Anda di halaman 1dari 4

Kajian Semiotika pada Lukisan Berburu Celeng

Karya Djoko Pekik


&
Denotasi dan Konotasi pada Karya Topeng Panji

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Semiotika Seni

Oleh :
FaizAffan
0204515044

JURUSAN PENDIDIKAN SENI PPS UNNES


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
Judul karya

: Berburu Celeng

Media

: Cat minyak diatas kanvas

Seniman

: Djoko Pekik

Tahun

: 1998

Ukuran

: 128 x 180cm

Proses representasi objek oleh tanda :


IKON :
Pada lukisan berburu celeng terlihat sosok hitam raksasa, hitam, dengan badan
terbalik yang diikat pada kayu yang mirip dengan binatang celeng. Berbagai gaya pakaian
dan gaya gerak serta postur tubuh disekitar celeng tersebut adalah manusia.
INDEKS :
Seekor celeng yang sedang diikat dan manusia disekelilingnya adalah petunjuk bahwa
celeng tersebut berhasil ditangkap dan diarak oleh uforia manusia.
KONVENSI :
Sosok hitam dengan badan yang besar dan moncong yang panjang serta diikatkan
pada kayu adalah simbol dari hewan (celeng) yang sudah tak berdaya, postur dengan tangan
serta kaki yang sedang berlenggak-lenggok adalah konvensi manusia yang sedang
bergembira, latar yang sesak juga adalah konvensi dari riuhnya manusia disana.

Proses interpretasi oleh subjek :

RHEME :
Keramaian yang ditunjukan dengan banyaknya manusia dan seekor celeng yang
ditangkap menjadikan munculnya kemungkinan bahwa orang-orang bahagia karena sudah
menangkap celeng atau celeng tersebut akan dijadikan sebagai persembahan atau sebagai
peringatan tentang celeng sehingga banyak orang yang menari-nari menggunakan kostum.
PROPOSISI :
Proposisi dalam lukisan tersebut memberi informasi tentang penangkapan celeng
yang diikat dan ditandu oleh dua manusia serta disambut gembira oleh lautan manusia di
suatu tempat, semuanya seakan meneriaki, menghujat, mencemooh.
ARGUMEN :
Kebenaran yang terjadi pada lukisan ini jika dilihat dari bagaimana sang seniman
melukiskan lukisan ini adalah kegembiraan manusia pada tahun 1998 setelah ditangkap dan
diaraknya celeng dengan lautan manusia disekelilingnya yang memakai topeng, pakaian adat
serta tari-tarian yang menunjukan betapa gembira serta bahagia manusia pada saat itu.
Relevansi subjek dalam konteks :
QUALISIGN :
Medium lukisan Djoko Pekik adalah cat minyak yang dikerjakan diatas kanvas
pada ukuran 128x180cm yang dibuat pada tahun 1998. Lukisan dengan judul berburu
celeng ini digambarkan dengan bentuk celeng yang bulat, besar, dan menjijikkan dengan
memakai warna hitam, kemudian dua lelaki busung lapar dengan goresan goresan lekuk
bentuk badan yang terlihat tulang tulangnya, kering, agak sedikit membungkuk, memakai
pakaian seadanya, serta bambu atau pemikul yang dipakai untuk mengangkat celeng
digambarkan melengkung berwarna coklat abu-abu. Terdapat juga masa atau rakyat dengan
berbegai ekspresi, dengan tangal ketas, mengepal, menari, jari jari mereka tajam seperti
ingin mencabik sang celeng tersebut. Warna warna pada kerumusan masa ini dominan
coklat sehingga fokusnya tertuju pada arak arakkan celeng. Dari garis garis kontur yang
jelas pada setiap subjek. Menggunakan warna yang sedikit suram seperti hitam, coklat, abuabu, sehingga hasilnya seperti memiliki cerita kegembiraan bersejarah di masa lampau.

SINSIGN :

Lukisan berukuran 120x180cm ini adalah milik seniman Djoko Pekik, biasanya
lukisan digunakan sebagai sarana ekspresi diri atau kritis sosial pada masa-masa tertentu dan
lukisan ini dibuat pada saat sang seniman mengalami kecemasan pada tahun 1998. Di dalam
lukisan itu terdapat celeng yang diarak masa pada tahun 1998 disebuah tanah lapang yang
luas, banyak orang berkumpul dilapangan meneriaki celeng.
LEGISIGN :
Dalam lukisan tersebut dilukiskan penangkapan raja celeng gemuk ditengah
kerumunan manusia, tokoh celeng sebagai subjek utama. Djoko Pekik memakai metafora
binatang sebagai bahasa ungkap dalam karya seninya.
Lukisan Berburu Celeng yang dibuat pada tahun 1998, seekor celeng yang diikat
dengan sebuah pemikul yang diarak masa. Dikelilingi oleh masa atau rakyat yang
menyambutnya dengan eufhoria seperti karnaval dengan aneka penampilan dan ekspresi.
Semuanya seakan meneriaki, menghujat, mencemooh dan celeng terlihat tak berdaya dan
pupus. Bisa jadi celeng itu mati, celeng yang mati pada tahun 1998.
Dalam karya tersebut seniman ingin menampilkan tumbangnya kekuasaan sang raja
celeng. Ternyata lukisan itu bagaikan ramalan carut marut dan kecemasan bangsa pada
bangsa zaman sekarang. Lukisan yang dibuat setelah kejatuhan Orde Baru, konteksnya fajar
merekahnya era reformasi. Celeng adalah binatang sejenis babi hutan, mempunyai sifat buas,
bagi petani termasuk musuh petani, karena binatang ini sering masuk ke areal ladang atau
sawah petani. Bagi sebagian besar para petani ketika mendengar kata celeng anggapan
mereka tertuju pada sesuatu yang buruk, karena mereka mengenal celeng sebagai binatang
pengrusak.
simbol celeng yang bertubuh tambun menyimbolkan kekayaan yang ada pada
penguasa ini dan bisa jadi memang tubuh tambun tersebut dihasilkan dari makanan yang
tidak seharusnya untuk perut celeng tersebut, tetapi mungkin sebenarnya untuk kepentingan
orang banyak, yang dalam posisi ini sebagai korban dari ketamakan celeng ini. Celeng
sebagai objek dalam lukisan merupakan perumpamaan yang tepat oleh Djoko Pekik terhadap
penguasa Orde Baru, ini adalah hal hal yang ia terima, nyata dalam perjalanannya pada
masa Orde Baru ini, sesuatu yang menyakitkan hatinya.

Anda mungkin juga menyukai