Anda di halaman 1dari 5

ROLE CONFLICT AND ROLE AMBIGUITY ON LOCAL GOVERNMENT

INTERNAL AUDITORS: THE DETERMINANT AND IMPACTS


1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Reformasi birokrasi di tingkat pemerintah daerah di Indonesia yang dilembagakan di
tahun 2012 telah merubah auditor internal pemerintah daerah menjadi bagian penting dari
sistem pemerintahan. Peran auditor internal pemerintah daerah telah diperluas tidak hanya
mencakup wilayah pengawasan audit, tetapi juga bidang-anti-korupsi terkait dan kegiatan
konsultasi. Perubahan mendasar tersebut dapat berpotensi menimbulkan konflik peran dan
peran ambiguitas antara auditor internal.
Peran auditor pemerintah daerah dalam hal peran pengawasan audit dan konsultasi
dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur (Permenpan) Keputusan
Nomor PER / 05 / M.PAN / 03/2008, Permenpan-RB Keputusan No. 19/2009, dan Standar
Audit Internal Pemerintah Indonesia. Peraturan dan standar ini menjelaskan bahwa kegiatan
utama auditor internal pemerintah daerah adalah untuk melakukan audit, meninjau,
pemantauan, mengevaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya seperti sebagai penyebaran
informasi, bantuan, dan konsultasi. Peran pengawasan audit oleh auditor internal pemerintah
daerah terdiri dari penyediaan kegiatan jaminan yang meliputi audit, review, monitoring, dan
evaluasi (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014). Peran konsultasi dilakukan
oleh auditor internal pemerintah daerah adalah kegiatan memberikan masukan dan
rekomendasi yang dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas tata pelaksanaan tugas
dan fungsi dari lembaga pemerintah daerah yang meliputi sosialisasi, bantuan, dan konsultasi
(Asosiasi akuntan menginternir Pemerintah Indonesia, 2014).
Pengawasan audit dan konsultasi adalah dua peran auditor internal pemerintah daerah
yang berbeda. Hubungan antara auditor internal pemerintah lokal dan instansi pemerintah
lokal untuk pengawasan Audit adalah hubungan antara auditor dan auditee yang
membutuhkan kemerdekaan (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia, 2014).
Permenpan Keputusan No. PER / 05 / M.PAN / 03/2008 menyatakan bahwa auditor internal
pemerintah daerah harus mandiri dalam segala hal yang berhubungan dengan audit.
Kedekatan emosional antara auditor internal pemerintah daerah dengan manajemen instansi
pemerintah lokal yang diciptakan melalui kegiatan konsultasi akan membuat auditor lebih
enggan untuk melakukan audit yang ketat karena mereka akan cenderung lebih toleran

terhadap manajemen selama pemeriksaan audit. Keengganan dan sikap toleran auditor
mengenai manajemen membuat sulit bagi auditor untuk bertindak independen saat
melaksanakan audit.

1.2 PERMASALAHAN
1. Apakah formalisasi berhubungan dengan konflik peran dan ambiguitas peran auditor
internal di lembaga pemerintahan lokal ?
2. Apakah ketidakjelasan peran auditor internal pemerintah lokal memiliki dampak pada
komitmen untuk kebebasan audit ?
3. Apakah konflik peran memiliki dampak pada kinerja pekerjaan auditor internal
pemerintah lokal ?
4. Apakah ambiguitas peran memiliki dampak pada prestasi kerja auditor internal
pemerintah lokal ?
1.3 MOTIVASI
Mencoba untuk mencari tahu apakah hasil penelitian sebelumnya pada faktor-faktor
penentu dan dampak dari konflik peran dan ambiguitas peran di auditor internal di sektor
swasta dapat di generalisasikan dalam berbagai jenis organisasi. Upaya penelitian ini juga
untuk memeriksa sejauh mana formalisasi menentukan konflik peran dan ambiguitas peran.
Lebih lanjut lagi untuk menguji dampak dari konflik peran dan peran ambiguitas pada
komitmen untuk kemerdekaan dan kinerja pekerjaan.
1.4 TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris penentu dan
konsekuensi dari konflik peran dan ambiguitas peran antara auditor internal pemerintah
daerah. Lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk menguji sejauh mana formalisasi
menentukan konflik peran dan ambiguitas peran. Lebih lanjut,untuk menguji dampak dari
peran konflik dan ambiguitas peran pada komitmen untuk kemerdekaan dan prestasi kerja.
1.5 KONTRIBUSI RISET
Kontribusi dari penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai bukti validitas
eksternal penting pada fenomena yang terkait dengan konflik peran dan peran ambiguitas
yang terjadi di sektor publik, terutama di kalangan auditor internal di lembaga pemerintah
lokal. Fenomena peran konflik dan ketidakjelasan peran perlu diperiksa mengenai auditor
internal pemerintah daerah karena sebagian besar penelitian sebelumnya tentang penentu dan

dampak dari konflik peran dan ambiguitas peran lebih terfokus pada auditor internal di sektor
swasta dan belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti topik ini dalam hal auditor
internal di tingkat lembaga pemerintah lokal.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS


PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN
PEDESAAN KOTA PALANGKA RAYA
1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Provinsi Kalimantan Tengah pada saat ini sedang aktif mengembangkan setiap
sumber pendanaan untuk perkembangan provinsinya. Provinsi yang berkembang tentu
membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum untuk
kemajuan provinsi. Sumber pendanaan suatu provinsi dapat berasal dari kontribusi pajak
daerah serta Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan. PBBP2 masih menjadi
pajak pusat sampai dengan 31 Desember 2013 atau sampai ada ketentuan peraturan daerah
tentang PBB-P2 di daerah masing-masing. Untuk Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya Kota
Palangka Raya, PBB-P2 menjadi Pajak Daerah mulai tanggal 1 Januari 2014. Masuknya
PBB-P2 sebagai pajak daerah diatur dalam otonomi daerah Kota Palangka Raya. Definisi
otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. PPB-P2 yang termasuk dalam
otonomi daerah Kota Palangka Raya diatur dalam peraturan daerah Kota Palangka Raya
dalam Perda No 10 Tahun 2013. Menurut peraturan daerah, wajib pajak PBB-P2 adalah orang
atau pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan.
Dimulai awal tahun 2014 Dinas Pendapatan Daerah Kota Palangka Raya dipercaya
untuk mengelola PBB-P2 secara mandiri. Berdasarkan data laporan realisasi penerimaan
pendapatan daerah Kota Palangka Raya tahun 2014, dalam jangka waktu satu tahun
pendapatan PBB-P2 adalah sebesar Rp 9,355,049,838 dimana perencanaan PBB-P2 tahun
2014 adalah sebesar Rp 13,000,000,000. Hasil pendapatan PBB-P2 tahun 2014 dibandingkan
dengan perencanaan PBB-P2 tahun 2014 menghasilkan nilai efektifitas sebesar 71,96%.
Faktor-faktor yang digunakan untuk mengetahui pengaruh terhadap efektifitas penerimaan
PBB-P2 akan dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal
terdiri dari: penagihan PBB-P2, sanksi, peraturan, sarana dan prasarana, kualitas pelayanan,
kerjasama dengan pihan ketiga, E-system, dan sosialisasi. Faktor internal mencakup:
kesadaran, kepatuhan, pemahaman wajib pajak, kepercayaan kepada pemerintah, religiusitas,
dan presepsi wajib pajak atas manfaat pajak.

1.2 PERMASALAHAN
1. faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektifitas pemungutan
PBB-P2 di Kota Palangka Raya?
1.3 MOTIVASI
Motivasi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat efektifitas pemungutan PBBP2 di Kota
Palangka Raya.
1.4 TUJUAN
Tujuan yang penelitian ini adalah untuk mereduksi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat efektifitas pemungutan PBB P2 di Kota
Palangka Raya.
1.5 KONTRIBUSI RISET
Agar dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kemampuan
organisasi pengelola pajak dalam hal ini pemerintah daerah Kota Palangka
Raya dalam administrasi pajak dan pelayanan kepada wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai