Anda di halaman 1dari 16

Oleh. Syafaat, M.

Ag
Belajar dan menghafal al-Quran selama ini identik dengan aktifitas para santri yang sedang bergelut
dengan pelajaran ilmu-ilmu keislaman di pondok pesantren, sementara para pelajar dan mahasiswa lebih
sering dikaitkan dengan aktifitas belajar ilmu-ilmu umum dan teknologi modern. Mungkin terbilang langka
mahasiswa hafal al-Quran ataupun dosen hafal al-Quran.
Padahal kalau mau berkaca pada sejarah ilmuan-ilmuan muslim yang fenomenal dalam bidang filsafat
dan sains pada abad pertengahan Islam, kita pasti akan mendapatkan segudang contoh orang-orang
yang mumpuni di bidangnya, dan mereka rata-rata hafal dan menguasai al-Quran. Ibnu Rusyd, Ibnu Sina,
al-Ghazali, Ar-Razi dll, mereka adalah sosok ilmuan yang komplit, rumus-rumus fisika, kimia, astronomi
dikuasai, tafsir, hadis, fiqh juga dipahami secara mendalam.
Apa rahasianya? Ternyata memang saat itu ada tradisi yang kuat bahwa hafal dan faham al-Quran itu
merupakan harga mati (tidak boleh ditawar) sebelum mereka beranjak untuk mempelajari ilmu-ilmu
lainnya. Hal ini tercermin dalam tulisan Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu:
:
:




Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran,
karena ia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadis dan fiqh
kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Imam Nawawi, Al Majmu,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet.
Pertama, Juz : I, hal : 66
Dan menurut pengamatan penulis, sejumlah mahasiswa yang menghafal al-Quran ataupun yang telah
hafal, memiliki tingkat kecerdasan dan kreatifitas lebih dibanding lainnya. Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, dalam acara wisuda 2008
pernah menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir peraih predikat mahasiswa terbaik selalu
diraih oleh mahasiswa yang hafal al-Quran. Hal yang sama juga dibuktikan oleh keluarga Bapak
Mutammimul Ula. Kesepuluh putra putrinya yang sedang menghafal al-Quran itu rata-rata menjadi pelajar
dan mahasiswa terbaik di sekolah mereka masing-masing.
Oleh karena itu tidak heran bila ada testimoni yang mengejutkan dari Dr. Abdul Daim al-Kaheel dari
Kuwait. Beliau menulis dalam Artikel yang berjudul: Asrar al-Ilaj bi istima ila al-Quran dalam situs
pribadinya: www.kaheel7.com, sebagai berikut:









Bisa saya informasikan pada para pembaca yang terhormat bahwa mendengarkan ayat al-Quran secara

kontinyu akan menambah kemampuan berinovasi, sebagaimana yang terjadi pada diri saya. Sebelum
hafal al-Quran, saya masih ingat, saya kesulitan menulis satu kalimat dengan baik dan benar, sementara
sekarang saya mampu menulis karya ilmiah hanya dalam kurun waktu satu sampai dua hari saja.
Untuk itu, kehadiran artikel ini dirasa penting untuk memotivasi dan mengarahkan mahasiwa yang belum
atau sedang menghafalkan al-Quran agar mereka bergairah untuk menghafal dan harapannya, mereka
kelak menjadi generasi Islam yang unggul dan mumpuni, sebagai reinkarnasi dari Al-Ghazali, Ar-Razi,
Ibnu Miskawaih dll. Salah satu tahapan utama dan pertama adalah menjadikan para mahasiswa muslim
mau

menghafal

dan

memahami

al-Quran.

Berikut ini motivasi dan alasan-alasan ringan, realistis, praktis, tentang mengapa al-Quran itu penting
untuk dihafal oleh mahasiswa.
1. Otak, semangat, dan kesempatan Anda sekarang berada di masa keemasan

Kalau Anda seorang mahasiswa, pasti usia Anda masih dalam kisaran 18-24 tahun. Usia tersebut masuk
dalam kategori usia subur dan produktif (golden age) dalam mencari ilmu, termasuk menghafal. Terkait ini
dengan usia ini, Syekh Alwi al-Haddad dalam bukunya Sabilul Iddikar (matan kitab An-Nashoih addiniyyah) mengatakan:





Ketika usia remaja menginjak 20 tahun dan tidak memiliki kebanggaan, maka tidak akan muncul
kebanggaan

lagi

Ketika engkau tidak mampu menguasai masa remaja, maka engkau tidak bisa menguasainya setelah itu
selama

hidupnya.

Dengan kata lain, hari ini bagi seorang remaja adalah miniatur kesuksesan di masa yang akan datang.
Bila hari ini dalam diri seorang remaja telah tumbuh benih-benih kompetensi, integritas, kepemimpinan,
etos kerja tinggi, kemungkinan besar 10 tahun atau 15 tahun yang akan datang, sudah menjadi orang
sukses sesuai dengan yang dia kerjakan sekarang.
2. Bersyukurlah, tidak banyak orang yang bisa baca al-Quran

Mensyukuri anugerah Allah adalah sebuah keniscayaan manusia sebagai hamba Allah. Allah
memberikan anugerah kepada hambanya sesuai takaran takdir yang dibarengi dengan ikhtiar maksimal.
Oleh karenanya, kadar karunia yang Allah berikan kepada hambanya berbeda-beda satu sama lain. Allah
berfirman (QS. An-Nahl:71):





Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki,
Rizki itu bisa berupa harta, anak, kesehatan, ilmu dan persaudaraan. Kalau anda hari ini kemampuan
membaca ayat-ayat al-Quran dengan baik, syukuri itu sebagai bagian dari rizki Allah. Tidak banyak orang
yang

bisa

membaca

al-Quran,

hanya

orang

pilihanlah

yang

diberi

kemampuan

itu.

Nabi

bersabda:

Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka dia memeiliki pemahaman dalam agama
Pengalaman saya (penulis) mengajar matakuliah PAI (pendidikan Agama Islam) di beberapa kampus di
kota Malang, rata-rata 80% dari mereka belum bisa baca al-Quran padahal usia mereka berkisar 18-20
tahun. Belum lagi kemampuan baca al-Quran masyarakat umum non mahasiswa, tentu lebih banyak lagi.
Jika kita tergolong orang yang bisa baca al-Quran, maka bersyukurlah dengan cara yang lebih produktif.
Adakalanya dengan memperbanyak bacaan al-Quran, meningkatkan pemahaman kandungannya atau
meneruskannya ke jenjang tahfidz (menghafalkan).
Mungkin tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila kemampuan baca al-Quran yang dimiliki itu tidak
diamalkan secara istiqamah. Sebagaimana pisau, ia tidak akan berarti apa-apa bila tidak digunakan
untuk keperluan memotong. Allah memberikan ilmu hakikatnya bukanlah sebagai tujuan (goal) tapi
semata alat (medium) untuk sampai pada tujuan. Sedang tujuan akhirnya adalah pengamalan serta
pengajaran al-Quran itu sendiri.
3. Betapa banyak orang yang merindukan untuk menjadi penghafal al-Quran

Saya banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Islam, akademisi yang ada di kota Malang. Mereka
sekarang sudah jadi orang hebat, dihormati, memiliki penghasilan tinggi. Di antara mereka ada yang
bercerita pada saya: mas, saya sampai sekarang ini masih mendambakan untuk bisa hafal Al-Quran,
tapi pada usia setua ini apa masih bisa? Bahkan, salah seorang dosen saya di S3 UIN Maliki Malang,
dengan usia di atas 50 tahun, mengatakan: saya sekarang menghafalkan al-Quran, berapapun
dapatnya tidak masalah, sebab Allah menghargai proses bukan hasil. Cita-cita saya sebelum
meninnggal, kalau bisa semua ayat al-Quran sudah pernah dihafal agar memori otak yang Allah ciptakan
ini pernah terisi dengan file-file al-Quran. Bukankah otak atau hati yang berisi al-Quran tidak akan
disiksa oleh Allah? Sebagaimana sabda Rasulullah:


( )
:
Bacalah al-Quran, jangan sekali engkau tertipu dengan mushaf yang tergantung ini, karena Allah tidak
akan menyiksa hati yang berisi al-Quran (HR. Ad-Darimi)
Demikian juga salah seorang pembantu rektor di Universitas Negeri Malang, secara implisit bertanya hal
yang hampir sama pada saya, yaitu tentang tata cara menghafal dan menjaga al-Quran di usia dewasa.
Dua tahun yang lalu, saya mengikuti acara khataman di rumah P. Asrukin (pegawai Perpustakaan UM), di
sana bertemu orang sepuh dari Kepanjen Malang yang sedang menghafal al-Quran sejak usia 55
tahun, waktu itu baru bisa menghafal 25 juz. Di Pesantren Darul Quran Singosari Malang, juga pernah
kedatangan santriwati berusia 50-an tahun dari daerah Tanggul kota Jember. Teman saya, seorang ibu
dua anak masih menyempatkan diri setoran hafalan al-Quran seminggu sekali di Pesantren Nurul Ulum
Kebonagung Malang. Mungkin mereka yang merindukan menjadi penghafal al-Quran tersebut sudah
pernah mencoba tapi gagal, atau mungkin karena kesibukannya tidak sempat menghafal. Jadi, kalau hari
ini Anda menghafal, berarti Anda telah melakukan sesuatu yang banyak dirindukan orang lain. Kalau
mereka baru bermimpi, Anda sudah melakukannya, berbahagialah!
4. Tidak banyak orang yang punya niat dan mulai menghafal

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kemampuan baca al-Quran yang sudah ada selama ini
seharusnya ditingkatkan, sebagai ungkapan rasa syukur pada Allah. Demikian juga, bila kita hari ini
sudah punya niat untuk menghafal dan sudah mulai menghafal, maka bersyukurlah, sebab tidak banyak
orang yang mendeklarasikan diri untuk berkomitmen menghafal (nawaitu) dan mulai melakukannya.
Rasa syukur itu semestinya dimanifestasikan secara konkrit dalam bentuk upaya maksimal meneruskan
hafalan itu hingga paripurna (tuntas). Ibarat biji tanaman, setelah ditancapkan ke dalam tanah, ia harus
kontinyu disiram dan dipupuk sampai tumbuh dan berkembang subur lalu berbuah.
5. Tidakkah kita malu dengan anak balita yang hafal al-Quran

Belum lama ini di situs Youtube terpampang seorang anak balita brilian yang membaca al-Quran bil
ghaib. Dialah Abdurrahman Farih dari Al-Jazair (yang saat direkam baru berusia tiga tahun). Siapakah
orang tua yang tidak bangga memiliki anak sesholih dan secerdas dia. Di Indonesia, orang tua yang
anaknya terjaring dalam DACIL (Audisi Dai Cilik) saja bangganya bukan kepalang. Hal yang perlu
menjadi catatan kita, dalam usia semuda itu si Farih telah memulai dan melaksanakan hafalan hingga
tuntas.

Bagaimana dengan Anda? Sudah berapa usia Anda? Bila hari ini usia Anda sudah di atas 18 tahun dan
belum nawaitu untuk menghafal atau belum tuntas dalam menghafal, patutlah Farih menjadi cambuk,
agar anda merasa malu dan tergerak untuk memulai. Kapan lagi memulai, jangan pernah menunda
sebuah niat suci. Motivasi tidak ada jaminan datang dua kali. Bisa jadi, niat yang pelaksanaannya
tertunda akan menguap dan sirna selamanya.
Jangan putus asa bila di usia sekarang Anda belum sukses, masih ada beberapa tahun menuju usia 23
tahun dimana sepanjang itu al-Quran lengkap diturunkan. Atau mungkin usia Anda sudah di atas 30
tahun, jangan putus asa untuk menghafal sebab Rasulullah mulai menerima wahyu dan menghafal baru
di usia 40 tahun. Kalau usia anda di usia 55 tahun belum selesai menghafal, jangan putus ada karena
Rasulullah tuntas menerima wahyu di usia 61 tahun.
6. Tidak inginkah kita membahagiakan orang yang selama ini rela menderita untuk kita

Setiap kali terlahir anak manusia, pasti di sana ada orang yang ikut bersuka cita menyambut kehadiran
sang bayi. Siang malam tercurah kasih sayangnya. Dialah ayah dan ibu kita. Sang anak tumbuh menjadi
besar lalu menjadi remaja, tak pernah lepas dari belaian kasih sayang orang tua terutama ibu. Mereka
rela menderita demi kebahagiaan sang anak. Keringat dan air mata menghiasi keikhlasan mereka dalam
mendidik dan membesarkan putra putrinya.
Mahasiswa yang sedang studi jauh dari orang tua, terkadang tidak banyak tahu tentang penderitaan
orang tua di rumah, bagaimana mereka membanting tulang, berhutang rupiah kesana kemari demi
kelangsungan studi putra putrinya yang berada di perantauan, nun jauh di sana. Si anak sering tidak
diberitahu tentang suka duka orangtua yang di rumah, agar tidak tak terganggu konsentrasi mereka.
Namun, si anak mesti merasakan dan peka akan suka duka orang tua tersebut. Harapannya, dari sana
akan muncul empati serta simpati dari anak, untuk kemudian berupaya untuk memberikan balas budi
kepada orang tua kelak di kemudian hari.
Dengan menghafal al-Quran, kita ingin memanjakan orang tua supaya mereka bisa bangga dan terhibur.
Rata-rata orang tua sudah merasa senang manakala anaknya berprestasi dan berperilaku baik,
tawaddu, dibanding semata-mata pamer kekayaan. Paling tidak, dalam bayangan orang tua, ketika
mendengar anaknya hafal al-Quran, kelak pahala baca al-Quran dari anak tak kan pernah putus dan
akan

senantiasa

menerangi

kubur

mereka

dengan

cahaya

al-Quran.

Rasulullah bersabda:

-

( )

Barang siapa yang membaca al-Quran dan mengamalkan isinya maka pada hari kiamat kedua orang
tuanya akan diberi mahkota yang cahayanya lebih indah daripada sinar matahari di dunia.
7. Begitu indahnya, jika kubur orang tua kita selalu bersinar lantaran al-Quran yang selalu kita
baca

Sebagai orang beriman, kita meyakini akan adanya siksa kubur dan akherat. Juga kita meyakini bahwa
al-Quran yang kita baca pasti akan sampai pada orang yang telah meninggal. Cepat atau lambat orang
tua kita pasti berpulang ke hadirat ilahi rabbi. Alangkah indahnya, jika kubur orang tua kita yang sempit
dan gelap, bertaburkan cahaya al-Quran. Orang yang hafal al-Quran secara umum memiliki intensitas
bacaan yang lebih tinggi dibanding dengan yang tidak, sehingga peluang untuk mendoakan dan
mengirimkan pahala pada orang tua, lebih terbuka. Abu Jafar meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra.
Bahwa orang mukmin itu apabila diletakkan di dalam kuburnya maka kuburnya itu dilapangkan 70 hasta,
ditaburi harum-haruman dan ditutup dengan kain sutera. Apabila ia hafal sebagian dari Al-Quran maka
apa yang dihafalnya itu menerangi seluruh kuburnya, dan apabila ia tidak hafal, maka ia dibuatkan
cahaya seperti matahari di dalam kuburnya. Ia bagaikan pengantin baru yang tidur dan tidak dibangunkan
kecuali oleh isteri yang sangat dicintainya. Kemudian ia bangun dari tidurnya seakan-akan ia belum puas
dari tidurnya itu.
8. Betapa inginnya kita mendapatkan pendamping yang lidahnya selalu basah dengan al-Quran

Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah berkata:



Perlakukan
orang lain
dengan sesuatu
yang kau ingin
diperlakukan
seperti itu.
Bila kau ingin dapat hadiah, seringlah memberi hadiah pada orang lain. Sebaliknya bila kau ingin disakiti
oleh orang lain, sakiti dia. Ungkapan tersebut senada dengan hadis nabi:
( )
Lakukan pada orang lain sesuatu yang dia suka diperlakukan seperti itu.
Kecenderungan

banyak

orang,

mereka

ingin

memperoleh

pasangan

hidup

yang

sempurna

(cantik/tampan, pandai, setia, kaya dsb). Sementara, tidak banyak yang memperindah dirinya dengan
sifat-sifat sempurna semacam itu. Termasuk hal yang diidamkan oleh mayoritas muslim/muslimah adalah
memiliki istri atau suami yang mahir atau hafal al-Quran. Begitu indah rasanya, apabila dalam keluarga
yang dimotori oleh suami atau istri, ada gema lantunan ayat suci al-Quran yang tak pernah putus.

Dengan demikian, suasana rumah akan terasa sejuk penuh aura kedamaian dan bertebarkan cahaya
qurani.
Rumah sebagai sebuah lembaga informal untuk mendidik putra putri yang salih shalihah dan akan
sukses, manakala anak-anak meneladani hal-hal baik yang dilakukan orangtuanya. Dari sini, banyak
contoh yang bisa dipaparkan. Keluarga alm. KH. Amir Singosari Malang, enam anaknya hafal al-Quran,
kel.

Drs.

Mutammimul

Ula

di

Bekasi,

10

anaknya

hafal

al-Quran

dll.

Hanya saja, sebaiknya ketergantungan kita dengan orang lain dihilangkan. Daripada mengharap
pasangan kita yang ideal, lebih baik mengidealkan diri kita sendiri. Daripada bermimpi mendapatkan
jodoh penghafal al-Quran yang susah terrealisasi, lebih baik kita sendiri menjadi penghafal al-Quran, why
not? Alih-alih mengharap dan mencari, kita malah diharap dan dicari orang lain, insyaallah.
9. Begitu indahnya, jika kita membesarkan anak-anak kita dengan gema dan aura al-Quran

Mereka yang hari ini sukses, jadi orang besar, jadi orang baik, pasti mereka dididik dengan pola asuh
yang benar. Mereka pernah kecil, mengalami masa kanak-kanak yang indah dan menyenangkan. Kita
semua juga ingin anak-anak kita hidup demikian.
Tentu, dimulai dari orang tuanya. Sapu yang bersih akan dengan mudah membersihkan tempat kotor.
Sapu yang kotor malah mengotori tempat bersih. Orangtua yang hafal al-Quran berpotensi menciptakan
generasi yang hafal al-Quran juga. Di saat anak-anak masih tidur menjelang tiba waktu Subuh, kita
bangunkan mereka dengan nada-nada al-Quran. Konon, alam bawah sadar anak (otak pada gelombang
teta) akan terus merekam suara-suara luar meski mereka terlelap tidur. Meninabobokkan bayi, sembari
memperdengarkan alunan kalam ilahi, sungguh memberikan energi positif yang luar biasa.
Demikian juga, ketika mengantar dan menjemput anak sekolah, tak henti-hentinya orang tua memandu
hafalan anak. Lebih-lebih lagi, waktu anak-anak sakit selalu dibacakan doa-doa dan ayat al-Quran untuk
memohon kesembuhan mereka. Berkunjung ke makam famili dan orang sholih, kita ajari mereka
mendoakan dan membacakan al-Quran serta pada even-even penting lainnya.
10. Suatu ketika, kita pasti menjadi dewasa lalu tua, apa kegiatan kita di saat-saat menyongsong
ajal tersebut?

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa masa tua adalah masa dimana orang rentan terhinggap banyak
penyakit, semua organ tubuh sudah berkurang fungsi dan powernya. Mata sudah mulai kabur,
pendengaran juga tidak setajam dahulu. Mungkin pada usia itu, kita sudah pensiun dari pekerjaan, rumah

sudah bagus, harta melimpah, sehingga tidak lagi membutuhkan aktivitas kerja lagi. Dalam kondisi
seperti ini, apakah Anda betah berjam-jam duduk di depan televisi saja atau hanya jalan-jalan ringan
mengelilingi rumah, meski harta melimpah. Lalu mana aktivitas ibadahnya?
Seusai shalat wajib di masjid tentu berdzikir lalu pulang ke rumah begitu seterusnya. Mau baca al-Quran
mata tidak lagi jelas, apalagi menghafal. Relakah masa tua kita hanya seperti itu? Tidakkah kita ingin
setiap hembusan nafas yang keluar dari mulut kita adalah untaian kalimat al-Quran. Setiap detakan
jantung bernilai sepuluh kebaikan lantaran satu huruf al-Quran yang kita baca. Siang dan malam hari, juz
demi juz terdendangkan dengan merdu. Semua itu mustahil terjadi apabila seseorang tidak hafal alQuran. Meski mata tak mampu melihat lekukan huruf-huruf al-Quran, tetapi hati sangat tajam dan pikiran
terus bersinar, mampu menangkap lafadz dan makna al-Quran. Keistiqamahan semacam ini insyaallah
menjamin kita untuk menghembuskan nafas terakhir dengan khusnul khatimah, amin.
Rasulullah menganjurkan agar kepulangan kita kelak kepada Allah dalam kondisi membawa al-Quran,
beliau

bersabda:

( )

Sesungguhnya kalian tidak dikembalikan kepada Allah dengan membawa sesuatu yang lebih utama
dibanding

sesuatu

yang

keluar

dari

Allah

yaitu

al-Quran.

11. Maukah rapot merah amal kita dikatrol oleh al-Quran?


( )

Bacalah al-Quran, niscaya dia kan datang pada hari kiamat sebagai penolong pembacanya.
Hadis ini memberikan garansi kepada para pembaca al-Quran atau orang yang mendalami al-Quran.
Garansi tersebut cukup melegakkan kita semua, sebagai hamba Allah yang penuh salah dan dosa. Di
hari ketika harta dan tahta tidak lagi mampu menyelamatkan kita dari kobaran api neraka.
Anak dan saudara juga tak kuasa menolong dari dalamnya jurang jahannam, saat itulah al-Quran datang
sebagai syafi (penyelamat). Hari itu tak ada yang kita butuhkan melainkan rahmat Allah dan amal baik
yang tulus kita lakukan. Allah memberikan 10 tiket surga kepada penghafal al-Quran yang juga pengamal
isinya, untuk dibagikan pada keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah:
:
( )
Barang siapa membaca dan menghafal al-Quran lalu menghukumi halal dan haram berdasar al-Quran,
maka Allah akan memasukkannya ke surga dan memberi hak untuk menolong 10 keluarganya yang telah
dipastikan masuk neraka.

12. Betapa inginnya kita selalu berhujjah dengan al-Quran dalam disiplin ilmu apapun

Hampir semua perguruan tinggi Islam di timur tengah mensyaratkan calon mahasiswanya hafal al-Quran
minimal tiga juz untuk jurusan non keislaman dan mahasiswa non Arab, dan 15 juz untuk jurusan
keislaman bagi mahasiswa dari negara-negara Arab. Persyaratan tersebut didasarkan pada
pertimbangan akademis-ilmiyah. Sebagai calon intelektual muslim, mahasiswa muslim diharapkan
mampu mengkolaborasikan ilmu umum dengan ilmu agama dan mensinergikan ayat quraniyyah dengan
ayat kauniyyah.
Faktor inilah yang menambah tingkat urgensi hafalan. Orang yang hafal sangat berpotensi untuk paham
arti kandungannya. Mereka yang hafal dan paham, berpotensi memiliki kapasitas dalam melakukan
istinbath hukum serta proses istidlal secara cepat dan akurat.
Al-Quran menopang disiplin ilmu apapun. Ayat-ayat yang terkait ilmu-ilmu sosial, budaya, seni, sangat
melimpah dalam al-Quran. Kita mendambakkan sosok seperti al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Sina, mereka
jadi orang jenius dan kapabel dalam bidangnya masing-masing setelah menghafal al-Quran. Al-Quran
yang telah terpatri dalam diri mereka, mampu menginspirasi untuk memunculkan karya monumental
mereka yang abadi hingga kini. Dalam otak dan jiwa mereka seakan terdapat ensiklopedia besar nan
lengkap. Ia siap diartikulasikan kapan saja, di mana saja dan dalam bidang apapun. Terlebih lagi untuk
hal-hal yang bersinggungan dengan ilmu-ilmu keislaman, seperti fiqh, tafsir, hadis dsb.
Mengamati sejarah keilmuan para fuqaha, mufassirin, muhadditsin yang populer, hampir tidak
diketemukan dari mereka, orang yang tidak hafal al-Quran. Bahkan rata-rata mereka hafal al-Quran di
usia anak-anak. Misalnya, Imam Syafii hafal al-Quran di usia 7 tahun.
13. Betapa sejuknya hati, bila Al-Quran menghiasi setiap kegiatan dalam keseharian kita

Kesejukan dan kedamaian hati bisa disebabkan oleh banyak hal. Adakalanya kedamaian hati muncul
karena ketercukupan materi dan keterpenuhan kebutuhan finansial. Bisa juga kedamaian hati itu datang
melalui dzikir dan membaca al-Quran. Sebagaimana firman Allah: Ingatlah dengan mengingat Allah hati
menjadi tenang. Artinya, semakin banyak kita membaca al-Quran, semakin lama pula tingkat kedamaian
yang menyelimuti kita.
Al-Quran bisa dibaca secara fleksibel kapan saja; pagi, siang, sore, petang, malam, tengah malam, saat
senang, saat susah. Demikian juga, ia bisa dibaca dimana saja; di atas sajadah, di atas kasur, di atas
kendaraan, sambil jalan, sambil beraktifitas. Fleksibilitas tersebut hanya dapat dilakukan bila yang

bersangkutan

hafal

al-Quran

secara

lancar.

Kehadiran teknologi canggih saat ini sangat membantu meminimalisir kesalahan. Dengan teknologi audio
digital, kita dapat mendengarkan al-Quran secara utuh melalui piranti MP3 portable yang terhubung
dengan earphone mini. Teknologi visual juga tidak kalah canggih, al-Quran sekarang sudah bisa diinstall
dalam perangkat ponsel, Ipad, Iphone maupun Blackberry. Dengan kata lain, hafalan yang kurang lancar,
bukan sebuah kendala, sebab bisa diatasi dengan perangkat canggih tersebut.
14. Yakinlah bahwa Al-Quran akan menolong kita selama kita juga menolong Al-Quran

Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah), sekaligus mukjizat nabi Muhammad terbesar. Mengikuti
pesan-pesan yang terdapat dalam al-Quran hakikatnya adalah taat pada Allah dan rasulnya. Ikut
memelihara al-Quran berarti ikut merealisasikan janji Allah dalam al-Quran: Sesungguhnya kamilah yang
menurunkan al-Quran dan kamilah yang menjaganya.
Dalam ayat tersebut, terdapat kata inna yang berarti kami, padahal yang dimaksud adalah Allah.
Sebagian mufassir mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah pelibatan manusia dalam rangka
penjagaan Allah terhadap al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal al-Quran itu fardlu
kifayah. Keputusan hukum tersebut diantaranya didasarkan pada ayat di atas.
Hal senada dengan itu, firman Allah: Jika kalian membantu Allah pastilah Allah akan membantu kalian.
Dengan kata lain kalau kalian membantu al-Quran maka al-Quran akan membantu kalian. Betapa banyak
orang yang hidupnya bahagia sejahtera, lantaran mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan
mengajarkan al-Quran. Bentuk perjuangan tertinggi dalam membantu al-Quran adalah menghafalkannya.
Untuk itu yakinlah, setelah kita bersusah payah menghafalkan al-Quran kelak hidup kita akan ditata
langsung oleh Allah.
15. Tidak banyak, orang yang mendapatkan fasilitas hidup seperti kita. Apa wujud terima kasih
kita?

Rasa syukur yang mendalam atas sebuah nikmat mampu menginspirasi untuk berbuat lebih baik.
Dengan menyadari karunia Allah berupa kemampuan baca al-Quran atau berupa rizki yang cukup,
seseorang pasti ingin mengungkap rasa syukurnya kepada pemberi karunia tersebut, yaitu Allah swt.
Syukur yang hakiki adalah mengarahkan karunia tersebut sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Lalu bagaimana mensyukuri karunianya yang berupa kemampuan baca al-Quran? Sepakat atau tidak
sepakat harus diakui bahwa di sekeliling kita sangat langka orang yang bisa baca al-Quran dengan baik

dan benar. Secara tersirat dapat dipahami bahwa Allah memang memilih diantara hambanya orang-orang
yang dititipi al-Quran. Orang pilihan pastilah orang yang terpercaya. Orang yang terpercaya pastilah ia
orang yang terbaik. Allah berfirman:

:



Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.
Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Adapun bentuk rasa syukur tersebut adalah memperbanyak membaca atau menghafalkannya atau
memahami isi kandungannya atau melakukan ketiganya. Orang yang diberikan kemampuan membaca
dengan baik, hakikatnya dia baru diberi media untuk menjadi orang baik. Sama halnya orang yang diberi
kail untuk memancing atau pisau untuk memotong. Kail dan pisau tersebut oleh si pemberi bukan untuk
hiasan. Si pemberi sebetulnya sedang menanti kapan kail dan pisau tersebut dipakai. Si pemberi akan
merasa puas apabila kedua alat tersebut benar-benar telah dipakai untuk kebaikan. Demikian juga
kemampuan baca al-Quran, ia hanya sebuah media (wasilah), sementara tujuan diberikannya karunia
tersebut

adalah

dengan

membaca

sebanyak-banyaknya,

menghafalkannya,

dan

memahami

kandungannya.
16. Mulailah dari nol, karena ia pengganda setiap bilangan. Mulailah dari niat, karena ia menjadi
penentu setiap sukses.

Banyak orang mendambakan suatu cita-cita dan memimpikan cita-cita tersebut tergapai dengan mudah
tanpa pengorbanan. Tak terhitung mereka yang kagum dengan para penghafal al-Quran. Tak terhitung
pula mereka berkeinginan untuk menjadi penghafal al-Quran. Hanya saja tidak banyak dari mereka yang
menindaklanjuti keinginan tersebut dalam bentuk aksi nyata. Terkait dengan fenomena ini Ibn Athaillah
dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan:

Bagaimana mungkin engkau mendapatkan keluarbiasaan (khoriqul adah) kalau engkau tidak
mengeluarkan dirimu dari kebiasaan
Setiap kesuksesan pasti diawali dari sebuah perjuangan dan pengorbanan. Setiap perjuangan dalam
meraih kesuksesan pastilah akan berhadapan dengan sekian banyak rintangan. Bukankah dalam agama
sendiri -menurut al-Quran- terdapat banyak jalan mendaki (aqabah)? Dan Allah menjanjikan surga bagi
orang yang melewati aqabah terbut.

Bila Anda sekarang ini memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran, syukurilah itu karena ia adalah obor
yang membantu kita melewati gelapnya lorong panjang menuju taman surgawi yang abadi. Jangan
pernah rasa cinta dan motivasi tersebut redup dan memudar lalu padam. Pelihara obor itu agar lebih
terang dan semakin terang. Obor yang padam akan susah menyala kembali. Obor yang padam tidak
dapat dipastikan kapan ia menyala kembali dan tidak ada jaminan untuk menyala kembali.
Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan pernah menunda kesempatan emas karena ia tidak akan pernah
datang untuk kedua kalinya. Mulailah selalu dengan niat dan komitmen tinggi. Niat laksana angka nol
yang menggandakan jumlah bilangan. Tanpa angka nol, tidak mungkin ada angka sepuluh, seratus,
seribu dan seterusnya. Sebagaimana juga tidak mungkin ada urutan ke sepuluh tanpa dimulai dari urutan
pertama. Artinya untuk mengejar cita-cita suci, perlu sebuah niat dan komitmen yang mantap, baru
setelah itu memulai tahap I, tahap terendah yang mesti dilalui.
Mustahil, bila ada orang hafal al-Quran 30 juz secara instan, alias bim salabim, dalam hitungan hari.
Jangan bermimpi berlebihan bahwa Anda bisa hafal al-Quran melalui jalan ladunni (pemberian langsung
dari Allah), sehingga waktu habis untuk mencari wirid kesana kemari dan mengamalkannya berbulanbulan, sementara kegiatan menghafalnya tidak ada sama sekali. Imam Ar-Roghib Assirjani pernah
mengatakan:



( )
Barang siapa yang tidak mengerahkan sekuat tenaga untuk menghafal, maka tidak akan tersisa di
otaknya kecuali hanya sedikit.
Saya bersama rombongan JQH (Jamiyyah Qurro wal Huffadz, kini bernama HTQ) Universitas Islam
Negeri Malang tahun 2006 berkunjung ke beberapa pesantren di daerah Mojokerto dan Jombang. Dalam
kunjungan tersebut, kami sempat menanyakan perihal wirid/doa yang mempercepat hafalan. Tak satupun
dari para masyayikh yang kami kunjungi memberikan ijazah doa/wirid. Sebaliknya mereka justru
mengatakan bahwa doa yang paling mustajab adalah al-Quran itu sendiri. Mereka lebih menekankan
pada para santri yang sedang menghafal untuk fokus hafalan secara istiqomah dan menjauhi wirid-wirid
khusus yang panjang. Pepatah Arab mengatakan:

Lebih baik mengharap telur yang ada di hari ini dari pada mengharap ayam tapi masih besok adanya
17. Akankah kita menyerah sebelum pertandingan benar-benar selesai?

Tiap orang memiliki daya tahan (endurence) dan fokus yang berbeda-beda dalam menghafal, sehingga
tidak jarang para santri itu berhenti di tengah perjalanan alias belum tuntas 30 juz, kendati banyak juga

yang selesai tuntas. Terkadang ketidaktuntasan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya
lingkungan menghafal yang kurang kondusif dan lemahnya dukungan keluarga. Bisa juga masalah
muncul dari lemahnya motivasi internal.
Sejak awal, mestinya santri atau mahasiswa mengidentifikasi kemampuan dirinya. Apakah dia memiliki
daya tahan dan fokus yang kuat? Apa dia juga memiliki motivasi yang tinggi? Proses identifikasi tersebut
dilakukan dengan cara menghafal juz 30 terlebih dahulu. Juz 30 atau yang lebih dikenal dengan juz
amma memiliki karakteristik ayat dan surat yang pendek-pendek. Tentu dengan karakteristik seperti ini,
juz 30 menjadi lebih mudah dihafal dibanding juz-juz lain dalam al-Quran. Dengan kemudahan tersebut,
seorang santri akan mampu meraba sendiri kemampuan menghafalnya. Kalaupun dia terhenti di tengah
jalan, tidak akan sia-sia. Sebab, suratnya pendek-pendek dan banyak berguna untuk menjadi imam
shalat, minimal efektif untuk dijadikan wirid atau bacaan rutin harian.
Ibarat bangunan rumah, bangunan yang sudah lengkap; ada dinding, pagar serta atap, ia akan bertahan
lama meski tidak dihuni dan tidak terawat. Demikian juga hafalan. Ketika seseorang menghafal satu surat
secara utuh, biasanya akan awet atau tahan lama, meski lama tidak dibaca. Resikonya menghafal juz 1
pada tahap awal akan mudah hilang seandainya terhenti di pertengahan juz.
18. Dengarlah rintihan orang yang ingin menghafal, namun tidak tercapai

Diakui ataupun tidak, menghafal al-Quran itu bagi umumnya kaum muslimin maupun muslimat
merupakan naluri. Ia akan muncul dan tenggelam sesuai lingkungan dan situasi yang melingkupinya.
Naluri itu kadang menjelma menjadi sebuah cita-cita dan harapan, layaknya kekayaan, jabatan dan
popularitas. Cita-cita tersebut akan berubah menjadi menyakitkan manakala tidak tercapai.
Beberapa teman yang dulu ingin menghafal, rata-rata mereka menyesali kenapa keinginan tersebut dulu
tidak direalisasikan dalam wujud usaha. Lebih-lebih, mereka yang pernah menghafal dan belum tuntas,
atau pernah hafal namun kini pergi entah ke mana, seumur hidup mereka akan diliputi rintihan dan
penyesalan. Mereka seakan hidup dalam fatamorgana yang tiada henti dan pengandaian yang tak
berujung; seandainya dulu saya begini dan begitu, niscaya saya akan seperti mereka yang sukses
menghafal.
Sebelum kita merasakan pahitnya penyesalan, mari optimalkan potensi dan maksimalkan ikhtiyar. Tentu
perjuangan di awal itu beratnya luar biasa. Penyesalan selalu berada di akhir cerita dan tak akan pernah
muncul di awalnya. Demikian pula, indahnya kesuksesan itu hanya bisa dinikmati di akhir masa
penantian panjang. Kata pepatah: berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersusah-susah
dahulu lalu bersenang-senang kemudian.

19. Jangan tunda, hidup ini selalu dipenuhi dengan kata ternyata dan tiba-tiba

Waktu ini kadang menyerupai fatamorgana. Dari jauh kelihatan indah, seakan kita masih memiliki
kesempatan 1000 tahun yang tiap detiknya bisa diisi dengan 1000 aktifitas luar biasa. Namun, ternyata
waktu yang kita miliki begitu singkat dan sesak dengan berbagai kesibukan harian yang teknis.
Fatamorgana di atas akan meninabobokkan setiap orang, terlebih jika ingin melakukan kegiatan besar
yang positif. Itulah ujian tiap orang yang ingin sukses.
Saat menghafal al-Quran, mahasiswa kadang begitu santai dalam melangkah. Alasan mereka, nanti saja
kalau perkuliahan agak sedikit longgar, tugas kuliah terselesaikan semua, atau nanti saja kalau liburan
panjang datang, akan menghafal sebanyak-banyaknya bila mungkin akan bertapa demi menyelesaikan
hafalan. Sikap taswif (menunda-nunda) ini merupakan penyakit menular yang sangat ganas, serta
penyebab utama dari setiap kegagalan menghafal.
Harus disadari, bahwa waktu kita secara matematis masih terbentang luas, sebenarnya hanyalah waktu
bayangan bukan waktu yang sebenarnya. Misalnya; pada hari Minggu besok saya tidak ada kegiatan
mulai pagi sampai malam sehingga jadwal menghafal hari Sabtu ini ditunda dulu lantaran agak sibuk.
Marilah ditelaah contoh kasus penundaan di atas. Manusia oleh Allah tidak diberi kemampuan untuk
mengetahui takdir di esok hari. Kita semestinya tidak mengandalkan waktu yang belum muncul di hari ini.
Ada banyak kemungkinan yang akan terjadi di esok hari, diantaranya:
Memang

betul

Memang

longgar,

tetapi

tiba-tiba

betul

longgar,

ada

teman

tetapi

sakit

tiba-tiba

yang

butuh

tubuh

pertolongan

kita

kita

meriang/sakit

Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada kabar kurang baik dari keluarga yang membuat kita susah
Pada
Pada

pagi
pagi

Pada

hari,

siang

Pada
Pada
Pada

hari

tiba-tiba

tiba-tiba
hari,

siang
siang
sore

ingin

tiba-tiba
hari,

hari,

berolah

masak
ada

ingin

tiba-tiba

raga

bersama
acara

tiba-tiba

tiba-tiba

hari,

ingin

ingin

teman

televisi

teman

posting

atau
atau
yang

akrab

facebook

bersih-bersih

main
mencuci
sangat
lama

atau

menjawab

ruangan

dan

musik
baju
bagus
datang
email
taman

Pada sore hari, tiba-tiba HP/komputer kita bermasalah yang butuh penanganan segera
Pada

sore

Pada

sore

Pada

sore

hari,
hari,
hari

tiba-tiba
tiba-tiba
tiba-tiba

motor

kita

tetangga
ingin

ditilang
kita

cari

Pada sore hari tiba-tiba muncul rasa malas atas terkantuk ingin tidur

oleh

meninggal
makan

yang

polisi
dunia
enak

Dan masih ada ratusan kemungkinan lain yang menggagalkan kita untuk melakukan kegiatan di hari itu.
Masihkah kita suka menunda?
20. Mimpikan kebaikan agar jadi kenyataan, nyatakan kebaikan agar jadi mimpi indah

Hampir setiap orang memiliki mimpi dan cita-cita untuk menjadi sesuatu atau memiliki sesuatu. Namun,
kondisi fisik, psikologis, sosial kerapkali menenggelamkan mimpi itu. Sebetulnya orang yang memiliki
mimpi sukses itu tergolong orang yang hebat, sebab tidak semua orang punya mimpi. Mimpi itu
termasuk ingin hafal al-Quran. Anugerah Allah yang berupa mimpi untuk hafal al-Quran jangan pernah
disia-siakan. Lakukan penguatan mimpi tersebut agar menjadi motivasi kuat dengan banyak membaca
kisah-kisah para pengahafal al-Quran serta hikmah-hikmah menghafal.
Dengan demikian, motivasi menjadi kuat dan bisa menggerakkan anggota tubuh untuk meralisasikannya
menjadi kenyataan. Disini diperlukan metode dan strategi, supaya mimpi itu tidak dibelokkan menjadi
angan-angan hampa belaka. Yakinlah setelah mimpi itu terwujud, tentu hari-hari kita begitu indah
bersama al-Quran bagaikan mimpi yang membuai angan dan memanjakan khayalan.
21. Awali dari diri sendiri, kalau kita mendambakan sebuah keluarga Qurani

Kita tentu tergiur dengan kesuksesan keluarga bapak Mutammimul Ula yang kesepuluh anaknya hafal alQuran, atau ingin meniru Abdurrahman Farih dan Husein Thababai yang mana di usia balita mereka
sudah hafal al-Quran. Kita juga ingin rumah selalu bergaung suara al-Quran dari mulut anak-anak.
Hanya saja, semua harus dimulai dari diri kita (suami, istri, bapak, ibu). Bagaimana mungkin anak-anak
akan mengikuti jejak orangtuanya, sementara orangtua tak memberi contoh pada mereka. Orangtua yang
hafal al-Quran akan dengan mudah mengenalkan dan membiasakan hafalan pada putra-putrinya di
manapun mereka berada. Mungkin setiap berangkat sekolah, anak dituntun untuk menghafal surat-surat
pendek. Pasti tanpa terasa dalam kurun waktu satu tahun saja, anak akan hafal lebih dari satu juz. Hal ini
sulit terrealisasi bila orangtua belum mulai menghafal sejak sekarang. Memang, orangtua yang punya
hafalan itu mendatangkan efek domino yang luas, bukan semata untuk diri sendiri, tetapi juga untuk
orang lain terutama keluarga dekatnya.
(Materi disampaikan dalam acara Taaruf Qurani yang diselenggarakan oleh Haiah Tahfidz al-Quran
Universitas Islam Negeri Maulana Malik ibrahim (UIN Maliki) Malang, tanggal 30 Oktober 2011, di Aula
rektorat lt. 3).

Sumber :
http://cahayaqurani.wordpress.com/2011/10/27/21-vitamin-untuk-meningkatkan-stamina-dalammenghafal-al-quran/
http://www.griyaquran.net/2013/07/12-nutrisi-bagi-penghafal-al-quran.html

Anda mungkin juga menyukai