Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH ( KMB) II


Tentang : asuhan keperawatan pada pasien Pielonefritis
Dosen Pembimbing : A.Haris AB. SST.MPH.

O
L
E
H

Nama : IRA PUSPITASARI


Nim : P006 20314 045

KEMENTERIAN KESEHATAN POLITEKTIK KESEHATAN MATARAM


PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN BIMA TAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayahNya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan medical bedah (KMB 2 ) ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat
serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu
berpegang teguh pada sunnahnya Amiin...
Dalam penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas
bantuan, dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen pembimbing dan teman-teman yang tidak
bisa saya sebutkan satu per satu akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini dapat
teratasi.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan
,makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis dan
kajian serta interview dari orang-orang yang berkompeten dengan tema makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran
khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini.
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik
dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Bima, Maret 2016


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

ANATOMI FISIOLOGI
PENGERTIAN
EPIDEMOLOGI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
.GEJALA
MANIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PELAKSANAAN
KOMPLIKASI

ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi


Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari
dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih ( vesika urinaria )
dan satu buah uretra.

1. Ginjal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak dipinggang, sedikit dibawah
tulang rusuk bagian belakang. ( Daniel S, Wibowo, 2005 ) Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dibanding ginjal kiri. Mempunyai ukuran panjang 7 cm dan tebal
3 cm. Terbungkus dalam kapsul yang terbuka kebawah. Diantara ginjal dan
kapsul terdapat jaringan lemak yang Ginjal mempunyai nefron yang tiap tiap
tubulus dan glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh
sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira kira terdapat 1,3 juta nefron dalam
tiap tiap ginjal manusia. (Ganong, 2001 )
Fungsi Ginjal :
Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme
tubuh.
Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal
Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan
sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang
Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan

komposisi air dalam darah. (Guyton, 1996 ).

2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm,
terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu satunya adalah
menyalurkan urin ke vesika urinaria. ( Roger Watson, 2002 )
3. Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3
sampai 4 cm dibelakang simpisis pubis ( tulang kemaluan ). Vesikaurinaria
mempunyai dua fungsi yaitu :
a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh.
b. Dibantu uretra vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh.
(RogerWatson, 2002 ).
Didalam vesika urinaria mampu menampung urin antara 170 - 230 ml.
(Evelyn, 2002 )
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai keluar tubuh. Pada wanita uretra pendek dan terletak didekat
vagina. Pada uretra laki laki mempunyai panjang 15 20 cm. ( Daniel S,
Wibowo, 2005 )
B. DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan
interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui
uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri
jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari
3% (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang
paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke
pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong. 2000)
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum
adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal
akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau
infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau
gangguan metabolic.
Secara umum terdapat dua jenis Pyelonefritis yakni:
1. Pyelonefritis Akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena terapi yang tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang
berulang terjadi dua minggu setelah terapi selasai. Infeksi bakteri dari saluran
kemih bagian bawah kearah ginjal akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi
saluran urinarius bagian atas dikaitkan dengan selimut antibody bakteri dalam
urine. Ginjal biasaya membesar disertai infiltrasi interstisiil sel-sel inflamasi.
Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis dan pada
akhirnya akan menyebabkan atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus.
2. Pyelonefritis Kronis
Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat
inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan
parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan
ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun
atau setelah infeksi yang gawat.
C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis lebih sering terjadi pada anak
perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih
pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya
bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-10% pada perempuan
usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada

hampir 90% kasus, pasien adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada
perempuan dan laki-laki adalah 2 : 1.
D. ETIOLOGI
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)

merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50%
infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang juga turut serta dapat
mengakibatkan pielonefritis seperti klebsiella, golongan streptokokus. Infeksi biasanya

berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat,
naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan
organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai
penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat)
atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian
tubuh lainnya melalui aliran darah.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. kehamilan
b. kencing manis
c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk
melawan infeksi.
E. PATOFISIOLOGI
Pielonefritis merupakan penyakit saluran kemih bawah yang pada mulanya
berawal dari infeksi saluran kemih bawah. Pielonefritis disebabkan oleh infasi bakteri
pada saluran kemih seperti bakteri : E.coli yang secara normal terdapat pada saluran
pencernaan, dan secara tidak sengaja dapat menginfeksi atau terbawa ke saluran kemih
karena pola kebersihan yang salah. Disamping E.coli bakteri lain yang dapat
menyebabkan pielonefritis adalah klabsiella, streptococcus. Factor lain sebagai
predisposisi Pielonefritis seperti : kehamilan, kondisi imun yang menurun, obstruksi
saluran kemih, VUR, diabetes.
Pielonefritis terjadi berawal dari invasi bakteri ke dalam saluran kemih bagian
bawah, kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi saluran kemih, VUR dapat
menghambat eleminasi bakteri kedalam urine sehingga bakteri dapat berkembang biak
dan menginfeksi mukosa saluran kemih, di samping itu pada penderita diabetes dengan
kadar gula yang tinggi mengakibatkan glukosa yang lolos dalam filtrasi hanya dapat
direabsorbsi sebesar nilai maksimal reabsorbsi glukosa yaitu 220, sisa glukosa yang tidak
dapat direabsorbsi lagi akan terbawa dan terkandung dalam urine, hal tersebut
mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak secara cepat dalam saluran kemih dan
menginfeksi saluran kemih. Kehamilan, pada saat kehamilan hormone estrogen
meningkat sehingga akan mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, vasodilatasi

mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang akhirnya akan mengakibatkan


kebocoran protein plasma ke dalam interstitial dan menarik cairan plasma ikut
bersamanya, hal tersebut akan mengakibatkan tingginya tekanan onkotik plasma pada
filtrasi glomelurus yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari kapsula bowment ke
kapiler glomelurus melawan gaya filtrasi, disamping itu pada kehamilan terjadi
penekanan pada vesika dan saluran kemih yang akan menghambat aliran urine dan
mengakibatkan penurunan eleminasi bakteri bersama urine.
Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih bawah dan
apabila tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam saluran kemih, maka
bakteri tersebut akan naik ke saluran kemih bagian atas yang mengakibatkan peradanganinfeksi diparemkin ginjal ( Pielonefritis ).Pielonefritis merupakan kondisi yang sudah
terjadi infeksi dalam paremkim ginjal sehingga dapat diangkat diagnose PK: infeksi.
Pada pielonefritis terjadi reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan antibody,
pengikatan tersebut mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-mediator kimia
yang dapat menimbulkan gejala inflamasi. Mediator EP ( endogen pirogen ) dapat
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena EP merangsang prostaglandin untuk
meningkatkan thermostat tubuh di hipotalamus dengan gejala ini dapat diangkat diagnose
keperawatan hipertermi. Kalekrein juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pinggang
akibat peradangan atau kerusakan jaringan parenkim ginjal karena saat radang mediataor
ini dilepas untuk merangsang pusat sensori nyeri, dengan demikian dapat diangkat
diagnose keperawatan nyeri akut. Disamping itu akibat kelainan pada medulla ginjal
yang mengakibatkan gangguan dalam pemekatan urine ditambah lagi peningkatan GFR
akibat mekanisme radang pada ginjal mengakibatkan timbulnya poliuri sehingga dapat
diangkat diagnose keperawatan Gangguan eleminasi urine. Kehilangan cairan yang
berlebih baik ekstrasel maupun intrasel akibat gangguan dalam proses reabsorbsi
mengakibatkan sel-sel tubuh mengalami dehidrasi sehingga dapat diangkat diagnose
keperawatan kekurangan cairan tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIS
Pielonefritis akut :

demam

menggigil
nyeri panggul
nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
lekositosis
adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
disuria
biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.

Pielonefritis kronis

tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.


keletihan
sakit kepala
nafsu makan rendah
poliuria
haus yang berlebihan
kehilangan berat badan
infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal ginjal
pada akhirnya,

G. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang
keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang
urologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasienpasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Semua keadaan di atas mengharuskan
kita sebagai perawat untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada
pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, bulibuli, genetalia eksternal, dan pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau
pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan mengkaji ada
atau tidaknya nyeri tekan. ginjal teraba membesar . nye
Pemeriksaan Buli-Buli

Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan


parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
Pemeriksaan Genetalia Eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada
penis/urethra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia,
stenosis pada meatus urethra eksterna, dll.
Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor neuron atau
lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
a) Inspeksi
a. Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen
b.
c.
d.
e.

sebelah atas
Ekspresi atau mimik wajah meringis
Pasien tampak menggigil
Pasien tampak memegang area pinggang atau abdomen
Pasien tampak tidak bisa menahan BAK

b) Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. tangan
kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan
tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a. Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b. Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c. Dahi dan kulit tubuh teraba panas
c) Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu sudut
yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra).
a. Terdengar suara tenderness
d) Auskultasi
a. Suara usus melemah seperti ileus paralitik

Permeriksaan Diagnostic dan Pemeriksaan penunjang


a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus urologi.
Pemeriksaan ini meliputi uji :
- Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
- Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan gula dalam
-

urine
Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau bentukan
lain di dalam urine.

Pada pasien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis ditemukan


adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine), dan hematuria
(terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
2. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju
endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan
adanya leukositosis (menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam darah)
disertai peningkatan laju endap darah.
3. Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin,
kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens kreatinin. Pemeriksaan
BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang paling
sering dipakai di klinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada
saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.
Maka daripada itu, pasien pielonefritis baru akan menunjukkan adanya penurunan
faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.
4. Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada pria, urine
yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream urine), pada wanita
sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat diambil urine
dari aspirasi suprapubik atau melalui alat penampung urine.
Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium tertentu untuk
mencari jenis kuman dan sekaligus sensitifitas kuman terhadap antibiotika yang

diujikan. Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya


terdapat bakteriuria.
b) Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
1. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrinning
untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Pasien dengan pielonefritis, pada
hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya kekaburan dari
bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran
kemih.
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau dikenal
dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat
menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-opak.
Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi
ginjal.
Hasil pemeriksaan PIV pada pasien pielonefritis terdapat bayangan ginjal
membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.
Adapun pemeriksaan radiologi lainnya yang juga berkaitan dengan urologi, antara
lain :
- Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram dapat
dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli. Pemeriksaan ini
juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan untuk
-

menilai adanya refluks vesiko-ureter.


Uretrografi
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra, trauma

urethra, dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.


Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter) dengan
cara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter ureter yang

dimasukkan transurethra.
Pielografi Antegrad

Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara memasukkan
kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
H. PENATALAKSANAAN

Pielonefritis Akut
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan terapi
antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien
afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang
sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya
lebih lama daripada sistitis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau
kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala. Setelah
program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan
antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka
panjang.

Pielonefritis Kronik
Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur
urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi

potensial toksik.
Pengobatan pielonefritis :
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif. Terapi
kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500 mg 4x
sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4 6 minggu, dilakukan
pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
b. Pada

penyumbatan,kelainan

struktural

atau

batu,mungkin

perlu

dilakukan

pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.


c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari
depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti


trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman,
dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi
tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan
propantheline (Pro-Banthine)

Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.

Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun


2007:

Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

Monitor Vital Sign.

Melakukan pemeriksaan fisik.

Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

Memantau input dan output cairan.

Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes).

I. KOMPLIKASI
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum &
Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area
medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada
penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat
sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks
mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke
dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai
dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi,
dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea,
yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan
bersifat menyeluruh yaitu :
a. Data biologis meliputi :
1) Identitas Klien
2) Identitas penanggung
b. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal

3) Riwayat penyakit DM, Jantung


c. Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Infeksi darah meatus
3) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
4) Pengkajian pada costovertebralis
d. Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit
mekanisme kopin dan system pendukung
e. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
b.
c.
d.
e.
f.
g.

mukosa, kurang nafsu makan


Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi
Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan
Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Intervensi
Dx. 1 : Perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi,

perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan


Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa

nafsu makan bertambah.


Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri
1

Pantau / catat permasukan diet

Membantu
defisiensi

dan
dan

mengidentifikasi
kebutuhan

diet.

Kondisi fisik umum, gajala uremik


(contoh : mual, anoreksia, gangguan
rasa) dan pembatasan diet multiple

mempengaruhi

pemasukan

makanan.
2

Tawarkan perawatan mulut sering/cuci Mambran mukosa menjadi kering


dengan

larutan (25%) cairan asam dan

pecah.

Perawatan

asetat. Berikan permen karet, permen menyejukkan,


keras, penyegar mulut diantara makan

mulut

meminyaki

dan

membantu menyegarkan rasa mulut


yang sering tidak nyaman pada
uremia dan membatasi pemasukan
oral. Pencucian dengan asam asetat
membantu

menetralkan

amonea

yang dibentuk oleh perubahan urea.


Berikan makanan sedikit tapi sering
3

Meminimalkan anoreksia dan mual


sehubungan

dengan

status

uremik/menurunnya paristaltik
Kolaborasi :
4

Konsul

dengan

ahli

gizi/tim Menentukan kalori individu dan

pendukung nutrisi

kebutuhan

nutrisi

pembatasan,dan

dalam

mengidentifikasi

rute paling efektif dan produknya,


contoh tambahan oral, makanan
selang hiperalimentasi
Batasi kalium, natrium dan pemasukan
5

fosat sesuai indikasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan


untuk mencegah kerusakan ginjal
lebih lanjut, khususnya bila dialisis
tidak menjadi bagian pengobatan,
dan atau selama fase penyembuhan.

Awasi
6

contoh;

pemeriksaan
BUN,

labiratorium, Indikator

albumin

transferin, natrium dan kalium.

serum, pembatasan,

kebutuhan
dan

efektivitas terapi.

nutrisi,

kebutuhan

Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak
tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada
posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri :
1

Pantau intensitas, lokasi, dan factor Rasa sakit yang hebat menandakan
yang memperberat atau meringankan adanya infeksi
nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup Klien dapat istirahat dengan tenang
dan tingkat aktivitas yang dapat di dan dapat merilekskan otot otot
toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika Untuk


tidak ada kontra indikasi

Pantau

haluaran

perubahan

warna,

berkemih,

masukan

klien

dalam

berkemih

urine
bau

membantu

terhadap Untuk
dan

dan

mengidentifikasi

indikasi

pola kemajuan atau penyimpangan dari

haluaran hasil yang di harapkan

setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis


ulang
5

Berikan tindakan nyaman, seperti Meningkatkan relaksasi,


pijatan punggung, lingkungan istirahat

menurunkan tegangan otot

Berikan perawatan parineal


6

Untuk mencegah kontaminasi uretra


Kolaborasi :
Berikan analgesic sesuia kebutuhan Analgesic memblok lintasan nyeri

dan evaluasi keberhasilannya

sehingga mengurangi nyeri

Berikan
8

antibiotic.

Buat

berbagi Akibat

dari

haluran

urin

variasi sediaan minum, termasuk air memudahkan berkemih sering dan


segar. Pemberian air sampai 2400 membantu
ml/hari

membilas

saluran

berkemih

Dx. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien
berkurang
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan
suhu kulit lembab
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri :
1

Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; Suhu 38,90 41,10 C menunjukkan
perhatikan menggigil/diaforesis

proses penyakit infeksius akut

Pantau suhu lingkungan, batasi / Suhu ruangan/jumlah selimut harus


tambahkan linen tempat tidur, sesuai diubah untuk mempertahankan suhu
indikasi

mendekati normal.
Dapat

membantu

mengurangi

Berikan kompres mandi hangat;

demam. Catatan : penggunaan air

hindari penggunaan alkohol

es/alkohol mungkin menyebabakan


kedinginan, peningkatan suhu secara
aktual. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan
Digunakan

Berikan selimut pendingin

kulit.
untuk

mengurangi

demam umumnya lebih besar dari


39,50-400 C pada waktu terjadi
kerusakan/ gangguan otak.
Digunakan

Kolaborasi :

untuk

mengurangi

demam dengan aksi sentralnya pada

Berikan antipiretik, misalnya ASA

hipotelamus.

(aspirin), asetaminofen (tylenol)

mungkin

Meskipun

dapat

berguna

demam
dalam

membatasi pertumbuhan organisme.


Dan

meningkatkan

autodestruksi

dari sel-sel yang terinfeksi


Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan
pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien
Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat,
frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No
1

Intervensi
kesempatan
klien

Rasionalisasi
untuk Agar klien mempunyai semangat

mengungkapkan perasaannya

dan mau empati terhadap perawatan

Beri

dan pengobatan
2

Pantau tingkat kecemasan

Untuk mengetahui berat ringannya


kecemasan klien

Beri dorongan spiritual

Agar klien kembali menyerahkan


sepenuhnya kepada tuhan YME

Beri penjelasan tentang penyakitnya

Agar klien mengerti sepenuhnya


dengan penyakit yang di alaminya.

Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur
dengan nyenyak.
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau
istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai

Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri :
1

Instruksikan tindakan relaksasi

Membantu menginduksi tidur

Hindari mengganggu bila mungkin, Tidur

tanpa

gangguan

pasien

mis : membangun untuk obat atau mungkin tidak mampu kembali tidur
terapi
3

bila terbangun

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan Mengkaji perlunya mengidentifikasi


perubahan yang terjadi

intervensi yang tepat.


Perubahan posisi mengubah area

4
5

Dorong posisi nyaman, bantu dalam tekanan dan meningkatkan istirahat


megubah posisi

Mungkin

di

Kolaborasi :

membantu

pasien

Berikan

sedatif,

hipnotik,

indikasi

sesuai selama

periode

berikan

untuk

tidur/istirahat

dari rumah

ke

lingkungan baru. Catatan : hindari


penggunaan kebiasaan, karena ini
menurunkan waktu tidur.

Dx. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran
aktifitas.
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri :
1

Bantu aktivitas perawatan diri yang di Meminimalkan


perlukan.
peningkatan
penyembuhan.

Berikan
aktifitas

kelelahan

dan

kemajuan membantu keseimbangan suplai dan


selama

fase kebutuhan oksigen

Evaluasi

respon

pasien

aktifitas.

Catat

laporan

terhadap Menetapkan

kemampuan

dispnea, kebutuhan pasien dan memudahkan

peningkatan kelemahan / kelelahan pemilihan intervensi.


dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas
Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan
asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
Intervensi :
No

Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri :
1

Ukur dan catat urine setiap kali

Untuk mengetahui adanya

berkemih

perubahan warna dan untuk


mengetahui input / output

Pastikan kontinuitas kateter pirau /

Terputusnya pirau / akses terbuka

akses

akan memungkinkan eksanguinasi

Tempatkan pasien pada posisi

Memaksimalkan aliran balik vena

telentang / tredelenburg sesui

bila terjadi hipotensi

kebutuhan
4

Pantau mambran mukosa kering,

Hipovolemia/cairian ruang ketiga

torgor kulit yang kurang baik, dan rasa

akan memperkuat tanda-tanda

haus

dehidrasi

Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium

sesuai indikasi
~
6

atau kehilangan darah aktual.


~

Berikan cariran IV (contoh, garam

Menurun karena anemia, hemodilusi


Cairan garam faal/dekstrosa,
elektrolit, dan NaHCO3 mungkin

faal)/ volume ekspender (contoh

diinfuskan dalam sisi vena

albumin)selama dialisa sesuai idikasi

hemofelter Cav bila kecepatan


ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk
membuang cairan ekstraseluler dan
cairan toksik. Volume ekspender
mungkin dibutuhkan selama /
setelah hemodialisa bila terjadi
hipotensi tiba-tiba.

D. Implementasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil dari asuhan keperawatan yang di berikan apakah sesuai dengan
kriteria hasil ataukah masalah belum teratasi.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial
dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50%
infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke
kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air
kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya
ke kandung kemih.
B. Saran
Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari
makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan
membandingkan dengan referensi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai