Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Struktur Jantung

Gambar 2.1 Jantung


Lapisan Jantung
Jantung tersusun oleh tiga lapisan jaringan, yaitu endokardium, miokardium
dan epikardium. Endokardium merupakan bagian terdalam yang tersusun atas
jaringan endotelial yang melapisi ruang jantung bagian dalam dan katup jantung.
Miokardium merupakan bagian tengah yang tersusun atas serabut otot lurik dan
berperan dalam kontraksi jantung. Epikardium atau perikardium viseral melapisi
bagian permukaan luar jantung, epikardium melekat kuat pada jantung dan pada
beberapa sentimeter pertama arteri pulmonalis dan aorta.
Ruang Jantung
Jantung tersusun dari empat ruang, yaitu dua ruang atrium dan dua ruang
ventrikel. Dinding muskular (septum) memisahkan ruang sisi kanan dari ruang di sisi
kiri. Atrium kanan menerima darah terdeoksigenasi (sedikit oksigen) dari seluruh
tubuh. Darah mengalir ke ventrikel kanan, yang kemudian memompa darah melawan
resistansi rendah ke paru-paru. Atrium kiri menerima darah teroksigenasi (banyak
oksigen) dari paru-paru. Darah mengalir ke ventrikel kiri, yang memompa darah
melawan resistensi tinggi ke sirkulasi sistemik.
Katup Jantung

Katup jantung adalah struktur yang halus dan fleksibel, tersusun atas jaringan
fibrosa yang dilapisi endotelium. Katup memungkinkan aliran darah melalui jantung
berjalan satu arah. Katup membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan
tekanan antara ruang jantung. Katup yang lemah/bocor tidak akan menutup sempurna
sehingga disebut regurgitasi atau insufisiensi. Katup yang kaku tidak akan dapat
membuka dengan sempurna yang disebut sebagai stenosis.
Katup jantung mempunyai dua tipe, yaitu atrioventrikular dan semilunar.
Katup atrioventrikel terletak di antara atrium dan ventrikel. Katup trikuspid pada sisi
kanan, tersusun atas tiga daun katup. Katup bikuspid (mitral) pada sisi kiri, tersusun
atas dua daun katup. Pada ujung katup atrioventrikel terdapat filamen fibrosa/berserat
yang kuat yang disebut korda tendinae, berasal dari otot papilaris pada dinding
ventrikel. Otot papilaris dan korda tendinae bekerja bersama untuk mencegah katup
atrioventrikel mengalirkan darah kembali menuju atrium selama kontraksi ventrikel
(sistolik). Katup semilunaris tersusun dari tiga katup seperti cangkir yang membuka
saat kontraksi ventrikel (sistolik) dan menutup untuk mencegah aliran darah balik saat
ventrikel relaksasi (diastolik). Tidak seperti katup atrioventrikel, katup semilunaris
terbuka selama kontraksi ventrikel. Katup semilunaris pulmonal (antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis) dan katup semilunaris aorta (antara ventrikel kiri dan
aorta) tidak memiliki otot papilaris.
Suplai darah jantung
Otot jantung membutuhkan suplai darah yang kaya oksigen untuk memenuhi
kebutuhan metaboliknya. Arteri koroner (kanan dan kiri) bercabang dari aorta tepat di
bawah katup aorta, mengelilingi jantung dan menembus ke miokardium. Distribusi
pembuluh darah koroner dapat sangat bervariasi.
Kontraksi otot jantung ventrikel kiri menghasilkan tekanan ekstravaskular
yang menyumbat pembuluh darah koroner dan mencegah darah mengalir ke otot
jatung saat sistolik. Aliran darah arteri koroner dapat adekuat jika tekanan diastolik
sekurang-kurangnya 60 mmHg. Peningkatan aliran darah koroner meningkat seiring
dengan peningkatan kerja jantung. Vena koroner mengembalikan darah dari sebagian
besar miokardium ke sinus koroner atrium kanan. Beberapa area terutama pada sisi
kanan jantung menghasilkan darah secara langsung ke ruang jantung.

Tabel 2.1 Struktur Jantung dan Fungsinya


Struktur jantung dan fungsinya
Struktur
Fungsi
Perikardium
Pembungkus berlapis dua yang membungkus dan
melindungi jantung
Ruang jantung bagian atas yang menerima darah

Atrium
-

Atrium kanan

Menerima darah kaya oksigen melalui vena


cava superior dan inferior; mengalirkan darah

Atrium kiri

Ventrikel
-

Ventrikel kanan

ke ventrikel kanan
Menerima darah kaya oksigen dari paru-paru;

mengalirkan darah ke ventrikel kiri


Ruang pompa jantung bagian bawah
-

Menerima darah dari atrium melalui katup


trikuspid;

Ventrikel kiri

Katup trikuspid dan

darah

ke

sirkulasi

pulmonal
Menerima darah dari atrium melalui katup
bikuspid;

Katup jantung

memompa

memompa

darah

ke

sirkulasi

sistemik
Mencegah darah mengalir balik
-

bikuspid

Mencegah darah mengalir balik dari ventrikel


kanan ke atrium kanan dan dari ventrikel kiri
ke atrium kiri, secara berurutan

Katup semilunar

Mencegah darah mengalir balik dari arteri


pulmonalis ke ventrikel kanan dan dari aorta

Arteri koroner
-

Arteri koroner kanan

ke ventrikel kiri
Menyuplai darah ke jantung
-

Perfusi atrium kanan, ventrikel kanan, bagian


inferior ventrikel kiri dan dinding septum

Arteri koroner kiri

posterior, nodus SA dan nodus AV


Memperdarahi dinding anterior ventrikel kiri,
septum

Arteri desenden anterior kiri

ventrikular

anterior,

dan

apeks

ventrikel kiri
Memperdarahi atrium kiri, permukaan lateral dan
posterior ventrikel kiri, kadang septum interventrikel
posterior, kadang memperdarahi nodus SA dan AV

Arteri sirkumfleks
-

Nodus SA
Nodus AV

Nodus pacemaker, memulai denyut jantung

dengan menghasilkan impuls listrik


Jaras normal untuk impuls yang berasal dari
atrium untuk dihantarkan ke ventrikel; dapat

menjadi pacemaker sekunder


Berkas His, cabang berkas, Secara cepat menghantarkan potensial kerja jantung
serabut Purkinje

untuk memfasilitasi kontraksi ventrikel yang sinkron

Fisiologis Jantung
Selintas elektrofisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium,
kalium dan kalsium) bergerak menembus membran sel. Perbedaan muatan listrik yang
tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan apa yang dinamakan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi,
artinya terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian dalam membran yang
bermuatan negatif dan bagian luar yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula
saat dilepaskannya impuls listrik, mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membran
sel berubah dan ion bergerak melintasinya. Dengan bergeraknya ion ke dalam sel,
maka bagian dalam sel akan menjadi positif. Kontraksi otot terjadi setelah
depolarisasi. Sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel
tetangganya mengalami depolarisasi. Depolarisasi sebuah sel sistem hantaran khusus
yang memadai akan mengakibatkan depolarisasi dan kontraksi seluruh miokardium.
Repolarisasi terjadi saat sel kembali ke keadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot
miokardium.
Setelah influks natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi, permeabilitas
membran sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga memungkinkan ambilan
kalsium ke dalam sel. Influks kalsium yang terjadi selama fase plateau repolarisasi,
jauh lebih lambat dibanding natrium dan berlangsung lebih lama. Interaksi antara
perubahan voltase membran dan kontraksi otot dinamakan kopling elektromekanikal.
Kopling elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal tergantung pada
komposisi cairan interstisial sekitar otot jantung. Komposisi cairan tersebut pada

gilirannya tergantung pada komposisi darah. Maka perubahan konsentrasi kalsium


dapat mempengaruhi kontraksi serabut otot jantung. Perubahan konsentrasi kalium
darah juga penting, karena kalium mempengaruhi voltase listrik noraml sel.
Hemodinamika jantung
Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah adalah aliran cairan dari
daerah yang bertekanan tinggi ke daerah tekanan tendah. Tekanan yang bertanggung
jawab terhadap aliran darah dalam sirkulasi normal dibangkitkan oleh kontraksi otot
ventrikel. Ketika otot berkontraksi, darah terdorong dari ventrikel ke aorta selama
periode dimana tekana ventrikel kiri melebihi tekanan aorta. Bile kedua tekanan
menjadi seimbang, katup aorta akan menutup dan keluaran dari ventrikel kiri terhenti.
Darah yang telah memasuki aorta akan menaikkan tekana dalam pembuluh darah
tersebut. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan yang akan mendorong darah secara
progresif ke arteri, kapiler, dan ke vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan
karena tekanan dalam ruang inilebih rendah dari tekanan vena. Perbedaan tekanan
juga bertanggung jawab terhadap aliran darah dari arteri pulmonalis ke paru dan
kembali ke atrium kiri. Perbedaan tekanan dalam sirkulasi pulmonal secara bermakna
lebih rendah dari tekanan sirkulasi sistemik karena tahanan aliran di pembuluh darah
pulmonal lebih rendah.
Siklus jantung
Satu siklus jantung sama dengan satu kali denyut jantung. Siklus jantung
terdiri atas dua bagian: sistolik ventrikel (kontraksi) dan diastolik ventrikel (relaksasi).
Siklus jantung secara normal dimulai dengan depolarisasi spontan oleh sel pacemaker
nodus SA dan diakhiri pengisia ventrikel yang terelaksasi.
Sistolik Atrium. Depolarisasi nodus SA menyebar melalui atrium menggunakan jaras
internodus dan interatrium. Depolarisasi sel atrium (gelombang P pada EKG)
menyebabkan masuknya ion kalsium yang kemudian diikuti kontraksi dan
dihasilkannya tekanan. Kontraksi atrium menyebabkan sebagian kecil darah masuk ke
ventrikel, yang disebut tendangan atrium.
Sistolik Ventrikel. Setelah terlambatnya rangsang di nodus AV, gelombang depolarisasi
memasuki ventrikel dan disebarkan dengan cepat oleh cabang berkas dan serabut
Purkinje (kompleks QRS pada EKG). Bersamaan dengan depolarisasi, ion kalsium

masuk dan menginisiasi kontraksi ventrikel. Pada fase kontraksi isovolemik, terjadi
kontraksi ventrikel, penutupan katup AV sehingga terjadi tekanan di dalam ventrikel.
Ketika katup AV menutup terdengar bunyi jantung satu (S1). Oleh karena katup aorta
dan pulmonal masih tertutup, tidak ada darah yang meniggalkan ventrikel. Fase ejeksi
dimulai ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam aorta dan pulmonal.
Katup semilunaris membuka dan ventrikel memompa darah ke dalam sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal.
Diastolik Ventrikel. Pada awal diastolik, ventrikel mengalami relaksasi, tekanan dalam
aorta dan arteri pulmonal lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel sehingga katup
semilunaris menutup. Pentupan katup menimbulkan bunyi jantung dua (S2). Katup
AV masih menutup sehingga tidak ada darah yang masuk dan keluar ventrikel.
Kondisi ini disebut relaksasi isovolemik. Ketika ventrikel mengalami relaksasi,
tekanan dalam ventrikel menurun sehingga lebih rendah daripada di atrium, dan ketika
katup AV terbuka, darah dari atrium masuk ke ventrikel (pengisian ventrikel). Ketika
ventrikel terisi secara pasif, siklus jantung siap untuk mulai lagi.
Curah jantung dan indeks jantung
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan tiap menit dengan
kontraksi ventrikel yang ritmik. Pada akhir diastolik ventrikel, masing-masing
ventrikel berisi sekitar 140ml (end-diastolic volume (EDV) ). Normalnya selama
sistolik, jantung mengeluarkan sekitar setengah dari jumlah tersebut. Jumlah yang
dikeluarkan oleh ventrikel pada satu kali kontraksi (denyut jantung/ HR) disebut
volume sekuncup (stroke volume) dan fraksi ejeksi. Curah jantung dapat dihitng
dengan cara sebagai berikut.
CO = [ EDV ESV] x HR
CO: curah jantung; EDV: akhir diastolik ventrikel; ESV: akhir sistolik ventrikel; HR:
denyut jantung
Curah jantung berkisar 4-8 L/menit pada oarang dewasa. Pada orang dewasa
normal 150 pon (70 kg) saat istirahat, curah jantung berkisar 5-6 L/menit. Curah
jantung umumnya dapat diukur dengan termodilusi menggunakan kateter arteri
pulmonal (Swan-Ganz). Beberapa metode lain juga dapat digunakan seperti
mendapatkan frekuensi jantung dari EKG dan volume sekuncup melalui teknik

pencitraan ventrikel. Para klinisi menggunakan indeks jantung (cardiac index CI)
untuk mengetahui curah jantung pada individu yang berbeda ukuran tubuhnya:
CI = Curah Jantung
Luas permukaan tubuh
Indeks jantung normal adalah 2,5-4 L/menit/m2. Volume sekuncup
berpengaruh besar terhadap curah jantung dan ditentukan oleh preload, afterload, dan
kontraktilitas jantung
Preload. Preload adalah panjang serabut miokardium ventrikel kiri pada akhir
diastolik. Preload ditentukan oleh EDV. Hukum Frank-Starling menyatakan bahwa
semakin teregang serabut miokardium maka semakin besar pula kontraksinya.
Afterload. Afterload adalah hambatan bagi ventrikel kiri untuk mengeluarkan darah.
Secara spesifik, merupakan jumlah tekanan yang dibutuhkan ventrikel kiri untuk
membuka katup aorta selama sistolik dan mengeluarkan darah. Afterload berhubungan
dengan tekanan darah arteri dan karakteristik katup. Semakin tinggi tekanan darah
arteri, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke sirkulasi. Volume
sekuncup berbanding terbalik dengan afterload.
Status Kontraktilitas. Status kontraktilitas (inotropik) merupakan kekuatan kontraksi
miokardium tanpa memperhatikan volume darahnya (preload). Tidak seperti otot
skeletal, miokardium dapat mengubah kecepatan kontraksi sehingga mengubah
tekanannya.kecepatan siklus jembatan silang dalam miokardium bergantuung pada
kadar kalsium dan agen yang meningkatkan kadar kalsium intraselular, sehingga
meningkatkan tekanan kontraksi.

Gambar 2.2 Katup Mitral


Katup Mitral juga disebut sebagai katup bicuspid / katup atrioventrikuler kiri
merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri dari dua daun katup.
Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan anatara atrium kiri dan
ventrikel kiri. Katup mitral dan katup trikuspid merupakan katup atrioventricular
karena

terletak

diantara

atrium

dan

ventrikel

jantung,

dan

keduanya

mengendalikan laju aliran darah.


Katup mitral letaknya di jantung yaitu antara atrium dan ventrikel kiri. Ratarata ukuran katup mitral adalah 46 cm. Katup mitral memiliki dua daun
katup/leaflet (anteromedial leaflet dan posterolateral leaflet). Katup dibatasi oleh
cincin katup yang dinamakan mitral valve annulus. Katup anterior melingkupi 2/3
area katup mitral, dan sisanya oleh katup posterior. Katup katup ini dijaga oleh
tendon yang melekat di bagian posterior katup, mencegah agar katup tidak
prolaps. Tendon ini dinamakan chordae tendineae. Chordae tendineae menempel
ujungnya pada otot papilaris (papillary muscles) dan pada katup. Otot papilaris
sendiri merupakan penonjolan dari dinding ventrikel kiri. Ketika ventrikel kiri
berkontraksi , tekanan intraventrikuler memaksa katup mitral untuk menutup.
Tendon menjaga agar leaflet tetap sejajar satu sama lain dan tidak bocor ke arah
atrium.
B. Definisi Mitral Stenosis
Mitral stenosis adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah katup
mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif pada aliran
darah. Normalnya, pembukaan katup mitral adalah seluas tiga jari. Pada kasus
stenosis berat, lubang menyempit sampai selebar pensil (Smeltzer, 2002).
Mitral stenosis merupakan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri akibat
kelainan struktural pada katup mitral, yang menghambat terbukanya katup mitral
secara sempurna saat fase diastol (Bonow, 2008).
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral.
Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul
gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastole (Sudoyo, 2007).
C. Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan

90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya
walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus
eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis
(RA), Wipples disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta
kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran masuk ke ventrikel kiri
seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai stenosis
mitral. Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam
rematik, sisanya menyangkal.
D. Patofisiologi
Pada awal diastol jantung normal, katup mitral akan terbuka dan darah
mengalir bebas dari atrium kiri ke ventrikel kiri, dengan mengabaikan perbedaan
tekanan antara ke dua ruang jantung. Pada mitral stenosis, adanya obstruksi aliran
darah melewati katup mitral sehingga pengosongan atrium kiri terhalangi serta adanya
gradien tekanan yang abnormal antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Akibatnya,
tekanan atrium kiri lebih tinggi dari normal, suatu keadaan yang diperlukan agar
darah dapat dipompa melewati katup yang obstruksi. Area cross-sectional normal
untuk orifisium katup mitral adalah 4-6cm2. Gejala hemodinamik mitral stenosis
menjadi jelas bila orifisium katup <2,5 cm2. Area katup mitral >1,5 cm2 biasanya
tidak menunjukkan gejala pada saat istirahat. Namun, jika terjadi peningkatan aliran
transmitral atau penurunan masa pengisian diastol, maka akan meningkatkan tekanan
atrium kiri dan menimbulkan gejala. Sehingga, gejala pertama sesak nafas pada
penderita dengan mitral stenosis ringan biasanya dipicu oleh aktifitas, stress
emosional, infeksi, kehamilan, atau fibrilasi atrium dengan repon ventrikular yang
cepat.Walaupun tekanan ventrikel kiri biasanya normal pada mitral stenosis,
kerusakan pengisian ruang jantung melewati katup mitral yang menyempit dapat
menurunkan stroke volume dan cardiac output.
Tingginya tekanan atrium kiri pada mitral stenosis diteruskan secara pasif ke
sirkulasi pulmonal, mengakibatkan tingginya tekanan kapiler dan vena pulmonal.
Tekanan hidrostatik yang meningkat dalam sirkulasi pulmonal dapat menyebabkan
transudasi plasma ke jaringan interstitial paru dan alveoli. Penderita kemudian akan
merasakan sesak nafas dan gejala gagal jantung kongestif lainnya. Pada kasus yang
berat, peningkatan tekanan vena pulmonal yang signifikan akan menyebabkan
terbukanya saluran kolateral antara vena pulmonal dan bronkial. Kemudian, tingginya

tekanan pembuluh pulmonal dapat merobek vena bronkial ke parenkim paru,


menyebabkan batuk darah atau hemoptisis.
Peningkatan tekanan atrium kiri pada mitral stenosis dapat menyebabkan 2
bentuk hipertensi pulmonal yang berbeda yaitu pasif dan reaktif.Sebagian besar
penderita dengan mitral stenosis mengalami hipertensi pulmonal pasif yang berkaitan
dengan transmisi ke belakang dari tingginya tekanan atrium kiri ke sirkulasi
pulmonal.Ini menyebabkan tingginya tekanan arteri pulmonal sebagai kompensasi
tekanan atrium kiri dan vena pulmonal yang meningkat.Selain itu, kira-kira 40%
penderita mitral stenosis menunjukkan adanya hipertensi pulmonal reaktif dengan
hipertrofi medial dan fibrosis intima pada arteriol pulmonal.Hipertensi pulmonal
reaktif dapat menguntungkan karena peningkatan resistensi arteriol mencegah aliran
darah menuju kapiler pulmonal yang membengkak dan menurunkan tekanan
hidrostatik

kapiler

sehingga

mencegah

lebih

tingginya

tekanan

kapiler

pulmonal.Walaupun demikian, keadaan ini hanya menguntungkan bila aliran darah


menuju sirkulasi pulmonal menurun dengan akibat peningkatan tekanan jantung
kanan ketika ventrikel kanan memompa darah melawan resistensi yang meningkat.
Tingginya tekanan ventrikel kanan yang berlangsung kronik dapat menyebabkan
hipertrofi dan dilatasi pada ruang jantung dan terjadi gagal jantung kanan.
Tekanan atrium kiri yang tinggi yang berlangsung kronik akibat overload pada mitral
stenosis dapat menyebabkan pembesaran atrium kiri. Dilatasi atrium kiri ini akan
meregangkan serat konduksi atrium dan dapat merusak integritas dari sistem konduksi
jantung yang menyebabkan fibrilasi atrium (ritme jantung yang ireguler dan cepat).
Fibrilasi atrium menyebabkan cardiac output semakin menurun karena meningkatnya
denyut jantung memperpendek fase diastole. Ini akan mengurangi waktu yang
diperlukan agar darah dapat mengalir melalui katup mitral yang obstruksi untuk
mengisi ventrikel kiri dan menyebabkan tekanan atrium kiri yang semakin tinggi.
Terhentinya aliran darah pada dilatasi atrium kiri pada mitral stenosis, terutama ketika
disertai dengan kejadian fibrilasi atrial, memicu terbentuknya trombus intra
atrium.Tromboemboli pada organ perifer dapat terjadi, menyebabkan komplikasi
seperti oklusi serebrovaskuler (stroke). Kemungkinan terjadinya komplikasi
tromboemboli sistemik pada penderita mitral stenosis berhubungan dengan usia
penderita dan dimensi bagian atrium kiri. Penderita dengan fibrilasi atrium
mempunyai resiko tinggi menderita stroke dan memerlukan terapi antikoagulan.
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral,
dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya

waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya
area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:
1. Minimal : bila area >2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1-1,4 cm2
4. Berat: bila area <1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara gradien dan
luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 2.2 Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup
mitral

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral

PATOFISIOLOGI MITRAL STENOSIS

Endokarditis rematik,
thrombus, kalsifikasi katup

Mitral stenosis

Aliran darah menurun dari atrium kiri ke ventrikel


kiri selama fase diastolic ventrikel

takikardi
Waktu diastolic

Peningkatan tekanan atrium


kiri
Dilatasi/hipertrofi

Volume sekuncup

Tekanan dalam vena


pulmonalis dan kapiler

Curah jantung

Kongesti paru
Fibrilasi atrium

Sesak nafas

Cepat lelah
Hipertensi
Gangguan aktivitas
seari-hari

Resistensi ejeksi ventrikel


kanan
Peningkatan beban tekanan
ventrikel kanan
Pembesaran vena sistemis,
hepatomegali, edema
perifer,
dan asites
Gagal
jantung
kanan

Dx : Ketidakefektifan
pola napas

Dx : Intoleransi
aktivitas

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis mitral stenosis tergantung pada derajat penurunan area
katup.Semakin berat stenosis, semakin besar gejala yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan atrium kiri dan vena pulmonal. Manifestasi awalnya berupa
sesak nafas dan penurunan kapasitas aktivitas. Pada mitral stenosis ringan, sesak nafas
tidak dijumpai pada istirahat, walaupun muncul pada keadaan ketika tekanan atrium
kiri meningkat dengan adanya aktifitas yang memicu peningkatan aliran darah melalui
jantung dan denyut jantung yang semakin cepat (contohnya, penurunan waktu
pengisian jantung pada saat diastol). Kondisi dan aktifitas lain yang meningkatkan
denyut jantung dan aliran darah jantung, dan mengakibatkan gejala eksaserbasi pada
mitral stenosis adalah demam, anemi, hipertiroid, kehamilan, aritmia cepat seperti
fibrilasi atrium, olahraga, stress emosional, dan aktifitas seksual.
Dengan mitral stenosis yang lebih berat (contohnya, area katup yang
mengecil), sesak nafas dapat terjadi saat istirahat. Lelah yang berlebihan dan tanda
kongesti pulmonal yang lebih berat, seperti ortopnoe dan paroxysmal nocturnal
dyspnea, dapat terjadi. Mitral stenosis dan hipertensi pulmonal yang parah dapat
mengakibatkan tanda-tanda gagal jantung kanan, termasuk distensi vena jugular,
hepatomegali, asites, dan edema perifer. Kompresi pada saraf laringeal rekuren oleh
pembesaran arteri pulmonal atau atrium kiri dapat menyebabkan suara serak (sindrom
Ortners).
F. Komplikasi
a. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang
simtomatis, walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan

beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum diketahui secara


jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang lama cenderung
menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan perubahan struktur ini diduga
dapat merubah keadaan elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor
predeposisi untuk menimbulkan aritmia atrium.
Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan
perubahan struktur SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua
keadaan yang memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung
reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan pada pasien dengan usia diatas 40
tahun.
b. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral.
Lebih 90% emboli sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung
reumatik. Pasien penyakit jantung reumatik yang mengalami embolisasi terutama
terjadi pada pasien dengan kerusakan katup mitral, dan stenosis mitral. Diduga
antara 9-20% pasien penyakit jantung reumatik yang menyerang katup mitral
mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis mitral
dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau
tanpa fibrilasi atrium ,semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas
akibat emboli serebri sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga
sekitar 15%.
c. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung
Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut
akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral, dimana
mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.
d. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan
mengahancurkan baktri-bakteri penyebab endokarditis. Tetapi pada katup jantung
yang rusak dapat menyebabkan bakteri tersebut tersangkut pada katup tersebut.
e. Prolaps Katub Mitral (MVP)
Selama ventrikel berkontraksi daun katub menonjol ke dalam atrium kiri
kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil
darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar
longgar di dalam daun dan korda katub mitral, yang menyebabkan katub menjadi

floopy dan inkompeten saat sistol. MVP jarang menyebabkan masalah jantung
yang serius namun bisa menjadi penyulit sindrom marfan atau penyakit jaringan
ikat serupa dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autosomal yang
berkaitan dengan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai kasus yang
sporadik.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita

menyangkalnya
Dyspneu deffort.
Paroksismal nokturnal dispnea terjadi karena peninggian kongesti vena
paru terjadi akibat adanya perubahan volume ekstravaskuler atau

intravaskular apabila pasien berada dalam posisi tidur.


Aktifitas yang memicu kelelahan.
Hemoptisis terjadi akibat refleksi hipertensi vena pulmonal ke dalam vena

bronchial.
Nyeri dada , mungkin dikaitkan dengan adanya iskemia miokard ventrikel

kanan yang timbul sebagai akibat hipertensi pulmonal yang berat.


Palpitasi biasanya muncul apabila stenosis mitral tersebut sudah disertai
adanya fibrilasi atrial.

2. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Sianosis perifer dan wajah.
Opening snap.
Diastolic rumble.
Distensi vena jugularis.
Respiratory distress.
Digital clubbing.
Systemic embolization.
Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan
oedem perifer
Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat dikenal dengan terdengarnya
bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang (rumble),
aksentuasi presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras. Jika terdengar bunyi
tambahan opening snap berarti katup masih relative lemas (pliable) sehingga
waktu terbuka mendadak saat diastole menimbulkan bunyi yang menyentak

(seperti tali putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan opening snap memberikan
gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat
penyempitannya. Komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 dapat mengeras
disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi
insufisiensi pulmonal maka dapat terdengar bising diastolik dini dari katup
pulmonal.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Foto Thorax
Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan
Foto PA :
Batas kiri atas jantung menonjol (auricular appendage)
Double contour batas kanan jantung
Apeks jantung bulat bila ventrikel kanan membesar
Bronchus utama kiri terangkat, karena atrium kiri membesar
Corakan vascular paru bertambah

Foto Lateral dan RAO :


Tampak esofagus terdorong ke posterior oleh pembesaran atrium kiri
Foto LAO :
Tampak atrium membesar tepat dibawah bronchus kiri terjadi karena volume
atrium kiri meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan
diri secara normal dikarenakan terjadi oedema pada arteri pulmonalis akibat
bendungan yang terjadi pada katub mitral yang sempit.

Gambar 2.3 Gambaran radiologi oedema a.pulmonalis dan double contour


Terjadi juga gambaran bendungan/pelebaran vena pulmonalis, hal ini
disebabkan karena penyempitan pada katub mitral menimbulkan hambatan bagi
darah yang mengalir dari paru melalui vena pulmonalis.Vena pulmonalis ini
melebar karena bertambah isinya dan tampak pada foto sebagai pembuluh darah
lebar dan pendek dengan arah horizontal tegak lurus pada dinding pleura dan
letaknya di lobus inferior (Kerley B-Line).
Pembesaran ventrikel kanan, hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan
pada atrium kiri dan vena pulmonalis sehingga menyebabkan tekanan di dalam
sirkulasi paru juga bertamabah tinggi (hipertensi pulmonal).Hipertensi pulmonal
meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteri pumonalis.Ventrikel
kanan berespon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan hipertrofi otot.

Gambar 2.4 Foto thorax stenosis mitral (PA)

Gambar 2.5 Foto thorax stenosis mitral posisi lateral


Pemeriksaan EKG
Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik
pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap
lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan
kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.
Pemeriksaan Ekokardiografi
Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
E-Fslope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan

menghilangnya gelombang a
Berkurangnya permukaan katup mitral
Berubahnya pergerakan katup posterior
Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat
kalsifikasi

Tabel 2.3 Indikasi Ekokardiografi pada Mitral Stenosis


Kelas
1

1. Ekokardiografi diindikasikan pada keadaan:


a. Diagnosis mitral stenosis, menilai keparahan, menilai lesi
katup penyerta, dan menilai morfologi katup (untuk
menentukan kemungkinan dilakukannya percutaneous mitral
balloon valvotomy (PMBV)).
b. Evaluasi ulang pada penderita dengan mitral stenosis dan
adanya perubahan tanda atau gejala.
c. Penilaian respon hemodinamik dengan aktivitas dengan
menggunakan

ekokardiografi

Doppler

ketika

terdapat

perbedaan hasil ekokardiografi Doppler saat istirahat, temuan


klinis, tanda dan gejala.
2. Transesofageal ekokardiografi diindikasikan pada keadaan:
a. Penilaian ada tidaknya trombus pada atrium kiri dan
keparahan

mitral

regurgitasi

pada

penderita

yang

dipertimbangkan untuk PMBV.


b. Penilaian morfologi katup mitral dan hemodinamik ketika
transtorakal ekokardiografi tidak memberikan data yang
Kelas
2a

optimal.
1. Ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi ulang penderita
asimtomatik dengan mitral stenosis dan temuan klinis yang stabil
untuk menilai tekanan arteri pulmonal (untuk mitral stenosis

berat setiap tahun, sedang setiap 1-2 tahun, dan ringan setiap 3-5
Kelas
3

tahun)
1. Transesofageal ekokardiografi tidak diindikasikan pada penderita
mitral stenosis untuk evaluasi rutin morfologi dan hemodinamik
katup mitral ketika data komplit transtorakal memuaskan.

a. Ekokardiografi Doppler
Merupakan modalitas pilihan paling sensitive dan spesifik untuk
diagnostic stenosis mitral. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi
struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup
dengan planimetri (mitral palve area), struktur dari apparatus subvalvular,
juga dapat ditentukan fungsi ventrikel. Sedangkan dengan Doppler dapat
ditentukan gradient mitral, serta ukuran dari area mitral dengan cara
mengukur pressure half time terutama bila struktur katup sedemikian
jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan planimetri tidak
dimungkinkan. Selain itu dapat mengetahui regurgitasi mitral yang sering
menyertai mitral stenosis.

Gambar 2.6 (a) Dopler spectral dari aliran mitral normal. (b) Stenosis
mitral.
Pada aliran normal, kecepatan puncak hanya 0,8 m/det dan turun menuju
nol dengan cepat dengan peningkatan diastolic akhir karena kontraksi
atrium, sementara pada stenosis mitral kecepatan puncak awal lebih
tinggi, hamper 2 m/det dan turun lebih lambat sehingga mempertahankan
kecepatan yang lebih tinggi sepanjang diastole sebelum peningkatan
sekunder yang disebabkan oleh kontraksi atrium.
b. Ekokardiografi transesofageal
Pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tanduser endoskopi,
sehingga jendela ekokargiografi akan lebih luas, terutama untuk struktur
katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Untuk pemeriksaan rutin kurang

dianjurkan tetapi pada prosedur valvulotomi balon dan pertimbangan


antikoagulan sebaiknya dilakukan.

Gambar 2.7 Stenosis mitral cincin supravalvular pada parasternal long axis
view

Ekokardiografi 2 dimensi dengan pencitraan aliran warna pada parasternal


long axis view, tapak aliran turbulen (panah) di saat diastolik dari atrium kiri
(LA) ke ventrikel kiri (LV), disebabkan oleh cincin mitral supravalvular
obstruktif.

Gambar 2.9 Stenosis mitral cincin supravalvular pada apical view


Ekokardiografi 2 dimensi dengan pencitraan aliran warna pada apical view,
tampak aliran turbulen (panah) pada diastolik dari atrium kiri (LA) ke
ventrikel kiri (LV), disebabkan oleh cincin mitral supravalvular obstruktif.
Kateterisasi
Penilaian invasive dengan kateterisasi jantung terbatas untuk subgroup
pasien tertentu, dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan

intervensi

nonbedah

misalnya,

valvulotomi

dengan

balon,

untuk

menggambarkan anatomi koroner dan tidak lagi merupakan keharusan


sebelum pembedahan katup mitral.
H. Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau
pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan
penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau
pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang
bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi
atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk
mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh
Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik.
Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan
dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali
diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun
1920.Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya
mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura,
atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih
baik.Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau
penggantian katup mitral dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan
keluhan
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
Usia tua dengan fibrilasi atrium
Pernah mengalami emboli sistemik

Pembesaran yang nyata dariappendage atrium kiri

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat
dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam
atrium
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi
sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur
atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi
dari suatu prosedur atau pengobatan
a. II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif
b. II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau
efikasi
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur
atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya
Tabel 2.4 Rekomendasi Ekokardiografi
Rekomendasi Ekokardiografi
Indikasi

Klas

1 Diagnosis stenosis mitral, evaluasi berat ringannya(gradient


rata-rata, area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta
2 ukuran dan fungsi ventrikel kanan
3 Evaluasi morfologi katup, guna menentukan kelayakan
4 tindakan balon katup
5 Diagnosis dan evaluasi kelainan katup yang menyertai
Re-evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan
6 tanda
Evaluasi respon hemodinamik dari gradient rata-rata pada
7 latihan, bila terlihat gambaran klinis dengan hemodinamik
pada latihan
Re-evaluasi pasien stenosis sedang-berat asimtomatik untuk
menentukan tekanan arteri pulmonalis
Evaluasi rutin stenosis ringan dan gejala klinis stabil

I
I
I
I
IIa
IIb
III

Tabel 2.5 Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT)


Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT)
Indikasi
1 Untuk menentukan ada tidaknya thrombus atrium kiri pada pasien
dengan rencana balon valvotomi kardioversi
2 Evaluasi morfologis katup bila data transtorakal kurang optimal
3 Evaluasi rutin morfologis katup mitral bila data transtorakal cukup
optimal

Klas
IIa
IIa
III

Tabel 2.6 Rekomendasi Kateterisasi Jantung


Rekomendasi Kateterisasi Jantung
Indikasi
1 Pada pasien secara selektif
2 Menentukan gradasi stenosis pada rencana balon valvotomi,
dimana gambaran klinis dan eko tidak sesuai
3 Evaluasi artreri pulmonal, atrium kiri, tekanan diastolic ventrikel
kiri jika simtom tiodak sesuai dengan 2-D echo dan doppler
4 Evalusi respon hemodinamik arteri pulmonal dan tekanan atrium
kiri terhadap stress bila simtom klinis dan hemodinamik pada
5 istirahat tidak sesuai
Evaluasi hemodinamik katup mitral bila data 2-D dan Doppler
sesuai dengan temuan klinis

Klas
I
IIa
IIa
IIa
III

Tabel 2.7 Rekomendasi Valvotomi Perkutan dengan Balon


Rekomendasi Valvotomi Perkutan dengan Balon
Indikasi

Klas

1 Pasien simtomatik klasifikasi NYHA II-IV, stenosis mitral sedang atau


berat dengan area <1,5 cm2 , morfologis katup memenuhi syarat untuk
valvulotomi balon tanpa adanya thrombus atrium kiri atau regurgitasi
2 mitral sedang-berat
Pasien asimtomatik dengan gradasi sedang-berat (area <1,5 cm 2),
morfologis katup memenuhi syarat dengan hipertensi pulmonal
(>50mmHg pada istirahat, >60mmHg dengan latihan) tanpa adanya
3 thrombus atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat
Pasien klasifikasi NYHA II-IV, gradasi sedang-berat (area <1,5 cm2),
katup tidak pliable disertai klasifikasi resiko operasi tinggi, tanpa
4 adanya thrombus atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat
Pasien asimtomatik klasifikasi NYHA II-IV, gradasi sedang atau berat

I
IIa

IIa
IIb

(area <1,5 cm2), morfologis katup memenuhi syarat untuk valvulotomi


balon, disertai onset fibrilasi atrium yang baru tanpa adanya thrombus
5 atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat
Klasifikasi NYHA III-IV, gradasi sedang-berat (area <1,5 cm2), katup
6 kaku disertai kalsifikasi dan resiko rendah untuk operasi
Pasien dengan stenosis mitral ringan

IIb
III

DAFTAR PUSTAKA
Aletta Ann Frazier, dkk. (2007) Pulmonary Veno-occlusive Disease and Pulmonary Capillary
Hemangiomatosis. (diakses tanggal 19 Desember 2015). Diunduh dari URL :
http://radiographics.rsna.org/content/27/3/867.full
Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, dkk. (2008). Focused Update Incorporated Into the
ACC/AHA 2006 Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart
Disease. American Heart Association.118:e523-e661
Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, dkk. Management of Patients with Valvular Heart
Disease. American Heart Association, 2006
Carabello BA. (2005). Modern Management of Mitral Stenosis. American Heart Association,
112:432-437
Edwards MM, Gara PT, Lily LS. (2007). Valvular Heart Disease in Pathophysiology of Heart
Disease. Lippincott Williams & Wilkins. Edisi 4. 197-224
Ethan S Brandler, MD, MPH. Mitral Stenosis. 13 april 2011 (diakses tanggal 19 Desember
2015).

Diunduh

dari

URL

http://emedicine.medscape.com/article/758899-

overview#showall
Grey H, Dawkins D, Morgan M, Simpson A. (2002). Lecture Notes Kardiologi. Edisi ke-4 h
208-10. Jakarta: Erlangga
Malueka, Rudy G. (2006). Radiologi Diagnostik.Yogyakarta:Pustaka Cendekia Press
Patel, Pradip R. (2007). lecture notes Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rasad S. (2005). Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed 8. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W. dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Anonim. Mitral Stenosis. (2004) (diakses tanggal 19 Desember 2015). Diunduh dari URL :
http://learningradiology.com/notes/cardiacnotes/mitralstenosispage.htm

Anda mungkin juga menyukai