Referat Sindrom Nefrotik
Referat Sindrom Nefrotik
Pembimbing : Dr. Hami Zulkifli Abbas Sp.PD, MH.Kes Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Dr. Sri Agustini K, Sp.PD Dr. Sunhadi
Disusun Oleh : Elsa Ana Purika 110.2005.079
UNIVERSITAS YARSI
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .........................................................
................ DAFTAR ISI ....................................................
.................................. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN ..................
......................................... ANATOMI DAN FISIOLOGI DINJAL .........
.................... II.1. Anatomi Ginjal ......................................
................ II.2. Fisiologi Dasar Ginjal ..................................
.......... BAB III. SINDROMA NEFROTIK ..........................................
...... III.1. Definisi .........................................................
......... III.2. Insidens ......................................................
.......... III.3. Etiologi .....................................................
............. III.4. Patofisiologi .............................................
............. III.5. Manifestasi Klinis ........................................
.......... III.6. Klasifikasi Histopatologis ...................................
... III.7. Komplikasi ..........................................................
.. III.8. Penatalaksanaan .................................................. III
.9. Prognosis .............................................................. BAB
IV. KESIMPULAN ...............................................................
DAFTAR PUSTAKA I ii 1 2 2 3 5 5 5 6 8 16 18 32 34 38 40
3
BAB I PENDAHULUAN Sindroma Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dar
i beberapa penyakit ginjal dan saluran kemih. Sindroma Nefrotik (SN) dapat terja
di secara primer dan sekunder, primer apabila tidak menyertai penyakit sistemik.
Sekunder apabila timbul sebagai bagian daripada penyakit Sistemik atau yang ber
hubungan dengan obat / Toksin. Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh pany
akit Glomerulus primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik
. Resiko penyakit jantung koroner atau Aterosklerosis pada penderita Sindroma Ne
frotik anak belum diketahui dengan jelas. Dalam laporan-laporan pemeriksaan post
mortem pada anak-anak dan dewasa yang menderia Sindroma Nefrotik Idiopatik terc
atat adanya Ateroma yang awal. Sampai pertengahan abad ke 20 Mordibitas SN pada
anak masih tinggi, yaitu melebihi 50% pasien-pasien ini dirawat untuk jangka wak
tu lama karena Edema Anasarka dengan disertai Uiserasi dan Interaksi kulit. Deng
an ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun 1940 dan dipakainya hormon
Adreno Kortikotropik (ACTH) dan Kortikosteroid pada tahun 1950, mortilitas penya
kit ini diperkirakan mencapai 67% yagn sering disebabkan oleh komplikasi Periton
itis dan Sepsis. Kematian menurun kembali mencapai 35% setelah obat penisilin mu
lai digunakan tahun 1946-1950. Pada awal 1950-an kematian menurun mencapai 20% s
etelah pemakaian ACTH atau Kortison. Diantara pasien SN yang selamat dari infeks
i sebelum Era Sulfonamid umumnya kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
4
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL II. 1. Anatomi Ginjal Ginjal terletak di dal
am ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilikus dan kisaran panjan
g serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bul
an sampai 12 cm atau lebih dari 150 g pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisa
n luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimalis dan distali
s dan dukturs koletivus, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung bagian-b
agian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) Henie, vasa rekita dan duktus koligens
terminal. Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis
utama yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya tidak lazim dij
umpai. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara korteks dan m
edula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri arkuata,
dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel otot yagn terspesialisasi dal
am dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus
(mukula densa) yang berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus jukstaglome
ruler yagn mengendalikan sekresi renin. Arteriole aferen membagi menjadi anyaman
kapiler glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole
eferen glomerulus dekat medula (glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari p
ada arteriole di korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rakta)
ke tubulus dan medula. Setiap ginjal mengandung sekitar satu juga neron (glomeru
lus dan tubulus terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada s
aat lahir, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian
5
hari. Karena tidak ada nefron baru yagn dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya
nefron secara progresif dapat menyebabkan insufisiensi ginjal. Anyaman kapiler g
lomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai mekanisme penyaringan ginjal. Ka
piler glomerulus dilapisi oleh endotelium yagn mempunyai sitoplasma sangat tipis
yagn berisi banyak lubang (fenestrasi). Membrana basalis glomerulus (BMG) membe
ntuk lapisan berkelanjutan antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi denga
n sel epitel pada sisi yang lain. Membran mempunyai 3 lapisan. (1) lamina densa
yang sentralnya padat-elektron, (2) lamina rara interna, yagn terletak di antara
lamina densa dan sel-sel endotelian ; dan (3) lamina rara eksterna, yang terlet
ak di antara lamina densa dan sel-sel epitel. Sel epitel viteviscera menutupi ka
piler dan menonjolkan tonjolan kaki sitplasma, yagn melekat pada lamina rara ekste
rnal. Di antara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. Mesangium (sel me
sangium dan matriks) teletak di antara kapiler-kapiler glomerulus pada sisi endo
tel membrana basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler. Mesangium dapa
t berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler glomerulus dan mungkin memain
kan peran dalam pengaturan aliran darah glomerulus, filtrasi dan pembangunan mak
romolekul (seperti kompleks imun) dari glomerulius, melalui fagositosis intrasel
uler atau dengna pengakutan melalui saluran interseluler ke daerah jukstagomerul
us. Kapsula Bowman, yagn mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basa
lis, yagn merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan tubu
lus proksimalis, dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan se
l-sel epitel viscera. III.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volumer dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikotnrol oleh filtrasi glomerulus, re
absorpasi dan sekresi tubulus.
6
BAB III SINDROM NEFROTIK III.1. DEFINISI Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit t
ersendiri, melainkan merupakan komplex gejala klinik yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut : edema umum (anasarka), ter
utama jelas pada muka dan jaringan periorbital. Proteinuria, termasuk albuminuri
a ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein plasma total kurang dari 6 g
ram per 100 ml dan fraksi albumin kurang dari 3 gram per 100 ml. Hiperlipidemi,
khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar cholest
erol plasma total lebih dari 300 miligram per 100 ml. Lipiduria ; dapat berupa l
emak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak (ovel fat bodies), torak lemak.
Kadang-kadang tidak semua gejala tersebut di atas ditemukan. Ada yagn berpendap
at bahwa proteinuria, terutama albuminuria yagn masif serta hipoalbuminemi sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik. III.2. INSIDENS Sindrom nefr
otik yang tidak meneyrtai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Pen
yakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu pen
yakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagai
besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). P
ada penelitian di jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukka
n KM.
8
Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anakanak den
gan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit
dasarnya adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan, alergen dan toksin, dll.
Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomeru
lus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama. III.
3. ETIOLOGI Sebab yang pasti belum diketahui ; akhir-akhir ini dianggap sebagai
satu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya pa
ra ahli membagi etiologinya menjadi : I. Sindrom nefrotik bawaan Dirurunkan seba
gai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhaap semua pe
ngobatan. Gejala adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa
neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderi
ta meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. II. Sindrom nefrotik sekund
er 1. Malaria kuartana atau parasit lain 2. Penyakit kolagen seperti lupus erite
matosus diseminata, purpura anafilaktoid. 3. Glomerulonefritis akut atau glomeru
lonefritis kronis, trombosisis vena renalis. 4. Bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa. 5. Ami
lodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif h
ipokomplementamik.
9
Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untu
k membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini di
anggap tidak efisien. Perubahan pada filter kapiler glomerulus Umumnya karakteri
stik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomeru
lus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua be
rat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif sepert
i albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negat
if juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua
-duanya. Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina
rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul mu
atan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan
hepartinase
mengakibatkan timbulnya albuminaria. Di samping itu sialoprotein glomerulus yait
u polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan seba
gai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel
dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat mole
kul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung asam sialat dite
mukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada
SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid y
ang menyebabkan hilangnya proteinuria.
12
bentuk titik lem k ov l d n m lt se cross. Titik lem k itu merup k n tetes n lip
id di d l m sel tubulus y ng berdegener si. M ltese cross tersebut d l h ester
kolesterol y ng berbentuk bul t deng n p l ng di teng h pbil dilih t deng n c
h y pol ris l. Edem Keter ng n klinik pembentuk n edem p d sidnrom nefrotik
sud h di ngg p jel s d n sec r fisiologik memu sk n, n mun beber p d t menunj
ukk n b hw mek nisme hipotesis ini tid k memberik n penjel s n y ng lengk p. Te
ori kl sik mengen i pembentuk n edem ini (underfilled theory) d l h menurunny
tek n n onkotik intr v skul r y ng menyeb bk n meningk tny c ir n merembes k p
iler keru ng interstisi l. lbumin Deng n kelu r perme liblit s glomerulus,
menimbulk n lbuminuri d n hipo lbuminemi . Hipo lbuminemi menyeb bk n menurun
y tek n n onkitik koloid pl sm intr v skul r. Ke d n ini menyeb bk n meningk
tny c ir n tr nsud t melew ti dinding k piler d ri ru gn intr v skul r ke ru ng
intersti l y ng menyeb bk n terbentukny edem .
15
Kel in n glomerulus Albuminuri Hipo lbuminemi Tek n n onkotik hidorp tik koloi
d pl sm Volume pl sm Retensi N ren l sekunder Edem Terbentukny edem
t teori underfilled Seb g i kib t pergeser n c ir n volume pl sm tot l d n vol
ume d r h rteri d l m pered r n menurun dib nding deng n volume sirkul si efekt
if. Menurunny volume pl sm t u volume sirkul si efektif merup k n stimul si t
imbulny retensi ir d n n trium ren l. Retensi n trium d n ir ini timbul seb g
i us h b d n untuk menj g volume d n tek n n intr v skul r g r tet p norm l
d n d p t di ngg p seb g i peristiw kompens si sekunder. Retensi c ir n, y ng s
ec r terusmenerus menj g volume pl sm , sel njutny k n mengencerk n protein
pl sm d n deng n demiki n menurunk n tek n n onkotik pl sm d n khirny memper
cep t ger k c ir n m suk ke ru ng interstisi l. Ke d n ini jel s memperber t ed
em s mp i terd p t keseimb ng n hingg edem st bil.
16
menuru
MORFOLOGI KELAINAN GLOMERULUS PRIMER A. Peny kitkel in n minim l (KM) ISKDC (197
8) m l pork n p d peneliti nny di nt r 521 p sien SN, 76,4% menderit KM. P d
peneliti n di J k rt (Wil Eiry , 1992) di nt r 364 p sien y ng dibiopsi 44,
2% menunjukk n Km. B. Glomerulosklerosis fok l segment l (GSFS) Peny kit glomeru
lus fok l merup k n su tu proses peny kit y ng mengen i h ny beber p glomerulu
s, sed ng y ng l inny t mp k norm l. Peny kit glomerul r segment l meny t k n b
eber p lobus gloemrulus terken , sed ngk n y ng l in m sih norm l. Kel in n ini
d p t dijump i p d beber p kel in n glomerulus t u b hk n p d kel in n tubu
lo interstisi l. N mun kel in n ini ditemuk n tersendiri p d p sien deng n SN.
Ap k h kel in n ini merup k n peny kit tersendiri t u su tu progresivit s peny
kit KM belum d p t dip stik n. Kemungkin n i l h b hw kedu ny d p t terj di ke
d n klinis y ng berbed . C. Glomerulunefritis prolifer tif mes ngi l (GNPM) Se
c r histologis kel in n ini menunjukk n pembes r n mer t d n pert mb h n selul
rit s did er h mes ngi l y ng meng ndung m sing-m sing 4 sel. Dib w h mikroskop
c h y tid k mungkin untuk menet pk n d ny pert mb h n selul rit s seb g i k
ib t prolifer si monosit t u prolifer si sel me ngi l glomerulus t u kedu ny .
Dieprluk n pemul s n khusus untuk membed k n terd p t did l m monosit. hipersel
ul rit s ini y itu deng n ester se monospesifik t u enzim lisosom l l inny y n
g
22
D.
Glomerulonefritis membr noprolifer tif (GNMP) Diken l 3 subtipe p d kel in n in
i y itu tipe I y ng merup k n tipe kl sik d n tipe III y ng er t hubung nny , h
ny berbed p d let k deposit imunny . Sed ng tipe II, t u peny kit deposit p
d t (denso-deposit dise se) w lpun klinis h mpir serup , n mun menunjukk n kel
in nmorfologis d n imunologis y ng s ng t berbed , sehingg su tu peny kit y ng
berbed .
E.
Glomerulop ti Membr nos (GM) Kel in n ini untuk pert m k li dil pork n oleh Bi
ll d l m t hun 1950. Dibed k n 2 jenis bentuk klinik y itu y ng didiop tik d n s
ekudner. Peny kit GM dit nd i deng n kel in n dinding k piler glomerulus y ng pr
ogresif d n kompleks. Berd s rk n ME, kel in n ini terdiri t s deposit p d t el
ectron d n spikes y ng t mp k menonjol d ir membr n b s l. Deposit ini homogen,
berdek t n d n dipis hk n oleh sikes.
III.7. KOMPLIKASI Komplik si y ng timbul p d penderit SN terg ngung f ktor-f kt
or seb g i 1. Infeksi Infeksi terj di k ren terj diny penurun n mek nisme pert
h n n tubuh y itu g m globulin serum, penurun n konsetnr si IgG, bnorm lit s
komplemen, penurun n konsentr si tr nsferin d n seng, sert pungsi lekosit y ng
berkur ng. Infeksi y ng serign terj di berup pertonitis primer, selulit s infek
si s lur n kemih, bronkpneumoni d n infeksi virus. 2. Tromboemboli d n g nggu n
ko gul si berikut : histop tologi ren l, l m ny s kit, umur d n jenis kel min
penderit .
23
ny
l.
GG
d
k
d
p
p
dil pork n ISKDC did p tk n penurun n ngk rel ps 12 bul n setel h ob t dihenti
k n 36% k sus p d pemberi n 12 minggu dib ndingk n deng n 81% k sus deng n c r
pemberi n b ku ISKDC 8 minggu. Bil terj di k mbuh setel h pengob t n dihentik
n, m k pengob t n diul ng deng n c r buku ISKDC y itu dosis penuh ti p h ri s
mpel terj di remisi d n dil njutk n deng n 4 minggu dosis intermiten t u sel ng
seh ri. Menurut Ehrich dkk. deng n memperp nj ng pemberi n prednison tersebut d
ih r pk n k n mengur ngi terj diny k mbuh sering, t np men mb h risiko efek s
mping steroid. 2. Sitost tik Penggun n ob t sitost tik p d k sus SNP-KS d n
SNP-DS tel h dil pork n oleh beber p peneliti d n d p t memperp nj ng remisi,
b hk n p d beber p penderit menimbulk n remisi perm nen. Ap bil dib ndingk n
pengob t n sitost tik p d penderit SNP-DS deng n SNP-KS, h silny lebih b ik
p d k mbuh sering d rip d y ng dependen steroid.
Siklosfosf mid d n klor mbusil merup k n ob t y ng b ny k dip k i deng n efek y
ng h mpir s m . . Siklofosf mid Siklofosf mid diberik n deng n dosis 2-3 mg/kgB
B sel m 8 minggu dil pork n efektif d l m mengur ngi juml h k mbuh p d SNP-KS.
Sekit r 60% k sus y ng diberi siklofosf mid tet p remisi sel m 2 t hun setel h
ob t dihendik n d n 40% k sus tet p remisi sel m 5 t hun.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Purn w n Jun di, Atiek. S. Soem sto, Gusn Amelz. K pit Selekt Kedokter n,
Edisi Kedu , Penerbit Medi Aescull pius, FKUI, 1982. 2. Prof. DR. Dr. A. H lim
Mubin, SpPD, MSc, KPTI, Ilmu Peny kit D l m, Di gnosis d n Ter pi. p : 19 - 23 3
. M.W. H zn m, Ter pi St nd rd B gi n Ilmu Peny kit D l m, FKUP RSHS. 4. R ni, z
is A, Soegondo,sid rt w n, Uy in h Z,Ann . P ndu n Pel y n n Medik Perhimpun n D
okter Spesi lis Peny kit D l m Indonesi .edisi 3. J k rt : Dep rtemen Peny kit
D l m F kult s Kedokter n Universit s Indonesi . 5. Pers tu n Ahli Peny kit D l
m Indonesi . Buku Aj r Ilmu Peny kit D l m Jilid I. Edisi IV. J k rt : B l i Pe
nerbit FKUI.
i
32