TOPIK 3
HATI NURANI SEBAGAI FENOMENA MORAL
Pengenalan (knowledge)
Kesadaran (consciousness)
Kesadaran hanya dimiliki
manusia.
Kesadaran: kesanggupan
manusia untuk mengenal
dirinya sendiri dank arena itu
berefleksi tentang dirinya.
Seekor binatang tidak
berpikir atau berefleksi
tentang dirinya
HN Retrospektif: Memberikan penilain tentang perbuatanperbuatan yang telah berlangsung di masa lampau.
HN Retrospektif menuduh atau mencela, bila
perbuatannya jelek (a bad conscience); dan sebaliknya,
memuji atau memberi rasa puas, bila perbuatannya
dianggap baik (a clear/good conscience).
Seseorang merasa puas melakukan sesuatu karena telah
melakukan apa yang harus dilakukan (kewajiban).
HN Retrospektif merupakan semacam instansi
kehakiman dalam batin manusia tentang perbuatan yang
telah berlangsung.
HN Adipersonal
HN Adipersonal:
HN melebihi pribadi seseorang, seolah-olah
merupakan instansi di atas pribadi.
Hati Nurani: hati yang diterangi (nur= cahaya).
Seolah-olah ada cahaya dari luar yang menerangi budi
dan hati seseorang.
Bahasa Indonesia: hati nurani: suara hati, kata hati,
suar batin.
Menunjukkan seakan-akan membuka diri terhadap
suara yang datang dari luar.
Hati nurani mempunyai aspek transenden, artinya,
melebihi pribadi.
Rasio teoritis
Rasio Praktis
Istilah superego berasal dari Sigmund Freud (18561939), dokter ahli saraf Austria yang meletakkan
dasar untuk psikoanalisis, istilah itu digunakannya
dalam rangka teorinya tentang struktur kepribadian
manusia.
Struktur Kepribadian- pandangan Freud
Sebagaimana tubuh memiliki struktur (kepala, badan,
kaki, dll).
Psike juga mempunyai struktur yang meliputi tiga
instasi atau tiga sistem yang berbeda-beda: Id, Ego,
dan Superego.
Superego berhubungan erat dengan hati nurani
Id
Ego
Superego
Metode
PRAKONVENSIONAL
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuahan
Anak mendasarkan perbutannya atas
otoritas konkret (orang tua, guru) dan
hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak
patuh.
Prespektif si anak semata-mata egosentris.
Ketakutan untuk akibat perbuatan adalah
perasaan dominan yang menyertai motivasi
moralnya.
PRAKONVENSIOANAL
KONVENSIONAL
Tahap 3: Penyesuaian dengan kelompok
atau orientasi menjadi anak manis.
Anak cenderung mengarahkan diri kepada
keinginan serta harapan dari para anggota
keluarga atau kelompok lain (sekolah).
Ingin bertingkah laku secara wajar
menurut norma-norma yang berlaku.
Maksud dan perbuatan mulai disadari
KONVENSIONAL
PASCAKONVENSIONAL
Tingkan otonom/berprinsip.
Hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung
jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam
batin.
Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.
Disadari relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat
pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai
konsensus.
Apa yang disetujui dengan cara demokratis baik buruknya
tergantung pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.
Hukum ditekankan, persetujuan bebasan dan perjanjian
sbg unsur pengikat bagi kewajiban.
PASCAKONVENSIONAL
Guilt culture: kebudayaan di mana pengertianpengertian seperti dosa (sin), kebersalahan (guilt),
dan sebagainya sangat dipentingkan.
Sekalipun suatu kejahatan tidak akan pernah diketahui
oleh orang lain, namun si pelaku merasa bersalah juga.
Menyesal dan meraka kurang tenang akan
perbuatanitu sendiri, bukan karena dicela atau dikutuk
orang lain (bukan tanggapan dari luar).
Sanksi tidak datang dari luar melainkan dari dalam: dari
batin orang bersangkutan.
Dalam guilt culture, hati nurani memegang peranan
sangat penting.