Recognizing Employee Retribution - Unlocked
Recognizing Employee Retribution - Unlocked
BAB II
LANDASAN TEORI
internal
perusahaan
yang
perlu
diberikan
kepuasan
secara
10
bahwa karyawan dengan kinerja baik termotivasi untuk bertahan dalam perusahaan,
sedangkan karyawan dengan kinerja buruk didorong untuk memperbaiki diri atau jika
harus, dipaksa untuk keluar dari organisasi. Hal ini tidaklah mudah terutama
dikarenakan tren perampingan perusahaan yang terjadi pada pertengahan tahun 1990
telah membuat loyalitas karyawan pada perusahaan menjadi sangat rendah (Noe, et al,
2006).
Dalam menjelaskan faktor-faktor pendorong retensi dengan mengacu pada
penelitian pendahulu, Bernotavic (1997) menyatakan bahwa terdapat kategori utama
yang terbagi menjadi faktor-faktor pekerjaan yaitu beban kerja, sifat dasar pekerjaan
serta peliknya suatu tugas dan faktor-faktor agency yaitu perkembangan pekerjaan,
perilaku atasan, kejelasan kebijakan. Perilaku pimpinan sebagai salah satu faktor
pendorong retensi dilihat dari kategori agency didukung oleh Bubenick (2004) yang
menyatakan bahwa perilaku atasan termasuk kedalam satu dari tiga faktor kritis
pendukung retensi. Sehingga, dipilih faktor-faktor Beban Kerja (workload),
Perkembangan Pekerjaan (job growth) serta Perilaku Pimpinan (managerial behaviors)
sebagai faktor-faktor pendorong dari retensi.
11
12
Internal
Employees
Interactive
Customers
13
engagement merupakan pekerja yang memiliki keterlibatan secara penuh serta antusias
terhadap pekerjaan mereka (Tritch, 2003). Selain definisi tersebut, pandangan populer
dari istilah ini menyatakan bahwa employee engagement tidak hanya membuat
karyawan memberikan kontribusi lebih, namun juga membuat mereka memiliki
loyalitas yang lebih tinggi sehingga mengurangi keinginan untuk meninggalkan
perusahaan secara sukarela (Macey & Schneider, 2008).
Employee engagement dapat tercipta dari kepuasan karyawan. Dalam
pandangan ini, antara engagement dengan kepuasan memiliki hubungan langsung,
seperti yang dinyatakan oleh Harter et al. (2002) yang mendefinisikan engagement
sebagai keterlibatan seorang karyawan serta kepuasan pada pekerjaan yang dilengkapi
dengan antusiasme. Hubungan lebih langsung diajukan oleh Burke (2005) yang
menyatakan bahwa pengukuran employee engagement diperoleh dari tingkat kepuasan
karyawan dengan perusahaan, manajer, kelompok kerja, pekerjaan dan karakteristik
lingkungan kerja. Erickson (2005) menyatakan suatu pandangan yang mendukung
hubungan antara employee engagement dengan kepuasan karyawan, seperti yang
dikutip sebagai berikut.
Engagement is above and beyond simple satisfaction with the
employment arrangement or basic loyalty to the employercharacteristics that most companies have measured for many years.
Engagement, in contrast, is about passion and commitment-the
willingness to invent oneself and expend ones discretionary effort to
help the employer succeed. (p.14)
Menurut Thomas (2007), employee engagement merupakan suatu keadaan
psikologis yang stabil, hasil dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungan
tempat individu tersebut bekerja. Faktor-faktor yang menandakan seorang karyawan
14
2.4
Institusi
Pendidikan
Tinggi
(Tertiary
Educational
Institutions)
Pendidikan tinggi merupakan pendidikan lanjutan yang mencakup program
pendidikan sarjana, pascasarjana maupun program sertifikasi. Dalam taraf ini, institusi
pendidikan berwenang untuk mengeluarkan gelar akademik, diploma maupun sertfikat.
Saat ini, terdapat banyak negara yang menyatakan bahwa institusi pendidikan
tinggi merupakan motor dari kemakmuran. Pendidikan pada tingkat ini dianggap
sebagai kunci dari upaya peningkatan posisi suatu bangsa dalam persaingan global.
Para perusahaan membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat edukasi tinggi serta
memiliki keahlian sebagai karyawan mereka. Perusahaan juga membutuhkan
kurikulum yang dapat mendukung tenaga kerja tersebut agar siap dengan relevansi
pekerjaan mereka nanti. Hal ini menyebabkan institusi pendidikan tinggi mendapatkan
tuntutan lebih dari dunia industri. Bukan sekedar menyediakan produk atau jasa
tradisional mereka yaitu jasa pendidikan, namun juga permintaan atas penelitian
15
(research) yang dapat diaplikasikan serta transfer ilmu serta teknologi bagi dunia
industri (Akintoye, 2008).
Sehingga terdapat tekanan dari publik yang menuntut agar institusi pendidikan
tinggi membuktikan bahwa kinerja mereka tidak sekedar dapat memenuhi
perkembangan ilmu pengetahuan dunia moderen, namun lebih berperan sebagai
pendorong (driving force) dari perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dapat
dikatakan bahwa ilmu pengetahuan serta penelitian menjadi tugas utama bagi institusi
pendidikan tinggi selain menjadi pusat pembelajaran.
ini
menyatakan
bahwa
pemilihan
sumber
daya
beserta
16