departemen atau Lembaga PMA, yang pelaksanaannya dilakukan
oleh pejabat eselon I dan atasan langsung Pemimpin Proyek dari masing-masing instansi
yang bersangkutan, dengan dibantu oleh Dirj en Cipta Karya Departemen PU. Kegiatan
pengendalian meliputi tingkat program dan proyek. Untuk lingkup nasional, pengendalian
program tingkat kebijaksanaan dilakukan oleh pejabat eselon I sebagai penanggung jawab
pembina program dan berfungsi memberikan pengarahan, atau pedoman tertulis, serta tindakan
turun tangan terhadap pelaksanaan Petunjuk Operasional (PO) dari otorisasi pembiayaan
atau DIP yang bersangkutan. Untuk lingkup propinsi, pengendalian proyek tingkat kebij ak-
1 46
sanaan dilakukan selain oleh atasan langsung Pemimpin Proyek, juga oleh Dirjen Cipta Karya
Departemen PU yang memberikan bantuan teknis. Dalam hal demikian, atasan langsung
Pemimpin Proyek bertindak selaku sebagai pembantu utama dari pejabat eselon I, berfungsi
membantu dalam pelaksanaan pengendalian penyelenggaraan pelaksanaan proyek, dengan
menelaah laporan berkala, melakukan pengawasan berkala, memberikan petunjuk, serta
tindakan turun tangan terhadap masalah-masalah pelaksanaan proyek sesuai dengan PO dari
DIP yang bersangkutan. Selanjutnya di dalam tahap pemanfaatan, termasuk juga kegiatan
untuk mendapatkan status penggunaan dari Departemen atau Lembaga yang memiliki
bangunan dan pendaftaran sebagai gedung negara pada Ditaba Ditjen Cipta Karya Departemen
PU atau Dinas Cipta Karya PU Propinsi. B antuan teknis dari Dirjen Cipta Karya berupa
bantuan tenaga pengelola teknis proyek dan bantuan informasi teknis yang pelaksanaannya
dilakukan oleh unsur Cipta Karya daerah untuk proyek-proyek di daerah, dan oleh Ditaba
untuk proyek di DKI Jakarta. Untuk proyek-proyek pusat, pelaksanaan bantuan teknis dikon
sultasikan kepada Direktur Tata Bangunan Ditjen Cipta Karya.
Organisasi dan Fungsi Unsur-Unsur Pengelola Konstruksi
1 47
atas beberapa staf. Berfungsi membantu Pemimpin Proyek atau Pernimpin Bagian Proyek
dalam melaksanakan pengelolaan administrasi penyelenggaraan konstruksi pada setiap
tahap, baik di tingkat program maupun operasional. Secara operasional, Pengelola Ad
ministrasi Proyek bertanggung jawab kepada Pemimpin Proyek atau Pemimpin B agian
Proyek.
4) Pengelola Teknis Proyek CPTP), yaitu unsur tenaga bantuan dari instansi PU bagi proyek
yang mendapat bantuan teknis dari Departemen PU. Berdasarkan pada Sistem Pengelolaan
Teknis Terpusat dalam pembangunan bangunan gedung negara, organisasi PTP ditetapkan
oleh Dirjen Cipta Karya Departemen PU, maka setiap pembangunan dengan biaya APBN
ditetapkan menggunakan PTP dari Instansi Teknis Departemen PU. Untuk setiap daerah,
pelaksanaan pengelolaan teknis dipertanggung jawabkan oleh Koordinator Pengelola
Teknis kepada Dirjen Cipta Karya Departemen PU melalui Direktur Tata B angunan.
Atas permintaan Pemimpin Proyek pada instansi PMA kepada instansi teknis Departemen
PU sesuai daerah atau lokasi proyek yang bersangkutan, pihak Koordinator Pengelola
Teknis memberi bantuan teknis. PTP berfungsi membantu Pemimpin Proyek atau
Pemimpin B agian Proyek dalam pelaksanaan pengelolaan teknis proyek pada setiap
tahap selama penyelenggaraan konstruksi, baik di tingkat program maupun operasional,
termasuk persetujuan berita acara kemajuan pekerjaan fisik untuk tahap perencanaan
maupun pelaksanaan konstruksi. PTP ditetapkan oleh dan bertanggung jawab secara
fungsional kepada Direktur Tata Bangunan melalui Kepala Dinas PU atau Kepala Dinas
Cipta Karya PU Propinsi Dati I, serta bertanggung jawab secara operasional kepada
Pemimpin Proyek atau Pemimpin Bagian Proyek.
Peraturan menetapkan bahwa unsur-unsur pelaksana konstruksi, selain pihak pengelola proyek
termasuk pula Konsultan Manajemen Konstruksi (MK), Konsultan Pengawas, Konsultan
Perencana, Pelaksana YE, dan Kontraktor atau Pemborong. Kecuali ditentukan lain, pada
dasarnya hubungan kerja antara Pengelola Proyek dengan masing-masing pelaksana tersebut
dilakukan secara kontraktual dalam bentuk kontrak lumps urn. Kontrak lumpsum adalah suatu
ikatan untuk melaksanakan seluruh pekerjaan dengan nilai kontraknya berdasarkan jumlah
harga pasti yang mengikat sesuai dengan dokumen penunjuknya, baik berupa Arahan
Penuugasan (term of referrence) maupun RKS serta dokumen tambahan lainnya. Dengan
demikian kontrak lump sum tidak terikat pada rincian anggaran biaya yang merupakan lampiran
harga penawaran dalam dokumen penawaran. Sedangkan berdasarkan pada sistem pembiayaan
serta ketentuan prosedur yang berlaku, bentuk kontrak hubungan kerja dibedakan antara
prosedur lelang lokal (nasional) dan internasional. Kontrak dengan prosedur lelang inter
nasional adalah pelaksanaan pembangunan yang mensyaratkan dilibatkannya para pelaksana
secara internasional. Uraian kegiatan dan tanggung jawab masing-masing unsur pelaksana
konstruksi lebih lanjut diberikan dalam Pedoman Teknis Penyelenggaraan Konstruksi
Bangunan Negara, yang akan dibahas pada bab 4.3. Dalam hal di daerah lokasi pekerjaan
tidak terdapat perusahaan untuk pelaksanaan tugas konsultasi tertentu ataupun kontraktor,
maka dapat menunjuk perusahaan yang memenuhi syarat dan tersedia dari daerah lain, atau
propinsi yang berdekatan, atau DKI Jakarta. Apabila tidak terdapat perusahaan konsultasi
1 48
atau kontraktor seperti tersebut di atas, fungsi tersebut dilaksanakan oleh unsur teknis De
partemen PU. Pemilihan konsultan-konsultan harus berdasarkan ketentuan yang berlaku
tentang tata cara pengadaan jasa konsultan, sedangkan penunjukan langsung harus berdasarkan
pada rekomendasi dari pejabat yang berwenang dari unsur teknis Pekerjaan Umum.
Konsultan MK adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan
sertifikasi keahlian untuk pelaksanaan tugas konsultasi dalam bidang manajemen konstruksi.
Fungsi Konsultan MK adalah membantu Pemberi Tugas dalam melaksanakan pengendalian
sejak tahap persiapan, kemudian perencanaan termasuk penerapan metoda VE, tahap
konstruksi baik di tingkat program maupun operasional, sampai dengan penyerahan hasil
pekerjaan. Sesuai dengan sifat kegiatannya, Konsultan MK tidak dapat merangkap sebagai
Konsultan Perencana atau Pelaksana VE untuk pekerjaan yang sama. Digunakan jasa Kon
sultan MK apabila diperlukan koordinasi teknis pelaksanaan antara para pelaksana yang
karena sifat pekerjaannya tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Proyek. Misalnya koordinasi
untuk pelaksanaan perancangan yang harus dikerjakan oleh lebih dari satu Konsultan Pe
rencana, atau pelaksanaan konstruksi yang dikerjakan oleh lebih dari satu Kontraktor. Akan
tetapi, pedoman juga memberikan ketentuan bahwa apabila tidak terdapat perusahaan Kon
sultan MK di daerah tempat pelaksanaan proyek, di daerah atau propinsi yang berdekatan,
ataupun di DKI Jakarta, maka fungsi tersebut dilaksanakan oleh unsur teknis Departemen PU.
Jasa Konsultan Perencana digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan perencanaan dan
perancangan pada semua tahap konstruksi bangunan, yaitu tahap persiapan termasuk detail
perencanaan, perancangan, konstruksi fisik, maupun tahap perawatan bangunan. Konsultan
Perencana adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan sertifikasi
keahlian untuk pelaksanaan tugas konsultasi dalam bidang perencanaan lingkungan, peran
cangan bangunan beserta kelengkapannya. Konsultan Perencana berfungsi membantu Pe
ngelola Proyek untuk mengadakan Dokumen Perancangan, Dokumen Lelang, Dokumen Pelak
sanaan, dan memberikan penjelasan pekerjaan baik pada waktu lelang maupun selama
pelaksanaan konstruksi fisik, dengan demikian Konsultan Perencana mulai bertugas sejak
tahap perencanaan sampai penyerahan hasil pekerjaan. Konsultan Perencana ditetapkan untuk
semua golongan proyek, dan pemilihannya harus berdasarkan pada ketentuan yang berlaku
tentang pengadaan jasa konsultan. Konsultan Perencana tidak dapat merangkap sebagai
Konsultan MK atau pelaksana VE, tetapi dapat merangkap sebagai Konsultan Pengawas
untuk pekerjaan dengan pembiayaan sampai dengan Rp. 300 juta, dan Rp. l miliar khusus
untuk propinsi Irian Jaya dan Timor Timur.
Jasa Konsultan Pengawas digunakan apabila perancangan dilakukan oleh satu Konsultan
Perencana dan pelaksanaan konstruksi fisik dilakukan oleh satu Kontraktor. Konsultan Peng
awas adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk melaksanakan
tugas konsultasi dalam bidang pengawasan pekerjaan konstruksi. Konsultan Pengawas
berfungsi membantu Pemberi Tugas untuk melaksanakan pengawasan pada tahap konstruksi,
sehingga mulai bertugas sejak pemberian penjelasan pada waktu lelang sampai penyerahan
hasil pekerjaan konstruksi fisik. Konsultan Perencana ditetapkan untuk semua golongan
proyek, dan pemilihannya harus berdasarkan ketentuan yang berlaku tentang pengadaan jasa
1 49
konsultan. Konsultan Pengawas dapat dirangkap oleh Konsultan Perencana pekerjaan yang
bersangkutan dengan nilai pembiayaan sampai dengan Rp. 300 juta, dan Rp. 1 miliar khusus
untuk propinsi Irian Jaya dan Timor Timur.
Pelaksana rekayasa nilai (value engineering) adalah perusahaan yang memenuhi per
syaratan yang ditetapkan, mempunyai tenaga ahli bidang value engineering serta mampu
Daftar 4.2
Prosentase Biaya menggunakan tipologi Konsultan Pengawas
1 00
s/d
1 00
s/d
250
250
s/d
500
s/d
1 000
s/d
2000
s/d
3000
4000
s/d
500
1 000
2000
3000
4000
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
1 . KONSTRUKSI
3
87,7
(dalam %)
87,7
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
(dalam %)
5,80
4,70
3,75
3,50
3,25
3,07
5,80
4,70
3,75
3,50
3,25
3,07
3. P E N G A WASAN
(dalam %)
3,70
3,50
2,50
2,24
3,70
3,50
2,50
2,24
4. P E N G E LOLAAN
PROYEK
1 ,30
1 ,30
1 ,2 1
0,86
0,57
s/d
s/d
s/d
(dalam %)
1 00
J U M L A H
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
12
13
96,22
96,83
s/d
s/d
s/d
96,22
96,83
97, 1 8
2,94
2,57
2,25
1 ,89
2,94
2,57
2,25
1 ,89
1 ,66
2,00
1 ,88
1 , 78
1 , 53
1 , 33
1 ,1 4
2,00
1 ,88
1 ,78
1 , 53
1 , 33
1,14
1 ,03
0,47
0,36
0,33
0,31
0,25
0,20
0, 1 4
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
2 . P E R E NCANAAN
11
95,65
10
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
1 ,2 1
0,86
0,57
0,47
0,38
0,33
0,31
0,25
0,20
0, 1 4
0, 1 2
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
Daftar 4.3
Prosentase Biaya menggunakan tipologi Konsultan Manajemen Konstruksi
soo
s/d
1 00
250
1 000
2000
3000
4000
1 00
250
500
1 000
2000
3000
4000
5000
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
5000
s/d
sld
s/d
s/d
11
12
13
95,26
95,88
95,88
96,54
1 . KONSTRUKSI
(dalam %)
86,7
86,7
s/d
10
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d.
s/d
s/d
(dalam %)
3 . MA NAJ EMEN
KONSTRUKSI
(dalam %)
4. P E N G E LOLAAN
PROYEK
1 ,30
(dalam %)
J U M L A H
1 00
s/d
s/d
96,54
s/d
96,93
5,80
4,70
3,75
3,50
3,25
3,07
2,94
2,57
2,25
1 ,89
5,80
4,70
3,75
3,50
3,25
3,07
2,94
2 , 57
2,25
1 , 89
1 ,66
4,63
4,38
3, 1 3
2,81
2,50
2,35
2,23
1 , 92
1 , 67
1 ,43
4,63
4,38
3, 1 3
2,81
2,50
2,35
2,23
1 ,92
1 , 67
1 , 43
1 ,29
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
1 ,30
1 ,2 1
0,86
0,57
0,47
0,36
0,33
0,31
0,25
0,20
0, 1 4
1 ,2 1
0,86
0,57
0,47
0,38
0,33
0,31
0,25
0,20
0, 1 4
0, 1 2
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
1 00
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
sld
s/d
1 50
melaksanakan program YE. Pada prinsipnya YE adalah teknik manajemen yang menggunakan
diagram Functional Analysis System Technique (FAST), dalam rangka memperoleh kesangkil
an waktu, biaya, kualitas, dan kinerja, dengan cara mengurangi biaya-biaya yang tidak
diperlukan berhubungan dengan masalah-masalah teknik yang teramati, tanpa inengurangi
fungsi, kualitas, dan keandalan bangunan. Dengan demikian program YE bukanlah suatu
cost cutting process, dan dapat ditafsirkan sebagai metode. Program YE dapat dilakukan
oleh pelaksana YE sendirian atau bersama-sama dengan Kontraktor Utama yang mempunyai
unsur tenaga ahli YE (in house) dengan mengajukan Value Engineering Change Proposal
(YECP). Pelaksana YE bertugas membantu pemberi tugas dalam melaksanakan konsultasi
pada tahap konstruksi di tingkat program maupun operasional. Pelaksana YE bertugas setelah
dokumen pelelangan siap sampai dengan tahap penyerahan hasil pekerjaan. Sesuai dengan
kegiatannya pelaksanaan YE tidak dapat dirangkap oleh Konsultan Perencana atau Konsultan
MK untuk pekerjaan yang bersangkutan. Kontraktor yang melaksanakan program YE adalah
kontraktor yang mempunyai unsur tenaga yang memenuhi syarat, mempunyai keahlian, dan
mampu menerapkan program YE. Pada tahap persiapannya, apabila memang mempunyai
keahlian dan mampu melaksanakan YE, kontraktor peserta lelang dapat memasukkan usulan
feasibility study YE. Kemudian pada tahap penerapannya, Pelaksana YE bersama Kontraktor
melaksanakan aplikasi YE dengan ketentuan : (a) Kontraktor pemenang lelang mengajukan
YECP kepada Pemberi Tugas ; (b) Pelaksana YE membantu berdasarkan pada keputusan
Pemberi Tugas tentang penggunaan masukan YECP yang diaj ukan Kontraktor pemenang
lelang. Pelaksana YE yang melaksanakan aplikasi bersama Kontraktor sesuai dengan peraturan
yang ada, bertanggungjawab secara kontraktual kepada Pemimpin Proyek atau Bagian Proyek.
Kontraktor adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan
fungsinya membantu Pemberi Tugas untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi fisik bangunan
dan kelengkapannya. Kontraktor yang ditunjuk dapat untuk melaksanakan seluruh kegiatan
konstruksi fisik dengan satu Kontraktor, atau masing-masing jenis kegiatan dengan kontraktor
spesialis. Kontraktor melaksanakan tugas sejak diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK)
oleh Pemberi Tugas, dan bertanggung jawab secara kontraktual dalam bentuk kontrak
lumpsum. Untuk proyek yang menggunakan pelaksana YE, Kontraktor tetap berhak menerima
keuntungan sesuai dengan penawaran yang telah diajukan (terlampir pada dokumen kontrak),
dengan demikian berarti keuntungan tersebut tidak dikurangi jumlah absolutnya. Untuk pe
laksanaan konstruksi perumahan dinas tipe C, D, dan E, pembangunannya dilaksanakan
oleh Perum Perumnas (sebagai kontraktor yang ditunjuk) di atas kapling tanah matang milik
nya. Ketentuan tersebut berlaku untuk daerah-daerah yang sudah ada Perum Perumnas, kecuali
apabila ditentukan lain dengan rekomendasi dari unsur teknis PU. Anggaran biaya konstruksi
gedung negara ialah anggaran yang disediakan untuk keseluruhan bangunan, yang terdiri
atas komponen-komponen pembiayaan untuk: ( 1 ) kegiatan pelaksanaan konstruksi fisik de
ngan tipologi pengawasan atau manajemen konstruksi; (2) kegiatan perencanaan dan peran
cangan; (3) kegiatan pengawasan atau manajemen konstruksi; (4) kegiatan pengelolaan proyek.
Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Penertiban Aparatur Negara No. I ll
SE/MENPAN/1 979 perihal pelaksanaan pasa1 69 Keppres 1 41 1 979 berkenaan dengan proyek
1 51
Daftar 4.4
Prosentase Biaya menggunakan Perencanaan Prototipe
1
1
KONSTRUKSI
APABILA PENGAWASAN
DILAKUKAN OLEH
KONSUL TAN PENGAWAS
APABILA P E N G A WASAN
D ILAKUKAN OLEH
U N S U R D E PARTEMEN PU
93, 1
94,7
1 ,6
1 ,6
2, 4
1 ,3
1 ,3
yang telah selesai, demikian pula dengan Sural Edaran Menteri PU N o.07 .04 -MN/67 6 perihal
inventarisasi barang tak bergerak milik negara. maka bangunan yang sudah selesai dibangun
harus didaftarkan. Kelengkapan pendaftaran bangunan untuk penetapan hurufdaftar nomer
(HDNO) bangunan, yang terdiri dari : (a) foto copy DIP (otorisasi pembiayaan): (b) foto
copy sertifikat, atau bukti kepemilikan, atau hak atas tanah; (c) kontrak atau perjanjian
pemborongan; (d) berita acara serah terima hasil pembangunan yang pertama dan kedua: ( e)
gambar-gambar as built drawings disertai gambar legger; (f) salinan atau foto copy surat
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Apabila belum ada 1MB dapat diganti dengan surat
keterangan dapat dibangun dari Pemda setempat.
1 52
3)
1 53
1 54
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
Meliputi tu gas kegiatan Konsultan Perencana dalam melaksanakan pekerjaan yang berkaitan
dengan konstruksi, yang terdiri dari:
1 ) kegiatan pada tahap persiapan, yang meliputi mengumpulkan data dan informasi
lapangan, membuat penafsiran secara garis besar terhadap Arahan Penugasan, melakukan
konsultasi dengan Pemerintah Daerah setempat mengenai segala sesuatu yang ber
hubungan dengan rencana pembangunan, ijin-ijin, dan sebagainya;
2) menyusun pra-rancangan, yang meliputi membuat rancangan tapak, perkiraan biaya,
dan mengurus untuk mendapatkan ijin pendahuluan, ijin prinsip, atau advice planning
dari Pemerintah Daerah setempat;
3) menyusun pengembangan rancangan pelaksanaan, yang meliputi pembuatan rancangan
arsitektur beserta uraian dan visualisasi dua atau tiga dimensi hila diperlukan, membuat
rancangan struktur dan utilitas beserta analisis perhitungan;
4) menyusun rancangan detail, yang meliputi pembuatan gambar-gambar detail, rencana
kerja dan syarat-syarat, rincian volume pekerjaan, rencana anggaran biaya, dan menyusun
dokumen perencanaan;
5) mempersiapkan pelelangan, yang meliputi membantu Pemimpin Proyek dalam menyusun
dokumen pelelangan sebanyak rangkap lima, membantu Panitia Pelelangan dalam me
nyusun program pelelangan;
6)
7)
8)
9)
1 55
1 56
Pedoman teknis VE tidak tergantung dari pelakunya, yang bisa jadi oleh Konsultan MK
pada tahap perencanaan, atau Konsultan VE sendirian maupun bersama-sama dengan Kon
traktor pemenang lelang yang mengajukan VECP, kegiatannya terdiri dari :
1 ) Pada tahap informasi, melakukan identifikasi secara lengkap atas si stem struktur bangun
an, si stem pelaksanaan konstruksi, identifikasi fungsi dan estimasi biaya yang mendasar
pada fungsi pokok;
2) Pada tahap spekulasi, menggali gagasan-gagasan alternatif sebanyak mungkin dalam
rangka memenuhi fungsi pokok;
3 ) Pada tahap analisis, melaksanakan analisis terhadap gagasan-gagasan alternatif yang
meliputi analisis alternatif, analisis rangking, dan analisis matriks, untuk mendapatkan
alternatif yang paling potensial;
4) Pada tahap pengembangan, mempersiapkan rekomendasi tertulis dari alternatif akhir
yang dipilih dengan pertimbangan kemungkinan pelaksanaan secara teknis dan ekonomis;
5) Pada tahap presentasi, menyajikan hasil studi VE kepada Pengelola Proyek untuk men
dapat persetujuan penerapannya pada proyek yang bersangkutan;
6) Pada tahap implementasi, melakukan tugas pengawasan bersama Konsultan MK terhadap
penerapan hasil studi VE.
Pedoman Teknis berdasar Spesifikasi Teknis Material
2)
3)
1 57
4)
5)
6)
7)
Untuk Pagar Perumahan Dinas, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang sama dengan
yang disebutkan pada butir 3, seperti tercantum dalam Daftar 4.5.
Untuk Bangunan Perumahan Dinas yang pembangunannya dilaksanakan oleh Perum
Perumnas, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang sama dengan yang telah disebutkan
pada butir 2.
Untuk Bangunan Gedung SMP, SMA, dan Rumah Sakit, didasarkan pada ketentuan
ketentuan yang sama dengan yang telah disebutkan pada butir 1, dan pedoman teknis
yang dikeluarkan oleh Departemen Dikbud dan Kesehatan.
Untuk Bangunan yang merupakan pekerjaan non-standar atau yang belum tercantum
dalam standar harga, yaitu pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
a. Pengadaan lahan, yang meliputi pemetaan, pembebasan, dan pengurusan sertifikat
atau bukti pemilikan hak atas tanah;
b . Penyiapan lahan, yang meliputi pembentukan permukaan tanah atau lahan sesuai
dengan rancangan, pembuatan tanda-tanda lahan, pembersihan lahan berupa pem
bongkaran;
c. Pematangan lahan, yang meliputi pembuatan jalan dan jembatan dalam kompleks,
jaringan utilitas (saluran drainasi, air bersih, listrik, lampu penerangan luar, limbah
kotoran, hidran kebakaran) dalam kompleks, lanskap dan pertamanan, pagar fungsi
khusus, dan tempat parkir;
d. Penyusunan Rencana Induk (Master Plan);
e. Peningkatan penampilan, keamanan, serta kenyamanan bangunan gedung negara;
f. Pekerjaan khusus kelengkapan bangunan, seperti peralatan elevator, tata udara, gen
erator, pompa listrik, peralatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
pencegahan dan penanggulangan bahaya serangga dan jamur, telepon termasuk
PABX, penangkal petir, perabot, dan perlengkapan interior;
g. Penyambungan instalasi, yang meliputi penyambungan air, listrik, gas, dan telepon;
h. Pekerjaan-pekerjaan lain seperti:
1 ) penyelidikan tanah detail,
2) pekerjaan arsitektur dan struktur yang memerlukan perlakuan khusus, antara
lain sarana untuk kepentingan penyandang cacat,
1 58
Daftar 4.5
Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara
FONDASI
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Baja
Baja
Batu Kali
Batu Kali
Batu Kali
Tembok
Kayu Kelas 1
Kayu Kelas 1
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Baja
Baja
Baja
Kayu Kelas 1
Kayu Kelas 1
RANGKA BANGUNAN
Struktural
Finishing
Batu Tempel
Batu Tempel
Kayu Lapis
Papan
Papan
Cat Tembok
Kayu Lapis
Kayu Lapis
Cat Kayu
Cat Tembok
Cat Tembok
Cat Kayu
3 LANTAI
Struktural
Finishing
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Baja
Baja
Beton Bertulang
Baja
Kayu Kelas 1
Kayu Kelas 1
Bermacam Tegel
Tegei PC
Tegei PC
Karpet
Karpet
Karpet
Vynil
Vynil
Vynil
Papan
Papan
Papan
Struktural
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Pengisi
Bata
Bata
Bat a
Batako
Batako
Batako
Kayu Lapis
Kayu Lapis
Kayu Lapis
(partisi)
(partisi)
(partisi)
Plesteran dicat
Plesteran dicat
4 DINDING
Finishing
Plesteran dicat
(cat tembok)
-(cat tembok)
Batu Tempel
Teak Oil
Lambrisering
Cat Kayu
Cat Kayu
Teak Oil
Pintu dan Jendela
Bahan Logam
Kayu Kelas
Kayu Kelas
Kayu Kelas
(diawetkan)
(diawetkan)
Kaca 3-5 mm
Kaca 3-5 mm
1 59
KELAS BANGUNAN
KOMPONEN BANGU NAN
Kela s A
Kelas 8
Kelas
ATAP
Rangka
Penutup
Beton Bertulang
Beton Bertulang
Baja
Baja
Kayu Kelas 2
Kayu Kelas 1
Kayu Kelas 1
(diawetkan)
Genteng Keramik
Genteng Keramik
Genteng
Genteng
Genteng
Asbes
Asbes
Asbes
Si rap
Seng
Baja
S i rap
Si rap
Alumunium gelom-
Alumunium gelom-
bang
bang
Alumunium
Kayu Kelas 2
Kayu Kelas 2
Kayu Kelas 1
(diawetkan)
(diawetkan)
Lembar Akustik
Asbes Semen
Asbes Semen
Asbes Semen
Kayu Lapis
Kayu Lapis
6 LANGIT -LANGIT
Rangka
Penutup
Kayu Lapis
7
'
PERLENGKAPAN DAN
PEMBUANGAN KOTORAN
lnstalasi Li strik Lokal, Sanitair Lokal, Penangkal Petir, I nstalasi air lokal, tangki septik
1.
komputer, studio, gudang farmasi, museum dan yang sejenis, serta selasar atau
teras yang terhitung ke dalam jumlah ruang dengan standar harga 50%-nya;
4 ) bangunan selasar penghubung, teritisan atau emper khusus, dan yang sejenis;
5) bangunan khusus yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Pengelolaan proyek untuk wilayah yang sulit dijangkau transportasi berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalam Pengarahan Penugasan (TOR), mengenai
persyaratan teknisnya disesuaikan dengan kegiatan atau pekerjaannya, baik untuk
pekerjaan bangunan lingkungan (site development) maupun kelengkapan utilitas
bangunan gedung.
1 60
Daftar 4.6
Penggolongan Perumahan Dinas
TIPE
3)
4)
5)
1 . Kepala Sub-Seksi.
2. Pegawai-pegawai yang golongannya 1 1/d ke bawah.
Selasar atau teras terhitung dalamjumlah ruang dengan menggunakan standar harga
50%-nya.
Tinggi bangunan bertingkat Gedung Pemerintah tidak boleh lebih dari 8 (delapan) Jantai
termasuk lantai dasar.
Sesuai dengan SK Dirjen Cipta Karya No.024/KPTS/CK/ 1 982, untuk Gedung Kantor
Pemerintah ditetapkan standar ruang rata-rata 8 (delapan) m2 per orang, dengan per
hitungannya seperti diberikan pada Daftar 4 .9.
a. Untuk daerah-daerah tertentu, apabil a bahan-bahan tersebut sukar diperoleh ataupun
harganya tidak sesuai, maka dengan pengesahan unsur teknis Pekerj aan Umum
setempat, bahan-bahan tersebut dapat diganti dengan bahan-bahan lain yang setara,
tanpa mengurangi fungsi dan mutu.
b. Untuk Gedung Kantor Pemerintah kelas C, atau dengan biaya pembangunan sampai
dengan Rp. l OO juta, dan sudah ada perencanaan prototipenya, pelaksanaan pem
bangunannya disamping mengikuti Pedoman Harga Satuan Tertinggi juga didasarkan
pada Dokumen Pelelangan dengan Pereilcanaan Prototipe Daerah Setempat, yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. Hal yang sama diberlakukan
untuk pembangunan Perumahan Dinas tipe C, D, dan E.
Untuk menghitung luas bangunan pada sumbu kolom. dan luas berbagai ruang dihitung
1 00%, sedangkan luas teras 50%.
b.
2)
J A B AT A N P E N G H U NI R U M A H
1 61
Daftar 4.7
Pedoman Teknis Perumahan Dinas
TI P E R U M A H D I N A S
L U A S , N A MA R UA N G ,
STR U KT U R B A N G U NA N
I .
LUAS
1.
2.
1 1 .
NAMA RUANG
Ruang Tamu
2 . Ruang Kea
3 . Ruang Makan
4 . Ruang Tidur
5 . Kamar Mandi/WC
6 . Dapur
7 . Ruang Tidur Pembantu
8 . Gudang
9 . Garasi
1 0. R. CuciA<MIWC Pembantu
(tidak terhitung luas bangunan)
1.
600
250
350
1 20
1 20
1 00
1 20
70
50
36
I l l . ST R U KT U R B A N G U N A N
2.
3.
4.
Fondasi
Rangka Kolom
Dinding
Finishing
5.
6.
Lantai
Langit-Langit
7.
8.
Rangka Atap
Penutup Atap
9.
Penerangan
Air
Pembuangan Kotoran
1.
1 0.
11.
Tegei PC
Asbes Semen
Kayu Kelas 2 diawetkan
Genteng, Asbes, Sirap, Seng
lnstalasi Listrik
lnstalasi Air
Tangki Septik
Pedoman Teknis dikelompokkan menjadi tujuh macam kekhususan, yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pedoman Teknis Perencanaan Pagar Khusus
Untuk bangunan pagar yang telah ditetapkan pedoman harga dan teknisnya, diberlakukan
Pedoman Teknis Perencanaan secara umum yang menjadi bagian tugas dari Konsultan Pe
rencana. Sedangkan, untuk bangunan pagar dengan fungsi khusus digolongkan dalam bangun
an yang tidak termasuk dalam standar (non standar), sehingga berlaku Pedoman Teknis un
tuk pekerjaan non-standar. Penetapan bangunan pagar dengan fungsi khusus dilakukan oleh
1 62
Daftar 4.8
Pedoman Teknis Pagar Bangunan Gedung dan Perumahan
ST R U KT U R
PAGAR
I .
G E D U N G P E M E R I NTAH
A
P E R U MA H A N D I N A S
B
DEPAN
Fondasi
2 . S loof
3 . Kolom
4 . Dinding
5 . Pagar
6. Tinggi
1.
1 1 . S A M P I N G/
B E LAKANG
1.
2.
3.
4.
Fondasi
S loof
Kolom
Dinding
5.
Pagar
6 . Tinggi
I I I . P I NT U
Batu Kali
Baton Bertulang
Seton Bertulang
Bata Conblock
Besi Siku dengan Kawat Duri
unsur teknis Pekerj aan Umum, dalam hal ini adalah Dinas Pekerj aan Umum Cipta Karya
atau Sub-Dinasnya pada tingkat Propinsi di daerah, atau Ditaba Ditjen Cipta Karya untuk
wilayah DKI Jakarta.
Pedoman Teknis Perencanaan berulang
Dasar pengertian yang termasuk dalam kelompok ini adalah apabila untuk suatu bangunan
akan lebih sangkil bila dilaksanakan dengan perencanaan berulang, atau apabila untuk suatu
wilayah belurn tersedia perusahaan Konsultan yang memadai. Seperti diketahui, perencanaan
bangunan gedung adalah merupakan suatu sistem rekayasa yang ditetapkan merupakan satu
kesatuan fungsional baik dengan massa tunggal maupun majemuk. Suatu perencanaan dapat
digunakan secara berulang, baik secara keseluruhan (total) maupun sebagian (parsial). Apabila
dalam suatu perencanaan telah ditetapkan sistem rekayasa untuk tercapainya kesatuan
fungsional terdapat pengulangan subsistem rekayasa yang sejenis atau serupa, hal demikian
bukan merupakan perencanaan berulang. Perencanaan berulang tidaklah ditentukan oleh
komponen material bangunan, baik secara tunggal maupun unit. Perencanaan bangunan
disebut berulang total apabila terjadi pengulangan perencanaan akibat ditetapkannya pedoman
1 63
persyaratan perencanaan (TOR) berulang total, yang berdasarkan pada pengulangan kesatuan
fungsi, untuk dipakai pada perencanaan lainnya. Sebagai contoh adalah penggunaan satu
perencanaan bangunan massa tunggal untuk membangun lebih dari satu bangunan gedung.
Atau, penggunaan satu perencanaan bangunan massa unit majemuk untuk membangun lebih
dari satu unit bangunan massa majemuk. Sedangkan perencanaan bangunan disebut berulang
parsial apabila terjadi pengulangan sebagian dari suatu perencanaan, akibat ditetapkannya
persyaratan (TOR) penggunaan bagian perencanaan tersebut untuk dipakai pada perencanaan
lain. Contoh perencanaan berulang parsial ialah pembangunan massa bangunan tambahan
baru pada unit bangunan lama, dengan menggunakan bagian dari perencanaan massa bangunan
lama yang bersangkutan. Contoh yang lainnya, pembangunan gedung ruang kelas baru pada
unit SMP/SMA dengan menggunakan perencanaan massa bangunan lama yang bersangkutan.
Biaya perencanaan berulang total maupun parsial diperhitungkan dengan cara sebagai
berikut:
65%
1 ) pengulangan pertama
50%
2) pengulangan ke dua
45%
3) pengulangan ke tiga, dan seterusnya
terhadap komponen biaya perencanaan sehubungan dengan digunakannya pengulangan to
tal, atau terhadap bagian dari komponen biaya perencanaan sehubungan dengan digunakannya
pengulangan parsial.
Pedoman Teknis Perencanaan Prototip
Untuk bangunan perumahan dinas tipe 36, 50, dan 70, serta gedung kantor pemerintah kelas
C, dan sudah tersedia perencanaan prototipenya, dibangun berdasarkan pada Dokumen
Pelelangan Disain Prototip Daerah setempat, yang dikelurkan oleh Ditjen Cipta Karya. Dalam
hal demikian, biaya perencanaan ditiadakan dan dapat ditambahkan untuk biaya konstruksi
fisik. Prosentase biaya pembangunan bangunan gedung negara dengan menggunakan
perencanaan prototip seperti tercantum pada Daftar 4.4. Dalam hal pengawasan pelaksanaan
pembangunan dilakukan oleh unsur teknis Pekerjaan Umum, jumlah biaya pengawasannya
adalah maksimal sebesar 60% dari jumlah biaya pengawasan yang tercantum pada Daftar
4.2 dan Daftar 4.3. Penyesuaian Dokumen Pelelangan Disain Prototip dapat dilakukan apabila
bahan yang ada atau bentuk lahan yang tersedia tidak sesuai dengan yang diprogramkan
menurut perencanaan prototip. Penyesuaian hanya dapat dilakukan oleh unsur teknis Pekerjaan
Umum. Untuk keperluan di daerah, penyesuaian tersebut dilakukan oleh unsur Cipta Karya
Dinas PU Propinsi, sedangkan khusus untuk di wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh Ditaba
Ditjen Cipta Karya Departemen PU. Pelaksanaan tugas tersebut dilakukan dengan membentuk
Tim Penyesuaian Disain Prototip dengan Surat Keputusan Pemimpin Proyek yang ber
sangkutan. Biaya penyesuaian dokumen pelelangan perencanaan prototip menggunakan biaya
maksimal 1 ,6% sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar 4 . 4 . Pelak sanaannya
diselenggarakan dalam rangka swakelola. Penggunaan biaya penyesuaian dokumen pelelangan
perencanaan prototip adalah untuk biaya-biaya honorarium anggota tim, bahan dan alat-alat,
pengumpulan data dan informasi lapangan, serta biaya penunjang lain.
1 64
Daftar 4.9
Perhitungan Standar Ruang
MACAM RUANGAN
MENTERI
CF
ST
CF
ST
CF
ST
CF
ST
OP
ST
10
11
12
13
10
10
10
20
15
10
10
10
3,5
3,5
3,5
3,5
1,5
34,5
21,5
25
11
20
200
12
242
34,5
125
44
140
800
12
1 1 55,5
LUAS RUANG
SEllAP ESELON
47,5
42,5 37,5
= 1 ,2 x 30
= 36 m2
= 4 x 20
= 80 m2
3.
= 0,4 x 200 = 80 m2
1 . RUANG RAPAT
RUANG ARSIP
4. WCIURINOIR
5,
MUSHOLA
= 20 m2
= 0,8 x 48,4 = 39 m2
Jumlah
=
+
SUB TOTAL I
6. RUANG LAIN-LAIN
7.
RUANG SIRKULASI
141
m2
= 1551 ,5 m2
=
JUMLAH AKHIR
m2
= 1410,5 m2
=
SUB TOTAL ! I
255
1 1 55,5 m2
387,9 m2
= 1939,4 m2
1 65
AHLI UTAMA
AHLI
AHLI M U DA
S2/S3
81
R p . 1 000
A-9
16
20
4.91 0
A-8
15
19
4. 760
A-7
14
18
4. 6 1 0
A-8
13
17
4 . 460
A-5
12
16
4. 3 1 0
A-4
11
15
4. 1 60
A-3
10
14
3 . 960
A-2
13
3 . 760
A-1
12
3 . 560
B-4
11
16
3 . 500
B-3
10
15
3 . 380
B-2
14
3 . 260
B-1
13
3 . 1 40
C-4
12
19
3.0 1 0
C-3
2,5
11
18
2 . 760
C-2
10
17
2. 5 1 5
C-1
1 ,5
16
2 . 270
D-4
7,5
15
2. 030
D-3
0,5
1 3, 5
1 . 900
D--2
4,5
12
1 . 775
1 0, 5
1 . 650
1 . 540
D--1
TEKN I S I
BEBAN BIAYA
PERSONIL
KUALI FIKASI
E-5
E-4
1 ,5
7,5
1 . 465
E-3
1 . 390
E-2
0,5
4,5
1 .3 1 0
E-1
1 . 230
1 66
BEBAN BIAYA
PERSONIL
X Rp. 1 000
SLAISTM
AHLI UTAMA
S21S3
81
A--4
A-3
A-2
A-1
11
10
9
8
15
14
13
12
8--4
7
6
5
4
11
10
9
8
16
15
14
13
3
2,5
2
1 ,5
7
6
5
4
12
11
10
9
1
0,5
0
3
2
1
0
8-3
B-2
B-1
AHLI
C--4
C-3
G-2
G-1
AHLI MUDA
D--4
D-3
D-2
D-1
TEKN ISI
SO/SM
GOL
E-5
E--4
E-3
E-2
E-1
5.830
5.557
5. 287
5.0 1 0
maks
5.01 0
4.795
4.579
4.364
maks
19
18
17
16
4.364
3.887
3.41 0
2.933
maks
7,5
6
4,5
3
15
1 3,5
12
1 0,5
2.933
2.5 1 9
2. 1 05
1 . 691
maks
2
1 ,5
1
0,5
0
9
7,5
6
4,5
3
1 .69 1
1 .469
1 .248
1 . 026
805
maks
m in
min
m in
min
m in
1 67
Edaran Menteri Negara PPN/Ketua Bappenas No. 1 9 3 2/K/4/1 990. Penentuan penggunaan
konsultan untuk kegiatan perencanaan, pengawasan, dan manajemen konstruksi pekerjaan
pekerjaan non-standar, harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dinas Pekerjaan Umum
Cipta Karya atau Sub-Dinas Cipta Karya PU Propinsi setempat, dan untuk wilayah DKI
Jakarta dengan Ditaba Ditjen Cipta Karya Departemen PU. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan kekhususan konstruksi dan penyelesaiannya seperti laboratorium, ruang bedah,
ruang komputer, dan sejenisnya, agar mengadakan konsultasi dengan Kepala Kanwil
Departemen PU atau Dinas PU Propinsi, dan untuk wilayah DKI Jakarta dengan Direktur
Tata Bangunan Ditjen Cipta Karya Departemen PU. B iaya maksimum untuk perencanaan,
pengawasan, manajemen konstruksi, dan pengelolaan proyek. tidak boleh melampaui biaya
seperti yang tercantum dalam Daftar Biaya Absolut Komponen Kegiatan Proyek yang ditetap
kan secara periodik. Dalam menetapkan biaya berdasarkan pada daftar tersebut, biaya untuk
perencanaan, manajemen konstruksi, dan pengelolaan proyek, diperhitungkan berdasarkan
pada harga keseluruhan bangunan atau kompleks, sedangkan biaya untuk pekerjaan pengawas
an diperhitungkan berdasarkan pada harga borongan konstruksi dengan interpolasi linear ter
hadap nilai harga borongan kontraktor sebagaimana biaya yang ditetapkan pada kolom konstruksi.
Pedoman Teknis Konstruksi Proyek Berjangka Beberapa Tahun Anggaran
Pedoman teknis untuk pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang meliputi
beberapa tahun anggaran (multi years) ditentukan lebih lanjut secara lebih rinci oleh Bappenas
dan Departemen Keuangan cq Ditjen Anggaran Depkeu.
Ijin bangunan pada umumnya diberikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah di
daerah mana bangunan direncanakan untuk didirikan.6 Sesuai dengan peraturan perundang
undangan mengenai tata ruang yang berlaku, pemerintah daerah menetapkan rencana-rencana
kota yang secara berurutan terdiri dari : (a) Rencana Umum Tata Ruang Kota dengan skala
1 : 10000 atau 1 :20000; (b) Rencana Detail Tata Ruang Kota dengan skala 1 :20000 atau
1 :5000; (c) Rencana Teknik Ruang Kota dengan skala lebih besar dari I :2000. Dengan
menetapkan rericana yang lebih teliti, yaitu RDTRK dan RTRK, maka RUTRK tidak berlaku
lagi kecuali yang berkaitan dengan penunjukan kawasan-kawasan l ain yang tidak termasuk
di dalam RDTRK dan RTRK yang dimaksud. Sesudah ada penetapan RDTRK dan RTRK,
hendaknya rencana-rencana tersebut dipasang dan disediakan di tempat terbuka untuk dilihat
oleh siapapun, di setiap Kantor Pemerintah Daerah Tingkat II. Di dalam RTRK ditetapkan
bagian-bagian tanah yang harus dikosongkan oleh para pemiliknya pada waktu mendirikan
6
Khusus untuk DKI Jakarta. sebelum mengajukan Izin Mendirikan Bangunan terlebih dahulu mengajukan Surat Pcrsetujuan
Prinsip Penggunaan Peruntukan Lahan (SP3L) dan Sural Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). Kecuali itu masih
diperlukan pula Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan lzin Membangun Prasarana (IMP) dari Departemen PU. Di daerah
lain SP3L dinarnakan izin lokasi.
1 68
Peraturan menetapkan bahwa mendirikan atau sama sekali memperbarui bangunan hanya
boleh dilakukan di dalam kawasan dengan peruntukan yang sesuai, atau di tepi suatu jalan
yang sudah ada sesuai dengan kelas dan dimensinya, seperti yang telah ditentukan dalam
rencana detaiP Khusus untuk menerbitkan ijin bangunan pabrik dan industri, Kepala Daerah
berwenang menentukan syarat analisis dampak lingkungan. Pemerintah Daerah berwenang
untuk membebaskan dari syarat keharusan untuk mendirikan bangunan di tepi jalan yang
sudah ada, dengan memberikan ijin bangunan bersyarat, yaitu: (a) bangunan didirikan di
tepi rencana jalan sesuai rencana detail dengan dimensi sedemikian sehingga pelaksanaan
pembangunan jalan beserta fasilitas ikutannya di masa mendatang terjamin dan tidak akan
terganggu; (b) bangunan yang didirikan adalah bangunan dengan struktur kayu.
Untuk menerbitkan ijin bangunan, Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan syarat
membayar sejumlah uang sumbangan pada Kas Pemda yang akan digunakan untuk membiayai
pembangunan ruas jalan di tepi mana bangunan yang bersangkutan didirikan. Ketentuan
tersebut diberlakukan untuk bagian jalan yang menurut rencana memang akan dibiayai oleh
Pemda, dengan batas maksimum jumlah sumbangan adalah sama dengan biaya pembuatan
jalan tersebut. Batas fisik jalan yang diperhitungkan dalam sumbangan adalah selebar jarak
antara sumbu jalan dengan batas persil dan sepanjang ruas persil, tetapi sumbangan tidak
boleh untuk membiayai perkerasan jalur jalan dengan lebar lebih dari 3,0 meter. Semua
perhitungan sumbangan tersebut ditetapkan dan tercantum sebagai lampiran dalam surat ijin
bangunan.
Garis Sempadan
Pemerintah Daerah menetapkan garis-garis sempadan untuk pagar depan dan belakang, sisi
muka bangunan, tepi balkon atau loteng, dan bagian belakang bangunan. Begitu pula garis- ,
garis sempadan untuk perairan, jalan umum, instalasi dan jaringan, dan lapangan terbuka
diperuntukkan bagi kepentingan umum. Dalam suatu kawasan dengan peruntukan bangunan
yang bersifat campuran, di mana diperkenankan didirikan beberapa kelas bangunan, untuk
setiap bangunan dapat ditetapkan garis-garis sempadan tersendiri. Apabila garis sempadan
7
Keseluruhan bab 4.4 mengacu kepada sebagian ketentuan dari Pedoman Mendirikan Bangunan Gedung SKBI- 1 .3.53
1 987, UDC : 89.002, Departemen PU. Di beberapa Daerah sepertinya telah diperbaru.
1 69
pagar berimpit dengan garis sempadan muka bangunan, maka sisi muka bangunan hams
ditempatkan pada garis tersebut. Pemerintah Daerah berwenang membebaskan syarat tersebut
sepanjang penempatannya secara keselumhan tidak mengganggu fungsi dan pemandangan
jalan. Apabila garis sempadan telah ditetapkan, dilarang untuk mendirikan atau memperbam
bangunan dengan tanpa memperhatikan serta mengindahkan garis-garis sempadan tersebut.
Bagian-bagian bangunan yang terletak menjorok melewati garis sempadan hams dibongkar.
Dalam proses penerbitan ijin untuk memperbarui suatu bangunan atau mendirikan bangun
an tambahan bagi bangunan yang sudah berdiri, Pemerintah Daerah dapat menentukan syarat
untuk membongkar bagian bangunan yang keluar dari garis sempadan dengan ketentuan
bahwa luas yang dibongkar tidak lebih dari separoh luas bangunan yang diperbam atau di
tambahkan, dan tidak lebih dari seperlima dari luas sisa terpotong keselumhan termasuk
bangunan yang diperbam atau yang ditambahkan. Ketentuan tersebut ditujukan demi untuk
penertiban pembangunan, dan bilamana dipandang perlu pembongkaran dilaksanakan dengan
memberikan ganti mgi sewajamya. Apabila pada permohonan ijin untuk mendirikan bangunan
ternyata dengan diterapkannya batas-batas garis sempadan mengakibatkan lebih dari sepertiga
luas persil dilarang untuk didirikan bangunan, maka Pemerintah Daerah harus membeli atau
mencabut hak atas tanah tersebut. Kecuali pemilik tanah dapat menyesuaikan dengan ketentuan
yang berlaku untuk mendirikan bangunan di atas tanahnya tersebut.
Pengecualian larangan untuk melampaui garis sempadan muka bangunan yang tidak
berimpit dengan garis sempadan pagar, dan garis sempadan belakang bangunan berlaku bagi:
(a) pipa-pipa saluran, jendela atau tutupan daun jendela dan pintu yang berputar keluar,
papan merek atau baliho; (b) tepi-tepi dinding, plisir muka bangunan, kuping-kuping atap,
kanopi, tangga damrat tak beratap; (c) serambi tak beratap, sepanjang letaknya masih di
dalam garis sempadan pagar. Pengecualian larangan j uga diberlakukan untuk melampaui
garis sempadan muka bangunan yang berimpit dengan garis sempadan pagar, yang berlaku
bagi: (a) tepi-tepi pasangan dinding, pilaster-pilaster ambang pintu dan jendela, dan pipa
pipa pembuangan air hujan asalkan tidak menjorok lebih dari 15 cm; (b) plisir-plisir muka
bangunan, kuping-kuping atap, kanopi, asalkan mempakan komponen dari bangunan toko
dan paling tidak elevasinya 2,25 m di atas permukaan jalan, tidak menjorok lebih dari lebar
trotoir, tidak mengganggu pemandangan pemakai jalan; (c) erker dan beranda yang terbuka
atau tertutup pada lantai tingkat, asalkan lebamya tidak lebih dari sepamh lebar muka bangun
an, tidak menjorok lebih dari 1 meter, dan paling tidak elevasinya 3,0 m di atas permukaan
jalan. Pemerintah Daerah dapat memberikan pembebasan untuk mendirikan pavilyun terbuka,
pergola, atau bangunan-bangunan yang mempakan perlengkapan kebun, pada daerah di antara
garis sempadan muka bangunan dan garis sempadan pagar. Pembebasan tersebut didasarkan
pada penilaian bahwa dampak positif didirikannya bangunan-bangunan tersebut akan me
nambah keindahan umum dari halaman depan.
Ruang kosong belakang bangunan
Untuk mang kosong bagian belakang bangunan haru s ada garis sempadan yang letaknya di
tengah-tengah jarak antara garis sempadan muka bangunan dan batas persil belakang. Ke
1 70
arah luar dari garis sempadan belakang bangunan masih diperbolehkan ada bangunan
bangunan ikutan, asalkan luasnya tidak lebih dari sepertiga luas bagian persil yang terletak
di belakang garis sempadan, penyambungan dengan bangunan induknya tidak lebih lebar
dari separoh panjang garis sempadan belakang bangunan, dan tidak lebih dari 6,0 m.
Pemerintah Daerah berwenang mengubah ketentuan tersebut apabila dipandang bahwa
pemasukan cahaya tidak cukup terjamin. Untuk itu, pada bagian belakang bangunan induk
diperlukan kamar-kamar terluang, tempat kosong, atau ruang terbuka, dengan lebar sekurang
kurangnya sama dengan tinggi bangunan, minimum 4,0 m atau 2,50 m untuk bangunan
dengan struktur kayu.
Pembangunan sampai batas persil
Meskipun pada dasamya, secara umum dilarang untuk mendirikan bangunan sampai ke batas
persil, tetapi ada beberapa kasus pengecualian yang perlu untuk diperhatikan. Untuk Iingkung
an bangunan pertokoan yang umumnya dibangun rapat satu dengan lainnya, atau dibangun
sampai batas persil samping, bagian belakang bangunan dapat digunakan untuk bangunan
sampai sekurang-kurangnya berj arak 2,0 m dari garis batas persil belakang tetapi di lain
pihak dibatasi menjorok palingj auh sampai batas garis sempadan belakang bangunan. Untuk
bangunan-bangunan rumah tinggal diperbolehkan mendirikan bangunan sampai separohjarak
dari garis sempadan muka bangunan ke batas persil belakang, atau garis sempadan belakang
bangunan. Pada bangunan induk rumah tinggal gandengan yang berpasang-pasangan (kopel)
dapat diperlakukan sama dengan keadaan dalam lingkungan bangunan renggang. Untuk
bangunan rumah tinggal struktur kayu, apabila dibangun sampai batas persil harus cukup
tahan terhadap kebakaran, antara lain dengan cara menggunakan struktur dinding tahan api.
Dalam hal yang luar bias a, Pemerintah Daerah dapat memberikan pembebasan mengenai
jarak minimum 2,0 m dari garis batas persil belakang, dengan syarat pekarangan ditutup atau
dipisahkan dengan j alan umum dengan cara yang serasi, demikian pula berlaku untuk batas
maksimum bangunan sampai garis sempadan belakang bangunan. Selain itu, untuk bangunan
bangunan khusus seperti pompa bahan bakar beserta kios-kios dan bangunan fasilitas
pelengkapnya, Pemerintah Daerah berwenang untuk membatasi untuk tidak mendirikan
bangunan ke arah samping sampai batas persil.
Jarak antar bangunan
Secara umum, apabila tidak didirikan bangunan sampai batas persil, maka jarak antara bangun
an dengan batas persil dan jarak antar bangunan termasuk ikutannya sekurang-kurangnya
2,0 meter. Ketentuan jarak tersebut berlaku untuk kawasan yang ditetapkan tidak boleh
mendirikan bangunan sampai batas persil dalam cara bangunan renggang, dan j arak tersebut
tidak boleh kurang dari separuh tinggi bangunan. Khusus untuk bangunan kelas rumah tinggal
biasa dengan struktur bukan kayu, berikut bangunan ikutannya, apabila ada bagian-bagian
yang dibangun memanjang ke arah belakang maka jarak panjang yang dapat diijinkan adalah
separuh dari jarak antara sisi muka depan dengan sisi muka belakang bangunan induk atau
bangunan utama. Pada setiap permohonan ijin membangun untuk bangunan dari kelas selain
1 71
rumah tinggal biasa, Pemerintah Daerah akan menetapkanjarak yang diijinkan antara bangun
an dengan batas persi l dan jarak antar bangunan tersebut.
Dalam rangka upaya mencegah bahaya kebakaran, apabila dinding bangunan memakai
bahan yang mudah terbakar seperti dinding bilik misalnya, jarak antara dinding dengan batas
persil dan jarak antar dinding semacam pada bangunan ikutannya sekurang-kurangnya 2 ,50
meter. Sedangkan jarak antar dinding semacam pada bangunan lainnya sekurang-kurangnya
5,0 meter. Sedangkan untuk bangunan dengan struktur kayu digunakan jarak minimum antar
dinding pada bangunan ikutan adalah 4,0 meter dan jarak dinding semacam pada bangunan
lainnya adalah 8,0 meter. Apabila pada suatu bangunan sebagian dindingnya memakai bahan
yang mudah terbakar dan sebagian lainnya menggunakan bahan tahan api, Pemerintah Daerah
dapat menggunakan ketentuan yang lebih ring an. Penetapan tersebut didasarkan pada keten
tuan Peraturan Pencegahan Bahaya Kebakaran Bangunan Gedung.
Keadaan Tanah
Bidang tanah di mana bangunan akan didirikan harus cukup memenuhi syarat-syarat segi
kesehatan dan keamanan bagi pemakai bangunan yang akan menghuninya. Apabila hal tersebut
tidak terpenuhi atau bahkan membahayakan bagi penghuni, Pemerintah Daerah dapat
menyatakan bahwa bidang tanah tersebut untuk sementara waktu tidak serasi untuk digunakan
buat mendirikan bangunan, khususnya untuk penghunian.
Sebelum bangunan didirikan, persil yang akan dipakai harus dibenahi agar keadaannya
baik. B idang-bidang tanah harus dibersihkan dari komposisi tanah yang mengganggu dan
membahayakan bagi bangunan dan penghuninya, seperti tanah humus, lumpur, dan lain se
bagainya. Apabila terdapat sumur, lobang-lobang, dan jaringan saluran yang sudah tidak
digunakan lagi, agar ditutup dengan sempuma. Apabila terdapat sisa-sisa bongkaran atau
bangunan rusak yang sudah tidak digunakan lagi, agar disingkirkan. Bidang tanah atau pe
karangan harus dipersiapkan sebaik-baiknya dengan diratakan dan dimiringkan agar pengaliran
air berlangsung dari tengah ke tepi persil, tidak terjadi genangan, dibuatkan saluran drainasi
secukupnya, dan pembuangannya terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mengganggu
keseimbangan lingkungan. Apabila hal-hal yang berkaitan dengan penyiapan persil tersebut
tidak mendapatkan perhatian yang layak, aparat atau petugas Pemerintah Daerah dapat
menuntut supaya proses mendirikan bangunan tidak dimulai, sebelum tanah di tempat mana
bangunan akan didirikan dibenahi dengan sebaik-baiknya.
Sambungan Persil dengan Jalan
Sesuai dengan penetapan Pemda, untuk mendirikan bangunan di atas persil yang terletak
tepat di tepi jalan di mana garis sempadan muka bangunan berimpit dengan garis sempadan
pagarnya, maka di antara jalan kendaraan dan persil harus diberi suatu trotoir (tempat jalan
kaki) yang struktur dan dimensinya dinyatakan dalam penetapan ijin. Apabila bangunan
dipisahkan dari jalan dengan suatu halaman depan, maka harus diberi jalan masuk untuk
kendaraan atau orang. Kegunaannya tidak hanya terbatas ditujukan bagi keperluan penghuni
nya, tetapi juga untuk kepentingan fasilitas umum seperti pemadaman kebakaran misalnya.
1 72
Suatu bangunan beserta segenap bangunan ikutannya, pengelompokan massa bangunan, ren
cana bentuk komponen-komponen bangunan maupun keselumhan, demikian pula pemilihan
bahan dan warna bangunan yang digunakan, hams memenuhi syarat keindahan dan keserasian
dengan lingkungannya. Penetapan ketentuan syarat tersebut dihubungkan dengan
pemandangan kota ataupun keadaan j alan dan bangunan di sekelilingnya, baik yang pada
saat itu sudah ada maupun yang menurut perkiraan akan ada di kemudian hari, sesuai rencana.
Untuk bangunan yang dapat didirikan sampai batas persil samping, hubungan dengan
bangunan tetangga pada persil di sebelahnya, termasuk dinding batas yang memisahkannya,
harus mewujudkan tampak muka keseluruhan yang serasi. Sesuatu bangunan tidak boleh
dibiarkan tetap tinggal apa adanya sedemikian sehingga mengakibatkan gangguan keindahan
pada keadaan lingkungannya. Untuk suatu j alan raya tertentu, Pemda berwenang untuk
menetapkan syarat dan batasan penampang (profil) bangunan demi untuk mempertahankan
luas dan sudut pemandangan j alan, yang memenuhi syarat ketertiban dan keamanan lalu
lintas penggunaan j alan raya tersebut.
Pagar Pemisah Halaman
Halaman depan bangunan harus dipisahkan dari j al an menurut cara yang ditetapkan oleh
Pemda, dengan mempertimbangkan letak dan elevasi jalur-jalur jaringan umum yang ada.
Apabila terdapat j aringan umum harus diberi pagar pemisah terhadap halaman untuk keperluan
pengamanan, demikian pula yang diterapkan untukjaringan umum yang terletak di halaman
belakang bangunan. Di sepanjang pagar pengaman di halaman belakang tidak diperkenankan
membuat pintu, kecuali j ika j alur jaringan tersebut memang direncanakan sekaligus sebagai
jalur j alan belakang. Apabila j alur j aringan tersebut bempa saluran terbuka ataupun si stem
campuran yang melewati lingkungan bangunan dengan struktur selain kayu, maka pagar
pemisah harus dibuat dari dinding dengan tinggi sekurang-kurangnya 2,0 meter dari permuka
an tanah halaman belakang. Demikian pula untuk lingkungan bangunan yang sama, dengan
mengacu pada pasal 642 KUHP, antara halaman belakang satu sama lain hams dibuat pagar
dinding pemisah dengan tinggi 2,0 meter. Sedangkan untuk halaman depan, apabila antara
halaman depan satu sama lain diperlukan dinding pemisah maka pemasangannya hams sesuai
dengan gambar petunjuk yang ditetapkan oleh Pemda temtama untuk bangunan-bangunan
1 73
yang terletak di tepi jalan tertentu. Mengingat bahaya yang ditimbulkan, dilarang untuk
menggunakan kawat berduri sebagai pagar pemisah di sepanjang jalan yang dipergunakan
umum. Dalam hal yang bersifat khusus, seperti misalnya rasio luas bangunan terhadap luas
tanah, kelas bangunan dan jalan, dan sebagainya, Pemerintah Daerah berwenang untuk me
netapkan syarat-syarat lebih terinci mengenai pagar pemisah tersebut.
Permohonan ljin
Permohonan ijin dapat diajukan oleh perorangan, badan hukum, yayasan, perserikatan lainnya,
boleh diwakilkan kepada kuasa yang ditunjuk, dengan cara mengisi formulir yang disediakan
yang pada garis besamya memberikan penjelasan mengenai : (a) nama dan alamat pemohon;
(b) informasi yang jelas dan seksama mengenai maksud permohonan ijin, dan kegunaan dan
sifat bangunan; (c) informasi mengenai letak bangunan yang dimaksud, nama jalan, nomer
rumah, blok, lokasi tanah, nomer pajak bumi dan bangunan atau nomer registrasinya; (d)
uraian lengkap mengenai struktur bangunan.
Guna kelengkapan informasi serta penjelasan yang diperlukan, permohonan dilampiri
dengan:
a) Surat tanah yang disahkan oleh pejabat B adan Pertanahan Nasional, Kantor Jawatan
Agraria, Kadaster, Notaris, atau pejabat pemerintah lainnya yang ditunjuk berdasarkan
undang-undang yang berlaku.
b) Surat Kuasa, apabila pemohon mewakilkannya.
c) Planning permit, yang merupakan gambar situasi dengan skala 1 : 1 000, sepanjang per
mit (ijin) tersebut diterbitkan oleh Pemda Tingkat Il.
d) Gambar rencana yang terdiri dari gambar denah, fondasi, struktur atap, tampak muka,
tampak samping, tampak belakang, potongan melintang, potongan memanj ang, dengan
skala 1 :200, 1 : 1 00, atau skala lebih besar sesuai keperluannya. Pada semua gambar
gambar perencanaan tersebut harus dicantumkan nama perencana dan analis struktur
bangunan.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan terdahulu, untuk me
lengkapi keterangan-keterangan yang diperlukan, pada gambar-gambar dijelaskan pula me
ngenai:
a) Maksud dari pemohon sepanjang mengenai pembaharuan, baik sebagian atau seluruhnya,
atau berupa perluasan-perluasan;
b) Keadaan tanah dengan tanah persil yang berbatasan, pagar-pagar, saluran pembuangan,
jalan masuk, jalan yang berbatasan, dan segala sesuatu mengenai tanah terrnasuk elevasi
permukaannya;
c) Ternpat bangunan akan didirikan, demikian pula letak bangunan yang sudah ada, se
panjang tidak akan dibongkar;
d) Tinggi fondasi pasangan kedap air, lantai-lantai dan pagar ha!aman, dernikian juga elevasi
permukaan halaman yang seharusnya disiapkan terhadap elevasi permukaan jalan yang
berbatasan;
e) Perincian bangunan-bangunan, demikian juga peruntukan ruangan-ruangan;
1 74
Tempat dan ukuran pintu, jendela; bukaan, pada dinding dan tangga-tangga;
Struktur bangunan, sepanjang mengenai fondasi pasangan kedap air, dinding pasangan,
lebar dinding antara pintu dan jendela, kolom, lantai, rangka dan penutup atap, dengan
menunjukkan penempatan dan penjangkaran balok, serta bagian-bagian struktur lainnya
yang dipergunakan sebagai pendukung;
h) Peralatan penampungan dan pembuangan air hujan, air kotoran, termasuk peralatan
sambungan dengan j aringan saluran kota;
i) Pemasangan dan cara pengaturan cerobong perapian, lubang penghawaan, instalasiinstalasi bangunan, dan sebagainya.
Sepanjang mengenai bangunan-bangunan yang tidak permanen dapat dilengkapi dengan suatu
gambar situasi yang menyatakan letaknya, ukuran-ukuran utama, pembagian bangunan, serta
peralatan pembuangannya.
Keputusan Kepala Daerah terhadap suatu permohonan ijin bangunan diberikan dalam
waktu satu bulan setelah tanggal pemasukan permohonan. Sedangkan keputusan Kepala
Bagian Teknik, sesuai dengan batas wewenangnya, diberikan dalam waktu 1 4 (empat belas)
hari. Jangka waktu tersebut di atas dapat diperpanjang selama-lamanya masing-masing 2x l
bulan dan 2x1 4 hari. Apabila permohonan memerlukan ijin berdasarkan suatu undang-undang,
peraturan Pemda Tingkat I, atau peraturan-peraturan dari departemen lain, maka Kepala
Daerah dapat menangguhkan keputusannya sampai ijin tersebut diberikan. Apabila Kepala
Daerah telah memberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat bahwa untuk
sesuatu kawasan tertentu sedang direncanakan atau ditinjau ulang rencananya, atau penetapan
ulang garis-garis sempadannya, maka Kepala Daerah dapat menangguhkan keputusan ijin
suatu permohonan untuk pekerjaan-pekerjaan yang menempati kawasan tersebut, sampai
ditetapkannya rencana baru. Dengan waktu penangguhannya tidak mengurangi j angka waktu
penetapan keadaan normal (satu bulan), dan paling lambat enam bulan sesudah tanggal
pemberitahuan. Jangka waktu enam bulan tersebut dapat diperpanjang paling lama enam
bulan lagi. Dalam waktu sebulan sesudah saat penetapan penangguhan tersebut di atas, Kepala
Daerah menetapkan keputusannya atas permohonan yang ditangguhkan, sedangkan pemberi
tahuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tersedia di Kantor Sekwilda untuk dapat dibaca
dan diketahui oleh yang berkepentingan, dan selanjutnya diumumkan. Sesuatu keputusan
tentang perpanjangan waktu atau penangguhan sesuatu keputusan diberitahukan kepada pemo
hon secara tertulis disertai alasan-alasannya. Pemohon dapat mengajukan permohonasn ulang
kepada Kepala Daerah, apabila batas jangka waktu penetapan keputusan termasuk masa
perpanjangannya tidak dipenuhi, maka surat permohonan dianggap diterima dan diberikan
ijin. Atas permintaan pemohon dan setelah mendengar pertimbangan dari Kepala B agian
Teknik, Kepala Daerah dapat memberikan ijin sebagian dari suatu rencana pembangunan.
f)
g)
Penolakan atas suatu permohonan ijin atau pemberian ijin bersyarat, harus disertai dengan
alasan-alasan penolakan atau pembebasan bersyarat tersebut. Dengan tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan dari peraturan yang ada, suatu permohonan ijin bangunan hanya dapat
1 75
ditolak jika: (a) bertentangan dengan undang-undang, Peraturan Daerah Tingkat I, atau
peraturan lainnya yang lebih tinggi; (b) bertentangan dengan rencana perluasan kota.
Kepala Daerah dapat mencabut ijin bangunan jika:
a) Pemegang ij in sudah tidak menjadi yang berkepentingan lagi;
b) Dalam waktu enam bulan setelah tanggal dikeluarkannya ijin, masih belum juga dilakukan
tanda-tanda langkah persiapan untuk memulai konstruksi;
c) Pekerjaan konstruksi telah berhenti selama tiga bulan dan tidak ada tanda-tanda untuk
dilanjutkan;
d) Ijin yang telah diberikan di kemudian hari diketahui dan terbukti didasarkan atas kete
rangan-keterangan yang tidak benar atau keliru;
e) Konstruksi ternyata dilaksanakan menyimpang dari rencana yang telah disahkan;
f) Suatu ijin bangunan dapat dinyatakan tidak berlaku dan ditolak jika bertentangan dengan
syarat-syarat, sepanjang mengenai tanah-tanah yang diserahkan oleh pihak pemerintah,
Pemda Tingkat I atau Pemda Tingkat II.
Keputusan tentang pencabutan suatu ijin bangunan diberitahukan secara tertulis kepada
pemegang ijin disertai dengan alasan pencabutannya, dan keputusan tersebut ditetapkan setelah
pemegang ijin diberi kesempatan untuk mengemukakan keberatannya. Sedangkan larangan
mendirikan atau mengubah bangunan untuk hal-hal sebagai berikut : (a) Apabila tidak memiliki
ijin bangunan tertulis dari Pemda; (b) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan atau syarat
syarat pelaksanaan ijin; (c) Menyimpang dari rencana pembangunan yang menjadi dasar
pemberian ijin; (d) Mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah orang lain, tanpa ij in dari
pemilik atau kuasanya secara sah.
Persyaratan Penting Lainnya
a)
b)
c)
d)
e)
Pelaksanaan pekerjaan selama konstruksi dan juga setelah berdirinya bangunan sekali
kali tidak boleh menimbulkan kerugian pihak lain.
Apabila menggunakan bahu jalan ataupun trotoir harus terlebih dahulu mendapat ijin
dari Pemda, dengan selalu memperhatikan syarat-syarat penggunaannya.
Sebagaimana tampak pacta gambar situasi, bagian tanah yang terpotong terkena jalan,
riool, trotoir, atau saluran lainnya, harus diserahkan pemilikannya kepada Pemda Tingkat
II, tanpa mendapat ganti rugi berupa apapun.
Pagar-pagar yang berada di luar garis sempadan harus dibongkar. Pagar tembok yang
berada di pinggir jalan besar umum, di antara garis sempadan pagar dan garis sempadan
muka rumah, harus dibuat sesuai ketentuan Pemda. Di tepi halaman pada batas persil
harus dibuat pagar tembok, tinggi minimal 1 , 70 meter apabila letaknya tepat dibelakang
garis sempadan muka rumah dan 2,0 meter bila letaknya di pinggir saluran air. Dasar
fondasi pagar tembok tersebut sekurang-kurangnya 25 cm di bawah dasar saluran air
yang berdekatan .
Jalan masuk ke halaman di buat pacta sela-sela antara pohon di tepi jalan, dan ijin
membangun tidak merupakan ijin untuk menebang atau merusak pohon-pohon.
1 76
f)
g)
h)
i)
Kemiringan halaman harus diatur sedemikian sehingga air hujan dapat mengalir dengan
baik.
Saluran pembuangan air hujan harus dipisahkan dari air kotor kakus dan tempat cuci, di
mana untuk air hujan berupa saluran terbuka sedangkan untuk air kotor berupa saluran
tertutup.
Segala peraturan untuk mencegah penyakit pes harus dipenuhi .
Jumlah luas jendela dan lubang-lubang penghawaan pada kamar-kamar dan ruangan
tempat tinggal sekurang-kurangnya harus seperlimabelas luas lantai .
Dalam pelaksanaan pengadaan baik barang maupunjasa, pada prinsipnya keseluruhan doku
men kontrak yang bersangkutan harus disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan/
atau ketentuan yang tercantum dalam perjanjian pinjaman luar negeri yang bersangkutan.
Kemudian rekanan yang ditunjuk hendaknya yang benar-benar mampu dan memiliki reputasi
yang baik. Antara lain dibuktikan dari pelaksanaan pekerjaannya pada kontrak yang lain
pada waktu yang l alu di departemen bersangkutan atau di tempat pemberi kerja yang lain.
Dengan demikian kualitas serta waktu penyelesaian pekerjaan dijamin akan dapat dipenuhi
sesuai dengan ketentuan kontrak. Sedangkan harga yang disepakati hendaknya benar-benar
telah memenuhi syarat menguntungkan negara dan dapat dipertanggung jawabkan, dengan
memperhatikan cara pembayaran, valuta pembayaran, maupun ketentuan penyesuaian harga
yang mungkin terdapat pada kontrak yang bersangkutan. Harga telah dibandingkan dengan
daftar harga (price list), analisis biaya yang dikalkulasikan secara keahlian (profesional),
harga pasar yang berlaku, perhitungan pihak perencana (engineer :5 estimate), dan harga kon
trak pekerjaan sejenis sebelumnya di departemen bersangkutan atau di tempat pemberi kerja
yang lain.
Dalam persiapan dan penyelenggaraan pelelangan, pemilihan langsung, atau pengadaan
langsung. dokumen lelang termasuk seluruh kriteria atau persyaratan pengadaan harus di
siapkan dengan lengkap, jelas, dan tegas, sehingga dapat diikuti dan mud ab dimengerti oleh
para rekanan peserta. Dokumen disusun berdasarkan pada azas mengutamakan penggunaan
basil produksi dalam negeri dan rancang bangun rekayasa nasional. Ketentuan yang jelas
tentang tempat dan waktu penyelenggaraan pelelangan hendaknya diterima dengan baik oleh
para calon peserta lelang. Agar dicapai hasil yang terbaik, perlu disiapkan tata cara evaluasi
penawaran, analisis biaya secant keahlian (profesional). demikian pula data informasi harga
pasar yang berlaku, yang akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan evaluasi kewajaran
harga. Dengan menggunakan DRM sebagai acuan. dalam rangka upaya membantu per
tumbuhan serta meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah
untuk berpartisipasi dalam pembangunan, perlu perhatian khusus untuk memberikan kesempat
an kepada rekanan golongan ekonomi lemah.
1 77
Pelelangan umum adalah pelelangan secara terbuka, artinya dapat diikuti oleh rekanan yang
tercantum dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha. ruang lingkup.
atau klasifikasi kemampuannya. Rencana kegiatan pelelangan diumumkan secara luas melalui
media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, sehingga
masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Pelelangan umum dilaksanakan untuk pengadaan barang dan jasa yang bernilai di atas lima
puluh juta rupiah. Keikut sertaan dalam pelelangan umum dilakukan dengan penawaran ter
tulis, dan penawarannya didasarkan pada syarat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan
atau barang yang akan dibeli, dan ketentuan lainnya. Syarat tersebut dapat diketahui oleh
peminat melalui pengumuman dan penjelasan yang diberikan pihak pelelang. Pelelangan
dapat dilakukan dalam bagian-bagian dari satu kesatuan (paket) kegiatan apabila tidak ada
maksud dengan sengaja menghi ndari pelaksanaan pelelangan, secara teknis dapat
dipertanggung jawabkan, atau penyerahan barang sejenis di beberapa tempat tersebar yang
saling berjauhan.
Pelelangan Terbatas
Pelelangan terbatas adalah pelelangan yang hanya diikuti oleh rekanan tertentu, sekurang
kurangnya lima rekanan yang tercantum dalam Daftar Rekanan Terseleksi (DRT) yang dipilih
di antara rekanan yang tercatat dalam DRM sesuai dengan bidang usaha, ruang lingkup,
atau kualifikasi kemampuannya. Rencana kegiatan pelelangan diumumkan secara luas melalui
media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, sehingga
masyarakat luas dunia usaha yang berminat serta memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Sepanjang tidak diatur tersendiri atau pengaturan lainnya, seluruh ketentuan yang diberlakukan
pada cara pelelangan umum atau terbuka berlaku pula untuk pelelangan terbatas. Syarat
yang diperlukan untuk memperoleh DRT bagi rekanan golongan A dan B tidak perlu dilampir
kan pada penawaran pelelangan terbatas.
Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan tanpa melalui pelelangan umum atau
pelelangan terbatas. Dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar
golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam DRM sesuai dengan bidang usaha, ruang
lingkup, atau kualifikasi kemampuannya. Upaya pembandingan dilakukan melalui negosiasi,
baik dari segi teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga wajar yang secara teknis dapat
dipertanggung jawabkan. Cara pemilihan langsung diterapkan pada pelaksanaan pengadaan
barang atau jasa dengan nilai di atas Iima belas juta rupiah sampai dengan lima puluh juta
..
1 78
rupiah, dan dapat menggunakan surat perintah kerja (SPK) atau surat perjanjian (kontrak) .
Seperti halnya pada cara pelelangan, dibentuk panitia pengadaan pemilihan langsung yang
tugas dan kewajibannya sama dengan panitia lelang, kecuali tugas mengumumkan secara
luas perihal pengadaan yang dimaksud.
Pengadaan Langsung
Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang atau jasa yang dilakukan di antara
rekanan golongan ekonomi lemah tanpa melalui cara pelelangan atau pemilihan langsung.
Pengadaan sampai dengan limajuta rupiah, dapat dilakukan tanpa surat perintah kerja (SPK).
Sedangkan pengadaan yang bemilai di atas lima j uta rupiah sampai dengan limabelas juta
rupiah, dilakukan dengan surat perintah kerj a (SPK) kepada satu penawar yang tercantum
dalam daftar rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun oleh Kepala Daerah Tingkat 11.
Pengadaan Barang atau Jasa menggunakan Pinjaman Luar Negeri
Ketentuan pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan cara pelelangan umum, pelelangan
terbatas, atau pemilihan langsung yang sebagian sumber dananya berasal dari bantuan/
pinjaman/hibah luar negeri sepenuhnya berlaku, kecuali ditentukan lain yang dicantumkan
dalam naskah perjanjian pinjaman luar negeri.
1)
Syarat umum:
a) keterangan mengenai pemberi tugas;
b) keterangan mengenai perencanaan (pembuat desain);
c) keterangan mengenai direksi dan pengawasan;
d) syarat peserta pelelangan;
e) bentuk surat penawaran dan cara penyampaiannya.
.
BAB 4 TATA CARA KONSTRUKSI
2)
3)
1 79
Syarat Administratif:
a) jangka waktu pelaksanaan pekerjaan;
b) tanggal penyerahan pekerjaan/barang;
c) syarat pembayaran;
d) denda atas kelambatan.
e) besarnya jaminan penawaran;
f) besarnya jaminan pelaksanaan.
Syarat Teknis:
a) jenis dan uraian pekerjaan yang harus dilaksanakan;
b) jenis dan mutu bahan, antara lain bahwa semaksimal mungkin harus menggunakan
hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan potensi nasional;
c) gambar detail, gambar konstruksi. dan sebagainya.
Sedangkan penjelasan mengenai dokumen lelang diberikan pada rapat penjelasan di tempat
dan waktu yang ditentukan, dengan dihadiri oleh para calon peserta/peminat pelelangan
yang telah mengisi daftar hadir. Selain penjelasan mengenai pekerjaan beserta rencana kerja
dan syarat-syaratnya (RKS), termasuk juga tentang syarat peserta dan tata cara penilaian
pelelangan, yang kesemuanya telah disahkan oleh emimpin Proyek. Penjelasan mengenai
dokumen lelang harus diberikan kepada para peserta secara lengkap dan jelas sehingga mu
_
dah diikuti dan dimengerti. Dalam rapat penjelasan tersebut dapat diinformasikan pula
mengenai kebutuhan keterangan-keterangan lain yang perlu disampaikan oleh para rekanan
peserta. Dengan telah diselenggarakannya rapat penjelasan, harus dihindarkan adanya tam
bahan ketentuan atau peraturan yang timbul kemudian. Jika diperlukan penjelasan tambahan,
harus disampaikan kepada semua peserta secara terbuka. Pemberian penjelasan mengenai
dokumen lelang dan keterangan lainnya, termasuk perubahannya, dibuatkan berita acaranya.
Berita acara penjelasan tersebut ditandatangani oleh panitia dan sekurang-kurangnya dua
wakil dari rekanan calon peserta lelang.
Untuk melaksanakan pelelangan dibentuk panitia lelang yang selanjutnya disebut Panitia,
beranggotakan sekurang-kurangnya Iima orang yang terdiri dari unsur-unsur perencana pe
kerjaan atau kegiatan, penanggung jawab keuangan, dan unsur perlengkapan atau peme
liharaan, dari kantor satuan kerja atau proyek yang bersangkutan. Untuk hal-hal yang bersifat
teknis, diikut sertakan pejabat dari instansi teknis yang berwenang. Kepala kantor, Pemimpin
Proyek atau Bagian Proyek, pegawai pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Inspektorat Jenderal Departemen dan Unit Pengawasan Lembaga dilarang duduk sebagai
anggota Panitia dari unit yang menjadi obyek pemeriksaannya.
Adapun Panitia bertugas untuk:
I ) Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), menyusun
dan menetapkan tata cara penilaian terhadap penawaran, syarat peserta pelelangan, serta
perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian (profesional) , yang kesemuanya
harus disahkan oleh Pemimpin Proyek atau Bagian Proyek.
1 80
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Mengumumkan segala sesuatu mengenai pelelangan melalui media massa, media cetak,
atau papan pengumuman resmi untuk penerangan umum. Di dalam pengumuman pe
lelangan antara lain dimuat nama instansi yang akan mengadakan pelelangan, uraian
singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli, dan
syarat peserta pelelangan. Selain itu, dimuat pula mengenai tempat, hari, dan waktu,
untuk mendaftarkan diri sebagai peserta, memperoleh dokumen lelang, pemberian
penjelasan mengenai dokumen lelang dan keterangan lainnya. Kemudian apabila memang
sudah ditentukan, sekaligus disampaikan pula mengenai tempat, hari, dan waktu, di
adakannya pelelangan ataupun penyampaian penawaran, dan alamat tujuan pengiriman
dokumen penawaran.
Mengundang peserta yang tidak termasuk dalam DRM untuk mengikuti prakualifikasi.
Memberikan penjelasan mengenai dokumen lelang, termasuk RKS, dan membuat berita
acara penjelasan.
Melaksanakan pembukaan dokumen penawaran dan membuat berita acara pembukaan
dokumen penawaran.
Mengadakan penilaian dan menetapkan calon pemenang serta membuat berita acara
hasil penetapan.
Membuat laporan pertanggungjawaban mengenai hasil pelelangan kepada atasan pemberi
tugas (Pemimpin Proyek atau Pemimpin Bagian Proyek).
Agar para peminat pelelangan mempunyai cukup waktu untuk melakukan persiapan, maka
tenggang waktu:
I ) antara hari pengumuman dan hari pendaftaran minimum tiga hari:
2) antara hari pendaftaran dan hari pengambilan dokumen lelang serta keterangan-keterangan
lainnya minimum tiga hari kerja dan tidak melebihi lima hari kerja;
3) antara hari pengambilan dokumen lelang dan pemberian penjelasan minimum tiga hari
kerja dan tidak melebihi empat hari kerja;
4) antara hari pemberian penjelasan dan pemasukan dokumen penawaran minimum 7 (tujuh)
hari kerja;
5 ) untuk proyek yang lingkup pekerjaannya tidak sederhana, ketentuanjadwal waktu proses
pelelangan dapat ditetapkan oleh panitia pelelangan dengan waktu total tidak lebih dari
empat bulan.
Di dalam mengajukan penawarannya hams disertakan dokumen persyaratan peserta lelang,
yaitu:
1 ) neraca perusahaan terakhir, daftar susunan pemilikan modal, susunan pengurus, dan
akta pendirian beserta perubahan-perubahannya;
2) Izin usaha dalam bidang pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang diserahkan;
3 ) cukup pengalaman dalam usahanya;
4) peralatan yang diperlukan;
5) surat ketetapan nomer pokok wajib pajak (NPWP);
6)
7)
1 81
referensi bank dengan ketentuan bahwa referensi bank luar negeri harus mendapat
rekomendasi dari Bank Indonesia;
surat jaminan penawaran dari bank umum atau perusahaan asuransi kerugian. sebesar
I % - 3 % dari perkiraan harga penawaran. Jika peserta berkedudukan di luar negeri.
diserahkan surat jaminan penawaran dari bank devisa di Indonesia atau bank di luar
negeri yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia. Surat jaminan penawaran tersebut
segera dikembalikan apabila yang bersangkutan tidak menjadi pemenang lelang. Surat
jaminan penawaran menjadi milik negara apabila peserta mengundurkan diri setelah
memasukkan dokumen penawarannya dalam kotak pelelangan. Dilarang ikut sebagai
peserta atau penjamin dalam penawaran adalah pegawai negeri, pegawai badan usaha
milik negara atau daerah. dan pegawai bank milik pemerintah atau daerah, kemudian
mereka yang dinyatakan pailit, dan mereka yang pengikutsertaannya akan bertentangan
dengan tugasnya (conflict of' interest).
Surat penawaran lengkap dengan dokumen persyaratan lelang disebut sebagai dokumen
penawaran. Apabila kelengkapan dokumen persyaratan tersebut tidak terpenuhi, penawaran
dapat dinyatakan gugur pada saat pembukaan sampul penawaran . Surat penawaran harus
memenuhi beberapa ketentuan administrasi, bermeterai cukup, bertanggal, ditandangani, dan
diajukan dalam sampul tertutup. Kekurangan dalam memenuhi persyaratan administratif
tersebut dapat diperbaiki pada saat pembukaan pelelangan. Harga penawaran dalam surat
penawaran dicantumkan dengan jelas dalam angka dan huruf. sebagaimana ketentuan dari
hukum komtabilitet (perbendaharaan) yang harus dipenuhi. Demikianjugajumlah yang tertera
dalam angka harus sesuai dengan jumlah yang tertera dalam huruf. Panitia pelelangan dapat
memilih salah satu dari tiga cara penyerahan atau pemasukan dokumen penawaran sesuai
dengan keperluannya, yaitu dengan cara: (a) satu sampul; (b) dua sampul : atau (c) dua tahap.
Cara pemasukan dokumen penawaran yang akan ditempuh oleh panitia harus tercantum
dengan jelas dalam dokumen lelang dan dijelaskan pada waktu rapat pemberian penjelasan
(oanwijzing ).
Sistem satu sampul
Keseluruhan dokumen penawaran dimasukkan ke dalam satu sampul, yang mencakup juga
semua dokumen persyaratan sebagaimana diminta dalam dokumen lelang, yang akan dievaluasi
oleh panitia pelelangan. Dokumen penawaran mencakup surat penawaran yang dilengkapi
dengan persyaratan administratif, tekni s, dan seluruh perhitungan harga yang ditandatangani
oleh ea! on rekanan sebagaimana disyaratkan dalam dokumen lelang. Kelengkapan dokumen
penawaran yang dimaksud adalah dokumen yang mutakhir, diperlukan oleh panitia pelelangan
dalam menilai kualifikasi dan menentukan calon pemenang di antara calon rekanan yang
bersangkutan.
Sistem dua sampul
Sampul l (pertama) berisi kelengkapan data administrasi dan teknis yang disyaratkan dan
pada sampul ditulis Data Administrasi dan Teknis. Sedang dalam sampul II (kedua) berisi
r
1 82
data perhitungan harga penawaran dan pada sampul ditulis Data Harga Penawaran. Kemudian
kedua-duanya, sampul I dan II dimasukkan ke dalam satu sampul (disebut sampul penutup).
Sistem dua tahap
Pemasukan dokumen penawaran pada sistem ini dilaksanakan dalam dua tahap dengan dua
sampul. Pada tahap pertama, dimasukkan sampul pertama yang memuat persyaratan admi
nistratif dan teknis disertai dokumen pendukung lainnya sebagaimana disyaratkan dalam
dokumen lelang. Dokumen yang disampaikan dalam tahap ini mencakup semua persyaratan
yang diminta dokumen lelang sepanjang tidak menyangkut harga. Kelengkapan dokumen
tahap pertama termasuk dokumen pendukung lain mutakhir yang diperlukan oleh Panitia
dalam rangka menilai kualifikasi teknis dan administrasi dari calon rekanan yang bersangkutan.
Sedangkan pada tahap kedua, calon rekanan yang telah dinyatakan lulus oleh panitia pelelangan
pada evaluasi tahap pertama memasukkan penawaran harga dengan sampul kedua. Pada
tahap ini calon rekanan yang bersangkutan diminta memasukkan harga penawaran pada waktu
yang telah ditentukan. Penawaran harga tersebut dikalkulasikan berdasarkan analisis teknis,
administratif, dan syarat lainnya yang telah disepakati dan diusulkan pada tahap pertama.
Harga tersebut menjadi dasar pertimbangan panitia pelelangan dalam menentukan calon
pemenang pelelangan. Biasanya sistem dua tahap diterapkan pada proses pengadaan jasa
yang memerlukan pengujian usulan teknis.
Pada sampul dengan sistem satu sampul, dan pada sampul penutup dalam sistem dua
sampul, serta sampul tahap I pada sistem dua tahap, hanya dicantumkan nama dan alamat
instansi yang mengadakan pelelangan, uraian singkat pekerjaan yang akan dilaksanakan,
serta tempat, hari, dan waktu, diadakannya pelelangan, dan kata-kata Dokumen Penawaran
Pelelangan . . . . . . (jenis, hari, tanggal, bulan, tahun, jam, akan diadakan pelelangan). Apabila
penawaran boleh disampaikan melaluijasa pos, sampul pada sistem satu sampul, atau sampul
penutup pada sistem dua sampul atau sampul pertama pada sistem dua tahap, dimasukkan
dalam satu sampul (disebut sampul luar). Sampul luar hanya memuat nama dan alamat instansi
yang mengadakan pelelangan, tempat, hari, dan waktu, diadakannya pelelangan, dan sampul
dalam memenuhi syarat-syarat peserta pelelangan. Pada penerimaan dokumen penawaran
melalui pos, sampul luarnya diambil dengan diberi catatan tanggal penerimaannya. Dokumen
penawaran yang diterima setelah pelelangan dilaksanakan tidak diikutsertakan dan
dikembalikan kepada pengirim. Dokumen penawaran disampaikan pada waktu yang telah
ditentukan dan sekaligus dimasukkan ke dalam kotak tertutup yang terkunci dan disegel,
yang disediakan oleh panitia. Dengan demikian dokumen penawaran dilarang dikirim kepada
anggota panitia atau pejabat yang terkait, diluar tata cara penyerahan yang telah ditetapkan.
Apabila ketentuan-ketentuan tersebut di atas dilanggar, penawaran dinyatakan gugur pada
saat pembukaan sampul penawaran.
Di tempat dan pada waktu seperti yang telah ditentukan, panitia menyatakan dihadapan
para peserta lelang bahwa saat penyampaian dokumen penawaran telah ditutup. Sejak saat
itu, tidak dapat lagi diterima dokumen penawaran, surat keterangan, dan sebagainya dari
para peserta. Panitia tidak dapat lagi menerima perubahan atau susulan penyerahan bahan,
1 83
demikian pula penjelasan secara lisan atau tertulis atas dokumen penawaran yang telah
disampaikan, kecuali untuk memenuhi kekurangan pada meterai, tanggal dan tanda tangan.
Ketentuan ini berlaku bagi sistem satu sampul dan dua sampul.
Pembukaan dokumen penawaran untuk setiap sistem dilakukan sebagai berikut:
1) Sistem satu sampul
Panitia pelelangan membuka kotak dan sampul dokumen penawaran di hadapan para
peserta. Semua dokumen penawaran dan surat keterangan yang berisi data administratif,
teknis, dan harga, dibaca dengan jelas sehingga terdengar oleh semua peserta dan kemudian
dilampirkan pada berita acara pembukaan surat penawaran.
2) Sistem dua sampul
Panitia membuka kotak dan sampul penutup yang berisi sampul I dan sampul 11 di
hadapan peserta. Sampul l yang berisi data administratif dan teknis dibuka, dan data admi
nistratif yang ada dibaca dengan jelas sehingga terdengar oleh semua peserta dan kemudian
dilampirkan pada berita acara pembukaan dokumen penawaran sampul I. Sampul 11 yang
berisi data harga disimpan oleh panitia pelelangan dan baru dibuka apabila penawar yang
bersangkutan dinyatakan lulus evaluasi teknis dan administratif.
3) Sistem dua tahap
Panitia membuka kotak dan sampul I di hadapan peserta. Sampul I yang berisi data
administratif dan teknis dibuka dan data administratif yang ada dibaca dengan jelas sehingga
terdengar oleh semua peserta dan kemudian dilampirkan pada berita acara pembukaan dokumen
penawaran sampul l. Sampul 11 berisi data harga baru boleh di serahkan oleh penawar kepada
panitia pelelangan apabila penawar yang bersangkutan telah dinyatakan lulus evaluasi teknis
dan administratif, yang merupakan hasil evaluasi dari dokumen yang dimasukkan dalam
sampul l.
Dari data administratif yang sudah dibaca, panitia menyatakan mana yang lengkap dan
mana yang tidak lengkap serta mencantumkannya ke dalam berita acara, termasuk kelainan
dan kekurangan yang dijumpai. Para peserta yang hadir diberi kesempatan melihat dokumen
penawaran yang telah diterima oleh panitia. Setelah pembacaan dan penetapan lengkap ti
daknya dokumen penawaran tersebut, panitia segera membuat berita acara pembukaan doku
men penawaran yang memuat hal-hal tersebut di atas dan keterangan lainnya. Setelah dibaca
kan dengan jelas sekali lagi, berita acara kemudian ditandatangani oleh panitia yang hadir
dan oleh sekurang-kurangnya dua orang wakil para peserta yang hadir. Pada sistem satu
sampul dan dua sampul, panitia pelelangan dapat melakukan klarifikasi teknis sepanjang
tidak mengubah substansi. Pada sistem dua tahap, panitia pelelangan melakukan klarifikasi
serta negosiasi tekni s dengan para peserta yang dinyatakan memenuhi persyaratan teknis.
Hasil evaluasi data administratif dan teknis disampaikan kepada para peserta. Data adminis
tratif dan teknis yang tidak memenuhi syarat dan tidak dapat dipertanggung jawabkan dikem
balikan kepada peserta yang bersangkutan. Pada sistem dua sampul pengembaliannya disertai
dengan sampul II yang berisi data harga penawaran yang belum dibuka oleh panitia.
1 84
Selanjutnya, pada sistem satu sampul dilakukan analisis harga secara detail bagi peserta
yang memenuhi syarat administratif dan teknis. Sedangkan pada sistem dua sampul, peserta
yang data administratif dan teknisnya memenuhi syarat dan dapat dipertanggung jawabkan,
diundang lagi untuk mengikuti pembukaan sampul ke II yang berisikan harga penawaran.
Harga penawaran tersebut dinilai secara detail oleh panitia pelelangan. Pada berita acara
pembukaan sampul II disertakan dokumen penawaran dengan semua lampirannya dan su
rat keterangan serta sampulnya. Pada sistem dua tahap, peserta yang lulus evaluasi tahap I
diundang lagi untuk menyampaikan sampul tahap I I yang berisi harga penawaran. Panitia
pelelangan tidak melakukan analisis harga secara detail . Yang dipertimbangkan sebagai calon
pemenang adalah yang menawarkan harga terendah.
Penetapan Calon Pemenang
Penilaian penawaran dilakukan dengan penelitian teknis terlebih dahulu. Apabila persyaratan/
spesifikasi teknis telah dipenuhi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam dokumen lelang,
penilaian baru dilanjutkan dengan penelitian harga. Penelitian analisis teknis dilakukan
terhadap pemenuhan syarat dan kualitas, sejak masih berupa bahan konstruksi, cara
berproduksi atau pengerjaannya termasuk penggunaan alat-alat, sampai perlakuan finisnya.
Sebagai contoh, untuk dapat mencapai hasil pekerjaan beton kualitas baik yang sesuai dengan
spesifikasi, macam apa dan berapa banyak unsur bahan seperti kerikil, semen, yang akan
dipakai. Menggunakan kerikil atau batu pecah, semen Gresik atau Cibinong, dan sebagainya.
Kemudian, cara berproduksi atau pengadukannya secara manual atau mekanis, cara
mengangkut adukan betonmenggunakan ember secara beranting, gerobak dorong, atau el
evator beton. Acuan beton menggunakan papan sengon, meranti, tripleks, atau multipleks,
sedangkan perancah acuannya menggunakan kayu dolken atau kerangka pipa besi, dan lain
sebagainya.
Perubahan atau susulan pemberian keterangan, yang mengubah substansi, demikian pula
penjelasan secara lisan atau tertulis atas dokumen penawaran yang telah disampaikan, tidak
dapat diterima kecuali hanya untuk memenuhi kekurangan pada meterai, tanggal, dan tanda
tangan. Ketentuan tersebut berlaku baik untuk sistem satu sampul dan sistem dua sampul.
Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar, dan dalam batas ketentuan me
ngenai harga satuan (harga standar) yang telah ditetapkan, serta telah sesuai dengan ketentuan,
maka panitia pelelangan menetapkan tiga peserta yang telah memasukkan penawaran yang
paling menguntungkan bagi negara dalam arti:
1 ) penawaran secara teknis dapat dipertanggungjawabkan;
2) perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan;
3 ) penawaran tersebut adalah yang terendah di antara penawaran-penawaran yang memenuhi
syarat;
4) telah memperhatikan penggunaan semaksimal mungkin hasil produksi dalam negeri.
Keputusan mengenai calon pemenang pelelangan sebagaimana yang dimaksud di atas di
tetapkan oleh panitia dalam suatu rapat yang dihadiri oleh lebih dari dua pertiga dari j umlah
anggota. Apabila pada rapat pertama tidak dicapai kuorum, pada rapat berikutnya dapat
1 85
diambil keputusan bilamana dihadiri oleh lebih dari separuh j umlah anggota. Dalam hal dua
atau lebih peserta lelang mengaj ukan harga yang sama, panitia dengan memperhatikan keten
tuan yang berlaku memilih peserta yang menurut pertimbangannya mempunyai kecakapan
dan kemampuan yang lebih besar, dan harus dicatat dalam berita acara. Calon pemenang
pelelangan harus sudah ditetapkan oleh panitia pelelangan, selambat-lambatnya tujuh hari
kerja setelah pembukaan dokumen penawaran sistem satu sampul, atau pembukaan dokumen
penawaran sampul II pada sistem dua sampul dan pada sistem dua tahap.
Setelah calon pemenang pelelangan ditetapkan, panitia pelelangan segera membuat berita
acara hasil pelelangan, termasuk cara penilaian, rumus-rumus yang digunakan dan sebagainya,
sampai pada penetapan calon pemenangnya. Berita acara hasil pelelangan ditandatangani
oleh ketua dan semua anggota panitia. Kemudian panitia membuat laporan kepada pejabat
yang berwenang mengambil keputusan mengenai penetapan pemenang yang selanj utnya
disebut pejabat yang berwenang. Laporan tersebut disertai usul serta penjelasan tambahan
dan keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
keputusan. Tembusan laporan dan berita acara pelelangan disampaikan kepada inspektorat
jenderal pada departemen atau unit pengawasan pada lembaga. Setelah calon pemenang
pelelangan ditetapkan, surat jamninan penawaran dikembalikan kepada peserta yang tidak
menjadi pemenang selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari.
Penetapan Pemenang
Keppres No.6/ 1 995, tentang Tim Evaluasi Pengadaan yang bertugas memberikan ketetapan pemenang pelelangan yang
bemilai di atas Rp. l 0 miliar dan penunjukan langsung di alas Rp.5 miliar. Diberlakukan sejak 2 Pebruari 1 995 sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam Lampiran I Keppres No. l 6/ 1 994.
1 86
6)
7)
1 87
Untuk mendapatkan persetuj uan penetapan pemenang pelelangan yang bernilai di atas
sepuluh miliar rupiah dari Menteri Koordinator B idang Ekonomi, Keuangan, dan Peng
awasan Pembangunan, menteri/ ketua lembaga/direksi B UMN/BU MD/Gubernur Kepala
Daerah Tingkat 1/Bupati Kepala Daerah Tingkat 11/Walikotamadya menyampaikan
pernyataan mengenai hasil penelitian/pelaksanaan!evaluasi lelang ditandatangani oleh
Sekretaris Jenderal atau pejabat setingkat/direksi BUMN/BUMD/Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I/Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya bersangkutan.
Keputusan pej abat yang berwenang mengenai penetapan pemenang pelelangan, oleh
paniti a segera diumumkan kepada seluruh peserta selambat-lambatnya dua hari kerja setelah
diterimanya keputusan tersebut. Kepada para peserta yang berkeberatan atas penetapan ter
sebut diberikan kesempatan untuk mengaj ukan sanggahan secara tertulis kepada atasan dari
pej abat yang berwenang selambat-lambatnya dalam waktu empat hari kerja setelah hari peng
umuman terse but. Sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan prosedur pelelangan.
Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu empat
hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.
Setelah penetapan pemenang pelelangan diumumkan, surat j aminan penawaran segera
dikembal ikan kepada calon yang tidak ditetapkan sebagai pemenang. Surat keputusan pe
nunjukan pemenang harus dibuat paling lambat sepuluh hari kerja setelah pengumuman pe
netapan pemenang. Surat keputusan penunjukan tersebut segera disampaikan kepada
pemenang. Penunjukan pemenang hanya dapat dilakukan setelah temyata tidak ada sanggahan.
atau penolakan, atau sanggahan sudah diterima oleh kepala kantor/satuan kerja, atau Pemimpin
Proyek . Berdasarkan ketentuan penetapan pelelangan, Kepala kantor atau satuan kerja. Pe
mimpin Proyek, Pemimpin Bagian Proyek, menunjuk pemenang pelelangan sebagai pelaksana
pekerjaan/ pelaksana penyerahan barang. Peserta yang menang wajib menerima penunjukan
tersebut dan apabila mengundurkan diri hanya dapat dilakukan dengan alasan yang dapat
diterima oleh Kepala kantor atau satuan kerja, Pemimpin Proyek, Pemimpin Bagian Proyek.
Dalam hal demikian j aminan penawaran peserta yang bersangkutan menjadi milik negara.
Dalam ha! pemenang pertama pelelangan mengundurkan diri, pemenang urutan kedua
dapat ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa. sepanjang harga penawarannya
tidak melebihi perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian (profesional). Kemudian
apabila pemenang yang ditunjuk mengunclu rkan diri atau pemenang urutan kedua tidak
bersedia untuk ditunjuk sebagai pelaksana. ditunjuk pemenang urutan ketiga sebagai pelaksana,
sepanjang harga penawarannya tidak melebihi perkiraan yang dikalkulasikan secara keahlian
(profesional). Apabila pemenang ketiga juga tidak bersedia untuk ditunj uk sebagai pelaksana,
atas permintaan Kepala kantor atau satuan kerja, atau Pemimpin Proyek, Pemimpin Bagian
Proyek, maka panitia mengadakan pelelangan ulang.
Surat keputusan penunjukan pemenang, keputusan penetapan pemenang pelelangan,
berita acara hasil pelelangan, berita acara pembukaan dokumen penawaran, berita acara
pemberian penjelasan, dan dokumen pelelangan lainnya, merupakan dasar dan bagian tak
terpisahkan dari pe1j anj ian/kontrak yang akan diadakan . Untuk pengaclaan clengan nilai di
1 88
atas lima puluh juta rupiah, pemenang yang bersangkutan sebelum menandatangani surat
perj anjian diwajibkan memberikan jaminan pelaksanaan sebesar lima persen dari nilai kontrak,
berupa jaminan dari bank umum atau perusahaan asuransi kerugian. Pada saat j aminan
pelaksanaan diterima oleh Kepala kantor atau satuan kerja, Pemimpin Proyek atau Bagian
Proyek, maka jaminan penawaran dari pemenang yang bersangkutan segera dikembalikan.
Surat keputusan penunjukan pemenang disertai berita acara pemberian penj elasan, berita
acara pembukaan dokumen penawaran, berita acara hasil pelelangan dan surat perjanjian/
kontrak disampaikan kepada:
1 ) departemen/lembaga yang bersangkutan;
2) rekanan (salinan otentik bermeterai) ;
3) kantor pelayanan paj ak;
4) instansi lain yang bersangkutan dengan pelaksanaan perj anjian tersebut sesuai dengan
keperluannya;
5) panitia pelelangan (sebagai arsip).
Dalam hal rekanan mengundurkan diri setelah menanda tangani kontrak, maka j aminan
pelaksanaan menjadi milik negara. Penunjukan rekanan berikutnya dilaksanakan seperti yang
pernah dij elaskan sebelumnya. Kemungkinan perhitungan/pembayaran nilai hasil pekerj aan
yang telah dilaksanakan didasarkan atas hasil penelitian dan penilaian hasil pekerj aan tersebut
serta kegunaannya bagi negara. Jaminan pelaksanaan dikembalikan kepada rekanan setelah
pelaksanaan pekerj aan/penyerahan barang selesai sesuai dengan surat perj anjian/kontrak.
Dalam hal rekanan dalam waktu yang telah ditetapkan tidak melaksanakan pekerj aan/pe
nyerahan barang, jaminan pelaksanaan menjadi milik negara.
Pelelangan dinyatakan gagal apabila:
1) harga standar dilampaui;
2) dana yang tersedia tidak cukup;
3) harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar atas dasar analisis secara tertulis;
4 ) sanggahan dari rekanan ternyata benar;
5 ) pelaksanaan pelelangan tidak sesuai dengan ketentuan dokumen lelang.
Dalam hal pelelangan dinyatakan gagal, panitia pelelangan atas permintaan Kepala kantor
atau satuan kerj a, Pemimpin Proyek atau B agian Proyek mengadakan pelelangan ulang.
1 89
dibentuk panitia pemilihan langsung yang fungsi dan tugasnya sama seperti halnya panitia
lelang. Pelaksanaan pengadaan dengan nilai di atas lima belas juta mpiah sampai dengan
lima puluhjuta mpiah dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung dengan surat perintah
kerja (SPK) atau surat perjanjian/kontrak dengan membandingkan paling tidak tiga penawar
golongan ekonomi lemah yang tercatat dalam DRM.
Jenis pengadaan barang/jasa tertentu yang dapat langsung ditunjuk rekanannya adalah
sebagai berikut:
1) Pekerjaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi berhubung dengan telah terjadinya bencana
alam berdasarkan pernyataan Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Meskipun
demikian, pelaksanaannya agar diupayakan dengan cara pemilihan langsung.
2) Pelaksanaan penunjukan sebagaimana dimaksud Pasal 2 1 , Ayat ( 1 0), Keppres 1 61 1 994,
yaitu pemasangan listrik oleh Pemm Listrik Negara/Perusahaan Listrik Daerah,
pemasangan telepon oleh PT Telekomunikasi, pemasangan gas oleh Pemsahaan Gas
Negara, pemasangan saluran air minum oleh Pemsahaan Daerah Air Minum (PDAM),
pembangunan mmah dinas oleh Pemm Pemmnas, pencetakan oleh Pemm Percetakan
Negara, penelitian dan pemrosesan data oleh Universitas Negeri atau Lembaga Ilmiah
Pemerintah.
3) Untuk pekerjaan lanjutan dari bangunan yang telah ada harga standar dengan meng
gunakan satuan harga menumt harga yang berlaku pada tahun anggaran bersangkutan
dan secara teknis mempakan satu kesatuan konstmksi yang tidak dapat dipisahkan dari
pekerjaan terdahulu, satu dan lain berdasarkan pendapat unsur instansi teknis secara
tertulis.
4) Untuk pekerjaan lanjutan dari pekerjaan yang tidak ada harga standarnya, tetapi sehu
bungan dengan homogenitasnya perlu dijaga kontinuitas pelaksanaannya, sesuai dengan
pendapat instansi yang kompeten secara tertulis.
5) Pekerjaan tambahan yang tidak dapat dielakkan dalam rangka penyelesaian pengadaan
semula yang tidak lebih dari sepuluh persen dari harga yang tercantum dalam surat
perjanjianlkontrak.
6) Apabil a sifat kebutuhannya hanya dapat dipenuhi oleh rekanan tertentu yang menj ual
barang-barang bersangkutan (barang-barang spesifik) atau yang dapat melaksanakan
pekerjaan spesifik. Pengadaannya agar diupayakan dengan cara pemilihan langsung,
dan pengadaan barang spesifik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Rekanan hams mempakan pabrikan atau agen tunggal yang hams dibuktikan dengan
perjanjian keagenan dengan pabrikan yang bersangkutan, izin dari Departemen
Perdagangan serta tersedianya daftar hargaldaftar produk barang dan jasa, spesifikasi
produk dan jasa, beserta satuan harga penawaran (price quotation!catalog!profonna
invoice) dari pabrikan yang bersangkutan.
b) Departemenllembaga/BUMN/BUMD/pemerintah daerah yang bersangkutan hams
membuat analisis dan spesifikasi teknis lengkap yang mempakan dukungan terhadap
alasan mengapa diperlukan barang spesifik yang bersangkutan. Spesifikasi teknis
yang dibuat tidak boleh mengarah kepada suatu merek/jenis barang tertentu dengan
maksud langsung menunj uk kepada rekanan tertentu.
1 90
c)
7)
8)
Dalam hal rekanan yang ditunj uk merupakan agen tunggal dari pabrikan di luar
negeri, pembukaan L/C dari departemen/lembaga/B UMN/BUMD/pemerintah
daerah yang bersangkutan harus dilakukan langsung kepada pabrikan di luar negeri .
Apabila setelah diadakan satu kali pelelangan u lang, masih dialami kegagalan. Akan
tetapi penyelesaiannya diupayakan dengan cara pemilihan langsung.
Pelaksanaan pekerjaan yang mendesak untuk menghindarkan kerugian negara yang lebih
besar, diupayakan dengan cara pemilihan langsung.
Pej abat yang berwenang mengambil keputusan pengadaan dengan cara pemilihan l angsung
adalah sebagai berikut:
I ) Sampai dengan Iima puluh j uta rupiah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 1 , Ay at (7), huruf c, Keppres 1 61 1 994, berdasarkan penetapan
Kepala kantor atau satuan kerja, Pemimpin Proyek atau Pemimpin Bagian Proyek;
2) Di atas Iima puluh j uta rupiah sampai dengan satu miliar rupiah dilakukan berdasarkan
penetapan Direktur Jenderal atau Pejabat yang setingkat.
3 ) D i atas satu miliar rupiah sampai dengan Iima miliar rupiah dilakukan berdasarkan
penetapan Menteri atau Ketua Lembaga bersangkutan.
4) Di atas Iima miliar rupiah dilakukan berdasarkan penetapan menteri/ketua lembaga
bersangkutan setelah memperol eh persetuj u an dari Menteri Koordinator B idang
Ekonomi, Keuangan. dan Pengawasan Pembangunan.
5 ) Di lingkungan Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah, pengambilan keputusan
mengenai penetapan pemilihan l angsung ditentukan sebagai berikut:
a) Pimpinan badan usaha milik negara dan milik daerah berwenang mengambil
keputusan mengenai penetapan pemilihan langsung untuk pengadaan yang bernilai
sampai dengan Iima miliar rupiah.
b) Untuk penetapan persetujuan pemilihan langsung pengadaan yang bernilai di atas
Iima miliar rupiah Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah mengajukan permo
honan persetujuan l angsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuang
an, dan Pengawasan Pembangunan, baik dananya bersumber dari anggaran perusa
haan maupun yang bersumber sebagian atau seluruhnya dari DIP atau dokumen
yang disamakan, kecuali pengadaan barang dan j asa yang sifatnya operasional/
eksploitasi. Direksi Badan Usaha Milik Negara atau Milik Daerah mengambil ke
putusan mengenai penetapan pemilihan l angsung tersebut setelah mendapat per
setuj uan dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan
Pembangunan.
6) Di lingkungan Pemerintah Daerah pengambilan keputusan mengenai penetapan pemilihan
langsung ditentukan sebagai berikut:
a) untuk proyek yang dibiayai dari dana APED tingkat I:
I ) Kepala kantor atau satuan kerj a, Pemimpin Proyek atau B agian Proyek, untuk
pemilihan langsung yang bernilai sampai dengan Iima puluh juta rupiah.
2) Kepala Daerah Tingkat I untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas Iima
puluh j uta rupiah sampai dengan satu miliar rupiah.
1 91
3 ) Kepala Daerah Tingkat I untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas satu
7)
miliar rupiah sampai dengan lima miliar rupiah setelah mendapat persetujuan
dari Menteri Dalam Negeri.
4) Kepala Daerah Tingkat I untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas lima
miliar rupiah setelah mendapat persetujuan dari Menteri Koordinator Bidang
Ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan. Pengaj uan persetujuan
tersebut dikirimkan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi,
Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan dengan tembusan kepada Menteri
Dalam Negeri.
b) untuk proyek yang dibiayai dari dana APBD tingkat II:
1) Kepala kantor atau satuan kerj a, Pemimpin Proyek atau Bagian Proyek, untuk
pemilihan langsung yang bemilai sampai dengan lima puluh juta rupiah.
2) Kepala Daerah Tingkat II untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas lima
puluh j uta rupiah sampai dengan lima ratus j uta rupiah.
3) Kepala Daerah Tingkat II untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas lima
ratus juta rupiah sampai dengan satu miliar rupiah setelah mendapat persetuj uan
Kepala Daerah Tingkat I.
4) Kepala Daerah Tingkat 11 untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas satu
miliar rupiah sampai dengan lima miliar rupiah setelah mendapat persetujuan Men
teri Dalam Negeri. Pengajuan persetuj uan tersebut dikirimkan langsung kepada
Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Kepala Daerah Tingkat I.
5 ) Kepala Daerah Tingkat II untuk pemilihan langsung yang bernilai di atas lima
miliar rupiah setelah mendapat persetujuan Menteri Koordinator B idang Eko
nomi , Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan. Pengaj uan persetujuan ter
sebut dikirimkan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Ke
uangan, dan Pengawasan Pembangunan dengan tembusan kepada Kepala Daerah
Tingkat I dan Menteri Dalam Negeri.
Untuk mendapatkan persetuj uan pemilihan langsung yang bemilai di atas Iima miliar
rupiah dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi , Keuangan , dan Pengawasan Pem
bangunan, menteri/ketua lembaga/direksi BUMN/BUMD/Gubemur Kepala Daerah
Tingkat I/Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya menyampaikan pemyataan
mengenai hasil penelitian pelaksanaan/evaluasi pemilihan langsung yang ditandatangani
oleh Sekretaris Jenderal atau Pejabat setingkat/ direksi BUMN/BUMD/Gubemur Kepala
Daerah Tingkat I/B upati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya bersangkutan.
Jaminan Pelaksanaan
Rekanan yang ditunj u k untuk peng adaan dengan pemi l i h an langsung, sebelum
menandatangani surat perjanj ianlkontrak wajib memberikan j aminan pelaksanaan sebesar
lima persen dari nilai surat perjanjianlkontrak, berupa surat jaminan pelaksanaan dari bank
umum atau perusahaan asuransi kerugian. Jika peserta berkedudukan di luar negeri diserahkan
surat jaminan pelaksanaan dari bank devisa di Indonesia atau bank di luar negeri yang di
rekomendasikan oleh B ank Indonesia.
1 92
Pengadaan Langsung
Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan yang dilakukan di antara rekan golongan
ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan atau pemilihan langsung. Pengadaan langsung
dilakukan untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Iima juta
rupiah dilakukan tanpa surat perintah kerja (SPK), sedang di atas lima juta rupiah sampai
dengan limabelas juta rupiah dilakukan dengan surat perintah kerja (SPK) dari satu penawar
dari rekanan golongan ekonomi lemah yang tercantum dalam daftar golongan ekonomi lemah
yang disusun oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II/Walikotamadya.
1 93
SKN ditetapkan sebagai Pedoman Pelengkap, pada Lampiran Ill Keppres 1 6/ 1 994, yang
selanjutnya disebut sebagai Pedoman Pelengkap. Pedoman pelengkap tersebut diterbitkan
oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi , Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan. DRT
golongan A disusun dan disahkan oleh Menteri tekni s yang bersangkutan dan dipergunakan
secara Nasional dan dikeluarkan setiap enam bulan sekali . Sedangkan DRT golongan B
disusun dan disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen teknis vertikal di daerah ber
sama-sama dengan dinas terkait berdasarkan petunjuk dari Menteri yang bersangkutan dan
dikeluarkan setiap enam bulan sekali. Kemudian DRT golongan C disusun oleh panitia lelang
berdasarkan perhitungan SKN yang dibuat sendiri oleh rakanan yang disahkan oleh Kepala
kantor atau satuan kerja, Pemimpin Proyek atau Bagian Proyek.
Departemen Pekerjaan Umum melalui Kantor Wilayah Departemen Pekerj aan Umum di
setiap propinsi menyiapkan sistem informasi dalam bidang jasa kontraktor dan j asa konsultasi .
Agar pengaturan dan pembinaan rekanan dapat dilakukan dengan baik, penentuan klasifikasi
dan kualifikasi rekanan di daerah harus benar-benar didasarkan pada kemampuan yang nyata
nyata dimiliki. Dengan demikian pada daerah tingkat I tertentu, tidak harus selalu memiliki
rekanan untuk semua klasifikasi dan kualifikasi secara lengkap. Dalam hal tidak terdapat
rekanan yang memenuhi klasifikasi yang dipersyaratkan, dalam pelelangan terbatas dapat
diikutsertakan rekanan dari dati I lainnya dengan mengikuti pedoman pelengkap. Nilai
pekerj aan adalah nilai kontrak pekerjaan yang tercantum di dalam kontrak/surat perjanj i an
kerja. Perusahaan cabang adalah perusahaan setempat apabila memenuhi syarat sebagaimana
tersebut dalam Pasal 23, Ayat (3), Keppres 1611 994.
Perusahaan cabang dapat dimasukkan dalam DRM setelah mengikuti ketentuan
prakualifikasi, diatur bahwa perusahaan dengan status eabang hanya diperbolehkan memiliki
kualifikasi sama atau satu tingkat di bawah kualifikasi dari kantor pusatnya dan tidak diizinkan
memiliki kualifikasi C. Perusahaan dengan status cabang hanya diizinkan memiliki satu
kualifikasi. Para calon rekanan yang lulus dalam pra-kualifikasi diberi sertifikat tanda lulus
prakualifikasi disebut Tanda Daftar Rekanan (TDR), yang memuat nama dan alamat pekerjaan,
nama pemimpin perusahaan, nomer NPWP, bidang/sub-bidang lingkup pekerj aan dengan
kualifikasinya, pasfoto terakhir penanggung j awab perusahaan, dan nilai kekayaan bersih.
Setelah kegiatan prakualifikasi selesai, panitia prakualifikasi harus menyiapkan buku induk
rekanan mampu (yang memuat data perusahaan yang lulus prakualifikasi) dan DRM. Formulir
buku induk rekanan mampu untuk setiap j enis usaha rekanan adalah seperti contoh formulir
BUP, B I/K, B I/B pada Pedoman Pelengkap. DRM disusun atas dasar Wilayah Daerah Tingkat
II kabupaten/kotamadya dan sub-bidang lingkup pekerj aan. Formulir DRM setiap bidang
seperti contoh formulir DRIP, DR/K, DR/B pada Pedoman Pelengkap. Daftar rekanan
golongan ekonomi lemah (GEL) disusun B upati/Walikotamadya atas dasar Wilayah Daerah
Tingkat 11 kabupaten/kotamadya dan sub-bidang pekerjaan.
DRT disusun berdasarkan prakualifikasi tersendiri dan/atau DRM dan Sisa Kemampuan
Nyata (SKN). S KN ditetapkan dengan memperhatikan peralatan dan perlengkapan yang
sesuai untuk pelaksanaan proyek, tenaga teknis yang berpengalaman untuk ditugaskan secara
penuh (full timer) di lokasi proyek, modal kerj a tersisa yang cukup untuk menangani proyek
1 94
yang bersangkutan. Untuk mengikuti lelang bidang pemborongan, para rekanan golongan C
menghitung S KN dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan pada Pedoman
Pel engkap.Para rekanan yang masih memiliki S KN dicantumkan dalam DRT yang disusun
oleh panitia pelelangan dan disahkan oleh Kepala kantor atau satuan kerj a, Pemimpin proyek
atau Bagian Proyek. Untuk pelelangan bidang pemborongan di antara rekanan golongan A
dan B , panitia pelelangan menggunakan DRT yang ditetapkan masing-masing oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen Teknis yang terkait dan Menteri Teknis yang bersangkutan.
Departemen teknis dalam menyusun Daftar Rekanan Terseleksi memperhatikan peng
alaman rekanan, di mana rekanan harus pernah melaksanakan pekerj aan yang sama atau
sejenis dengan hasil baik sesuai dengan persyaratan kontraklketentuan yang berlaku. Kemudian
rekanan harus dapat menyediakan tenaga teknik yang kualifikasi dan j umlahnya sesuai dengan
kebutuhan proyek sejenis, dan rekanan harus mampu menyediakan peralatari yang j umlah
dan j enisnya sesuai dengan kebutuhan proyek sej enis. Tidak kalah penting adalah rekanan
harus dapat membuktikan mampu menyediakan modal kerja yang dibutuhkan. Untuk men
dukung upaya tersebut, kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek
harus menyampaikan rekaman Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat perj anjian (kontrak)
dengan rekanan golongan A dan B kepada Kanwil Departemen teknis yang bersangkutan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah SPK/Kontrak ditanda tangani.
Kualifikasi rekanan bidang usahajasa konsultasi adalah golongan A, B, dan C. Kualifikasi
A, apabila dapat menangani pekerjaan dengan nilai di atas Rp. 1 00 j uta, kualifikasi B, apabila
dapat menangani pekerj aan dengan nilai di atas Rp. 50 j uta sampai dengan Rp. 1 00 j uta, dan
kualifikasi C, apabila dapat menangani pekerjaan dengan nilai sampai dengan Rp. 50 j uta.
Kualifikasi rekanan bidang usahajasa pemborongan dan pengadaan barang/j asa lainnya adalah
golongan A, B , C l , dan C2. Kualifikasi A, apabila dapat menangani pekerjaan dengan nilai
di atas Rp. l miliar, kualifikasi B, apabila dapat menangani pekerj aan dengan nilai di atas
Rp. 500 j uta sampai dengan Rp. 1 miliar, kualifikasi C 1 , apabila dapat menangani pekerj aan
dengan nilai di atas Rp. 200 j uta sampai dengan Rp. 500 j uta, dan kualifikasi C2, apabila
dapat menangani pekerj aan dengan nilai di atas Rp. 1 5 j uta sampai dengan Rp. 200 j uta.
Dalam pengadaan barang dan j asa DRM digunakan sebagai acuan persyaratan bagi
peserta. Dalam pelelangan terbatas, untuk bidang j asa pemborongan DRT dipergunakan
sebagai acuan pemilihan peserta pelelangan. Pelelangan tersebut dapat dilaksanakan apabila
peserta paling sedikit Iima rekanan. Sedangkan untuk bidang j asa konsultasi dan pengadaan
barang dan j asa lainnya, DRM dipergunakan sebagai acuan pemilihan peserta pelelangan.
Pelelangan tersebut dapat dilaksanakan apabila rekanan yang menyampaikan/memasukkan
penawaran berjumlah paling sedikit tiga rekanan untuk pengadaan barang dan j asa lainnya.
Dalam pelelangan umum DRT dan rekaman lainnya yang berkaitan dengan kualifikasi di
pergunakan sebagai acuan pemilihan peserta pelelangan. Dalam rangka asistensi pelaksanaan
prakualifikasi dan penggunaan DRM dibentuk sekretariat aistensi dan pemantauan . Sekretariat
asistensi dan pemantauan bertugas membantu persiapan dan pelaksanaan prakualifikasi oleh
panitia prakualifikasi dengan memberikan penj elasan/penataran mengenai penggunaan
pedoman prakualifikasi, pelaksanaan teknis prakualifikasi dan penyusunan serta penggunaan
1 95
DRM dan DRT. Kemudian memantau hasil pelaksanaan prakualifikasi, dan menyelenggarakan
koordinasi dan mengadakan pembahasan serta evaluasi mengenai pelaksanaan penggunaan
pedoman prakualifikasi dan penyusunan DRM dan DRT bersama instansi lain yang
berwenang. Sekretariat asistensi dan pemantauan bertanggung j awab kepada Menteri
Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pengawasan Pembangunan.
Panitia prakualifikasi dibentuk oleh Kepala Daerah Tingkat I untuk masa kerja tiga tahun.
Tugas dan wewenang panitia prakualifikasi adalah mengumumkan seluas-luasnya tentang
akan diadakannya prakualifikasi melalui antara lain radio, media cetak (surat kabar, maj alah)
dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, KADIN setempat serta Asosiasi
Profesi terkait. Kemudian menetapkan calon rekanan yang akan masuk dalam DRM,
menyebarluaskan DRM yang ditetapkan, dan menerima, meneliti, dan melakukan proses
atas sanggahan terhadap DRM. Panitia juga mengeluarkan dari DRM rekanan yang tidak
memenuhi persyaratan lagi sebagai rekanan atau yang melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku dan mencantumkannya dalam daftar hitam seperti contoh
dalam dokumen pelengkap. DRM yang disempumakan dikeluarkan setiap awal Januari.
Adapun susunan panitia prakualifikasi adalah sebagai berikut:
1 ) Ketua
Gubemur Kepala Daerah Tingkat I
2) Sekretaris
Asisten II Sekwilda Tk.I Bidang Pembangunan
3 ) Ketua Bidang
a) Ketua Bidang Sipil dan B idang Konsultasi merangkap anggota:
Kakanwil Departemen Pekerj aan Umum.
b) Ketua Bidang Mekanikal dan Elektrikal dan Bidang Logam, Kayu, dan Plastik,
merangkap anggota: Kakanwil Departemen Perindustrian.
c) Ketua Bidang Telekomunikasi dan Instrumentasi merangkap anggota:
Kakanwil Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
d) Ketua Bidang Pertanian merangkap anggota:
Kakanwil Departemen Pertanian.
e) Ketua Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan Minyak, Gas Bumi
dan Panas Bumi merangkap anggota:
Kakanwil Departemen Pertambangan dan Energi.
f) Ketua Bidang Pengadaan Barang dan Jasa lainnya merangkap anggota:
Kakanwil Departemen Perdagangan.
4) Anggota:
a)
Anggota
para Kepala lnstansi daerah otonomi yang diperlukan .
b) Anggota
pejabat dari KADIN daerah dan asosiasi profesi yang terkait.
Untuk membantu panitia prakualifikasi dibentuk Tim Teknis untuk bidang pekerj aan yang
diketuai oleh ketua bidang sebagaimana tersebut di atas dengan anggota:
1 ) unsur Kanwil Departemen terkait.
2) unsur Kanwil Departemen lainnya.
3 ) unsur Dinas Tk.I terkait.
4) unsur Dinas Tk. I lainnya j ika diperlukan.
1 96
2)
3)
4)
5)
6)
FIB-02
FIB-03
FIB-04
FIB-05
FIB-06
1 97
Data Administrasi
Data Keuangan
Data Personalia
Data Peralatan
Data Pengalaman
Calon rekanan yang berminat untuk mengikuti prakualifikasi dan rekanan yang akan
mengadakan perubahan klasifikasi dan kualifikasi dapat mengambil dokumen prakualifikasi
berupa formulir-formulir isian dan penj elasan. Untuk ibu kota propinsi di panitia
prakualifikasi, sedangkan untuk dati 11 di kantor Dinas PU dan Perdagangan. Calon rekanan
yang telah menelaah dan mengisi dokumen prakualifikasi mengembalikan sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan kepada panitia prakualifikasi melalui Kantor Cabang Dinas PU
dan Dinas Perdagangan Dati II. Tim teknis mengadakan pemeriksaan atas kebenaran dan
kelengkapan dokumen secara teknis ataupun administratif. Kepala Dinas PU dan Perdagangan
Dati 11 membantu Tim Teknis di dalam memeriksa kelengkapan dan kebenaran data dan
kemudian disampaikan kepada Tim Teknis untuk dinilai dan ditentukan lebih lanjut klasifikasi
dan kualifikasinya. Penilaian dan penentuan klasifikasi dan kualifikasi calon rekanan sesuai
dengan bidangnya dilaksanakan oleh tim teknis. Panitia prakualifikasi mengadakan
pengesahan atas hasil penilaian tim teknis. Panitia prakualifikasi menetapkan hasil
prakualifikasi berupa DRM. Kepada rekanan yang telah terdaftar dalam DRM diberikan
kode rekanan sesuai dengan petunj uk yang telah ditetapkan pada Pedoman Pelengkap.
Kepada calon rekanan yang tercantum dalam DRM diberi TDR yang ditandatangani
oleh gubernur selaku ketua panitia prakualifikasi. Kewenangan menandatangani tanda daftar
rekanan dapat dilimpahkan secara tertulis kepada Kakanwil Departemen Pekerjaan Umum
untuk bidang j asa pemborongan dan konsultasi dan Kanwil Departemen Perdagangan untuk
pengadaan barang/j asa lainnya. Penyampaian TDR kepada rekanan di Dati II dilakukan oleh
Bupati/Walikotamadya Dati II yang bersangkutan. Kepada rekanan diberikan kesempatan
untuk mengubah klasifikasi dan kualifikasi dengan cara mengambil dokumen prakualifikasi,
mengisi serta menyampaikan data terakhir perusahaan secara lengkap kepada panitia
prakualifikasi untuk mendapatkan penilaian dan pengesahan. Petunjuk perubahan klasifikasi
dan kualifikasi dapat dilihat pada pedoman pelengkap.
Pekerjaan Jasa Pemborongan
Para calon rekanan yang akan mengikuti prakualifikasi, diminta untuk menyampaikan data
perusahaan kepada panitia prakualifikasi dengan surat permohonan dan pernyataan tentang
kebenaran data yang bermeterai cukup.
Formulir tersebut adalah:
l ) FIP-02 tentang Data Administrasi yang meliputi:
a) nama perusahaan,
b) akta/surat pendirian perusahaanlakta perubahan terakhir,
c) alamat perusahaan yang j elas dan nyata,
1 98
d)
e)
f)
g)
h)
1 99
I)
2)
3)
4)
sipil;
a) drainasi dan jaringan pengairan,
b) j alan, jembatan, landasan dan lokasi pengeboran darat,
c) gedung dan pabrik,
e) bangunan pengolahan air bersih dan air limbah,
f) reklamasi dan pengerukan,
g) dermaga, penahan gelombang dan tanah (break water dan talud),
h) pengeboran air tanah,
i) bangunan bawah air,
j) pertamanan,
k) perumahan dan pemukiman,
I) pencetakan sawah dan pembukaan tanah,
m) pembukaan arealltransmigrasi,
n) bendung dan bendungan,
o) perp1paan,
p) interior,
q) pekerjaan sipil lainnya.
mekanikal, elektrikal ;
a) kelistrikan dan pembangkit,
b) tata udara/AC,
c) pekerj aan mekanikal,
d) transmisi kelistrikan,
e) pabrikasi platform, quarter, SBM, DBM, structure and pile,
f) pabrikasi vessel, heat-excharger, heaters, boilers, tanks and tubular goods,
g) pemasangan alat angkut,
h) pemasangan fasilitas produksi dan fasilitas lepas pantai.
telekomunikasi dan instrumentasi ;
a) meteorologi dan geofisika,
b) radio, telekomunikasi, saran bantu navigasi !aut, rambu sungai, peralatan SAR dan
navigasi udara,
c) sinyal dan telekomunikasi kereta api,
d) sentral telekomunikasi,
e) j aringan telekomunikasi,
f) pemasangan instrumentasi,
g) pos, telekomunikasi, dan instrumentasi l ain.
logam, kayu, plastik;
a) pembangunan kapal dan reparasi,
b) pengangkatan kerangka (salvage) kapal,
200
5)
6)
7)
201
mampuan dasar adalah kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan satu
pekerj aan tertentu. Penilaian dan penggolongan kontraktor menurut tingkat kemampuan
dasarnya dilakukan mengingat pekerj aan yang mampu diselesaikan dengan baik oleh
kontraktor tersebut dalam waktu yang ditetapkan, dan kemampuan peralatan, tenaga, dan
penguasaan teknologi yang dibutuhkan oleh proyek dan dimiliki oleh perusahaan.
Penggolongan kualifikasi rekanan j asa pemborongan dilaksanakan sebagai berikut:
1 ) Golongan kontraktor dengan kemampuan tinggi.
A : Rekanan yang mampu melaksanakan perbaikan dan pembangunan dengan
persyaratan teknis tinggi atau sangat tinggi, bernilai di atas Rp. 1 miliar.
2) Golongan kontraktor dengan kemampuan madya.
B : Rekanan yang mampu melaksanakan perbaikan dan pembangunan dengan
persyaratan teknis madya atau persyaratan teknis tinggi bernilai di atas Rp. 500
juta sampai dengan Rp. l miliar.
3) Golongan kontraktor Cl dan C2.
C 1 : Rekanan yang mampu melaksanakan pekerj aan perbaikan sederhana dan
pembangunan dengan persyaratan teknis sederhana/madya bemilai di atas Rp.200
j uta sampai dengan Rp. 500 j uta.
Rekanan yang mampu melaksanakan pekerj aan pemeliharaanlperbaikan ringan
C2
dan pembangunan dengan persyaratan teknis sederhana, bemilai di atas Rp. 1 5
juta sampai dengan Rp. 200 juta.
Penentuan klasifikasi kontraktor dilakukan dengan memperhatikan:
l ) kemampuan keuangan,
2) kemampuan personalia,
3) kemampuan peralatan,
4) kemampuan perusahaan.
Penilaian kemampuan keuangan kontraktor dilakukan terhadap kekayaan bersih perusahaan
berdasarkan neraca keuangan perusahaan tahun terakhir dan laporan keuangan lainnya dengan
mengikuti rumus sebagai berikut:
Kekayaan bersih
(a+b+c) - (d+e)
202
3)
4)
Para calon rekanan yang akan mengikuti prakualifikasi diminta untuk menyampaikan data
perusahaan kepada panitia prakualifikasi yang disertai dengan surat permohonan dan per
nyataan tentang kebenaran data yang bermeterai cukup, dan terdiri atas hal berikut:
1 ) FIK-02 tentang Data Administrasi yang meliputi:
a) nama perusahaan,
b) akta/surat pendirian perusahaan,
c) alamat kantor perusahaan yang jelas dan nyata,
d) status perusahaan (induk/pusat atau cabang),
e) nama pengurus perusahaan,
f) alamat pemil ik/pimpinan perusahaan,
g) surat pernyataan bahwa yang bersangkutan adalah pemilik/pemimpin perusahaan
dan tidak berstatus pegawai negeri. Bagi pimpinan perusahaan cabang diperlukan
surat kuasa dalam bentuk akta notaris dari pimpinan pusat/induknya,
h) surat izin usaha j asa konstruksi (SIUJK).
2)
203
204
Bidang Transportasi .
a ) sarana transportasi darat,
b) sarana transportasi I aut,
c) sarana transportasi udara,
d) sarana transportasi jalan baja,
e) sarana transportasi sungai dan penyeberangannya,
f) prasarana transportasi laut,
g) prasarana transportasi udara,
h) prasarana transportasi sungai dan penyeberangannya,
i) prasarana jalan dan jembatan,
j) sistem terminal transportasi,
k) angkutan barang/muatan.
3) Bidang Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
a) teknologi pos dan telekomunikasi,
b ) s istem pos dan telekomunikasi,
c) pariwisata dan perhotelan,
d) lain-lain.
4) Bidang Pertanian.
a) perkebunan tanaman keras,
b) pertanian tanaman pangan,
c) peternakan,
d) perikanan,
e) kehutanan,
f) konservasi dan penghijauan,
g) lain-lain.
5) Bidang Perindustrian.
a) industri mesin dan logam,
b) industri kimia,
c) industri hasil pertanian,
d) industri elektronika,
e) industri bahan bangunan,
f) lain-lain.
6) Bidang Pertambangan dan Energi.
a) perminyakan,
b) penambangan umum,
c) mineral,
d) pembangkitan tenaga,
e) distribusi dan transmisi,
f) lain-lain.
7) Bidang Lain.
a) asuransi, perbankan, keuangan,
2)
205
206
207
4)
Keuangan
Penilaian kemampuan keuangan konsultan dibatasi dengan penilaian kekayaan bersih,
sebagai dasar untuk kualifikasi perusahaan menurut kemampuan keuangannya yang
dikaitkan dengan nilai pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh tiap-tiap konsultan.
Perhitungan kekayaan bersih didasarkan pada penilaian neraca keuangan terakhir dan
laporan keuangan lainnya dengan berpedoman pada rumusan sebagai berikut:
Kekayaan bersih: (a+b+c) - (d+e)
TENTANG PENULIS
Lahir di Serang, B anten, pada tahun 1 945. Masa sekolah, sejak Sekolah Rakyat sampai
dengan Pendidikan Tinggi dilewati di kota Yogyakarta. Sebelum bergabung sebagai
Staf Pengajar di Universitas Gadj ah Mada sempat bekerja pada perusahaan BUMN,
PT Waskita Karya, sejak tahun 1 972 sampai dengan 1 979. Selama kurun waktu
tersebut sebagai Engineer dan Manaj er Lapangan ikut menangani pelaksanaan
beberapa proyek: