Anda di halaman 1dari 5

DETEKSI Treponema pallidum di LESI KULIT SIFILIS

SEKUNDER dan KARAKTERISASI INFILTRAT INFLAMASI


Li Wenhaia, Zhang Jianzhonga, Ying Caob
a

Departement of Dermatology
Hospital,Beijing,China;

Departement of Pathology, Loyola University Medical Center, Maywood, III.,USA

and

Venerelogy,

Peking

University

Peoples

Kata Kunci :
Reaksi Rantai Polimerase (Polymerase chain reaction =PCR), Sifilis, Treponema pallidum
Abstrak
Latar Belakang : Sifilis adalah penyakit menular seksual kuno. Namun, patogenesis lesi
mukokutan sifilis sekunder tidak sepenuhnya dipahami. Metode : Kami menganalisis
keberadaan Treponema pallidum dalam formalin-fixed, menanamkan paraffin pada spesimen
biopsi dari lesi mukokutan sifilis sekunder dengan menggunakan polimerase chain reaction
(PCR) yang sangat sensitif. Infiltrat inflamasi dari spesimen yang sama juga dicirikan dengan
menggunakan metode imunohistokimia. Hasil dan Kesimpulan : Sepuluh dari 24 (41,7%)
spesimen T. pallidum positif menggunakan PCR, sedangkan tidak satupun T. pallidum positif
dengan menggunakan pewarnaan perak tradisional. Keberadaan T. pallidum di lesi
mukokutan menunjukkan bahwa lesi mukokutan pada sifilis sekunder mungkin disebabkan
oleh invasi langsung T.pallidum daripada oleh reaksi alergi. Selain itu, sebagian besar sel
yang terinflamasi terdiri dari sel T CD45RO-positif dan makrofag CD68-positif,
menunjukkan bahwa imunitas seluler memegang peranan penting dalam reaksi inang
terhadap infeksi pallidum T. di sifilis sekunder.
Pendahuluan
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
sebuah spirochetae yang mampu menginfeksi hampir semua organ atau jaringan dalam tubuh
dan menyebabkan berbagai manifestasi klinis. Menurut perkiraan WHO secara global, lebih
dari 12.2 juta kasus sifilis yang ada di seluruh dunia. Di Aamerika Serikat, sekitar 10.000
kasus terjadi pertahun. Di dalam negara berkembang, sebanyak 10% dari populasi mungkin
terinfeksi.(1) Sifilis memiliki tiga (3) tahapan utama : primer, sekunder, dan sifilis tersier.

Sekitar sepertiga dari individu yang tidak diobati pada sifilis primer akan berkembang
menjadi sifilis sekunder.
Sifilis sekunder adalah tahap dimana bakteri telah tersebar di dalam aliran darah dan
ditemukan dalam jumlah yang banyak. Di Amerika Serikat, kejadian sifilis sekunder telah
berkurang sampai hari ini dibandingkan sebelumnya dikarenakan deteksi dini dan pengobatan
yang adekuat. Di beberapa negara berkembang, sifilis sekunder adalah tahapan penyakit yang
masih sering ditemukan dalam praktek klinis. Gejala umum dalam sifilis sekunder pada lesi
kulit terdiri dari makula, papul, dan syphilid makulapapular yang sering terdapat pada telapak
tangan dan tumit. Meskipun salah satu keunggulan histologi pada sifilis adalah infiltrasi sel
plasma mononuklear mencerminkan respon imun, patogenesis lesi kulit sifilis sekunder
masih belum jelas. Telah dipercaya bahwa lesi kulit disebabkan oleh reaksi alergi sejak
beberapa T.pallidum ditemukan pada tahap ini dengan metode deteksi sederhana seperti,
mikroskop lapangan gelap, pewarnaan perak, immunofluoresensi atau percobaan pada
kelinci.(2-5)
Dalam studi ini, kami menganalisis keberadaan T.pallidum pada lesi kulit sifilis
sekunder dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan sensitifitas tinggi dan
mencirikan infiltrat inflamasi mencoba untuk menyelidiki patogenesis pada lesi kulit sifilis
sekunder.
Bahan dan Metode
Spesimen dan Karakteristik Pasien
Dua puluh empat formalin-fixed, paraffin yang ditanam pada biopsi spesimen dari 24
pasien yang berbeda terdiri dari 16 laki-laki dan 8 wanita, berumur antara 20-54 tahun,
digunakan dalam studi ini. Keseluruhan 24 pasien tersebut telah terbukti memiliki serologis
sifilis sekunder dan mereka dirujuk dari Departement kulit, pada Rumah Sakit Peoples di
Beijing,Cina, dalam February 1998 dan June 2001. Pasien yang telah menggunakan beberapa
antibiotik selama 2 minggu sebelum biopsi tidak dimasukkan. Ke 24 jenis spesimen termasuk
9 roseola makular sifilis, 11 makulopapular sifilis kecil, dan 4 simple palmoplantar sifilis.
Deteksi T.pallidum dengan PCR
Primer. Pengkodean gen membran protein 47-kD pada T.pallidum digunakan sebagai
gen sasaran. Dua pasang primer disintesis : primer luar P1 5- CAG CAG GGG AAG AAA

AAA GTG GG-3 ; P2 5-AAG GTC GTG CGG GCT CTC CAT-3 ; primer dalam P 3 5GAC CCA AGC GTT ACT AAG ATG G-3; P 4 5-ACC GCA ACT GGG ACA AAC TTC
AT-3. Produk PCR adalah 196 bp. Primer tersebut dibeli dari SaiBaiShen Biological
Technique Company, Beijing,Cina.
Isolasi DNA. Dengan tebal irisan 10 15,5m dipotong di setiap blok pada formalinfixed , penanaman paraffin pada biopsi spesimen dan diletakan dalam tabung 1,5-ml Ep.
Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode hydroxybenzene-chloroform.
Amplifikasi PCR.Campuran reaksi 25-l (1 X PCR buffer,10 pmol primer, 1.5 mM
MgCLl, 50 M dari 4 jenis pada dNTPs, 1 U Taq polimerase dan 5l DNA sampel)
diinkubasi selama 1 menit pada suhu 94oC. Sampel didenaturasi selama 40 detik pada suhu
94 oC, dikuatkan selma 40 detik pada suhu 55oC, dan diperpanjang selama 1 menit pada suhu
72 oC. Reaksi tersebut diulang sebanyak 30 siklus. Sesudah siklus terakhir, tabung tersebut
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 72 oC untuk memungkinkan produk dapat dikuatkan.
Kemudian amplifikasi PCR dengan primer dalam dilakukan dengan hal yang sama sebanyak
35 siklus. Amplifikasi PCR menghasilkan produk dengan 196 bp.
Imunohistokimia.
Antibodi monoclonal pada CD45RO,CD20,CD57, dan CD68 dan kotak gambar dibeli
dari Zymed, South San Fransisco, Calif.,USA. Beberapa potongan dibeli dari Dako, Glostrup,
Denmark.
CD45RO,CD20,CD57, dan CD68 dilakukan pewarnaan pada bagian formalin fixed
paraffin-embedded untuk mengevaluasi ekspresi molekul terkait pada sel-sel infiltrasi dalam
lesi kulit sifilis sekunder. Sistem penilaian yang digunakan sebagai berikut : - = 1,9; + = 22,9; ++ = 3-3,9;+++ = 4.
Analisis Statistk
Digunakan sistem SSPS digunakan analisis statistik. Perbedaan total jumlah positif
antara empat jenis pewarnaan imunohistokimia dianalisis dengan uji X 2 dan signifikan yang
ditetapkan sebesar p < 0,05 t.

Hasil
Gen Ekspresi T.pallidum dalam Lesi Kulit pada Sifilis Sekunder.
Antara 24 lesi kulit pada sifilis sekunder, pada 10 spesimen ditemukan T.pallidum
DNA positif (41,7%) dengan PCR (gambar 1). Antara 10 spesimen yang positif, 2 diantara
pada bentuk makula roseala sifilis (2/9), 6 diantara bentuknya makulapapular sifilis (6/11),
dan 2 sisa jenis lainnya bentuk sederhana palmoplantar sifilis (2/4).
Pewarnaan Warthin-Starry
Tidak ada jenis yang positif dengan pewarnaan perak Warthin-Starry.
Imunohistokimia
Pewarnaan imunohistokimia dilakukan pada 22 spesimen kulit. Pewarnaan pada
CD45RO telah diobservasi dalam semua jenis spesimen dan sel positif pada CD45RO
merupakan populasi dari sel limfosit T memori (gambar 2). Pewarnaan positif pada CD68
terdapat sebanyak 68,2% pada spesimen (gambar 3). Sementara itu, beberapa sel B dan sel
NK dapat dilihat pada infiltrat. Frekuensi dari Sel T positif-CD45RO lebih tinggi
dibandingkan tipe sel lainnya.(tabel 1)
Diskusi
Sifilis sekunder merupakan tahapan penularan yang tersering pada sifilis dimana
bakteri telah tersebar di aliran darah dan ditemukan dalam jumlah yang banyak. Pada sifilis
sekunder, pada lesi mukokutan meluas dapat ditemukan pada rongga mulut, telapak tangan,
dan telapak kaki. Ruam yang tersering adalah makula, dengan bintik-bintik merah-coklat
yang terpisah-pisah dengan diameter kurang dari 5 mm, tapi dapat juga berbentuk folikular,
pustul, anular, atau sisik. Lesi lainnya seperti condiloma lata, yang berbentuk kutil, dapat
muncul pada alat kelamin atau lipatan kulit. Pada gambaran histologi, lesi pada sifilis
sekunder terdapat infiltrasi sel plasma dan obliterasi pembuluh darah, menggambarkan
sebagai reaksi imunologis. Penyebab utama pada sifilis sekunder pernah diyakini sebagai
bentuk reaksi id , sejak T.pallidum jarang ditemukan pada lesi kulit kecuali pada kondiloma
lata. (2-5) Reaksi id merupakan sebuah lesi kulit yang menular yang biasanya terdapat pada
tuberkulosis, infeksi jamur dan bakteri karena adanya antigen eksternal.

Beberapa penemuan menduga peningkatan degenerasi T.pallidum pada lesi kulit sifilis
sekunder dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi T.pallidum dengan metode
konvensional. Postulasi mereka didukung dengan keberadaan titer antibodi yang tinggi dan
infiltrasi neutrofil, limfosit, dan makrofag pada kulit, yang mempercepat rusaknya
T.pallidum.(6) Munculnya baru-baru ini teknologi PCR dan penyelesaian pengurutan genom
T.pallidum memiliki keuntungan yang lebih baik untuk mendeteksi, serta untuk memahami
patogenesis pada sifilis sekunder. Beberapa studi, telah mempelajari DNA T.pallidum pada
lesi kulit sifilis sekunder.(7,8) Pada laporan ini, kami merancang sebuah metode PCR dengan
sensifitas tinggi menggunakan dua pasang pada primer dari genom T.pallidum. Hasilnya
menunjukan 10 dari 24 (41,7%) lesi kulit pada sifilis sekunder dengan PCR positif, yang
mana menegaskan hasil studi sebelumnya. Percobaan pada binatang juga meyakinkan PCR
positif pada lesi kulit yang berhubungan dengan bakteri yang hidup dibandingkan dengan
yang mati.(9) Oleh karena itu, invasi langsung spirochetae menjadi penyebab lesi kulit pada
sifilis sekunder daripada reaksi id. Sangat jelas, dengan menggunakan PCR lebih efektif
untuk mendeteksi T.pallidum dibandingkan dengan metode tradisional yang tidak cocok atau
tidak mendeyeksi antigen.
Sebagai tambahan, kami mengkarakterisasikan infilrat inflamasi dermis pada sifilis
sekunder dengan antibodi CD450RO,CD20,CD57 dan CD68. Pada semua 22 spesimen
dengan CD45RO positif kuat, mengindikasikan bahwa sel T merupakan sel infiltrasi utama.
Sel T positif CD45RO merupakan populasi dari sel limfosit T memori, memberikan bukti
sebagai keterlibatan sel hipersensitifitas pada patogenesis dalam sifilis sekunder. Hal ini
merupakan temuan yang sering pada hasil studi. Selain sel limfosit T, makrofag positif CD68
juga di temukan pada lesi kulit. Ini sesuai dengan peningkatan degenerasi T.pallidum pada
sifilis sekunder karena makrofag ikut terlibat dalam memfagosit T.pallidum. Walaupun sel B
dapat ditemukan pada pemeriksaan histopatologis pada epidermis, terutama disekitar vessel,
beberapa sel B dapat ditemukan dibandingkan dengan sel plasma. Beberapa penemuan
meyakini bhwa sel B telah ada dan berdiferesiensi dalam sel plasma sebelum ke lapisan
dermis.(11)
Kesimpulannya, keberadaan T.pallidum pada lesi kulit disertai infiltrasi sel T dan
makrofag yang banyak mengindikasikan lesi kulit pada sifilis sekunder yang dikarenakan
invasi langsung spirochetae dibandingkan karena reaksi alerginya.

Anda mungkin juga menyukai