Anda di halaman 1dari 24

Tuberkulosis pada Anak

Wilhelmina
102009176
Kelompok C5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6
Jakarta Barat 11510
E_mail : monk_w1n@yahoo.com

1. Pendahuluan
Tuberkulosis ( TB ) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyerang ke bagian atau organ lain dalam tubuh
manusia, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari pada TB paru. Tuberkulosis pada anak
mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak,
permasalahan yang dihadapi masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan serta TB dengan
keadaan khusus.
Akhir tahun 1990-an, Whorl Health Organization ( WHO ) memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia ( 2 miliar orang ) telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis,
dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru,
merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara
maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut perkiraan WHO pada
tahun 1999, jumlah kasus TB paru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan
menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.
Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas. Diagnosa pasti
itegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didaptkan spesimen diagnostik
yang dapat dipercaya. Karena sulitnya mendiagnosisi TB pada anak, sering terjadi
1

overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain sisi, ditemukan juga inderdiagnosis dan
indertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang
dewasa dengan sputum basil tahan asam positif sehingga penanggulangan TB ditegakkan
pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang diperhatikan.

2. Pembahasan
2.1. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri.
Jika kita mencurigai adanya tuberkulosis ( TB ) pada pasien yang datang kepada kita,
terutama pasien anak, hendaklah kita lakukan anamnesis dengan baik dan kita harus menggali
secara dalam keterangan yang diperlukan untuk mendiagnosa TB. Diantaranya kita dapat
melakukan anamnesis sebagai berikut :1
a.
b.
c.
d.

Nama : kita bertanya nama pasien, nama ayah dan ibu jika pasiennya anak kecil.
Alamat atau lokasi tempat tinggal.
Usia dan jenis kelamin pasien.
Beran dan tinggi badan; jika pada anak kita nilai berat badannya menurut usia, dengan

melihat Kartu Menuju Sehat .


e. BCG: perlu kita tanyakan riwayat penyuntikan atau vaksin yang telah di dapat pada
anak tersebut, apakah ada jaringan parutnya atau tida.
f. Riwayat keluarga: kita bertanya apakah dikeluarga ada yang menderita tuberkulosis
( TB ), atau yang dicurigai TB. Jangan lupa juga ditanyakan apakah ada kakek-nenek
tinggal bersama di rumah dan apakah kakek-nenek ada yang menderita batuk kronis,
dan jangan lupa juga tanyakan tentang keluarga yang baru meninggal ( jika ada ) dan
apakah keluarga tersebut pernah mengalami batuk-batuk.
g. Lama penyakit yang diderita anak. Seperti sudah berapa lama anaknya batuk.
h. Keluhan orang tua tentang sakit anak yang diderita : batuk, keringat, berkurangnya
berat badan, nafsu makan atau gairah, jalannya timpang, perubahan perilaku atau watak
tersebut, sakit kepala, benjolan atau pembengkakan.
2.2. Pemeriksaan
2.2.1. Pemeriksaan fisik

Penegakan diagnosis pada penyakit TB paru dapat dilakukan dengan melihat


keluhan/gejala klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis, radiologik dan
tuberculin test. Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan didapat lebih baik, namun
waktu pemeriksaannya biasanya memakan waktu yang terlalu lama. Sehingga pada saat
ini pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih banyak dilakukan karena memiliki
sensitivitas dan spesivitas tinggi dan biaya yang rendah.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan antara lain :1
Inspeksi : kita melihat saat bernapas apakah ada bagian yang tertinggal atau tidak,

apakah ada tonjolan atau tidak di bagian permukaan toraks, dan sebagainya.
Palpasi : meningkatnya fremitus menandakan adanya konsolidasi.
Perkusis : normal adalah sonor; hipersonor ditemukan pada hiperinflasi paru; dan

redup ditemukan pada konsolidasi paru/efusi pleura.


Auskultasi : berkurangnya intensitas saluran napas pada kedua bidang paru
menunjukkan adanya obstruksi saluran napas; ronki kasar dan nyaring sesuai dengan
obstruksi pasrial/penyempitan saluran napas; ronki basah halus terdengar pada
parenkim paru yang berisi cairan.

Anak Afrika yang menderita tuberkulosis sering kali kehilangan pigmentasi kulit.
Maka, bila anak lebih putih daripada ibunya, pikirkan kemungkinan tuberkulosis.
Namun, harap diingat bahwa anak yang menderita kwashiorkor juga dapat memiliki
kulit yang pucat, atau bahwa ayah anak tersebut dapat saja pucat atau lebih putih.
2.2.2. Pemeriksaan penunjang2
2.2.2.1. Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat. Jika disuntikan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB, maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberkulin cara Mantoux
dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml PPD RT- 23 2TU secara intrakutan di
bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama
sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif
tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh
imunisasi BCG atau infeksi Mycobacterium atypical. Pada anak balita yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 mm dinyatakan uji tuberkulin positif,
kemungkinan besar karena infeksi alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh
BCG-nya, tapi bila ukuran indurasinya > 15 mm sangat mungkin karena infeksi
3

alamiah. Apabila diameter indurasinya 0-4mm dinyatakan uji tuberkulin negatif.


Diameter 5-9 dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan imunokompromais atau
pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan radiologis hasil positif yang digunakan
> 5 mm.
2.2.2.2. Uji interferon
Prinsip yang digunakan pada uji interferon ini adalah merangsang limfosit T dengan
antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumnya limfosit T
tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan
interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat
ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.
2.2.2.3. Uji radiologi
Gambaran foto rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis pada
TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Secara umum, gambaran radiologis yang
sugestif adalah :
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate
Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Kalsifikasi dengan infiltrat
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma
Chest X-ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian atas paruparu, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan
yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
2.2.2.4. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik asupan
langsung untuk menentukan BTA, pemeriksaan biakan kuman Mycobacterium
tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.
Pada anak, pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukann karena sulit untuk
mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilasan lambung. Dari hasil bilas
lambung didapatkan hanya 10% anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil
dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter specimen. Saat ini PCR
masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan
klinis rutin.
2.2.2.5. Patologi anatomi

Pemeriksaan PA menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk


dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut
mempunyai karakteristik perkijauan atau area nekrosis kaseosa di tengan granuloma.
Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans.
2.3. Working diagnosa: TBC pada anak
Merupakan penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Sistemis
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya meruakan lokasi infeksi primer.1
Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI merekomendasikan diagnosis
TB anak dengan sistem scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis
yang dijumpai.

Catatan :
Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkarkan penyebab batuk kronik lainnya

seperti asma, sinusitis, dan lain-lain.


Jika dijumpai skrofuloderma ( TB pada kelenjar dan kulit ), pasien dapat langsung

didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang ( moment opname ) lampirkan tabel berat badan.
Gambaran sugestif TB berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa
infiltrate; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrate; atelektasis;
5

tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara

khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka

sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.


Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7 hari ) harus

dievaluasi dengan sistem scoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB anak ditegakkan bila jumlah skor 6, ( skor maksimal 13 ).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada toraks, dan/atau
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran serta
tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus dirawat inap di RS.

2.4. Diagnosa differential

Malnutrisi,

merupakan

suatu

kondisi

dimana

terjadi

undernutrition

dan

overnutrition, kelebihan nutrisi dapat mengarah kepada obesitas dan overweight


sedangkan kekurangan nutrisi mengarah kepada Kurang Energi Protein ( KEP ).
KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energy dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupuan Gizi (
AKG ).
Derajat KEP ada KEP ringan, KEP sedang, dan KEP berat, yang mana gejala dari
derajat ini berbeda-beda. Berikut tanda-tanda KEP ringan dan sedang dilihat dari
pertumbuhan yang terganggu dapat diketahui melalui :
Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang

menurun.
Ukuran lingkar lengan atas menurun
Maturasi tulang terhambat.
Rasio berat badan terhadap tinggi normal atau menurun.
Tebal lipat kulit normal atau mengurang.
Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat

besi dan vitamin-vitamin lainnya.


Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat.
Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang
akan tetapi adakalanya dapat ditemukan.

KEP berat terdiri dari marasmus, kwashiorkor, dan gabungan keduanya. Kwahshiorkor
memiliki ciri sebagai berikut :

edema ( pembengkakan ), umumnya seluruh tubuh ( terutama punggung kaki dan

wajah ) membulat dan lembab


pandangan mata sayu
rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa

rasa sakit dan mudah rontok


terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
terjadi pembesaran hati
otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)


sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
anemia dan diare

Sedangkan ciri-ciri marasmus adalah sebagai berikut:

badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit


7

wajah seperti orang tua


mudah menangis/cengeng dan rewel
kulit menjadi keriput
jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana

longgar)
perut cekung, dan iga gambang
seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
2.5. Etiologi3
Penyebab tuberkulosis pada anak kebanyakan adalah karena terinfeksi Mycobacterium
tuberkulosis.Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora,
tidak berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta
memiliki

ukuran panjang 1-10

mikrometer dan

lebarnya

0,2-

0,6m. Mycobacterium tuberkulosis tumbuh optimal pada suhu 37 0 -41 0 C


dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal
pada jaringan yang mengadung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding
sel yang kaya akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi
bakterisid dari antibodi dan komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya
terdiri atas lipid ( 80% ), peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat
kuman tahan terhadap asam sehingga disebut sebagai Bakteri Tahan Asam
( BTA ) dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh
karena ketahanannya terhadap asam, Mycobacterium tuberculosis ini dapat
membetuk kompleks yang stabil antara asam mikolat pada dinding selnya
dengan berbagai zat pewarnaan golongan aryl methan seperti carbolfuchsin,
auramine dan rhodamin. Kuman ini dapat bertahan hidup di udara yang
kering atau basah karena kuman dalam keadaan dorman. Dan dari keadaan
ini kuman dapat reaktivasi kembali.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu di dalam sitoplasma
makrofag karena sitoplasma makrofag banyak mengandung lipid. Kuman ini bersifat
aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman ini menyenangi jaringan yang tinggi
mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini adalah bagian apical paru
karena tekanan O2 pada apical lebih tinggi daripada tempat lain.
Mycobacterium tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri dari kuning
telur dan glyserin ( medium Lowenstein-Jensen ). Bakteri ini tumbuh secara lambat,
8

dengan waktu generasi 12-24 jam. Pengisolasian dari specimen klinis dari media
sintetik yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap
obat membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara itu pertumbuhan bakteri ini
dapat dideteksi dalam 1-3 minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif
seperti BACTEC dan uji sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu
tambahan 3-5 hari.
Penularan Mycobacterium tuberculosis adalah dari orang ke orang dengan cara droplet
lendir berinti yang dibawa oleh udara. Penularann jarang terjadi dengan kontak
langsung dengan kotoran cair terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi.
Peluang penularan bertambah bila penderita mempunyai ludah dengan basil pewarnaan
tahan asam, infiltrate dan kaverna lobus atas yang luas, produksi sputum encer banyak
sekali, dan batuk berta serta kuat. Faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang
buruk, memperbesar penularan. Kebanyakan orang dewasa tidak menularkan organism
dalam beberapa hari sampai 2 minggu sesudah kemoterapi yang cukup, tetapi beberapa
penderita tetap infeksius selama beberapa minggu. Anak muda dengan tuberculosis
jarang menginfeksi anak lain atau orang dewasa. Basil tuberkel sedikit disekresi
endobronkial anak dengan tuberkulosis paru, dan batuk sering tidak ada atau tidak ada
dorongan batuk yang diperlukan untuk menerbangkan partikel-partikel infeksius ukuran
yang tepat.
2.6. Epidemiologi3
Organisasi kesehatan dunia ( WHO ) memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
( 2 milyar orang ) terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Angka infeksi
tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika dan Amerika Latin. Tuberculosis
terutama menonjol di populasi yang mengalami stress nutrisi jelek, penuh sesak,
perawatan kesehatan yang tidak cukup, dan perpindahan tempat. 10-20 juta orang yang
hidup di Amerika Serikat mengandung basil tuberkel.
Frekuensi kasus tuberkulosis turun selama setengah abad pertama jauh sebelum
penemuan obat-obat antituberkulosis sebagai akibat perbaikan kondisi kehidupan.
Insiden di Amerika Serikat mulai naik pada tahun 1985. Kebanyakan orang di negara
maju tetap berisiko rendah untuk tuberkulosis kecuali untuk kelompok-kelompok
tertentu yang sengat terbatas. Kota-kota dengan populasi lebih besar dari 250.000
merupakan 18% populasi Amerika Serikat tetapi ada lebih dari 45% kasus tuberkulosis.
Pada setiap umur, frekuensi ikasus tuberkulosis sangat lebih tinggi pada individu kulit
9

berwarna yang lahir diluar negri. Genetik mungkin memaikan peran kecil, tetapi faktorfaktor lingkungan seperti status sosioekonomi jelas memainkan peran besar pada
insidens.
Di Amerika Serikat kebanyak anak terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di
rumahnya oleh seseorang yang dekat padanya, tetapi wabah tuberculosis anak juga
terjadi pada sekolah-sekolah dasar dan tinggi, sekolah perawat, pusat perawatan anak,
rumah, gereja, bus sekolah, dan tim olahraga. Orang dewasa yang terinfeksi virus
defisiensi imun manusia ( HIV ) dengan tuberculosis dapat menularkan Mycobacterium
tuberculosis ke anak, beberapa darinya berkembang penyakit tuberculosis, dan anak
dengan infeksi HIV bertambah risiko berkembang tuberculosis sesudah infeksi.
Di Indonesia, tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Tahun
1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) menunjukkan bahwa penyakit
tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular
dan penyakit saluran nafas pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis pada tahun 2004,
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 110 pasien baru tuberkulosis
paru.
Insiden tuberkulosis obat telah bertambah secara dramatis. Di Amerika Serikat, sekitar
14% isolate Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap sekurang-kurangnya satu
obat, sementara 3% resisten terhadap isoniazid maupun rifampisin. Namun di beberapa
negara frekuensi resisten obat berkisar dari 20% sampai 50%. Alasan utama terjadinya
resisten obat adalah kesetiaan penderita yang buruk pada pengobatan dan peresepan
regimen obat yang tidak adekuat oleh dokter.
2.7. Patofisiologi4
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil ( <5 m ), kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai
alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya
dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan
tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang
biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman
TB membentuk lesi ditempat tersebut, yang dinamakan focus primer Ghon.
Dari fokos primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaituu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
10

primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe ( limfangitis )


dan di kelenjar limfe ( limfadenitits ) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus
( perihiler ), sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat
adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung
selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks
primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer,
imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi uji tuberkulin masih negative. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman
TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik ( cellular mediated
immunity, CMI ).
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer dijaringan paru mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijauan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus
primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahuntahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru ( kavitas ).
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal, pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan
hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil. Obstruksi total dapat
menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan meinbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat meinbulkan obstruksi komplit
11

pada bronkus sehingga menyebabkan gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang


sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar
limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan
sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis.
Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lainlain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian
pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan focus Simon,
yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat
dewasa.
Pada ank, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi ( terutama 1 tahun pertama ) biasanya
sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada
anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di
dalam focus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan menifestasi TB
pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis sistem
skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun,
tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer.

12

Gambar. Patogenesis tuberkulosis

Gambar. Kalender perjalanan penyakit TB primer


2.8. Gambaran klinis5

13

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secar klini tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum tuberkulosis anak :
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas/tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan
gizi.
Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat ( failure to
thrive ).
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas ( bukan tifus, malaria, atau infeksi
saluran nafas akut ), dapat disertai keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.
Batuk lama lebih dari 30 hari.
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
b. Gejala khusus :
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus ( saluran yang menuju ke paru-paru ) akibat penenkanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi ,

suara nafas melemah yang disertai sesak.


Kalau ada cairan rongga pleura ( pembungkus paru-paru ), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.


Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,

pada muara ini akan keluar cairan nanah.


Pada anak-anak dapat mengenai otak ( lapisan pembungkus otak ) dan disebut
sebagai meningitidis ( radang selaput otak ), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala TB, dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TB dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
2.9. Faktor resiko
Risiko infeksi TB
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang
dewasa dengan TB aktif ( kontak TB positif ), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan

14

yang tidak sehat ( hygiene dan sanitasi yang tidak baik ) yang banyak terdapat pasien
TB dewasa aktif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrate luas atau kavitas pada lobus
atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor
lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di
sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam secret
endobronkial pasien anak. Hal tersebut karena :
a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit ( paucibacillary ), tetapi karena
imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mempun
menyebabkan sakit.
b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer
biasanya terjadinya di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak
terjadi produksi sputum.
c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor
batuk di daerah pernekim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.
Risiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.
a. Usia
Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi
infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna ( imatur ). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara
bertahap seiring dengan pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki
risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata ( seperti TB milier dan
meningitis TB ). Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan
timbulnya sakit TB singkat ( kurang dari 1 tahun ) dan biasanya timbul gejala
yang akut.
b. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin ( dari
negative menjadi positif ) dalam 1 tahun terakhir.
c. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang,
pengangguran, pendidikan yang rendah.
d. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais ( misalnya pada infeksi HIV,
keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi ).
e. Virulensi dari Mycobacterium tuberculosis dan dosis infeksinya.
2.10.
Penatalaksanaan

15

Basil tuberkel dapat dibunuh hanya selama replikasi. Organisme tertentu yang secara
lamiah resisten terhadap setiap obat antimikobakteria muncul dalam populasi besar
Mycobacterium

tuberculosis.

Semua

obat

yang

diketahui

resisten

dalam

Mycobacterium tuberculosis adalah kromosomal dan tidak diteruskan dari satu


organisme ke organisme yang lain.
2.10.1. Medika mentosa6
Obat-obat Antituberkulosis pada anak
Isoniazid ( INH )
Berdifusi kedalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan mempunyai angka
reaksi merugikan yang amat rendah. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intramuscular. Pada dosis harian biasa 10 mg/kg, kadar serum sangat melebihi
kadar hambatan minimum untuk Mycobacterium tuberculosis. Kadar puncak
dalam darah, sputum, dan CSS dicapai dalam beberapa jam dan menetap
selama sekurang-kurangnya 6-8 jam. INH dimetabolisasi dengan asetilasi
dalam hati. INH mempunyai dua pengaruh toksik utama, keduanya jarang
pada anak. Neuritis perifer akibat dari hambatan kompetitif penggunaan
piridoksin. Toksisitas INH CSS jarang, terjadi biasanya bila overdosis yang
bermakna. Pengaruh toksik utama INH adalah hepatotoksisitas, yang juga
jarang pada anak tetaapi meningkat sesuai usia. Kadang-kadang INH
berinteraksi dengan teofili, sehingga memerlukan modifikasi dosis.
Rifampisin ( RIF )
Obat ini adalah kunci pada manejemen tuberkulosis modern. Rifampisin
diserap dengan baik dari saluran cerna selama puasa, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 2 jam. Bentuk RIF oral dan intravenosa sekarang
tersedia dengan mudah. Seperti INH, RIF tersebar luas dalam jaringan dan
cairan tubuh termasuk CSS. Sementara ekskresi yang utama melalui saluran
empedu, kadar efektif dicapai pada ginjal dan urin. Efek samping lebih sering
daripada dengan INH dan termasuk perubahan warna urin dan air mata
menjadi oranye ( dengan pewarnaan permanen lensa kontak ), gangguan
saluran cerna, dan hepatotoksisitas, biasanya ditampakkan sebagai kenaikan
kadar transaminase serum tidak bergejala. Bila RIF diberikan dengan INH, ada
kenaikan

risiko

hepatotoksisitas,

yang

dapat

diminimalkan

dengan

menurunkan dosis INH harian sampai 10mg/kg/24 jam. Rifampisin dapat


menyebabkan kontrasepsi oral tidak efektif dan berinteraksi dengan beberapa
obat, termasuk quinidi, natrium warfarin, dan kortikosteroid. Rifampisin
biasanya tersedia dalam 150 mg dan 300 mg. Rifampisin tidak boleh diminum
16

bersama makanan karena malabsorpsi. Preparat yang disebut Rifamate


mengandung INH ( 150 mg ) dan RIF ( 300 mg ); preparat ini membantu
memastikan bahwa penderita mendapat INH maupun RIF atau tidak sama
sekali sehingga resisten obat tertentu tidak terjadi.
Pirazinamid ( PZA )
Dosis optimum pada anak belum diketahui, tetapi dosis yang sama ini
menyebabkan kadar CSS tinggi, ditoleransi dengan baik pada anak dan
berkorelasi dengan keberhasilan klinis pada trial pengobatan tuberkulosis pada
anak. Walaupun kadar asam urat sedikit naik pada anak yang minum PZA,
manifestasi klinis hiperurikemia sangat jarang. Reaksi hipersensitivitas jarang
pada anak. Satu-satunya bentuk dosis PZA adalah tablet agak besar 500 mg,
yang menimbulkan beberapa masalah dosis pada anak, terutama bayi. Tablet
ini dapat dihancurkan dan diberikan bersama makanan dengan cara yang sama
dengan pemberian INH, tetapi penelitian farmakokinetik resmi dengan
menggunakan metode ini belum dilaporkan.
Streptomisin ( STM )
Streptomisin kurang sering digunakan daripada OAT yang lainnya diatas,
tetapu obat ini penting untuk pengobatan atau pencegahan penyakit resisten
obat. Harus diberikan secara intramuskuler. Streptomisin menembus meningen
yang radang dengan sangat baik tetapi tidak melewati meningen yang tidak
radang. Penggunaan utamanya sekarang adalah bila dicurigai resistensi INH
awal atau bila anak menderita tuberkulosis yang membahayakan jiwa.
Toksisitas utama STM adalah pada bagian vestibuler dan auditorius saraf
cranial VIII. Streptomisin dikontraindikasikan pada wanita hamil karena
sampai 30% bayinya akan menderita kehilangan pendengaran yang berat.
Etambutol ( EMB )
Etambutol kurang mendapat perhatian pada anak karena kemungkinan
toksisitasnya pada mata. Pada dosis 15 mg/kg/24 jam obat ini terutama
bakteriostatik, dan tujuan historinya adalah mencegah munculnya resistensi
terhadap obat lain. Namun, pada dosis 25 mg/kg/24 jam mempunyai beberapa
aktivitas bakterisid, yang mungkin penting dalam pengobatan penyakit resisten
obat. Obat ini ditoleransikan dengan baik oleh orang dewasa maupun anak bila
diberikan secara oral sebagai dosis sekali atau dua kali sehari. Etambutol tidak
dianjurkan untuk penggunaan umum pada anak muda karena penglihatannya
tidak dapat secara tepat diperiksa tetapi harus dipirkan pada anak dengan

17

tuberkulosis resisten obat bila agen-agen lain tidak tersedia atau tidak dapat
digunakan.
Etionamid ( ETH )
Etionamid adalah obat bakteriostatik yyang tujuan utamanya adalah
pengobatan tuberkulosis resisten-obat. Etionamid menembus ke dalam CSS
amat baik dan mungkin terutama berguna pada kasus meningitis tuberkulosa.
Obat ini biasanya ditoleransi dengan baik oleh anak tetapi sering harus
diberikan dosis harian terbagi 2-3 kali karena gangguan saluran cerna.
Etionamid secara kimia serupa dengan INH dan dapat menyebabkan hepatitis
yang berarti.

Nama obat

Dosis harian

Dosis maksimal

(mg/kgBB/hari)

(mg/hari)

Efek samping
hepatitis, neuritis
perifer,

Isoniasid

5-15*

300

hipersensitivitas
gastrointestinal,
reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orangye

Rifampisin**

10-20

600

kemerahan
toksisitas hati,
artralgia,

Pirasinamid

15-30

2000

gastrointestinal

Etambutol

15-20

1250

neuritis optik,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah-hijau,
penyempitan lapang
pandang,
hipersentivitas,

18

gastrointestinal
ototoksik,
Streptomisin

15-40

1000

nefrotoksik

* Bila isoniasid dikombinasikan dengan Rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi


10mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas Rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
pencernaan pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).
Diberikan OAT (Obat Anti TB) dengan ketentuan sebagai berikut:

2.10.2. Non-medika mentosa


2.10.2.1. Pendekatan DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse )
Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila pasien menelan
obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan.
Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta
mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan
keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan
( Directly Observed Treatment ). DOTS adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB,
dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955. Penanggulangan TB
dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen yaitu
sebagai berikut :
Komitmen politisi dari para pengambil keputusana, termasuk dukungan dana.
19

Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.


Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh pengawas minum obat ( PMO ).


Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB.


2.10.2.2. Sumber penularan dan case finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan
anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan
radiologis dan BTA sputum ( pelacakan sentripetal ). Bila telah ditemukan
sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di
sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin.
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB ( pelacakan
sentrifugal ). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.
2.10.2.3. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan TB
memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama,
maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan
gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien.
Tanpa penangan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak
akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan
keluarganya agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi
karena sebagian besar TB pada anak tidak menular kepada orang disekitarnya.
Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu diabatasi, kecuali pada TB berat.
2.11. Komplikasi7
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke
ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang dilahirkan dari orang
tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang besar untuk menderita
tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan nafas yang mengancam jiwa
harus dipirkan pada pasien dengan pelebaran mediastinum atau adanya lesi pada
daerah hilus.
2.12. Pencegahan
2.12.1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG ( Bacille Calmette-Guerin ) diberikan pada usia sebelum 2 bulan.
Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
20

intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan ( penyuntikan lebih mudah dan
lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak mengganggu struktur otot dan sebagai
tanda baku ). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakuakn uji tuberkulin terlebih dahulu. Insiden tuberkulosis anak yang
mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian
vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi.
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu anatara 0-80%.
Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan
spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap
terjadinya TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan kavitas. Fakta di
klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah mempunyai parut BCG.
Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi umumnya tidak
dianjurkan di banyak negara lain, termasuk Indonesia. Imunisasi BCG relative
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering
ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis ( adenitis supuratif ) dengan
insidens

0,1-1%.

Kontraindikasi

imunisasi

BCG

adalah

kondisi

imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk dan gagal
tumbuh. Pada bayi premature, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan
optimal.
2.12.2. Kemoprofilaksis7
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah
berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan
isoniazid

dengan

dosis

5-10

mg/kgBB/hari

dengan

dosis

tunggal.

Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular,


terutama dengan BTA sputum postitif, tetapi belum terinfeksi ( uji tuberkulin
negative ). Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin
ulang. Jika tetap negative dan sumber penularan telah sembuh dan tidak menular
lagi ( BTA sputum negatif ), maka INH profilaksis dihentikan. Jika terjadi
konversi tuberkulin positif, evaluasi status TB pasien. Jika didapatkan uji
tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah dihentikan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk evaluassi lebih lanjut.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis
21

normal. Tidak semua anak diberik kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak
yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk berkembang sakit TB, yaitu
anak-anak

pada

keadaan

imunokopromais.

Contoh

anak-anak

dengan

imunokompromais adalah usia balita, sedang menderita morbili, varisela, atau


pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama ( sitostatik dan kortikosteroid )
usia remaja dan infeksi TB paru ( konversi uji tuberkulin dalam kurun waktu
kurang dari 12 bulan ). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah
6-12 bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi Tb, tetap
dievaluasi tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping obat.
2.12.3. Tindakan Pencegahan Penderita, Kontak dan Lingkungan5
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas
kesehatan:
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan
social ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat
(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi
dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga
dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu
diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obatobat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur,
waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan).
2.13. Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman sensitive

22

dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa yang minimal.
Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya.

3. Penutup
3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
Pulmonary TB. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain di
dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari pulmonary TB.
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa manifestasi
sistemik yang dapat dialami anak yaitu, demam lama ( > 2 minggu ) dan/atau
berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau
tidak naik dalam 1 bulan, anoreksia dengan failure to thrive, pembesaran kelenjar
limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple, batuk lama lebih dari 3
minggu, diare persisten serta malaise ( letih, lesu, lemah, lelah ).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tuberkulin, interferon, radiologi,
tes serologi, mikrobiologi dan pemeriksaan patologi anatomi.
Untuk memudahkan diagnosis dapat digunakan sistem scoring TB.
Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada fase intensif dan
dapat dilanjutkan dengan dua macam obat fase lanjutan ( 4 bulan atau lebih ).
Obat TB utama ( first line, lini utama ) saat ini adalah Rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Rifampisin dan isoniazid merupakan
obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah limfadenitis, meningitis, osteomielitis,
arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit
dapat terjadi.
3.2. Saran
Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi TB menyebabkan tingginya biaya
pengobatan yang diperlukan. Oleh karena itu, pencegahan infeksi TB merupakan
salah satu upaya penting yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan
pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB.
Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, diperlukan usaha penyegaran
kembali tentang TB anak, khususnya bagi dokter umum maupun dokter anak
yang sering menangani kasus TB anak.

23

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. Pulmonologi Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006.h.256-78.
2. Rudolph Am, Rudolph CD, Hoffman JIE. Buku ajar pediatric. Volume 1.
Jakarta:EGC;2006.h.801-3.
3. Aditama Y. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
4. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Edisi ke 2. Jakarta: Widya
Medika;2002.h.31-49
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds.
Pulmonologi Anak Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta : Media
Aesculapius, 2008
6. Pradip RP. Lecturer notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga;2008.h.38-39.
7. Sunarjo D. Tuberkulosis Pada Anak.SMF ANAK BRSD RAA.SOEWONDO
PATI, 2007

24

Anda mungkin juga menyukai