Anda di halaman 1dari 10

Syifa Febriana

2013730181
3. Jelaskan 7 langkah dalam mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK)!
I. Diagnosa Klinis/Diagnosis Kerja
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah penting dalam evaluasi penderita nyeri pinggang.
Penderita dibiarkan menuturkan riwayat penyakitnya dengan kata-katanya sendiri sambil
dipandu ke arah yang memungkinkan munculnya informasi penting yang diperlukan untuk
diagnosis.
Anamnesis umum
1. Usia penderita dapat membantu dalam menentukan penyebab potensial nyeri pinggang
mereka. Beberapa penyebab timbul lebih sering pada usia muda (spondilitis ankilosa, sindrom
Reiter), sedangkan yang lain pada usia lebih tua (stenosis spinal, polimialgia reumatika).
2. Jenis kelamin juga dapat membantu. Beberapa penyakit lebih sering ditemukan pada pria
(spondiloartropati), yang lain lebih sering pada wanita (fibromialgia, osteoporosis). Ada pula
yang kekerapannya sama pada kedua jenis kelamin (inflammatory bowel disease).
Anamnesis Nyeri
Lokasi dan lamanya nyeri membantu menentukan pertanyaan berikutnya. Nyeri pinggang
mekanik mempunyai onset yang berhubungan dengan aktifitas fisik dan biasanya berlangsung
singkat (beberapa hari sampai beberapa minggu) sedangkan nyeri pinggang medik onsetnya
lambat tanpa faktor presipitasi yang jelas dan sering berlangsung lama (beberapa minggu sampai
beberapa bulan).
Kebanyakan nyeri pinggang terbatas pada daerah lumbosakral. Nyeri radikuler ke paha
atau lutut biasanya berhubungan dengan nyeri referral dari unsur-unsur tulang belakang (otot
ligamen atau sendi apofiseal). Nyeri yang menjalar dari pinggang sampai ke bawah lutut
biasanya neurogenik dan menunjukkan kemungkinan adanya proses patologik yang mengenai
radiks saraf spinal.
Nyeri rujukkan adalah nyeri yang diproyeksikan ke organ lain, misalnya nyeri pada sendi
posterior dirasakan penderita di daerah bokong, paha bagian belakang, lutut, sering sampai
tungkai bawah tetapi jarang sampai telapak kaki. Nyeri ini bertambah kalau tulang belakang
digerakkan, tetapi bisa juga terus menerus, adakalanya hanya dalam posisi tertentu nyeri
bertmabha hebat.
Nyeri radikuler terjaid karena tekanan pada satu canag saraf yang ditandai dengan
penurunan sensibilitas motorik dan reflex. Kedua nyeri tadi sangat mudah dibedakan dengan

melakukan bloking pada faset dimana spasme otot segmen didapat. Bila nyeri hilang berarti kita
berhadapan dengan nyeri rujukkan dan sebaliknya.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sebagian besar anamnesis digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi
nyeri. Anamnesis diarahkan kepada pemahaman tentang perkembangan kronologis nyeri
pinggang, karakteristik dan responnya terhadap pengobatan.
Di samping menilai nyeri, menemukan faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan nyeri sangat membantu menentukan sumber keluhan.
Awalnya tanyakan kapan muncul nyeri ? apakah saat bekerja atau dalam kondisi lain ?
Tanyakan hubungan nyeri dengan posisi tubuh dan kegiatan fisik ; misal nya nyeri rupture diskus
intervertebralis lebih bertambah bila penderita membungkuk, bersin, atau batuk, atau lebih nyeri
pada posisi duduk bila dibandingkan dengan berdiri ; sedangkan nyeri dari tumor spinal cord
lebih nyeri pada saat berbaring daripada duduk.
Yang bersifat khas, gangguan mekanik bertambah berat bila melakukan aktifitas,
termasuk duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama, serta membaik jika berbaring.
Peninggian tekanan cairan serebrospinal akibat batuk atau bersin mengakibatkan eksaserbasi
nyeri radikuler pada penderita dengan HNP. Gerakan yang tiba-tiba dapat menyebabkan
kontraksi refleks otot paraspinal tanpa penjalaran nyeri ke tungkai bawah.
Beratnya nyeri dapat diukur dengan berbagai cara. Penderita mungkin menceritakan
bagaimana rasa nyerinya telah mempengaruhi aktifitasnya sehari-hari. Contoh lain ialah dengan
rnenggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Ada yang rnenggunakan diagram nyeri; penderita
diminta mengisi diagram yang menggambarkan tempat, kualitas dan beratnya yang
menggambarkan tempat, kualitas dan beratnya nyeri. Diagram nyeri ini membantu pencatatan
luas daerah nyeri dan respon terhadap pengobatan. Bila nyeri muncul saat istirahat, pikirkan
kemungkinan tumor di daerah vertebra.
Riwayat Keluarga Dan Sosial
Sebagai tambahan terhadap riwayat penyakit sekarang, riwayat keluarga dan riwayat
sosial dapat membantu mengungkapkan kelainan yang merupakan dasar nyeri pinggang yang
diderita sekarang; mungkin terdapat faktor predisposisi familial. Salah satu contoh penting ialah
sekelompok penyakit yang menyebabkan spondiloartropati. Faktor etnispun dapat merupakan
predisposisi terhadap penyakit tertentu, misalnya wanita kulit putih dari Eropa Utara mempunyai
risiko besar menderita osteoporosis. Kelainan mekanik seperti HNP dan stenosis spinal mungkin
mempunyai predileksi keluarga.
Pekerjaan dan riwayat sosial penting untuk mengidentifikasi penderita-penderita yang
mempunyai risiko mengalami nyeri pinggang mekanik. Hubungan kerja dengan onset nyeri
penting dalam menentukan ganti rugi.
Kebiasaan sosial juga perlu diketahui, terutama yang berkaitan dengan rokok, alkohol
dan penggunaan obat-obat tertentu/terlarang. Merokok merupakan faktor risiko yang independen
pada nyeri pinggang. Penggunaan alkohol yang berlebihan berkaitan dengan osteoporosis,

sedangkan obat-obat tertentu dapat menyebabkan imunosupresi dan predisposisi terhadap


infeksi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu dan anamnesis sistem perlu ditinjau secara singkat. Biasanya
tidak banyak informasi yang dapat membantu. Meskipun demikian, pada penderita nyeri
pinggang medik dapat diperoleh data yang berharga. Riwayat penyakit dahulu seperti keganasan,
artritis atau penyakit tulang metabolik sangat membantu. Data dari anamnesis sistem dapat
mengidentifikasi penderita yang mempunyai penyakit sistemik yang menyebabkan nyeri
pinggang sekarang, tetapi tidak menyadari hubungan antara keduanya (misalnya ruam kulit
dengan spondiloartropati).
Riwayat Pekerjaan :
Perlu ditanyakan pekerjaan pasien. Apakah ada hubungan gejala dengan pekerjaan nya
sekarang Pekerjaan yang paling sering menimbulkan keluhan Low Back Pain :
1. Mengangkat dan atau memutar sambil memegang benda berat (misalnya, kotak, anak,
penduduk panti jompo
2. Operasi mesin yang bergetar
3. Duduk lama (misalnya, mengemudi truk jarak jauh , patroli polisi
4. Keterlibatan dalam tabrakan kendaraan bermotor
5. Riwayat jatuh

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak
untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien
harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna
vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis
lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-gerakan yang perlu
diperhatikan pada penderita adalah adanya keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Posisi berdiri.
Perhatikan cara penderita berjalan, berdiri dan sikap berdirinya. Perhatikan bagian belakang
tubuh, apakah ada deformitas, kelainan anatomik tulang belakang, pelvis yang miring / tulang
panggul yang tidak simetris, dan adanya atrofi otot. Derajat gerakan (Range of Motion ROM)
harus diperhatikan dan diperiksa. Palpasi dilakukan untuk mencari trigger zone, lokasi nyeri, dan
lainnya.
Posisi duduk.
Harus diperhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya, serta harus diamati bagian
belakang tubuhnya.
Posisi berbaring.

Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya. Dilakukan pengukuran panjang
ekstremitas inferior. Pemeriksaan abdomen, rektal, dan urogenital dilakukan untuk mencari
kemungkinan penyebab lain dari nyeri.
Pemeriksaan Fisik Khusus / Neurologis.
Pemeriksaan neurologis ini dilakukan untuk mengetahui adakah kelainan neurologis yang
berperan dalam kejadian NPB ini.
Tanda rangsangan saraf Tes Laseque (Straight Leg Raise) - Walking on the toes - Walking
on the heels Squatting.
Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf
spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut
terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan
ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes
yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes
ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising).
Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu
nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan
tanda kemungkinan herniasi diskus.
Pemeriksaan motorik & sensorik.
Pemeriksaan motorik harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang
mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita
dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan
lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
Pemeriksaan refleks.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis LBP
dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda
ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari
L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN).Dari pemeriksaan refleks ini
dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
Berdasarkan Skenario, setelah dilakukan anamnesis, ditemukan bahwa pasien mengalami
nyeri pada daerah sekitar pinggang, tidak menjalar, tidak ada gangguan gerakan, dan nyeri
muncul setelah bekerja (mengangkat batu bata, semen, dan keranjang sayuran yang berat). Pada

pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam keadaan sakit ringan, menderita hipertensi grade II
(160/100 mmHg), nadi 88 kali per menit, frekuensi napas 20 kali per menit, suhu afebris, BB 65
kg, TB 167,5 cm, BMI 23.21.
Pada inspeksi ditemukan tulang belakang tidak tampak deformitas, tidak ada nyeri tekan, otot
teraba agak tegang di area L1-L5, pemeriksaan neurologi khusus hasilnya negative, dan lainlainnya dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerjanya adalah Simple Low Back
Pain, dengan Hipertensi grade II, dan dispepsia (akibat obat).

II. Identifikasi Paparan Potensi Risiko


Deskripsi Pekerjaan
Nyeri punggung bagian bawah ditemukan pada pekerjaan dengan tuntutan fisik
tinggi, pekerjaan dengan sikap badan statis dalam waktu lama, pekerjaan yang terutama
membutuhkan posisi sikap badan bungkuk, dan pekerjaan mendadak tak terduga
menerima beban kerja fisik berat (Andersson, 1979). Faktor pekerjaan selain beban
mekanis tulang belakang juga penting. Ketegangan fisik yang lebih ringan tapi
membosankan dan repetitif (pekerjaan ban berjalan) dan pekerjaan yang melibatkan
getaran (mengendarai kendaraan dan mengoperasikan alat bertenaga) dikaitkan dengan
meningkatnya pelaporan nyeri punggung.
Pada skenario, pekerjaan pasien memerlukan tenaga fisik yang cukup besar. Pasien
mengangkat beban dengan berat 30-40 kg, dan dilakukan secara berulang (repetitive).
Selain mengangkat beban berat, selama bekerja pasien juga selalu dalam keadaan
berdiri. Pasien berjalan kaki ke pasar jam 5 pagi selama 10 menit, kemuduan
menurunkan karung-karung berisi sayuran dengan berat 30-40 kg, biasanya sekitar 4-5
karung, kemudian karung tersebut dibawa ke tempat berjualan sejauh 150 meter,
selanjutnya sayuran tersebut dibagikan dan diikat satu per satu, kemudian sayuran dijual
kepada para pembeli, kegiatan dilakukan sampai sekitar jam 11 siang. Selama melayani
pembeli, pasien dalam posisi berdiri.
Lamanya Melakukan Pekerjaan
Pasien telah menjalani pekerjaan sebagai tukang sayur di pasar selama 15 tahun.
Pekerjaan ini dilakukan setiap hari tanpa ada hari libur. Selain itu pasien juga
merupakan kenek tukang batu selama 5 tahun.
Bahan/material yang digunakan
Sebagai kenek tukang batu,bahan yang digunakan adalah batu bata, semen, batu, dan
pasir. Pasir memiliki unsur utama silica, yang dapat menyebabkan gangguan pada paruparu. Sedangkan sebagai tukang sayur bahan yang digunakan adalah karung berisi
sayuran dan tali pengikat sayur.
Pola waktu terjadinya gejala
Nyeri, kaku, dan pegal pada pinggang biasanya timbul setelah kelelahan akibat bekerja

(sejak sekitar 2 tahun yang lalu).


Nyeri ulu hati timbul jika makan tidak teratur dan memberat setelah mengkonsumsi obat
puyer sakit kepala (sejak 3-4 tahun yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu).

III. Hubungan Paparan Potensi Risiko dengan Gangguan yang


dialami.
Berdasarkan teori di atas dan kondisi pasien sekarang yang bekerja sebagai kenek tukang batu
dan tukang sayur di pasar, maka dapat disimpulkan adanya pajanan berupa
1. Kerja yang monoton dan pada posisi yang sama terus menerus. Misal saat karung sayuran
yang berat.
2. Sikap badan waktu kerja yang salah seperti mengangkat karung berisi sayuran dalam posisi
yang tidak bertumpu pada lutut melainkan pada pinggang.
3. Ukuran barang, tempat pegangan dan titik berat barang waktu diangkat Kemungkinan karena
karung berisi sayuran yang diangkat yang terlalu berat (30-40 kg).
4. Jarak dari rumah ke pasar yang ditempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit, dan jarak dari
tempat truk berhenti ke tempat berjualan yang berjarak 150 meter yang ditempuh sambal
mengangkat beban karung sayuran yang berat.
5. Pekerjaan sudah dilakukan selama 15 tahun, setiap hari tanpa ada hari libur, menunjukkan
besarnya pajanan atau paparan.

IV. Evaluasi Dosis Paparan


Batasan legal adalah batasan berat beban yang ditetapkan secara sah oleh suatu lembaga atau
negara. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat.
Batasan-batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang
belakang. Batasan angkat ini juga mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang.
Batasan angkat di Indonesia ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi
dan Koperasi No. PER.01/Men/1978 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam bidang
Penebangan dan Pengangkutan Kayu

Menurut kepustakaan, berat beban yang diangkat pasien yaitu 30-40 kg melebihi beban angka
yang dianjurkan untuk pekerjaan berulang (terus-menerus), dan pekerjaan ini telah dilakukan
selama 15 tahun tanpa ada hari libur.

V. Peranan Faktor Individu dalam P.A.K

Usia
Terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung dengan
bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja. Data menunjukkan bahwa
kelompok yang rentan terhadap cedera punggung dengan biaya tinggi cenderung pada
kelompok usia 31-40, penemuan yang sama pada penelitian nyeri punggung bawah lain
(Rowe, 1969; Snook, 1978).

Jenis Kelamin
Masalah punggung dilaporkan mengenai baik pria maupun wanita dalam
perbandingan yang sarna banyak (Andersson, 1979; Nachemson, 1976). Berdasarkan data
kompensasi pekerja, pria dilaporkan melakukan 76% dan 80% semua klaim kompensasi
punggung (Klein dkk., 1984; Snook, 1978). Secara keseluruhan, wanita lebih sedikit
mengalami cedera dibandingkan pria tapi wanita cenderung mempunyai peluang yang
bertambah untuk mengajukan klaim dan menjadi penagih kompensasi cedera yang mahal
(Bigos, 1986b).

Kebugaran Jasmani
Pekerja dengan kebugaran jasmani yang lemah mungkin berisiko mengalami
cedera punggung. Cady dkk., (1979) dalarn sebuah penelitian prospektif terhadap 1.652
pemadam kebakaran melaporkan frekuensi cedera yang dialami kelompok pekerja yang

kurang bugar sebanyak sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan kelompok pekerja
yang sebagian paling bugar. Mereka mengambil kesimpulan bahwa kebugaran jasmani
dan penyesuaian berperan dalam mencegah terjadinya cedera punggung. Tinggi dan
berat badan mungkin tidak penting (Andersson, 1979; Bigos, 1986) walaupun ada
laporan penelitian yang menyatakan bahwa bertambahnya tinggi badan dan berat badan
yang berlebih membuat seseorang menjadi lebih rentan pada gejala punggung (Kelsey
1988).
Pasien pada skenario memiliki indeks masa tubuh 23.21 sehingga memiliki risiko kelebihan
berat badan. Pasien juga mengalami hipertensi derajat II (160-100 mmHg).

Kesalahan Posisi dalam Mengangkat Beban

Mengangkat dan memindahkan yang baik harus memenuhi dua prinsip menurut (Sumamur P.K,
1998:25) yaitu :
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin tulang
belakang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis diatas kegiatan mengangkut dan memindahkan harus
dilakukan sebagai berikut :
1. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang hanya
dengan beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut.
2. Lengan harus berada sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan
untuk mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan
3. Punggung harus lurus, jangan membungkuk karena dapat menyebabkan otot otot pinggang
merasa nyeri.
4. Dagu ditarik segera setelah kepala ditegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan dengan
posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat.
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menaruh dan mendorong serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
7. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi
tubuh, dengan begitu upaya yang bersifat mengimbangi berkurang dan dihindari aktivitas otot
statis yang tidak perlu.

Kemungkinan pasien tidak melakukan pengangkatan sesuai anjuran, yang dikarenakan


ketidaktahuan pasien.

VI. Peranan Faktor Lain/Faktor diluar kerja

Tingkat Pendidikan

Berbagai penelitian menunjukkan pentingnya tingkat pendidikan sebagai faktor prognostik nyeri
punggung dan penyakit muskuloskeletal lain. Korelasi ini kuat hanya untuk kaum pria. Penjelasan
yang diberikan mengenai hal ini adalah pria yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas dan
pekerjaan dengan bayaran yang rendah lebih mungkin melakukan pekerjaan berat atau pekerjaan
yang melibatkan getaran atau beban lain terhadap tulang belakang. Pada skenario pendidikan
terakhir pasien adalah SLTP, sehingga dapat disimpulkan dengan rendahnya pendidikan pasien,
pasien lebih mungkin melakukan pekerjaan berat.

Faktor Psikososial

Faktor psikososial lain yang ditemukan pada pasien dengan nyeri punggung meliputi
depresi, kecanduan alkohol, perceraian, ketidakpuasan melakukan pekerjaan, ketidakmampuan
membangun kontak emosi, masalah keluarga, riwayat operasi punggung, dan angka Minnesota
Multi-phasic Personality Inventory (MMPI) tidak normal. Pekerja yang tidak puas dengan
pekerjaan sekarang, tempat bekerja, atau situasi sosial mempunyai angka kejadian nyeri
punggung bawah yang lebih tinggi (Magora, 1973; Bergenudd dan Nilsson, 1988).
Berdasarkan skenario, pasien mengaku tidak puas dengan pekerjannya, penghasilannya
tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, sehingga sering bertengkar
dengan istri dan menyebabkan pasien merasa stress dan tertekan. Selain itu, pekerjaanini
juga dilakukan setiap hari tanpa ada hari libur.

Pekerjaan Lain

Pada skenario, pasien memiliki pekerjaan lain selain sebagai tukang sayur, yaitu sebagai kenek
tukang batu selama 5 tahun.

VII. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Berdasarka pada skenario, diagnosis okupasi berdasarkan ICD 10 adalah ICD 10 M 54.5 Low
back pain et causa bekerja tidak ergonomis.

Referensi

Jeyaratnam, J. Buku praktik kedokteran kerja / J. Jeyaratnam, David Koh ; alih bahasa,
Suryadi ; editor edisi bahasa Indonesia, Retna Neary Elseria Sihombing, Palupi Widyastuti.
Jakarta : EGC, 2009. 206 14
Mechanical Low Back Pain. Oleh : Everett C Hills. 12 May 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/310353-clinical.
Pemeriksaan Fisik Tulang Belakang. Dalam : Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h.511-6
Sumamur,P. K. 1998. Ergonomi untuk Produktifitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung.

Anda mungkin juga menyukai