TRAUMATOLOGI
NAMA KELOMPOK :
FAJAR JULIANSYAH
RISKA RESTI
MELDA YENTI
AFRIDA SYARAH TANJUNG
MULIA ANDRI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari
sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa
kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah
manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam
kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati.
Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London
dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang
disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus
penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi
batangan dan pemukul baseball atau benda benda serupa dengan itu, lalu di ikuti
dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus
penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka
yang serius.
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di
dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan
bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di
dalam tempat tinggal dan klub-klub, 50% pasien sedang mabuk atau minum
pada
saat
sebelum
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan
bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah
Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan
korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak
pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran
Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu
menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk
mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan
benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim
untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter
sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya
pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat sedemikian
rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material, sehingga dapat dipakai
sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan. Dengan demikian, jelas bagi kita
bahwa sebagai kalangan medis, penting untuk mengetahui dan mendeskripsikan
berbagai hal mengenai luka dan trauma. Sehingga traumatologi menjadi pokok
pembahasan dalam makalah ini.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu. Jadi
traumatologi merupakan ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan
dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup.
2. Benda Tumpul
Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai
macam jenis luka, antara lain :
a. Memar ( kontusi )
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan
jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan
tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan
meresap ke jaringan di sekitarnya. Mulamula terlihat pembengkakan,
berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi
kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih
besar dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya
memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya
benda penyebabnya atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang
orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu
luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan
seksama akan dapat dilihat perbedaan perbedaanya, yaitu :
Memar
Lebam mayat
Lokasi
Pembengkakan
Bila ditekan
Mikroskopik
Tajam
Tumpul
a. Bentuk luka
Teratur
Tidak teratur
b. Tepi luka
Rata
Tidak rata
c. Jembatan jaringan
Tidak ada
Ada
d. Rambut
Ikut terpotong
e. Dasar luka
Tidak teratur
f. Sekitar luka
luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian
rupa sehingga kalau pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
B. Benda Fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik,
antara lain:
10
3. Sengatan listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka
bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan kulit (ohm),
dan kontak serta luasnya daerah yang terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
jaringan kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah
pucat, dikelilingi daerah hipereremis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan
adanya luka. Bahkan kadang-kadang bagian baju atau sepatu yang dilalui
arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.Tegangan arus
kurang dari 65 volt biasanya tidak mebahayakan, tetapi tegangan antara 651000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat
mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi
ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedangkan
faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang yang
tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya
pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap
hari berhubungan dengan listrik.
11
4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar
100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan
susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat
terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya.
Pada korban mati sering ditemukan adanya arborecent mark (percabangan
pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi bendabenda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang
dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar
tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering
disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat
-
emfisema interstitialis.
Barotalgia: rasa nyeri, membran tympani pecah, perdarahan,
vertigo, dizziness.
12
b. Hipobarik
Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:
Naik tempat tinggi secara mendadak saat pesawat mengudara
-
hebat.
Gejala pada susunan saraf tergantung letak emboli dan letak
emfisema subkutan
Rongga perut terasa kembung
Gigi geligi terasa nyeri.
lapisan
kulit
memiliki
elastisitas
yang
kurang
baik
asetat
Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan
luka, ialah:
-
Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
Terlihat kering
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit acid
-
14
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk
alkaline albumin dan sabun
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini
-
adalah:
Terlihat basah dan edematous
Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin
-
Jika organ dalam (jantung atau paru-paru) masih dalam keadaan berfungsi
ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan
perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terusmenerus memompa darah keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan
trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah disini secara
pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi menjadi 2 yaitu
perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal mudah
dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut,
rongga
dada,
rongga
panggul,
rongga
kepala,
dan
kantong
demikian
ada
beberapa
cara
yang
dapat
digunakan
untuk
Pemeriksaan makroskopik.
Pemeriksaan mikroskopik (histologik).
18
1. Pemeriksaan makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa
umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan dihitung dari saat trauma
sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat
kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan
dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula pada daerah
yang mengalami trauma akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasasi dan
inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 samapai 5 hari warna tersebut
berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi
kekuningan.
Pada luka robek atau terbuka juga dapat diperkirakan umurnya dengan
mengamati perubahanperubahannya. Dalam selang waktu 12jam sesudah
trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka, selanjutnya kondisi luka
akan di dominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan kemudian di susul tanda-tanda
penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik.
Mengingat hasil pemeriksaan makroskopik sangat variatif dan jauh dari
ketetapan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati.
Selain berguna bagi penentuan intravitalisasi luka, pemeriksaan mikroskopik
juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti. Caranya ialah dengan
mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan Hodge, infiltrasi perivaskuler dari
leukosit polimorfonukler dapat dilihat dengan jelas pada kasus-kasus dengan
periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel
leukosit mungkin dapat dilihat lebih dini lagi, bahkan dalam beberapa menit
sesudah trauma. Leukosit yang mula-mula masuk kejaringan adalah jenis
19
serabut-serabut
kolagen,sampai
beberapa
minggu
sesudah
ice)
guna
mendeteksi
adanya
adenosine
triphosphatase
dan
aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat
lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas
aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedangkan peningkatan acid
phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan Biokemik.
Meskipun pemeriksaan histokemik lebih banyak menolong, tetapi reaksi
trauma yang dapat ditunjukkannya masih memerlukan waktu yang relatif
panjang yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi korban
mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya
dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Perlu diketahui bahwa histamine dan serotonin merupakan zat vasoaktif
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada
stadium yang paling awal dari trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik
telah dipublikasikan untuk yang pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas
dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamine bebas pada
jejas jerat antemortem pada kasus menggantung. Oleh peneliti lain dibuktikan
bahwa kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma sedangkan
serotonin naik setelah 10 menit.
Diiriskan
21
Ditusukkan
Dibacokkan
Untuk senjata api, cara senjata itu ditembakkan juga dapat ditentukan, yaitu:
1. DIIRISKAN
Diiriskan artinya bahwa mata tajam dari senjata tersebut ditekankan lebih
dahulu ke suatu bagian dari tubuh kemudian digeser ke arah yang sesuai
dengan arah senjata. Luka yang ditimbulkannya merupakan luka iris (incised
wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka
2. DITUSUKKAN
Ditusukkan artinya bagian ujung dari senjata tajam ditembakkan pada suatu
bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan kemudian ditekan
ke dalam tubuh sesuai arah tadi. Luka yang ditimbulkan merupakan luka tusuk
(stab wound) yang ciri-cirinya:
Sesuai ciri-ciri umum luka akibat senjata tajam
Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka
3. DIBACOKKAN
Dibacokkan artinya bahwa senjata tajam yang ukurannya relatif besar dan
diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata tersebut
22
4. DITEMBAKKAN
Jika ditembakkan tegak lurus ke arah permukaan tubuh, maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris
Jika ditembakkan secara miring ke arah permukaan tubuh maka ciri-cirinya:
Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris
Jika ditembakkan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai
ciri-ciri:
Bentuknya seperti bintang (cruciform)
Terlihat memar berbentuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong
senjata
Jika ditembakkan dengan jarak dekat (1 inci 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka
yang terjadi adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Terdapat produk dari mesiu (tatto, sisa-sisa mesiu atau jelaga)
23
Jika ditembakkan dengan jarak jauh (lebih dari 2 kaki) maka ciri-ciri dari luka
yang terjadi adalah:
Berupa lubang berbentuk bulat yang dikelilingi cincin lecet
Tidak ditemukan produk mesiu
energi.
bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman
dapat berupa Streptococcus, Staphylococcus, Eschericia coli, Proteus
vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren.
4. Penyakit
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit
jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam
kontroversi.
5. Kelainan psikis
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat
menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang
spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety
neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau
psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental
yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental
tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada
setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya
yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang
bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum
dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ
dengan psikosis post trauma didasarkan atas :
B. Aspek Yuridis
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau
tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut
hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak
pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness (ceroboh), atau
negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman
perlu
ditentukan
lebih
dahulu
berat
ringannya
luka.
Estetika jasmani
yang
mengakibatkan
penyakit
atau
halangan
dalam
Luka
yang
dapat
mendatangkan bahaya
mendatangkan
bahaya
maut.
Dapat
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian
terpenting. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka
bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan
kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat
kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api,
akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma
listrik,
akibat
petir,
dan
akibat
zat
kimia
korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka
terjadi antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa
29
infeksi,
kelainan
darah,
atau
penyakit
defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum
untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal
351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk
menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan
melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan kita
sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum
akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik
pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka
sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
3.2 Saran
1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Guntur BN. Kapita Selekta Forensik Edisi Revisi. Medan
2. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar
[online]. 2010. Available at:
http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf
3. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. Available at :
http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum.
4. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang : 2003.Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
5. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
6. Apuranto, Hariadi. Luka tumpul [online]. 2010. Available at:
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf
7. Apuranto, Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at :
www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf
8. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
9. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa
Aksara: Jakarta 1997. Hal 85-129.
10. Satyo, Alfred.C. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah
Kedokteran Nusantara Vol.39. Universitas Sumatera Utara: Medan: Desember
2006. Hal 430-432
31