SITOSEKELETON
Sitoskeleton atau kerangka sel adalah jaring berkas-berkas protein yang menyusun sitoplasma
dalam sel. Setelah lama dianggap hanya terdapat di sel eukariota, sitoskeleton ternyata juga
dapat ditemukan pada sel prokariota. Dengan adanya sitoskeleton, sel dapat memiliki bentuk
yang kokoh, berubah bentuk, mampu mengatur posisi organel, berenang, serta merayap di
permukaan.
Sitoskeleton berkembang baik pada organisme eukariotik. Organisme prokariotik tidak
memiliki organel bermembran, tubuhnya juga dilindungi oleh dinding sel yang kuat sehingga
tidak membutuhkan sitoskeleton.
nm
sehingga
pengamatannya
harus
Mikrofilamen terkenal karena perannya dalam motilitas sel, terutama sebagai bagian aparatus
kontraktil sel otot. Berbeda dengan peran penahan-kompresi oleh mikrotubulus, peran
struktural mikrofilamen dalam sitoskeleton adalah menahan tegangan (gaya taring). Jejaring
berdimensi tiga yang dibentuk oleh mikrofilamen tepat di bagian dalam membran plasma
(mikrofilamen korteks) membantu menyokong bentuk sel. Jejaring ini menyebabkan lapisan
sitoplasma terluar sel, yang disebut korteks, memiliki konsistensi semisolid gel, kebalikan
dari kondisi sitoplasma interior yang lebih cair (sol). Dalam sel hewan yang terspesialisasi
untuk mentraspor materi melintasi membran plasma, misalnya sel usus, berkas mikrofilamen
menjadi inti mikrovili, penjuluran halus yang meningkatkan luas permukaan sel di usus
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Fungsi Mikrofilamen (Filamen Aktin)
Mempertahankan bentuk sel (unsur penahan tegangan)
Perubahan bentuk sel
Kontraksi otot
Aliran sitoplasmik
2. Mikrotubulus
Semua sel eukariot memiliki mikrotubulus (microtubule), batang-batang berongga dengan
diameter sekitar 25 nm dan anjang antara 200 mm samai 25 um. Dinding tabung berongga
tersebut tersusun dari protein globular yang disebut tubulin. Setiap protein tubulin merupakan
diner, molekul yang tersusunatas dua subunit. Suatu dimer tubulin terdiridari dua polipeptida
yang agak berbeda, tubulin a dan tubulin B. Mikrotubulus bertambah panjang melalui
penambahan dimer tubulin; mikrotubulus juga diuraikan dan tubulinnya pun digunakan untuk
membangun mikrotubulus di tempat lain dalam sel.
Ciri-ciri mikrotubul, antara lain:
Setiap molekul tubulin terdiri atas dua subunit polipeptida yang serupa, alpha tubulin
dan betha tubulin. Mikrotubula memanjang dengan menambah molekul tubulin
diujung-ujungnya.
rantai protein yang berbentuk untaian yang salin melilit tersusun atas protein yang
disebut fimetin, tetapi tidak semua sel filamen intermediarnya tersusun atas fimentin.
Misalnya sel kulit filamennya tersusun atas protein keratin. Lihat gambar dibawah:
LEUKOSIT
Fungsi leukosit :
1.
2.
3.
4.
kerusakan DNA.
Gambaran morfologi dari apooptosis meliputi :
a. Pengerutan sel
b. Kondensasi dan fragmentasi kromatin
c. Terbentuk gelembung-gelembung sitoplastik dan badan-badan apoptotic
d. Fagositosis sel-sel sehat ( makrofag ) di sekitarnya dengan tidak melibatkan proses
inflamasi
Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan proses kematian sel. Bagi yang sedang
meneliti bidang yang berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis pastilah akrab dengan
kedua kata ini. Masalahnya, bagaimana kita membedakan apoptosis dengan nekrosis? Jika
kita sedang meneliti, bagaimana kita tahu sel yang kita teliti mati karena proses apoptosis
atau nekrosis?
Apoptosis adalah kematian sel per sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel.
Membran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke
luar tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang mengalami
nekrosis mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis
terlihat menciut, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang
mengalami nekrosis akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel
yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis
terjadi kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang
mengalami apoptosis terlihat bertambah kompak dan membentuk massa padat yang
uniform. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan
terjadi agregasi.
Pada pemeriksaan histologi tidak terlihat adanya sel-sel radang di sekitar sel yang
mengalami apoptosis. Sedangkan pada nekrosis, terlihat respon peradangan yang nyata di
sekitar sel-sel yang mengalami nekrosis. Sel yang mengalami apoptosis biasanya akan
dimakan oleh sel yang berdekatan atau berbatasan langsung denganya dan beberapa
makrofag. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis akan dimakan oleh makrofag.
Secara biokimia, apoptosis terjadi sebagai respon dari dalam sel, yang mungkin
merupakan proses yang fisiologis. Sedangkan nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis.
Pada proses apoptosis terjadi aktivasi enzym spesifik untuk transduksi signal dan eksekusi.
Sedangkan pada proses nekrosis, enzym-enzym yang terlibat dalam proses apoptosis
mengalami perubahan atau inaktivasi. Secara metabolis proses terjadinya apoptosis dapat
diamati sedangkan nekrosis tidak. Pada proses apoptosis dapat pula terjadi sintesis
makromolekul baru, sedangkan pada nekrosis tidak disertai proses sintesis makromolekul
baru. Pada apoptosis terjadi DNA fragmentasi non random sehingga jika DNA yang diekstrak
dari sel yang mengalami apoptosis di elektroporesis dengan agarose akan terlihat gambaran
seperti tangga (DNA ladder). Sedangkan pada nekrosis, fragmentasi terjadi secara random
sehingga pada agarose setelah elektrophoresis akan terlihat menyebar tidak jelas sepanjang
alurnya (DNA smear). Salah satu cara untuk mengamati keberadaan fragmen DNA di dalam
sel yang mengalami apoptosis adalah dengan menggunakan Uji Tunel. Meskipun begitu, uji
Tunel tidak dapat membedakan apoptosis dengan nekrosis.
Penyebab Nekrosis
Nekrosis selular dapat diinduksi oleh sejumlah sumber eksternal, termasuk cedera,
infeksi, kanker, infark, racun, dan peradangan. Sebagai contoh, suatu infark
(penyumbatan aliran darah ke jaringan otot) menyebabkan nekrosis jaringan otot karena
kekurangan oksigen ke sel terpengaruh, seperti terjadi pada infark miokard serangan
jantung. laba-laba tertentu (pertapa coklat) dan ular (ular, Bothrops) venoms dapat
menyebabkan nekrosis dari jaringan di dekat luka gigitan, sebagai dapat sebuah Grup A
infeksi streptokokus (salah satu daging-makan bakteri).
Jaringan nekrotik tidak mengalami reaksi kimia yang sama bahwa biasanya tidak
jaringan apoptosis sekarat. Kegagalan tiba-tiba dari satu bagian dari sel memicu kaskade
kejadian. Selain kurangnya sinyal kimia ke sistem kekebalan tubuh, sel-sel mengalami
nekrosis dapat melepaskan bahan kimia yang berbahaya ke jaringan di sekitarnya. Secara
khusus, sel-sel mengandung organel kecil bernama lisosom, yang mampu mencerna bahan
selular. Kerusakan pada membran lisosom dapat memicu pelepasan enzim-enzim yang
terkandung, menghancurkan bagian-bagian lain dari sel. Lebih buruk lagi, ketika enzim ini
dilepaskan dari sel non-mati, mereka dapat memicu reaksi berantai kematian sel lebih lanjut.
Jika yang cukup necrotizes jaringan berdekatan, itu disebut gangren. perawatan yang tepat
dan perawatan luka atau gigitan binatang memainkan peran kunci dalam mencegah jenis
nekrosis luas. Selama biopsi bedah, rantai ini nekrosis-reaksi dihentikan oleh fiksasi atau
pembekuan.
Nekrosis biasanya dimulai dengan pembengkakan sel, kromatin pencernaan, gangguan
dari membran plasma dan membran organel. Akhir nekrosis ditandai oleh hidrolisis DNA
luas, vacuolation dari retikulum endoplasma, kerusakan organel, dan lisis sel. Pelepasan
konten intraselular setelah pecahnya membran plasma merupakan penyebab peradangan di
nekrosis