Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

Pembimbing : Dr. Hami Zulkifli Abbas Sp.PD, MH.Kes Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Dr. Sri Agustini K, Sp.PD Dr. Sunhadi
Disusun Oleh : Elsa Ana Purika 110.2005.079
UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD ARJAWINANGUN


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun Refe
rat yang berjudul Sindroma Nefrotik. Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempur
na baik isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang memba
ngun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membua
tnya lebih baik lagi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepad
a Dr. Hami Zulkifli Abbas, Sp.PD, MH.Kes; Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD; Dr. Sri
Agustini K, Sp.PD; dan Dr. Sunhadi serta berbagai pihak yang telah membantu peny
elesaikan presentasi kasus ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita sem
ua.
Arjawinangun, 05-05-2010
Penyusun
2

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .........................................................
................ DAFTAR ISI ....................................................
.................................. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN ..................
......................................... ANATOMI DAN FISIOLOGI DINJAL .........
.................... II.1. Anatomi Ginjal ......................................
................ II.2. Fisiologi Dasar Ginjal ..................................
.......... BAB III. SINDROMA NEFROTIK ..........................................
...... III.1. Definisi .........................................................
......... III.2. Insidens ......................................................
.......... III.3. Etiologi .....................................................
............. III.4. Patofisiologi .............................................
............. III.5. Manifestasi Klinis ........................................
.......... III.6. Klasifikasi Histopatologis ...................................
... III.7. Komplikasi ..........................................................
.. III.8. Penatalaksanaan .................................................. III
.9. Prognosis .............................................................. BAB
IV. KESIMPULAN ...............................................................
DAFTAR PUSTAKA I ii 1 2 2 3 5 5 5 6 8 16 18 32 34 38 40
3

BAB I PENDAHULUAN Sindroma Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dar
i beberapa penyakit ginjal dan saluran kemih. Sindroma Nefrotik (SN) dapat terja
di secara primer dan sekunder, primer apabila tidak menyertai penyakit sistemik.
Sekunder apabila timbul sebagai bagian daripada penyakit Sistemik atau yang ber
hubungan dengan obat / Toksin. Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh pany
akit Glomerulus primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik
. Resiko penyakit jantung koroner atau Aterosklerosis pada penderita Sindroma Ne
frotik anak belum diketahui dengan jelas. Dalam laporan-laporan pemeriksaan post
mortem pada anak-anak dan dewasa yang menderia Sindroma Nefrotik Idiopatik terc
atat adanya Ateroma yang awal. Sampai pertengahan abad ke 20 Mordibitas SN pada
anak masih tinggi, yaitu melebihi 50% pasien-pasien ini dirawat untuk jangka wak
tu lama karena Edema Anasarka dengan disertai Uiserasi dan Interaksi kulit. Deng
an ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun 1940 dan dipakainya hormon
Adreno Kortikotropik (ACTH) dan Kortikosteroid pada tahun 1950, mortilitas penya
kit ini diperkirakan mencapai 67% yagn sering disebabkan oleh komplikasi Periton
itis dan Sepsis. Kematian menurun kembali mencapai 35% setelah obat penisilin mu
lai digunakan tahun 1946-1950. Pada awal 1950-an kematian menurun mencapai 20% s
etelah pemakaian ACTH atau Kortison. Diantara pasien SN yang selamat dari infeks
i sebelum Era Sulfonamid umumnya kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
4

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL II. 1. Anatomi Ginjal Ginjal terletak di dal
am ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilikus dan kisaran panjan
g serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bul
an sampai 12 cm atau lebih dari 150 g pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisa
n luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimalis dan distali
s dan dukturs koletivus, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung bagian-b
agian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) Henie, vasa rekita dan duktus koligens
terminal. Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis
utama yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya tidak lazim dij
umpai. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara korteks dan m
edula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri arkuata,
dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel otot yagn terspesialisasi dal
am dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus
(mukula densa) yang berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus jukstaglome
ruler yagn mengendalikan sekresi renin. Arteriole aferen membagi menjadi anyaman
kapiler glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole
eferen glomerulus dekat medula (glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari p
ada arteriole di korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rakta)
ke tubulus dan medula. Setiap ginjal mengandung sekitar satu juga neron (glomeru
lus dan tubulus terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada s
aat lahir, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian
5

hari. Karena tidak ada nefron baru yagn dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya
nefron secara progresif dapat menyebabkan insufisiensi ginjal. Anyaman kapiler g
lomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai mekanisme penyaringan ginjal. Ka
piler glomerulus dilapisi oleh endotelium yagn mempunyai sitoplasma sangat tipis
yagn berisi banyak lubang (fenestrasi). Membrana basalis glomerulus (BMG) membe
ntuk lapisan berkelanjutan antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi denga
n sel epitel pada sisi yang lain. Membran mempunyai 3 lapisan. (1) lamina densa
yang sentralnya padat-elektron, (2) lamina rara interna, yagn terletak di antara
lamina densa dan sel-sel endotelian ; dan (3) lamina rara eksterna, yang terlet
ak di antara lamina densa dan sel-sel epitel. Sel epitel viteviscera menutupi ka
piler dan menonjolkan tonjolan kaki sitplasma, yagn melekat pada lamina rara ekste
rnal. Di antara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. Mesangium (sel me
sangium dan matriks) teletak di antara kapiler-kapiler glomerulus pada sisi endo
tel membrana basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler. Mesangium dapa
t berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler glomerulus dan mungkin memain
kan peran dalam pengaturan aliran darah glomerulus, filtrasi dan pembangunan mak
romolekul (seperti kompleks imun) dari glomerulius, melalui fagositosis intrasel
uler atau dengna pengakutan melalui saluran interseluler ke daerah jukstagomerul
us. Kapsula Bowman, yagn mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basa
lis, yagn merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan tubu
lus proksimalis, dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan se
l-sel epitel viscera. III.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volumer dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikotnrol oleh filtrasi glomerulus, re
absorpasi dan sekresi tubulus.
6

Fungsi Utama Ginjal Fungsi Ekskresi Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 25


8 m osmol dengna mengubah-ubah ekresi air. Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 d
engna mengeluarkan kelebihan H + dan membentuk kembali HCO3. Mengekskresikan pro
duk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreati
nin. Fungsi Non-ekskresi Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan dar
ah. Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel darah m
erah oleh sumsum tulang. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Degenera
si insulin Menghasilkan prostaglandin
7

BAB III SINDROM NEFROTIK III.1. DEFINISI Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit t
ersendiri, melainkan merupakan komplex gejala klinik yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut : edema umum (anasarka), ter
utama jelas pada muka dan jaringan periorbital. Proteinuria, termasuk albuminuri
a ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein plasma total kurang dari 6 g
ram per 100 ml dan fraksi albumin kurang dari 3 gram per 100 ml. Hiperlipidemi,
khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar cholest
erol plasma total lebih dari 300 miligram per 100 ml. Lipiduria ; dapat berupa l
emak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak (ovel fat bodies), torak lemak.
Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yagn berpendap
at bahwa proteinuria, terutama albuminuria yagn masif serta hipoalbuminemi sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik. III.2. INSIDENS Sindrom nefr
otik yang tidak meneyrtai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Pen
yakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu pen
yakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagai
besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). P
ada penelitian di jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukka
n KM.
8

Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anakanak den
gan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit
dasarnya adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan, alergen dan toksin, dll.
Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomeru
lus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama. III.
3. ETIOLOGI Sebab yang pasti belum diketahui ; akhir-akhir ini dianggap sebagai
satu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya pa
ra ahli membagi etiologinya menjadi : I. Sindrom nefrotik bawaan Dirurunkan seba
gai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhaap semua pe
ngobatan. Gejala adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa
neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderi
ta meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. II. Sindrom nefrotik sekund
er 1. Malaria kuartana atau parasit lain 2. Penyakit kolagen seperti lupus erite
matosus diseminata, purpura anafilaktoid. 3. Glomerulonefritis akut atau glomeru
lonefritis kronis, trombosisis vena renalis. 4. Bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa. 5. Ami
lodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif h
ipokomplementamik.
9

III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya). Berdasarkan histopat


ologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mik
roskop elektron, Churg dkk. Membangi dalam 4 golongan yaitu : 1. Kelainan minima
l Dengan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop el
ektron terdapat IgG atau imunoglobulin bet-1C pada dinding kapiler glomerulus. G
olongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. 2. Nefropati
membranosa Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi set. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferatif a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif di
fus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi endotel sel yang polimorf
onukleus. Pembengkakan sitoplasma
menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang
timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sin
drom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan
setelah pengobatan yang lama. b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk
thickening) Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai
(kapsular) dan viseral. c. Dengan bulan sabit (crescent) Didapatkan proliferasi
sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (simpai (kapsular) dan viseral.
10

d. Glomerulonefritis membranopliferatif. Proliferasi sel mesangial dan penempaan


fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C at
au beta 1A rendah. e. Lain-lain. Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV. Glomeruloksklerosis fokal segmental. Pada kelainan ini yang menyolok sklero
sis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk. III.4. P
ATOFISIOLOGI Proteinuria Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sed
angkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria
dinyatakan berat untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien
yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/j
am/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat. Selektivitas protein Jen
is protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan
dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas
albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinur
ia dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plas
ma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kura
ng dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rend
ah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid.
11

Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untu
k membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini di
anggap tidak efisien. Perubahan pada filter kapiler glomerulus Umumnya karakteri
stik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomeru
lus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua be
rat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif sepert
i albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negat
if juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua
-duanya. Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina
rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul mu
atan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan
hepartinase
mengakibatkan timbulnya albuminaria. Di samping itu sialoprotein glomerulus yait
u polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan seba
gai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel
dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat mole
kul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung asam sialat dite
mukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada
SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid y
ang menyebabkan hilangnya proteinuria.
12

Hipoalbuminemia Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis he


par dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestin
al. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari
badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laj
u sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak resp
onsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampri normal dengan a
tau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis normal. Jumlah alb
umin absolut yagn didegradasi masih normal atau di bawah normal, walaupun apabil
a dinyatakan terhadap pool albumin intravaskular secara relatif, maka katabolism
e pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat. Meningkatnya katabolism
e albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebab
kan keadaan laju katabolisme absolut yagn normal albumin plasma yang rendah tamp
aknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya k
atabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena meningkatnya degradas
i di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati. Gangguan protein la
innya di dalam plasma adalah menurunnya - 1 globulin, (norm l t u rend h), d n
- 2-globulin, B globulin dn figrinogen meningk t sec r rel tif t u bsolut. M
eningk tny - 2 globulin diseb bk n oleh retensi selektif protein berber t molek
ul tinggi oleh ginj l deng n d ny l ju sintesis y ng norm l. P d beber p p s
ien, terut m merek deng n SNKM, IgM d p t meningk t d n IgG menurun. lbumin p
d SN d l m ke d n seimb ng terny t tid k menurun, b hk n meningk t t u
13

Kel in n met bolisme lipid P d p sien SN primer timbul hiperkolesterolemi d n


ken ik n ini t mp k lebih ny t p d p sien deng n KM. Umumny terd p t korel si
teb lik nt r konsentr si lbumin serum d n kolesterol. K d r trigliserid lebi
h berv ri si d n b hk n d p t norm l p d p sien deng n hipo lbuminemi ring n.
P d p sien deng n n lbuminemi kongenit l d p t jug timbul hiperlipidemi y n
g menunjukk n b hw kel in n lipid ini tid k h ny diseb bk n oleh peny kti ginj
lny sendiri. P d p sien SN konsentr si lipoprotein densit s s ng t rend h (VL
DL) d n lipoprotien densit s rend h (LDL) meningk t, d n k d ng-k d ng s ng t me
ncolok. Lipoprotein densit s tinggi (HDL) umumny norm l t u meningk t p d n
k- n k deng n SN w l upun r sio kolesterol-HDL terh d p kolesterol tot l tet p r
end h. Seperti p d hipo lbuminemi , hiperlipidemi d p t diseb bk n oleh sintes
is y ng meningk t t u k ren degr d si y ng menurun. Bukti menunjukk n b hw ke
du ny bnorm l. Meningk tny produksi lipoprotein di h ti, diikuti deng n menin
gk tny sintesis lbumin d n sekudner terh d p lipoprotein, mel lui j lur y ng b
erdek t n. N mun meningk tny k d r lipid d p t pul terj di p d l ju sintesis
lbumin y ng norm l. Menurunny ktivit s ini mungkin sekunder kib t hil ngny
glikoprotein s m seb g i per ngs ng lip se. Ap bil lbumin serum kemb li norm
l, b ik sec r spont n t upun deng n pemberi n infus lbumin, m k umumny kel
in n lipid ini menj di norm l kemb li. Gej l ini mungkin kib t tek n n onkotik
lbumin serumny , k ren ofek y ng s m d p t ditimbulk n deng n pemberi n infu
s pilivinilpirolidon t np mengub h ke d n hipo lbuminemi ny . P d beber p p
sien, HDL tet p meningk t w l upun terj di remisi p d SN-ny p d p sien l in V
LDL d n LDL tet p meningk t p d SN rel ps frekuensi y ng menet p b hk n sel m
remisi. Lipid d pt jug ditemuk n di d l m urin d l m
14

bentuk titik lem k ov l d n m lt se cross. Titik lem k itu merup k n tetes n lip
id di d l m sel tubulus y ng berdegener si. M ltese cross tersebut d l h ester
kolesterol y ng berbentuk bul t deng n p l ng di teng h pbil dilih t deng n c
h y pol ris l. Edem Keter ng n klinik pembentuk n edem p d sidnrom nefrotik
sud h di ngg p jel s d n sec r fisiologik memu sk n, n mun beber p d t menunj
ukk n b hw mek nisme hipotesis ini tid k memberik n penjel s n y ng lengk p. Te
ori kl sik mengen i pembentuk n edem ini (underfilled theory) d l h menurunny
tek n n onkotik intr v skul r y ng menyeb bk n meningk tny c ir n merembes k p
iler keru ng interstisi l. lbumin Deng n kelu r perme liblit s glomerulus,
menimbulk n lbuminuri d n hipo lbuminemi . Hipo lbuminemi menyeb bk n menurun
y tek n n onkitik koloid pl sm intr v skul r. Ke d n ini menyeb bk n meningk
tny c ir n tr nsud t melew ti dinding k piler d ri ru gn intr v skul r ke ru ng
intersti l y ng menyeb bk n terbentukny edem .
15

Kel in n glomerulus Albuminuri Hipo lbuminemi Tek n n onkotik hidorp tik koloi
d pl sm Volume pl sm Retensi N ren l sekunder Edem Terbentukny edem
t teori underfilled Seb g i kib t pergeser n c ir n volume pl sm tot l d n vol
ume d r h rteri d l m pered r n menurun dib nding deng n volume sirkul si efekt
if. Menurunny volume pl sm t u volume sirkul si efektif merup k n stimul si t
imbulny retensi ir d n n trium ren l. Retensi n trium d n ir ini timbul seb g
i us h b d n untuk menj g volume d n tek n n intr v skul r g r tet p norm l
d n d p t di ngg p seb g i peristiw kompens si sekunder. Retensi c ir n, y ng s
ec r terusmenerus menj g volume pl sm , sel njutny k n mengencerk n protein
pl sm d n deng n demiki n menurunk n tek n n onkotik pl sm d n khirny memper
cep t ger k c ir n m suk ke ru ng interstisi l. Ke d n ini jel s memperber t ed
em s mp i terd p t keseimb ng n hingg edem st bil.
16

menuru

Deng n teori underfilled ini didug terj di terj di ken ik n k d r renin pl sm


d n ldosteron sekunder terh d p d ny hipovolemi . H l ini tid k ditemuk n p d
semu p sien deng n SN. Beber p p sien SN menunjukk n meningk tny volume pl
sm deng n tertek nny ktivit s renin pl sm d n k d r ldosteron, sehingg tim
bul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi n trium ren l d n ir ter
j di k ren mek nisme intr ren l primer d n tid k berg ntung p d stimul si sist
emik perifer. Retensi n trium ren l primer meng kib tk n eksp nsi volume pl sm
d n c ir n ekstr seluler. Pembentuk n edem terj di seb g i kib t overfilling c
ir n ke d l m ru ng intersti si l. Teori overfilled ini d p t mener ngk n d ny
volume pl sm y ng tinggi deng n k d r renin pl sm d n ldosteron menurun seu
kunder terh d p hipervolemi . Kel in n glomerulus Retensi N ren l primeri Volum
e pl sm Edem Terj diny edem menurut teori overfilled Melzer dkk mengusulk n
2 bentuk p tofisologi SN, y itu tipe nefrotik d n tipe nefritik. Tipe nefrotik d
it nd i deng n volume pl sm rend h d n v sokonstriksi perifer den n k d r renin
pl sm d n ldosteron y ng tinggi. L ju filtr si glomerulus (LFG) m sih b ik de
ng n k d r lbumin y ng rend h d n bi s ny terd p t p d SNKM. Albuminuri Hipo
lbuminemi
17

K r kteristik p tofisiologi kelompok ini sesu i deng n teori tr dision l underfi


lled y itu retensi n trium d n ir merup k n fenomen sekunder. Di pih k l in, k
elompok kedu t u tipe nefritik, dit nd i deng n volume pl sm tinggi, tek n n
ldosteron rend h y ng d r h tinggi d n k d r renin pl sm d n meningk t sesud h
persedi n n trium h bis.
kelompok kedu ini dijump i p d glomerulonefritis kronik deng n LFG y ng rel ti
f lebih rend h d n lbumin pl sm lebih tinggi d ri kelompok pet m . K r kterist
ik p tofisiologi kelompok kedu ini sesu i deng n teori overfilled p d SN deng n
retensi ir d n n trium y ng fenomen primer intr ren l. Pembentuk n edem p d
SN merup k n su tu proses y ng din mis d n mungkin s j kedu proses underfille
d berl ngsung bers m n t u p d w ktu berl in n p d individu y ng s m , k ren
p togenesis peny kit glomerulus mungkin su tu kombin si r ngs ng n y ng lebih
d ri s tu d n ini d p t menimbulk n g mb r n nefrotik d n nefritis. Akib t menge
cilny volume intr v skul r k n mer ngs ng kel rny renin d n menimbulk n r ngs
ng n non osmotik untuk kelu rny hormon volume urin y ng sedikit d n pek t deng
n sedikit n trium. K ren p sien deng n hipovolemi disert i renin d n ldoster
on y ng tinggi umumny menderit peny kit SNKM d n responsif steroid, sed ngk n
merek deng n volume d r h norm l t u meningk t disert i renin d n ldosteron r
end h umumny menderit kel in n BKM d n tid k responsif steroid, m k pemeriks
n renin d p t merup k n pet nd y ng bergun untuk menil i seor ng n k deng n
SN responsif terh d p steroid t u tid k dis mping d ny SNKM. N mun der j t tu
mp ng tindihy terl lu bes r, sehingg suk r untuk membed k n p sien nt r kedu
kelompok histologis tersebut t s d s r pemeriks n renin. Per n peptid n tri
uretik tri l (ANP) d l m pembentuk n edem d n diuresis m sih belum p sti. meru
p k n
18

III.5. MANISFESTASI KLINIS EDEMA Di m s l lu or ngtu meng ngg p peny kit SN in


i d l h edem . N fsu m k n y ng kur ng. Mud h ter ngs ng d ny g nggu n g stro
intestin l d n sering terken infeksi ber t merup k n ke d n y ng s ng t er t h
ubung nny deng n ber tny edem , sehingg di ngg p gej l -gej l ini seb g i k
ib t edem . W l upun proteinuri k mbuh p d h mpir 2/3 k sus, k mbuhny edem d
p t diceg h p d umumny deng n pengob t n seger . N mun edem persisten deng n
komplik si y ng mengg ngu merup k n m s l h klinik ut m b gi merek y ng menj
di non responden d n p d merek y ng edem ny tid k d p t seger di t si. Edem
umumny terlih t p d kedu kelop k m t . Edem minim l terlih t oleh or ngtu
t u n k y ng bes r sebelum kedokter melih t p sien untuk pert m k li d n mem
stik n kel in n ini. Edem d p t menet p t u bert b h, b ik l mb t t u cep t
t u d p t menghil ngk n d n timbul kemb li. Sel m periode ini edem periorbit l
sering diseb bk n oleh cu c dingin t u lergi. L mb t l un edem menj di meny
eluruh, y itu ke pingg ng, perut d n tungk i b w h sehingg peny kit y ng seben
rny menj di t mb h ny t . Edem berpind h deng n perub h n posisi d n k n lebi
h jel s d l m posisi berdiri. K d ng-k d ng p d edem y ng robek n p d kulit s
ec r spont n deng n kelu rny m sif terj di c ir n. P d
ke d n ini, edem tel h mengen i semu j ring n d n menimbulk n sites, pembeng
k k n skrotum t u l bi , b hk n efusi plerur . Muk d n tungk i p d p sien ini
mungkin beb s d ri edem d n memperlih tk n j ring n seperti m lnustrisi seb g
i t nd d ny edem menyeluruh sebelumny .
19

G nggu n g strointestin l G nggu n ini sering ditemuk n d l m perj l n n peny ki


t SN. Di re sering di l mi p sien d l m ke d n edem y ng m sif d n ke d n ini
rup ny tid k berk it n deng n infeksi n mun didug penyeb bny
d l h edem su
bmukos di mukos usus. Hep tomeg li d p t ditemuk n p d pemeriks n fisik, mun
gkin diseb bk n sintesis lbumin y ng meningk t, t u edem t u kedu ny . P d
beber p p sien, nyeri di perut y ng k d ng-k d ng ber t, d p t terj di p d ke
d n SN y ng k mbuh. Kemungkin n d ny bdomen kut t u peritonitis h rus disi
ngkirk n deng n pemeriks n fisik d n pemeriks n l inny . Bil komplik si ini ti
d k d , kemungkin n penyeb b nyeri tid k diket hui n mun d p t diseb bk n k ren
edem dinding perut t u pembengk k n h ti. K d ng nyeri dir s k n terb t s p
d d er h ku dr n t s k n n bdomen. N fsu m k n kur ng berhubung n er t deng n
ber tny edem y ng didug seb g i kib tny . Anoreksi d n hil ngny protein d
i d l m urin meng kib tk n m lnutrisi ber t y ng k d ng ditemuk n p d p sien SN
non-responsif steroid d n persisten. P d ke d n sites terj di herni umbilik
lis d n prol ps ni. G nggu n pern p s n Oleh k ren d ny distensi bdomen de
ng n t u t np efusi pelur m k pern p s n sering terg nggu, b hk n k d ng-k d
ng menj dig w t. Ke d n ini d p t di t si deng n pemberi n infus lbumin d n o
b t furosemid.
20

G nggu n fungsi psikososi l Ke d n ini sering ditemuk n p d p sien SN, seperti


h lny p d peny kit ber t umumny y ng merup k n stres nonspesifik .Per s n-p
er s n ini memerluk n diskusi, penjel s n d n kep sti n untuk meng t siny . III
.6. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS Kl sifik si kel in n histop tologis glomerulus p
d SN y ng digun k n sesu i deng n rekomend si Komisi Intern sion l (1982). Kel
in n glomerulus ini seb gi n bes r diteg kk n deng n pemeriks n mikroskop c h
y , dit mb h deng n pemeriks n mikroskop elektron d n imunofluoresensi. P d t
bel di b w h ini dip k i istil h / terminologi y ng sesu i deng n l por n ISKDC
(1970) d n H bib d n Kleinknecht (1971). T bel 6.1 KLASIFIKASI KELAINAN GLOMERUL
US PADA SN PRIMER Kel in n minim l (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomeruloskleros
is fok l segment l (GSFS) Glomerulosklerosis fok l glob l (GSFG) Glomerulonefrit
is prolifer tif mes ngi l difus (GNPMD) Glomerulonefritis prolifer tif mes ngi l
difus EKSUDATIF Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membr no-pr
olifer tif (GNMP) GNMP tipe I deng n deposit subendotli l GNMP tipe II deng n de
posit intr membr n GNMP tipe IIi deng n deposit subendotli l tr nsmembr n/subepi
teli l Glomerulop ti membr nos (GM) Glomerulonefritis kronik l njut (GNKL)
21

MORFOLOGI KELAINAN GLOMERULUS PRIMER A. Peny kitkel in n minim l (KM) ISKDC (197
8) m l pork n p d peneliti nny di nt r 521 p sien SN, 76,4% menderit KM. P d
peneliti n di J k rt (Wil Eiry , 1992) di nt r 364 p sien y ng dibiopsi 44,
2% menunjukk n Km. B. Glomerulosklerosis fok l segment l (GSFS) Peny kit glomeru
lus fok l merup k n su tu proses peny kit y ng mengen i h ny beber p glomerulu
s, sed ng y ng l inny t mp k norm l. Peny kit glomerul r segment l meny t k n b
eber p lobus gloemrulus terken , sed ngk n y ng l in m sih norm l. Kel in n ini
d p t dijump i p d beber p kel in n glomerulus t u b hk n p d kel in n tubu
lo interstisi l. N mun kel in n ini ditemuk n tersendiri p d p sien deng n SN.
Ap k h kel in n ini merup k n peny kit tersendiri t u su tu progresivit s peny
kit KM belum d p t dip stik n. Kemungkin n i l h b hw kedu ny d p t terj di ke
d n klinis y ng berbed . C. Glomerulunefritis prolifer tif mes ngi l (GNPM) Se
c r histologis kel in n ini menunjukk n pembes r n mer t d n pert mb h n selul
rit s did er h mes ngi l y ng meng ndung m sing-m sing 4 sel. Dib w h mikroskop
c h y tid k mungkin untuk menet pk n d ny pert mb h n selul rit s seb g i k
ib t prolifer si monosit t u prolifer si sel me ngi l glomerulus t u kedu ny .
Dieprluk n pemul s n khusus untuk membed k n terd p t did l m monosit. hipersel
ul rit s ini y itu deng n ester se monospesifik t u enzim lisosom l l inny y n
g
22

D.
Glomerulonefritis membr noprolifer tif (GNMP) Diken l 3 subtipe p d kel in n in
i y itu tipe I y ng merup k n tipe kl sik d n tipe III y ng er t hubung nny , h
ny berbed p d let k deposit imunny . Sed ng tipe II, t u peny kit deposit p
d t (denso-deposit dise se) w lpun klinis h mpir serup , n mun menunjukk n kel
in nmorfologis d n imunologis y ng s ng t berbed , sehingg su tu peny kit y ng
berbed .
E.
Glomerulop ti Membr nos (GM) Kel in n ini untuk pert m k li dil pork n oleh Bi
ll d l m t hun 1950. Dibed k n 2 jenis bentuk klinik y itu y ng didiop tik d n s
ekudner. Peny kit GM dit nd i deng n kel in n dinding k piler glomerulus y ng pr
ogresif d n kompleks. Berd s rk n ME, kel in n ini terdiri t s deposit p d t el
ectron d n spikes y ng t mp k menonjol d ir membr n b s l. Deposit ini homogen,
berdek t n d n dipis hk n oleh sikes.
III.7. KOMPLIKASI Komplik si y ng timbul p d penderit SN terg ngung f ktor-f kt
or seb g i 1. Infeksi Infeksi terj di k ren terj diny penurun n mek nisme pert
h n n tubuh y itu g m globulin serum, penurun n konsetnr si IgG, bnorm lit s
komplemen, penurun n konsentr si tr nsferin d n seng, sert pungsi lekosit y ng
berkur ng. Infeksi y ng serign terj di berup pertonitis primer, selulit s infek
si s lur n kemih, bronkpneumoni d n infeksi virus. 2. Tromboemboli d n g nggu n
ko gul si berikut : histop tologi ren l, l m ny s kit, umur d n jenis kel min
penderit .
23

p d penderit SN terj di hiperko gul si d n d p t menimbulk n tromboemboli b ik


p d pembuluh d r h ven m upun rteri. Ke d n ini diseb bk n oleh f ktor-f kt
or : perub h n zymogen d n kof ktor d l m h l ini penignk t n f kto V.X.VII. Fib
rinogen d n f kto von Willebr nd. perub h n fungsi pl telet k ren hipo lbuminem
i, hiperlipodemi perub h n fungsi sel endoteli l k ren perub h n sirkul si li
pid Per n ob t kortikosteroid : y kni meningk tk n konsentr si Fc. VIII d n memp
erpendek Protrombin time d n PTT N mun d l m dosisi bes r kostikosteroid k n me
nignk tk n AT III d n menceg h greg si trombost. Diuretik k n menurunk n volue
m pl sm sehingg meninggik n ngk hem tokrit deng n demiki n viskosit s d r h
d n konsentr si fibrinogen k n meningk t.
3. Perub h n met bolisme lem k, k rbohidr t d n protein P d penderit SN terj d
i peningk t n tot l kolesterol, LDL d n VLDL set polipoprotein di d l m pl sm
sement r HDL d pt norm l t u turun khususny HDL 2. Hiperlipidemi ini berl n
gsung l m d n tid k terkontrol d p t mempercep t proses terosklerosis pembuluh
d r h koroner. Aort d n rteri ren lis. H l ini d p t menyeb bk n terj diny
peny kti j ntung eskemik t upun trombosis rteri Ren lis. Tid k sepeti p d lem
k, peneliti n mengen i perub h n met bolisme k rbohidr t belum komprehensif. N
mun tel h diket hui p d h ti y ng mensintesis protein lebih bes r k n meningk
tk n ptikogenolisis, sel in itu did p tk n penignk t n mb ng vespin terh d p in
sulin d n glukos . H l ini d p t terj di hipo lbuminemi p d ke d n m lnutrisi
24

kronik. Sejuml h protein pl sm y ng penting p d tr nsport besi, hormon d n ob


t-ob t n, k ren molekulny k cil, deng n mud h kelu r mel lui urin, kehil ng n
z t-z t tersebut k n meng kib tk n h l-h l seb g i berikut : Tr nsferin ion y n
g menurun menyeb bk n nemi Penurun n serulopl smin belum dil pork n kib t kli
nisny Berkur ngny lbumin pengik t seng d n besi menyeb bk n hipogensi d n pe
nurun n sel-sel imunit s. Berhubung n protein pengik t vit min D k n mempeng ru
hi met bolisme k lsium sehingg terj di osteom l si d n hiper p r tiroid. Berku
r ngny protein pengik t kostisol menyeb bk n dibutuhk nn y dosis lebih bes r te
rh d p kortikosteroid. Kehil ng n sejuml h bes r protein ini k n menyeb bk n pe
nderit j tuh d l m ke d n m lnutrisi. K ren itu dil njutk n diet tinggi prote
in diberik n 2-3 5 gr m/kg/24 j m untuk mempert h nk n keseimb ng n nitrogen. Di
et rendh protein, meski d p t mengur ngi proteinuri d l m j ngk penek mempuny
i risiko kesimb ng n neg tif di m s mend t ng.
4. G g l Ginj l Akut (GGA) Komplik si ini mek nismeny belum jel s. N mun b
ditemuk n p d penderit SN deng n lesi minim l d n gromerulosklerosis fok
iperkir k n kib t hipovelemi d n penurun n perfusi ke ginj l. kib t d ri
d penderit SN cukup serius. 18% meningg l. 20% d pt bert h n t pi tid k
erb ik n fungsi ginj l d n memerluk n di lisis.
25

ny
l.
GG
d

k
d
p
p

III.8. PENATALAKSANAAN K sus SNP deng n KM p d pemeriks n histologisny d p t


sembuh deng n pengob t n prednison d l m w ktu sebul n t u d p t meningg l d l
m w ktu set hun. Seben rny k l u n k sembuh t u p bil peny kitny berl ngsu
ng progresif cep t d n meng kib tk n kem ti n tid k merup k n m s l h. N mun k
n menimbulk n m s l h psikologis p bil m nifest si klinis peny kitny hil ng t
imbul, k mbuh berul ng, disert i gej l edem , sites d n proteinuri . Di s mpin
g itu pemberi n ob t y ng l m d p t menimbulk n efek s mping seperti muk rembu
l n, obesit s, hipertensi, k t r k, osteoporosis, d n g nggu n pertumbuh n. Efek
s mping y ng p ling seirng dijump i d l h obesit s, h bitus, cushingoid, k t r
k, hipertensi, osteopororis, g nggu n pertumbuh n d n g nggu n psiko-emosi. Seb
etulny semu sistem di d l m tubuh d p t terken efek s mping ob t tersebut. B
ny k peneliti y ng mel pork n h sil y ng d p t menurunk n frekuensi deng n ob t
sitost tik , steroid j ngk l m deng n dosis rend h, t u pemberi n lev misol.
1. Kortikosteroid Pengob t n b ku kortikosteroid menurut ISKDC (1978) d l h pre
dnison t u prenisolon deng n dosis 60 mg/m2/h ri (2 mg/kgBB) seti p h ri sel m
4 minggu, dil njutk n den n 40 mg/m2/h ri sec r intermiten (3 h ri d l m 1 min
ggu) t u dosis ltern ting (sel ng seh ri) sel m 4 minggu. Studi kol bor tif J
erm n (1990) mel pork n b hw deng n memperp nj ng c r pemberi n seh ri seperti
y ng
26

dil pork n ISKDC did p tk n penurun n ngk rel ps 12 bul n setel h ob t dihenti
k n 36% k sus p d pemberi n 12 minggu dib ndingk n deng n 81% k sus deng n c r
pemberi n b ku ISKDC 8 minggu. Bil terj di k mbuh setel h pengob t n dihentik
n, m k pengob t n diul ng deng n c r buku ISKDC y itu dosis penuh ti p h ri s
mpel terj di remisi d n dil njutk n deng n 4 minggu dosis intermiten t u sel ng
seh ri. Menurut Ehrich dkk. deng n memperp nj ng pemberi n prednison tersebut d
ih r pk n k n mengur ngi terj diny k mbuh sering, t np men mb h risiko efek s
mping steroid. 2. Sitost tik Penggun n ob t sitost tik p d k sus SNP-KS d n
SNP-DS tel h dil pork n oleh beber p peneliti d n d p t memperp nj ng remisi,
b hk n p d beber p penderit menimbulk n remisi perm nen. Ap bil dib ndingk n
pengob t n sitost tik p d penderit SNP-DS deng n SNP-KS, h silny lebih b ik
p d k mbuh sering d rip d y ng dependen steroid.
Siklosfosf mid d n klor mbusil merup k n ob t y ng b ny k dip k i deng n efek y
ng h mpir s m . . Siklofosf mid Siklofosf mid diberik n deng n dosis 2-3 mg/kgB
B sel m 8 minggu dil pork n efektif d l m mengur ngi juml h k mbuh p d SNP-KS.
Sekit r 60% k sus y ng diberi siklofosf mid tet p remisi sel m 2 t hun setel h
ob t dihendik n d n 40% k sus tet p remisi sel m 5 t hun.
27

b. Klor mbusil Klorombusil mempuny i efek s m deng n siklofosf mid d l m memper


p nj ng m s remisi SNP-KS d n SNP-DS. Studi kol bor tif Jerm n mend ptk n remis
i 87% k sus sel m 30 bul n p d penderit k mbuh sering. Al t s dkk. d l m su t
u studi kontrol p d 20 k sus SNP-KS mel pork n p d kelompok y ng diberi klor m
busil (8 minggu) deng n prednison interminten sel m pengob t n 12 bul n h ny 1
2% k sus y ng meng l mi kek mbuh n, sed ngk n p d kelompok kontrol y ng diberi
pl sebo deng n prednison intermiten, 88% k sus meng l mi kek mbuh n. 3. Siklospo
rin A Siklosporin A (Si A) d l h su tu imunosupres n y ng b ny k digun k n p d
tr nspl nt si ginj l, merup k n ob t ltern tif l in di s mping steroid. SiA be
sif t mengh mb tr gener si d n ktiv l sel T sitotoksik. Akhir- khir ini SiA dic
ob p d SNP-KS d n resisten steroid. P d k sus SNP-KS d n SNP-DS. Tej ni dkk m
el pork n 11 d ri 13 k sus meng l mi remisi deng n pemberi n SiA sel m 8 minggu.
Ni udet dkk memberik n SiA 2-8 bul n, 80% dil pork n meng l mi remisi. N mun bi
l ob t dihentik n k n terj di kek mbuh n kemb li, sehingg dik t k n ob t ini
menimbulk n efek dependen SiA. P d k sus SNP-RS pemberi n SiA tid k memberi kn
h sil memu sk n. Dosis y ng dip k i d l h 5 mg/kgBB/h ri, disesu ik n deng n k
d r SiA d r h 200-400 /ml. Ob t ini d p t menimbulk n nefritis interstisi lis se
hingg p d pemberi n j ngk p nj ng perlu dil kuk n pem nt u n den n biopsi gin
j l. k ren ob t ini m h l h rg ny d n
28

h silny kur ng memu sk n, pem k i n ob t ini p d k sus SN belum d p t diterim


seb g i pengob t n ltern tif. Jik SiA k n dip k i seb ikny untuk k sus y ng
sud h tid k memp n deng n ob t sitost tik l inny .
4. Lev misol Lev misol d l h su tu nti hemintik y ng terny t mempuny i efek i
munologis menstimulo si sel T. sesu i deng n teori Sh lhoub p d sindrom nefroti
k ditemuk n d ny g nggu n fungsi sel T. khir- khir perh ti n p d lev misol m
uncul kemb li deng n w ktu pemberi n y ng lebih l m . Perhimpun n Nefrologi Pedi
tri Inggris mel kuk n uji klinis deng n kontrol p d k sus SNP-DS d n mel pork
n b hw lev misol d p t memperp nj ng m s remisi. Efek s mping y ng dil pork n
h ny sedikit d n seb g i n bes r penderit d l h SNP-KM. Dosis y ng dip k i d
l h 2-3 h ri (+ 4 bul n) p d 61 k sus SNP-DS. P d k sus y ng diberi lev misol
, 14 or ng n k tet p d l m remisi sed ngk n p d y ng tid k diberi lev misol h
ny 4 or ng n k y ng tet p remisi. Efek s mping y ng d p t ditemuk n d l h gej
l g strointestin l, mu l d n munt h, sert gr nulositosis y ng bersif t rever
sibel p bil ob t dihentik n. III.9. PROGNOSIS Prognosis sindrom nefrotik terg
ntung d ri beber p f ctor nt r l in umur, jenis kel min, penyulit p d s t
pengob t n d n kel in n histop tologi ginj l. prognosis p d umur mud lebih b i
k d rip d umur lebih tu , p d w nit lebih b ik d rip d l ki-l ki. M kin dini
terd p t penyulitny , bi s ny prognosisny lebih buruk. Kel in n minim l mempu
ny i respons ter hd p kortikosteroid lebih b ik dib ndingk n
29

deng n lesi d n mempuny i prognosis p ling buruk p d glomerulonefritis prolifer


tif. Seb b kem ti n p d sindrom nefrotik berhubung n deng n g g l ginj l kron
is disert i sindrom uremi , infeksi sekunder (mis lny pneumoni ).
30

BAB IV KESIMPULAN Tel h dibic r k n peny kit sindrom nefrotik y ng merup k n pe


ny kit ginj l y ng terb ny k. Umumny meneg kk n di gnosis diperluk n pemeriks
n klinis d n pemeriks n l bor torium terh d p sindrom nefrotik tersebut. Penye
b b y ng p ling sering dijump i d l h sindrom nefrotik primer. Kel in n minim
l memberik n respons y ng b ik terh d p pengob t n d n mempuny i prognosis b ik.
Untuk memperoleh h sil pengob t n y ng optimum perlu kerj s m nt r penderit
d n dokter y ng mengob tiny .
31

DAFTAR PUSTAKA
1. Purn w n Jun di, Atiek. S. Soem sto, Gusn Amelz. K pit Selekt Kedokter n,
Edisi Kedu , Penerbit Medi Aescull pius, FKUI, 1982. 2. Prof. DR. Dr. A. H lim
Mubin, SpPD, MSc, KPTI, Ilmu Peny kit D l m, Di gnosis d n Ter pi. p : 19 - 23 3
. M.W. H zn m, Ter pi St nd rd B gi n Ilmu Peny kit D l m, FKUP RSHS. 4. R ni, z
is A, Soegondo,sid rt w n, Uy in h Z,Ann . P ndu n Pel y n n Medik Perhimpun n D
okter Spesi lis Peny kit D l m Indonesi .edisi 3. J k rt : Dep rtemen Peny kit
D l m F kult s Kedokter n Universit s Indonesi . 5. Pers tu n Ahli Peny kit D l
m Indonesi . Buku Aj r Ilmu Peny kit D l m Jilid I. Edisi IV. J k rt : B l i Pe
nerbit FKUI.
i
32

Anda mungkin juga menyukai