KATA PENGANTAR
Semoga semua doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan
pahala dari Allah SWT. Akhirnya, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat menambah dan memperluas wawasan serta meningkatkan
pengetahuan dalam bidang ilmiah, dan tentunya bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................ ............................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ..........vii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker ..............................1
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker............................................2
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Etiket Obat................................................................................... 66
Unit Dosis.................................................................................... 67
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
III.1
54
III.2
55
III.3
56
III.4
57
III.5
58
III.6
59
III.7
60
III.8
61
III.9
62
III.10
III.11
63
64
III.12
65
III.13
65
III.14
66
III.15
66
III.16
67
III.17
67
III.18
68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
penyembuhan
penyakit
(kuratif),
dan
pemulihan
kesehatan
itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan.(2,5)
Salah satu media untuk membekali calon apoteker dalam mengelola IFRS adalah
dengan melakukan latihan praktek kerja profesi di Rumah Sakit. Dengan praktek
kerja ini diharapkan calon apoteker dapat mengenal ruang lingkup pekerjaannya
di Rumah Sakit.
1.2
Adapun tujuan dari kegiatan PKPA di rumah sakit bagi mahasiswa tingkat profesi
Apoteker adalah :
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Membekali
keterampilan,
calon
dan
Apoteker
agar
pengalaman
memiliki
praktis
untuk
wawasan,
pengetahuan,
melakukan
pekerjaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2
2.3
perauran
menteri
Kesehatan
Republik
Indosnesia
Nomor
2.3.3
2.3.4
2.3.5
Rumah sakit perawatan jangka pendek, yang merawat penderita kurang dari
30 hari, misalnya penderita dengan kondisi akut dan kasus darurat.
b.
Rumah sakit perawatan jangka panjang, yang merawat penderita lebih dari 30
hari, misalnya penderita kondisi psikiatri.(5)
2.3.6
b.
2.3.7
a.
Rumah sakit terakreditasi, yang telah diakui secara formal oleh suatu badan
sertifikat yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah
memenuhi persyaratan untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
b.
yang
telah
ditetapkan
berdasarkan
Kepmenkes
1197/Menkes/SK/X/2004.
Adapun tugas pokok dari IFRS, yaitu:
a)
pelayanan
bermutu
melalui
analisa,
dan
evaluasi
untuk
f)
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
Fungsi Klinik
Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian
terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan professional
kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien. Lingkup
fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program
rumah sakit, yaitu Pemberian informasi obat kepada profesional pelayan
kesehatan; Wawancara sejarah obat pasien; Seleksi sediaan obat; Pembuatan,
pemeliharaan dan pemutakhiran Profil Pengobatan Penderita (P3); Pemantauan
Terapi Obat (PTO), Pendidikan dan konseling pasien; Partisipasi dalam Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO); Pendidikan in service bagi dokter, perawat, dan
profesional pelayan kesahatan lain; Pemantauan dan pelaporan Reaksi Obat
Merugikan (ROM); Partisipasi apoteker dalam kunjungan tim medis ke ruang
pasien (visite); Partisipasi dalam sistem formularium rumah sakit; Pelayanan
farmakokinetik klinik; Pengendalian infeksi; Kegiatan penelitian; Keterlibatan
apoteker dalam berbagai komite pelayanan pasien; Pelayanan farmasi klinik lain.
2.
Fungsi Nonklinik
Pelayanan yang dilakukan tidak secara langsung sebagai bagian terpadu dan
segera dari pelayanan penderita, lebih sering merupakan tanggung jawab apoteker
Rumah Sakit. Pelayanan ini tidak memerlukan interaksi dengan profesional
kesehatan lain, tetapi walaupun demikian semua pelayanan farmasi di rumah sakit
disetujui oleh staf medis melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Contoh
pelayanan farmasi nonklinik yaitu pelayanan farmasi produk. Adapun halhal
yang termasuk dalam pelayanan farmasi produk antara lain: desain atau
pengembangan produk, penetapan spesifikasi produk, penetapan kriteria dan
pemilihan pemasok, proses pembelian, proses produksi, pengujian mutu, dan
penyiapan produk tersebut bagi penderita. Singkatnya pelayanan farmasi produk
terdiri dari proses perencanaan, penerimaan dan penyimpanan barang.
2.5.3
Tujuan PFT
2.5.4
f)
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi
tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat :
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis
fungsional yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi
f)
2.6.5
Pemilihan kriteria kelayakan suatu produk obat dapat diterima dalam formularium
adalah hal yang sulit dan menyusahkan, ini merupakan tugas dari PFT. Dalam
pemilihan obat ini PFT dibantu staf spesialis untuk mengevaluasi produk obat
yang umum digunakan dalam praktik spesialisasinya guna dicantumkan dalam
formularium. Beberpa kriteria umum untuk peneriman dan penghapusan produk
obat dari formularium sebagai berikut: faktor institusional, faktor obat, dan faktor
harga.
Beberapa kriteria umum untuk penerimaan dan penghapusan produk obat ke/dari
formularium adalah sebagai berikut :
a) Faktor institusional
Produk obat yang tertera pada formularium adalah obat yang sesuai dengan
keperluan untuk perawatan penderita sesuai dengan pola penyakit dan
populasi penderita penyakit tertentu di rumah sakit tersebut.
b) Faktor obat
Yang perlu diperhatikan dari faktor obat adalah karakteristik biofarmasi,
farmakologi, farmakokinetik, terapi klinik, rute pemberian, cara penyiapan,
dan cara penyimpanan.
c) Faktor harga
PFT harus mempertimbangkan harga obat. Keputusan akhir adalah
pertimbangan ilmiah dan ekonomi dan cara rumah sakit dapat memberikan
perawatan penderita yang paling mungkin dengan biaya paling sedikit.
2.7
Rekam Medik(5)
Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari kehidupan dan
kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik.
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rakaman medik
yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun
penderita rawat jalan. Rekam medik harus secara akurat didokumentasikan, segera
tersedia, dapat digunakan, mudah ditelusuri kembali, dan lengkap informasi.
Kegunaan rekam medik antara lain :
a. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan pasien
b. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang
berkontribusi pada perawatan pasien
c. Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan pasien dan
penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit
d. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang
diberikan kepada pasien
e. Membantu perlindungan kepentingan hukum pasien, rumah sakit dan praktisi
yang bertanggungjawab
2.8
Salah satu tahap dalam proses penggunaan obat adalah penyampaian sediaan obat
dari IFRS sampai kepada pasien untuk digunakan. Proses penyampaian sediaan
obat yang diminta dokter dari IFRS untuk pasien tertentu sampai ke daerah tempat
pasien dirawat disebut pendistribusian obat.
2.8.1
a.
adalah
sistem
pendistribusian
perbekalan
farmasi
yang
dipusatkan pada suatu tempat, yaitu instalasi farmasi. Pada sistem ini, semua
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan
individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari
instalasi farmasi.
b.
2.8.2
Sistem resep individual yaitu sistem penyampaian obat kepada pasien rawat
tinggal sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep dokter oleh IFRS secara
langsung ke ruangan dimana pasien tersebut dirawat.
Keuntungan sistem resep individual antara lain:
a) Semua resep atau order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat
memberikan keterangan langsung atau informasi kepada perawat
berkaitan dengan obat pasien
b) Memberi kesempatan interaksi professional antara apoteker, dokter,
perawat, dan pasien
c) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
d) Mempermudah penagihan biaya obat pasien
Keterbatasan sistem resep individual yaitu :
a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada pasien
b) Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
c) Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk
penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaaan pada waktu
penyiapan konsumsi.
b.
c.
Pada sistem ini jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh
PFT dengan masukan dari IFRS dan dari pelayanan keperawatan. Obat yang
disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari
diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relatif murah, mencakup obat
resep atau obat bebas.
Sistem distribusi ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :
a) Semua resep/order individual dikaji langsung oleh apoteker
b) Adanya kesempatan interakasi professional antara dokter-apotekerperawat-pasien
c) Obat yang diperlukan dapat segera tersedian bagi pasien (obat persediaan
di ruang)
d) Beban IFRS dapat berkurang
d.
Sistem unit dosis tunggal adalah suatu sistem pendistribusian obat berdasarkan
order/resep dari dokter kepada pasien terdiri atas satu atau beberapa jenis obat
yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan
yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
Keuntungan dari sistem distribusi ini yaitu :
a) Dapat mengurangi kesalahan obat
b) Mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat
c) Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh pasien
d) Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
e) Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama
obat, kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap
dikonsumsikan pada pasien
f) Apoteker dapat datang ke unit perawat/ruang pasien, untuk melakukan
konsultasi obat, membantu memberi masukan kepada tim, sebagai upaya
yang diperlukan untuk perawatan pasien yang lebih baik
g) Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat
menyeluruh
Keterbatasan sistem unit dosis tunggal antara lain :
a) Sistem ini memerlukan biaya yang besar
b) Jumlah personel yang dibutuhkan banyak.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG
3.1
3.1.1
yang ke-36
yang
dilaksanakan pada bulan juli 1965 di Bandung menghasilkan suatu keputusan agar
setiap Provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun sebuah
rumah sakit, sekolah perawat, dan sekolah kebidanan.
Terdorong atas tanggungjawab dan rasa keprihatinan umat islam di Bandung
khususnya, direncanakan untuk membangun sebuah rumah sakit bernafaskan
islam, dengan melihat kenyataan di Bandung ini hanya ada lima rumah sakit
swasta milik non muslim. Niat ini kemudian disampaikan dalam rapat kerja
majelis pendidikan dan kesejahteraan umat (PKU), agar di Bandung segera
didirikan Rumah Sakit Muhammadiyah, yang kemudian disetujui untuk didirikan.
Langkah awal segera dilakukan dalam menentukan lokasi berdirinya titik lokasi
berdirinya Rumah Sakit Muhammadiyah, yaitu dengan meminta saran kepada
Walikota Kotamadya Bandung, yang dijabat oleh Bapak E. Sukarna Widjaya dan
Kepala Kesehatan Bapak Dr. Uton Muchtar Rafei MPH, bahwa rumah sakit
Muhammadiyah harus segera dibangun diwilayah karees setelah dianalisis sesuai
dengan rencana pembangunan kota, karena wilayah-wilayah lain pelayanan telah
dipenuhi.
3.1.2
Nama
Kelas
: Setara kelas C
Tanggal berdirinya
: 17 November 1968
Status pemilik
Alamat
Luas tanah
: 7.751 m2
3.1.3 Visi, Misi, Motto dan tujuan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
- Visi Rumah Sakit
Terwujudnya rumah sakit islam modern yang memiliki kemampuan
handal, mampu bersaing, dan terciptanya pelayanan yang memuaskan bagi
masyarakat dan konsumen.
- Misi Rumah Sakit
Misi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung adalah sebagai berikut :
Memiliki sistem penyelenggaraan rumah sakit yang bermutu, agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan konsumen.
Mengelola rumah sakit yang berkualitas, profesional, otonom, Islami
memiliki akuntabilitas, kredibilitas yang tinggi serta dapat mengevaluasi
diri yang dilandasi iman dan amal saleh dalam rangka ibadah kepada Allah
dan Ikhsan terhadap sesama hamba Allah.
Memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya Rumah Sakit
Muhammadiyah
Bandung
yang
berkelanjutan
dan
berwawasan
lingkungan.
Menjadikan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung dapat menarik
penanam modal dalam pengembangan upaya pelayanan Rumah Sakit.
Jenis kepegawaian
Jumlah
Dokter Tetap
10
2,27
Paramedis Keperawatan
209
47,40
86
19,50
136
30,83
441
100
Jumlah
3.1.6
2.
d. Instalasi Gizi
e. Pelayanan Rekam Medik
f. Pelayanan Rehabilitasi Medik
3.2
Visi dan misi dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
adalah:
1. Mengadakan dan menyiapkan terapi obat yang optimal bagi seluruh pasien
untuk menjamin pelayanan terapi obat yang profesional dan memberi
kepuasan kepada pasien dan seluruh unit terkait.
2. Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia sehingga dapat
berperan dalam pelayanan farmasi yang baik.
Tujuan IF-RSMB antara lain: memberikan manfaat kepada penderita dan Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung, menyediakan sediaan farmasi yang bermutu
untuk penderita rawat jalan dan rawat inap dan menjamin praktek kefarmasian
yang profesional dan memelihara etika profesi.
3.2.2
Struktur Organisasi
3.2.3
Sumber daya manusia yang bekerja di instalasi farmasi RSMB terdiri dari:
2 orang apoteker, yaitu seorang yang menjadi pimpinan atau kepala instalasi
farmasi rumah sakit dan seorang apoteker yang berfungsi sebagai penanggung
jawab dalam pelayanan informasi obat.
1.
3.2.4
Fasilitas seperti ruangan, peralatan dan perbekalan farmasi harus disediakan untuk
menjalankan fungsi profesional dari IFRS. Instalasi RSMB juga telah
menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti:
1. Gudang instalasi farmasi
Gudang instalasi farmasi RSMB terletak di lantai 2, berdekatan dengan
IFRS, hal tersebut bertujuan agar bertugas dapat memastikan atau
mengirim perbekalan kesehatan secara cepat ke unit distrubusi. Gudang
3.3
3.3.2
Jika perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan pesanan maka
petugas gudang menandatangani faktur (3 rangkap)
Faktur
kemudian diserahkan ke
bagian
Jika perbekalan farmasi yang diterima tidak sesuai dengan pesanan maka
perbekalan farmasi dikembalikan ke PBF lalu dibuat retur pengembalian
Perbekalan farmasi yang diterima dari PBF dan telah diperiksa ulang oleh petugas
IFRS dapat langsung disimpan di bagian gudang IFRS. Penyimpanan perbekalan
farmasi di IFRS RSMB dilakukan berdasarkan jenis barang, bentuk sediaan dan
disusun secara alfabetis. Obat-obatan yang tidak stabil pada suhu kamar dapat
disimpan pada lemari pendingin, obat golongan narkotika dan psikotropika
disimpan dalam lemari besi dengan pintu ganda yang terkunci. Sedangakan alat
kesehatan disimpan sesuai dengan ukurannya. Pengeluaran perbekalan farmasi
IFRS dilakukan dengan menggunakan prinsip First in First Out (FIFO) dan first
Expired First Out (FEFO).
3.3.4
3.3.5
3.3.6
Distribusi Obat
Sistem distribusi obat yang diterapkan di RSMB adalah sistem distribusi obat
kombinasi, yaitu sistem distribusi obat resep individual sentralisasi dan persediaan
sebagian di ruangan dan dosis unit. Persediaan sebagian di ruangan berarti
persediaan perbekalan yang ada di ruangan (depo farmasi) terbatas untuk alat-alat
kesehatan dan obat-obat darurat (live saving drugs). Jenis dan obat yang tersedia
di ruang ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dengan masukan dari
IFRS dan pelayanan kefarmasian.
1. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Paien Rawat Jalan
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Sistem distribusi obat bagi pasien rawat jalan di
RSMB menggunakan sistem distribusi resep individu. Resep yang ditulis
oleh dokter untuk pasien kemudian dibawa ke instalasi farmasi oleh pasien
yang selanjutnya perbekalan farmasi akan disiapkan dan didistribusikan
melalui IFRS. Alur sistem distribusi pasien rawat inap dapat dilihat pada
Lampiran 5 Gambar III.9
diagnostik
adalah
pelayanan
instalasi
farmasi
dalam
mendistribusikan obat atau alat kesehatan habis pakai dan alat atau bahan
yang diperlukan oleh ruang perawatan dan unit penunjang diagnostik
untuk kebutuhan pasien. Pendistribusian perbekalan farmasi ke pasien
dilakukan oleh petugas ruangan atau unit dalam kendali instalasi farmasi.
Penyediaan di ruangan dilakukan setiap hari. Adapun perbekalan
kesehatan yang dikirim adalah perbekalan farmasi yang sebelumnya telah
digunakan untuk tindakan medis. Sehingga jumlah perbekalan farmasi
yang ada sama seperti jumlah sebelumnya. Untuk biaya penggunaan
perbekalan farmasi akan diperhitungkan bersamaan dengan biaya lain
ketika pasien akan pulang.
4. Pelayanan Resep untuk Sistem Unit Dosis
Sistem distribusi dosis unit juga dilakukan di RSMB pada ruang pelayanan
Dewi Sartika (VIP). Pemberian perbekalan dosis unit ini menjadi
tanggungjawab para petugas yang ikut melakukan perawatan pasien,
seperti staf medis, petugas IFRS dan perawat. Pelaksanaannya adalah
Pencatatan dan Pelaporan adalah pencatatan dan pelaporan terhadap nilai dari
seluruh perbekalan kesehatan yang disalurkan melalui unit distribusi baik yang
dibayar tunai, kredit maupun untuk keperluan ruang perawatan, unit penunjang
diagnostik dan lain-lain. Seluruh penjualan/penggunaan perbekalan kesehatan
harus dilakukan pencatatan dan pelaporan.
3.4
Narkotika yang memiliki sifat dapat mempengaruhi sistem saraf pusat ini menjadi
bagian yang penting dan harus diperhatikan oleh para staf IFRS. Proses
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan sampai penghapusan
dilakukan dalam prosedur khusus. Kepala instalasi farmasi secara langsung
menjadi tanggungjawab dalam pelayanan narkotika. Kebijakan Penggunaan Obat
Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
3.4.1 Penyimpanan
Penyimpanan narkotika dan psikotropika hanya di instalasi farmasi dalam lemari
khusus dan terkunci. Kunci lemari narkotika dan psikotropika dipegang oleh
apoteker atau asisten apoteker yang ditunjuk pada setiap shift.
3.4.2 Penulisan resep
Permintaan narkotika dan psikotropika harus dengan resep yang ditulis dokter
yang merawat penderita, secara lengkap mencantumkan nama, umur dan
alamat/ruang perawatan penderita, nama dokter, tanggal dan tempat ditulisnya
resep, nama obat, jumlah obat yang diperlukan sesuai kebutuhan pengobatan.
Resep untuk narkotika dan psikotropika harus ditandatangani oleh dokter penulis
resep dan tidak boleh menggunakan paraf. Dalam kondisi darurat atau segera
Pelayanan resep
Instalasi Farmasi RSMB siap melayani resep narkotika dan psikotropika selama
24 jam dan ada petugas yang bertanggungjawab terhadap obat narkotika dan
psikotropika pada setiap shift. Untuk sediaan injeksi, narkotika dan psikotropika
hanya dilayani untuk satu kali dosis pemberian. Instalasi farmasi harus meminta
kembali wadah dan sisa obat untuk disimpan, dikumpulkan, dan dimusnahkan di
hadapan petugas yang berwewenang. Untuk sediaan narkotika oral dilayani untuk
penggunaan maksimal tiga hari. Instalasi Farmasi RSMB hanya melayani resep
narkotika dan psikotropika untuk keperluan pengobatan penderita RSMB. Lembar
resep yang mengandung narkotika diberi tanda khusus dan didokumentasikan
terpisah dari resep lainnya. IFRSMB wajib melaporkan penggunaan narkotika dan
psikotropika sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.4.4
keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta kerja sama dengan pasien dan
profesional kesehatan lainnya. Pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung diantaranya:
a.
Dispensing
Konseling
Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Sama seperti
pada umumnya, kegiatan PTO yang dilakukan di RSMB adalah mencakup
pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. PTO
dapat diakukan ketika pemberian obat dosis unit. Pemantauan terapi obat ini
mensyaratkan apoteker untuk memahami data pasien dan secara terus menerus
mengkaji manfaat terapi yang diharapkan atau efek merugikan yang dihasilkan
dari suatu terapi obat. Pemantauan terapi obat yang dilakukan tersebut dilakukan
dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment dan Plan).
e.
Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur,
dilaksanakan terus-menerus dan diotorisasi rumah sakit, ditunjukan untuk
memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, aman, dan bermanfaat.
Dalam melaksanakan EPO di RSMB, apoteker IFRS RSMB memiliki peranan
penting dalam menyediakan informasi obat, penetapan kriteria penggunaan obat
dan berpartisipasi dalam pelaksanaan perbaikan penggunaan obat, sehingga
penggunaan obat di lingkungan rumah sakit menjadi rasional dan dapat
mengurangi kesalahan dalam pengobatan.
f.
Bagi setiap pasien baru selalu disediakan kartu farmasi dan kartu Profil
Pengobatan Penderita (P3). Dalam kartu P3 dituliskan mengenai identitas dari
pasien, yaitu nama, usia, nomor kamar, nomor Medical Record, keluhan yang
dialami hingga masuk rumah sakit, diagnosa, dan catatan riwayat penggunaan
obat pasien. Maanfaat dari pencatatan P3 antara lain:
a.
b.
c.
3.6
adanya
surat
keputusan
direktur
RSMB
Nomor
84/SK/Dir-
Panitia farmasi dan terapi di RSMB terdiri dari dokter dan apoteker. Ketua PFT
adalah seorang dokter senior yang disegani dan dihormati karena pengabdian,
prestasi ilmiah dan dapat berprilaku sabagai panutan. Pemilihan ketua ini harus
disetujui oleh pimpinan rumah sakit. Sekertaris PFT adalah seorang apoteker
senior, yang juga dihormati karena pengabdiannya, prestasi ilmiah dan memiliki
sikap yang menjadi panutan.
Anggota PFT lainnya adalah perwakilan Staf Medik Fungsional (SMF) yang
terdiri dari perwakilan SMF kesehatan anak yaitu dokter spesialis anak,
perwakilan SMF Obstetri dan Ginekologi yaitu dokter Obstetri dan Ginekologi.
Struktur organisasi farmasi dan terapi RSMB dapat dilihat pada Lampiran 3
Gambar III.6
BAB IV
TUGAS KHUSUS
REVISI TEKNIS PENYUSUNAN FORMULARIUM EDISI V TAHUN
2014-2016 RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG
4.1
Pendahuluan
Perawatan penderita di rumah sakit dan dalam failitas perawatan kesehatan lain
sering kali tergantung pada keefektifan penggunaan obat. Keragaman obat yang
tersedia mengharuskan dikembangkannya suatu program penggunan obat yang
baik di rumah sakit, guna memastikan bahwa penderita menerima perawatan yang
baik. Untuk kepentingan perawatan penderita yang lebih baik, rumah sakit harus
mempunyai
obyektif di rumah sakit. Program ini adalah dasar dari terapi obat yang tepat dan
ekonomis. Konsep sistem formularium adalah metode untuk mengadakan
program demikian.
Panitia Farmasi dan Terapi ( PFT ) dalam melaksanakan fungsi terpenting yaitu
mengadakan formularium yang disusun dengan sistem formularium. Pemilihan
obat untuk formularium ditentukan sesuai kriteria yang ditetapkan yaitu faktor
institusional yang mengantisipasi kebutuhan rumah sakit tergantung kepada jenis
dan fungsi rumah sakit, pola penyakit, pola konsumtif, dan penetapan satu
sampai empat nama dagang dari setiap jenis zat aktif.
Faktor obat meliputi keamanan dan kemanfaatan obat telah terbukti; obat tersebut
telah digunakan diberbagai rumah sakit; mutu obat termasuk ketersediaan hayati
dan stabilitasnya terjamin; diutamakan mempunyai sifat farmakokinetik yang baik
; dapat diproduksi oleh pabrik obat setempat serta dipilih obat dengan zat aktif
tunggal atau kombinasi tetap yang secara resmi dapat diterima.
Faktor harga yaitu mengutamakan obat dengan harga terjangkau dan memiliki
rasio atara manfaat-biaya yang tinggi.
didukung
koordinator Staf Medik Fungsional (SMF) di Rumah Sakit. Peran aktif yang
diberikan Staf Medik Fungsional adalah berupa usulan dan saran secara tulisan
maupun lisan. Dengan demikian formularium ini diharapkan dapat digunakan
sebagai pedoman penulisan resep di Rumah Sakit.
Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung(6)
4.2
Tugas
Tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
adalah :
1. Mengembangkan kebijakan mengenai evaluasi, pemilihan, penggunaan
obat dan memberikan rekomendasi berkaitan dengan penggunaan obat di
RS. Muhammadiyah Bandung.
2. Merumuskan dan mengadakan program pendidikan yang memenuhi
kebutuhan akan pengetahuan mutakhir tentang obat dan penggunaan obat
bagi profesional kesehatan terutama bagi staf medik, perawat dan apoteker
Fungsi dan Ruang Lingkup
4.2.2
Muhammadiyah Bandung:
1. Pelaksanaan sistem formularium.
2. Pembuatan dan revisi formularium.
3. Penasihat bagi staf medik dalam semua hal berkaitan dengan penggunan
obat.
4. Penyusunan prosedur dan program yang membantu menjamin keamanan,
kemanfaatan dan manfaat biaya terapi obat.
obat,
pengkajian
penggunaan
obat
dan
pembuatan
Wewenang
Tanggungjawab
4.2.5
Struktur Organisasi
Organisasi
1. Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung terdiri
atas dokter dan apoteker.
2. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih di antara staf medik yang
mempunyai pengalaman klinik dan dihormati oleh seluruh staf medik di
rumah sakit.
3. Sebagai sekretaris adalah apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (
IFRS ) atau apoteker senior jika Kepala IFRS berhalangan hadir.
4. Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan rapat minimal satu kali setiap dua
bulan.
5. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengundang narasumber, baik dari
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan pengetahuan
atau keterampilan sesuai dengan keahliannya.
6. Agenda dan bahan pendukung rapat harus disiapkan oleh sekretaris dan
diserahkan kepada anggota dalam waktu yang cukup.
7. Notulasi dari pertemuan Panitia Farmasi dan Terapi harus direkam oleh
sekretaris, disampaikan kepada pimpinan rumah sakit, dikoordinasikan
dengan Ketua Komite Medik dan didokumentasikan.
8. Rekomendasi dari Panitia Farmasi dan Terapi harus disosialisasikan
kepada staf medik atau panitia lain yang lain di dalam komite medik.(6)
4.2.6
Kategori Anggota
Ketua Panitia
Ketua adalah anggota staf medik yang senior, disegani dan memiliki kemampuan
berkomunikasi berkomunikasi baik dengan personal di rumah sakit, dipilih dan
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
Sekretaris
Sekretaris Panitia Farmasi dan Terapi RS. Muhammadiyah Bandung adalah
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) atau jika Kepala IFRS berhalangan
dapat ditunjuk apoteker senior yang mengetahui pengetahuan obat mutakhir,
Anggota
3.
4.
Informasi khusus yang disediakan adalah daftar obat yang mewarnai urin dan
feses serta daftar keamanan obat pada kehamilan.
5.
Perubahan
dapat dilakukan setiap saat. Staf medik atau SMF dapat mengajukan
usulan obat
baru
untuk
formulir
pemohon dalam waktu paling lambat dua bulan tentang penerimaan atau
penolakan permohonan. Pengusul dapat meninjau kembali terhadap keputusan
Panitia Farmasi dan Terapi. Obat yang dievaluasi dan dietujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi dimasukkan dalam salah satu kategori berikut:
a.
b.
Obat yang disetujui berdasarkan periode percobaan, yaitu obat yang tersedia
yang akan dinilai oleh Panitia Farmasi dan Terapi selama periode 6 bulan
atau 12 bulan untuk pengambilan keputusan akhir. Obat tersebut dapat ditulis
oleh semua dokter di rumah sakit.
c.
Obat formularium khusus, yaitu obat yang tersedia secara komersial yang
direkomendasikan
Evaluasi
penggunaan
dilakukan setiap tiga bulan dan revisi formularium dilakukan setelah satu
tahun.
7.
farmasi tertentu.
4.4.1
4.4.2
Prosedur Kunjungan
5. Setiap MSR harus menyediakan alamat dan nomor telepon yang mudah
dihubungi di instalasi farmasi.
6. MSR yang akan mengadakan kunjungan di luar ketentuan di atas harus
seizin Ketua Panitia Farmasi dan Terapi.
4.4.3
Lokasi sampel
Sampel obat dan alat kesehatan habis pakai diserahkan dan disimpan di instalasi
farmasi serta
4.3.4
1.
Data DUR tahun 2013 (Drug use review) diperoleh dari total penggunaan
obat di rumah sakit muhammadiyah selama satu tahun. Dalam data DUR
tersebut terdiri dari nama obat generik maupun obat dengan nama dagang,
komposisi zat aktif, nomor kelas terapi dalam formularium, dan total jumah
penggunaan dalam satu tahun.
2.
3.
4.
5.
Setiap
golongan
zat
aktif
dilengkapi
dengan
dosis
penggunaan,
Hasil revisi formuarium diserahkan kepada kepala instalsi farmasi untuk diperiksa
dan diperbaiki jika ada kesalahan. Sebelumnya kepala instalasi farmasi telah
mengedarkan surat rekomendasi kepada dokter mengenai obat-obatan yang akan
dimasukan dalam formularium. Dari semua daftar rekomendasi obat yang
diperoleh dari dokter, dikumpukan dan kemudian dikaji dalam rapat PFT. Dalam
rapat PFT ditentukan obat mana saja yang akan dimasukkan atau dihapuskan dari
formularim.
BAB V
PEMBAHASAN
kesepakatan yang terjadi pada saat perumusan rapat bersama PFT (Panitia
Farmasi Terapi). Sistem formularium ini sewaktu-waktu dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan. Perubahan sistem formularium dapat dilakukan dengan
mengajukan surat permohonan perubahan formularium.
Di RSMB juga ada sistem persediaan di ruang. Pada sistem ini semua obat yang
dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruangan tersebut.
Sediaan farmasi yang ada di ruangan diantaranya sediaan infus, injeksi
(contohnya atropin sulfat, morfin, adrenalin), dan alat-alat kesehatan seperti
sarung tangan, peralatan injeksi, set infus, dan lain-lain. Adanya sistem
persediaan di ruangan ini dapat memberikan keuntungan yaitu obat yang
diperlukan segera oleh pasien dapat segera diberikan. Namun resiko
kehilangannnya tinggi sehingga hanya obat dan alat kesehatan yang relatif murah
yang ada disini. Persediaan farmasi yang telah terpakai pada hari sebelumnya
akan diganti pada hari berikutnya oleh petugas depo dari IFRS sehingga jumlah
persediaannya akan tetap setiap harinya. Pengecekan dan penggantian kembali
obat dan alat kesehatan yang dipakai dilakukan pada pagi hari setiap harinya.
Pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh IFRS masih terbatas. Pelayanan
informasi obat kepada pasien dilakukan saat penyerahan obat yang terdiri dari
khasiat obat, cara pemakaian obat, waktu pemakaian, penyimpanan obat, interaksi
obat dengan makanan, atau interaksi obat dengan obat jika ada. IFRS juga belum
melaksanakan kunjungan khusus ke ruang perawatan pasien untuk melakukan
pelayanan informasi obat kepada dokter dan perawat. Namun jika dokter
membutuhkan informasi mengenai obat biasanya melalui telepon atau langsung
datang ke IFRS.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung telah melakukan kegiatan
pelayanan kefarmasian (satu pintu) selama 24 jam/hari.
Sistem distribusi perbekalan kesehatan pasien rawat tinggal di Rumah
Sakit Muhammadiyah Bandung menggunakan sistem distribusi kombinasi
antara resep individual (individual prescription), persediaan di ruangan
(floor stock) dan unit dosis (Unit Dose Dispensing) atau kombinasi
ketiganya.
Apoteker berperan aktif memberikan informasi dan mengembangkan
pelayanan kafarmasian, berperan dalam panitia farmasi dan terapi yang
merupakan komunikasi atau penghubung antara staf medik dan instalasi
farmasi, membantu dalam menyusun dan merevisi formularium, sehingga
keberadaan apoteker sangatlah penting di Rumah Sakit Muhammadiyah
Bandung.
Buku formularium RSMB disusun berdasarkan data morbiditas dan data
konsumtif Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Revisi Formularium di
RSMB dilakukan untuk memperbaharui obat yang ada di dalam
formularium dengan beberapa pertimbangan, yaitu faktor instiusional,
obat, dan faktor harga.
6.2 Saran
Dari hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung, maka beberapa hal yang dapat disarankan
meliputi :
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG
LAMPIRAN 1
(LANJUTAN)
LAMPIRAN 1
(LANJUTAN)
LAMPIRAN 1
(LANJUTAN)
LAMPIRAN 6
(LANJUTAN)
TANGGAL :
Nama Barang
Satuan
Jumlah
Nama Barang
Satuan
Jumlah
Gambar III.11 Form Permintaan Perbekalan Kesehatan dari Unit Distribusi ke Gudang
IFRS
LAMPIRAN 7
OBAT NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA
Tanggal
Masuk
Keluar
Saldo
Batch/ED
Petugas
Tanggal
Masuk
Keluar
Saldo
Batch/ED
Petugas
LAMPIRAN 8
ETIKET OBAT
LAMPIRAN 9
UNIT DOSIS
Nama Kmr .
No Medrek :
.. jamminumobat :
Sebelum/sesudahmakan
Gambar III.17 Etiket Unit Dosis
Semogalekassembuh
LAMPIRAN 10
DENAH RUANGAN INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG
Keterangan :
BODATA
Nama Lengap
: Rinny Yustia
NIM
: 3351131147
Alamat rumah
No. Telpn
: 085224779908
Alamat email
: rinnyyustia21@yahoo.co.id
Jurusan
: Profesi Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Tahun Angkatan
: 2013
Tgl/bln/thn lulus
: 22 September 2014
RIWAYAT PENDIDIKAN