Anda di halaman 1dari 16

METODE-METODE PARTISIPATIF DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

( Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat )

Oleh :
Indah Ayu Dianti
Iqbal Lazuardi P
Julaily Eka Saputra
Linda Soina F.H
Riki Misgiantoro

1214131048
1214131050
1214131052
1214131056
1214131084

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013

METODE-METODE PARTISIPATIF DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

1.

1).
2).
3).
4).
5).

a)

b)

Pengantar
Menurut Rogers, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil keputusan,
termasuk dalam perencanaan. Namun pada dasarnya Partisipasi berarti ikut serta, tetapi
dalam bahasa kita hampir tidak ada perbedaan antara kata tersebut sebagai kata kerja (to
participate) atau kata benda (participation).
Asngari (2001: 29) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya
pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu
saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua
pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya
kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003: 8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam
kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan.
Alasan mengapa keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dikatakan penting pada masa
pembangunan sekarang, antara lain :
Kita sedang berada dalam masa transisi dalam pembangunan era
pertanian ke era industri
Terciptanya demokrasi dan keterbukaan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah garis
kemiskinan
Berkembangnya etos kerja yang negatif
Masih terjadi pemisahan golongan antara kaum elite dan kaum
bawahan. (Joko, 2012)
Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi sangat penting karena
dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan
memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud adalah :
Tahapan penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan
Dalam tahap ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats
gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan dari atas.
Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi
yang menghimpitnya pada saat itu maka peran aktif masyarakat akan lebih baik dan juga
sebaliknya. Jika masyarakat diikut libatkan di dalam proses perencanaan untuk membangun
daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai
manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan kemampuan sehingga
mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan, melestarikan program
pembangunan tersebut.
Tahap pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika mereka
diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat suatu keputusan
untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau

seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota
masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan,
mengembangkan setiap paket program yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki
tanggung jawab secara penuh tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan
demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian
berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.
c) Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doingdalam metode belajar
orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar
masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga
nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, serta melestarikan
program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan
kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar (komunikator atau penyuluh). Sedangkan
dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan
mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi
kebebasan untuk menilai sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan,
kelemahan, manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.
d) Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara
merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu program
jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan memberikan
kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya. (Joko, 2012)
2. Alternatif metode partisipatif untuk pengembangan masyarakat
Habermas (1990), membedakan tiga jenis ilmu dan pengetahuan berdasarkan kepentingan
atau fungsinya, yaitu: pertama, empiris analitis, adalah membangun hubungan-hubungan
kausal yang mendasar dalam kepentingan untuk mengontrol alam dengan kepentingan teknis
menghasilkan informasi yang akan menambah penguasaan teknis manusia. Kedua, historis
hermeneutis, adalah kebutuhan manusia dalam melakukan komunikasi yang penuh pengertian
yang ditujukan untuk kepentingan praktis dan menghasilkan interpretasi yang memungkinkan
suatu orientasi bagi tindakan praktis manusia ke dalam kehidupan bersama; dan ketiga, sosial
kritis ditujukan untuk kepentingan emansipatoris yang menghasilkan analisis yang
membebaskan kesadaran manusia dari kungkungan dominasi kekuasaan dan struktural.
PAP sebagai alternatif metode dalam pengembangan masyarakat yang memposisikan
penguatan modal sosial sebagai tujuan utama hendaknya ditempatkan ke dalam paradigma
historis-hermeneutis dan dalam beberapa kasus dapat mengarah kepada sosial-kritis. Model
penelitian aksi partisipatif (PAP) mulai banyak digunakan oleh akademisi dan LSM di
beberapa negara. Isu utama yang dikaji melalui metode ini sebagian besar ditujukan untuk
isu-isu organisasi petani miskin dan masyarakat, pendidikan orang dewasa (andragogi) serta
pemberdayaan masyarakat miskin. Siklus PAP yang diawali dengan siklus sosial alamiah
masyarakat secara otomatis akan menggerakkan tubuh masyarakat. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan oleh Grunig (dalam Cutlip et al, 2000) bahwa terdapat tiga faktor yang
menggerakan masyarakat untuk berubah dari status laten menjadi berstatus aktif. Ketiga
faktor itu adalah:

a) Pengenalan masalah menggambarkan taraf ketika orang sadar bahwa ada sesuatu yang hilang
atau keliru dalam sebuah situasi, dan dengan demikian tahu bahwa mereka membutuhkan
informasi.
b) Pengenalan akan hambatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka dibatasi
oleh faktor eksternal versus melihat bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan situasi itu. Jika orang berpendapat bahwa mereka dapat melakukan
perubahan atau memberi efek pada situasi masalah itu, mereka akan mencari informasi untuk
membuat rencana bertindak.
c) Tingkat keterlibatan menggambarkan taraf ketika orang melihat diri mereka terlibat dan
dipengaruhi oleh sebuah situasi. Dengan kata lain, semakin mereka melihat diri mereka
terhubungkan dengan suatu situasi, semakin mungkin mereka mengomunikasikannya.
Mengacu pendapat Grunig tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek partisipasi masyarakat
merupakan hal penting dalam sebuah proses sosial. Partisipatif sebagai kata kunci dalam PAP,
merupakan prinsip utama dalam seluruh aktivitas membangunan masyarakat dan diharapkan
dapat menggerakkan masyarakat mulai dari awal proses pembangunan sosial.
Pengalaman empiris implementasi PAP di beberapa lokasi menggambarkan bahwa partisipasi
masyarakat semakin meningkat untuk senantiasa melakukan proses perbaikan kondisi
mereka, baik melalui mekanisme institusional maupun membangun trust, nilai-nilai baru serta
networking yang merupakan bagian dari modal sosial. Implementasi PAP dalam
pembangunan masyarakat yang dapat diamati adalah pada penguatan kelembagaan
masyarakat desa hutan dalam implementasi program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) di Pemalang dan Randublatung. Masih jarangnya publikasi penerapan PAP di
Indonesia baik karena minimnya penggunaan PAP atau hanya karena masalah teknis
publikasi membuat korelasi positif penerapan PAP terhadap penguatan modal sosial masih
lemah dalam tataran empiris.
3. Enviromental Sacanning (ES)
Menurut Hunger dan Wheelen (2000:53-54) : Environtmental scanning is monitoring,
evaluating and disseminating of information from the external and internal environment to
key people within the corporation. A corporation uses this tool to avoid strategic surprise
and to ensure its long term health.
Fahey dan Narayanan (dalam Morrison, 1992) berpendapat bahwaenvironmental
scanning yang efektif seharusnya dapat membantu pembuat keputusan mengetahui perubahan
potensial yang terjadi di lingkungan eksternal mereka. Environmental scanning menyediakan
penyelidikan strategik yang berguna dalam pemilihan keputusan strategi. Konsekuensi dari
aktivitas ini adalah bertambahnya pemahaman akan dampak dari perubahan terhadap
organisasi, membantu meramalkan, dan membawa harapan perubahan yang baik dalam
pembuatan keputusan.Dari berbagai literatur yang ada, pada umumnya sebuah organisasi
melakukan environmental scanningdengan tujuan untuk :
a) Memahami perubahan kekuatan lingkungan, sehingga mereka mampu menempatkan diri
dalam persaingan masa mendatang.
b) Menghindari keterkejutan, identifikasi peluang dan ancaman, mencapai keunggulan
kompetitif dan mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
c) Untuk meningkatkan kesadaran para manajer tentang kemampuan potensial yang
berpengaruh penting pada lingkungan industrinya dan mengidentifikasi ada tidaknya peluang
dan ancaman di sekitar lingkungan.
d) Untuk menghindari keterkejutan strategi dan menjamin kesehatan jangka panjang
perusahaan.

Proses analisis lingkungan external harus dilakukan dengan dasar yang berkelanjutan. Proses
ini meliputi empat kegiatan, yaitu :
a) Scanning : mengidentifikasi tanda-tanda awal perubahan lingkungan dan
tren.
b) Monitoring : menemukan arti melalui observasi secara terus-menerus
terhadap perubahan lingkungan dan tren.
c) Forecasting : membuat proyeksi perkiraan hasil berdasarkan perubahan
dan tren yang dimonitor.
d) Assessing : menentukan waktu dan arti penting perubahan lingkungan dan
tren terhadap strategi dan manajemen perusahaan.

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

4. Logical Framework Approach (LFA).


Metode ini telah diadopsi oleh banyak LSM dan lembaga donor dunia. Metode LFA
dikembangkan oleh Leon J. Rosenberg ketika dikontrak USAID pada tahun 1969. Practical
Concepts, Inc. sebuah perusahaan yang didirikan Rosenberg kemudian meluaskan
penggunaan metode ini di 35 negara.
LFA secara meluas telah digunakan oleh beberapa lembaga donor bilateral maupun
multilateral seperti GTZ, SIDA, NORAD, DFID, UNDP dan EC. Pada 1990an, metode ini
yang seringkali disyaratkan agar digunakan pada proposal-proposal program, akan tetapi,
beberapa tahun belakangan sudah lebih menjadi sebagai suatu pilihan.Sangat penting untuk
membedakan dua istilah ini: Logical Framework Approach (LFA) dan LogFrame (LF).
Kedua istilah ini terkadang membingungkan. LFA adalah metode desain proposal proyek,
sedangkan LF adalah dokumen.
Beberapa keunggulan Logical Framework Approach:
Mewadahi pernyataan dari semua komponen kunci dari suatu program. Ini sangat membantu
khususnya saat ada pergantian staff dalam program tersebut.
Dapat menjelaskan dan merunut secara logis bagaimana kemungkinan program itu bisa
dimplementasikan.
Membantu untuk mengenali skala prioritas capaian program, serta memastikan jika input dan
output program tidak saling membingungkan antara satu dengan yang lain, dan
mengidentifikasi capaian-capaian diluar target yang sebelumnya tidak diketahui.
Menyediakan suatu dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi dengan mengidentifikasi
indikator-indikator kesuksesan, dan maksud dari suatu perhitungan atau penaksiran (angka).
Menjelaskan hubungan-hubungan yang mendasari penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas
program
Mengidentifikasi faktor utama terkait kesuksesan dari sebuah program
Mendorong pendekatan multidispliner untuk persiapan dan pengawasan dari suatu program.
(nanang-publicity.blogspot.com)
5. Participatory Impact Monitoring (PIM)
PIM merupakan alat analisis baru untuk mengelola suatu program, yang didesain untuk
proyek-proyek dalam bentuk kelompok atau organisasi yang mandiri, termasuk organisasi
masyarakat. Peran pendamping dalam metode PIM adalah memfasilitasi terwujudnya PIM
dalam proyek pengembangan masyarakat/ pengembangan komunitas. Prinsip pendekatan
Participatory Impact Monitoring harus ada kepercayaan dan keinginan timbal balik untuk
mengelola proyek dengan metode PIM Anggota masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan

PIM berkeinginan untuk menerima perubahan. - Pendamping harus tegas dalam dukungan
metodologi, dan diskusi harus dilakukan oleh kelompok masyarakat itu sendiri.
6. Focus Group Discussion (FGD)
Wawancara kelompok dari sejumlah individu dengan status sosial relatif sama, yang
memfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh pendamping yang berperan sebagai moderator dalam kelompok diskusi
tersebut. Pendekatan FGD Partisipan atau peserta FGD dalam suatu diskusi tidak lebih dari
sepuluh orang dengan status sosial atau tingkat jabatan formal yang relatif sama. Pemilihan
partisipan atau peserta menjadi sangat selektif dan tergantung dengan topik yang akan
didiskusikan dan keberhasilan pelaksanaan pengembangan masyarakat sangat tergantung
pada peranan pendamping sebagai moderator FGD.
Focus Group Discussion telah digunakan dalam diskusi dari berbagai aspek media, mulai dari
opera sabun tayangan televisi program untuk anak sampai isu politik. Dalam aplikasinya,
peneliti menggunakan perangkat eksploratori untuk menghasilkan ide dan bahan-bahan untuk
pengumpulan data pada skala yang lebih besar dengan menggunakan kuesioner. Bagaimana
pun, penggunaan metode Focus Group Discussion ini kemungkinan sangat berguna dalam
mencapai tujuan studi yaitu untuk mengoleksi data yang banyak yang dapat dianalisis dari
perspektif interpretative (David Giles, 2003: 39).
7. Zielobjective Oriented Project Planning (ZOPP)

a.
b.
c.
d.

Perencanaan partisipatif melalui metode ZOPP ini dilakukan dengan menggunakan empat
alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa. Ada empat alat kajian dalam rangka
mengkaji keadaan desa.
Kajian permasalahan, dimaksudkan untuk menyidik masalah masalah yang terkait dengan
suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu proyek pembangunan.
Kajian tujuan, untuk meneliti tujuan-tujuanyang dapat dicapai sebagai akibat dari pemecahan
masalah masalah tersebut.
Kajian alternatif (pilihan-pilihan), untuk menetapkan pendekatan proyek yang paling
member harapan untuk berhasil.
Kajian peran, untuk mendata berbagai pihak (lembaga, kelompok masyarakat, dan
sebagainya) yang terkait dengan proyek selanjutnya mengkaji kepentingan dan potensi.
Melalui penggunaan alat kajian itu maka metode ZOPP bertujuan untuk mengembangkan
rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka logis.

Metode ZOPP, dalam penerapannya dapat dikenali dari ciri ciri utamanya. Dibawah ini tertera
cirri ciri utama metode ZOPP:
a. Adanya kerja kelompok, bahwa perencanaan dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan
proyek (mencirikan keterbukaan)
b. Adanya peragaan, pada setiap tahap dalam perencanaan direkam secara serentak dan lengkap
serta dipaparkan agar semua pihak selalu mengetahui perkembangan perencanaan secara jelas
(mencirikan keterbukaan).
c. Adanya kepemanduan, yakni kerjasama dalam penyusunan perencanaan diperlancar oleh orang
atau sekelompok orang yang tidak terkait dengan proyek, tetapi membantu untuk mencapai
mufakat (mencirikan kepemanduan).

a)
b)

c)

Metode ZOPP sangat mengandalkan pengetahuan, gagasan dan pengalaman yang


dikontribusikan oleh peserta. Beberapa prinsip dasar yang penting dari metode ini adalah:
Kerjasama semua para pihak akan lebih lancer dan produktif jika semua yang terlihat telah
menyetujui tujuan bersama dan mengemukakannya secara jelas.
Dalam kerjasama pembangunan, pemecahan atau penghapusan masalah harus diatasi dari
akarnya-penyebabnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis masalah serta sebab akibatnya.
Dari situ dapat dilakukan dirumuskan tujuan yang lebih realistis.
Masalah dan penyebabnya tidak berada dalam isolasi, tetapi terkait dengan orang, kelompok
dan organisasi. Oleh sebab itu, kita hanya bias berbicara tentang masalah jika kita meiliki
pemahaman dan gambaran yang komprehensif tentang kepentingan dari kelompok, individu
dan institusi yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Dita Febriyanti. http://www.slideshare.net/adfebriyanti/ Diakses pada 8


Oktober 2013
Anonim. 2012. http://ilmupadi19.blogspot.com/ Diakses pada 8

Oktober 2013
Anonim. 2009. Logical Framework Approach dalam Penyusunan Program
http://fasilitator-masyarakat.org Diakses pada 8 Oktober 2013
Cutlip, S.M., Center, A.H., Broom, G.M., 2000, Effective Public Relations,
Eighth Edition, Prentice Hall International, Inc.

Habermas, J., 1990, Ilmu dan Teknologi Sebagai Ideologi, LP3ES, Jakarta
Joko . 2012. Metode Pengembangan Partisipasi. http://kube-jamur.blogspot.com
Diakses pada 8 Oktober 2013
Merybude. 2012 http://ungubudeku.blogspot.com/ Diakses pada 8 Oktober 2013

1.1 Latar Belakang


Kita sering membanggakan diri sebagai bangsa yang berbudaya majemuk, tetapi
dalam kemajemukan itu terdapat permasalahan dalam pengembangan sebuah inovasi yang
memang sangat dibutuhkan, baik utuk kesejahteraan pribadi, golongan dan yang pasti untuk
kemajuan bersama dalam lingkup sebuah bangsa. Banyak tantangan dalam penerapan serta
penyampaian inovasi tersebut dan selama NKRI dapat kita pertahankan hal tersebut memang
dapat menjadi suatu kenyataan.
Ada tiga faktor yang khas di Indonesia yang berpengaruh pada tatanan, kelembagaan
dan perilaku masing-masing suku bangsa yang menurut ahli anthropologi berjumlah kurang
lebih 500.

Gambar 1: Indonesia dan keragaman didalamnya

Pertama Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar didunia. Perkiraan mencakup
sekitar 17.000 pulau besar dan kecil belum tentu tepat, karena kita belum mempunyai peta
nasional berskala dibawah 1:10.000.
Akibat dari jumlah pulau yang banyak itu juga penduduk tersebar, bahkan ada pulaupulau kecil yang tidak berpenduduk. Faktor kedua ini yang menyebabkan negara tetangga
kita menuntut pulau-pulau kecil itu seakan berada dalam wilayah kedaulatan mereka.
Faktor ketiga yang khas/unik ialah bahwa penduduk Indonesia terdiri atas ratusan
kelompok ethnik atau suku bangsa, sehingga jumlah kebudayaan lokal itu menimbulkan
istilah multikulturisme. Bahkan sering dipertanyakan: Apa sebenarnya kebudayaan
Indonesia? Untung ada bahasa Indonesia yang memungkinkan lebih dari 90% penduduk
Indonesia saling berkomunikasi. Akibatnya memang mayoritas penduduk kita paling tidak
menguasai dua bahasa (bilingual) yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan keikutsertaan
(partisipasi) masyarakat terhadap pembangunan. Namun apa yang terjadi, setiap programprogram yang telah di sosialisasikan oleh pemerintah kepada masyarakat tidaklah mendapat
tanggapan positif mungkin hanya segelintir orang yang bisa paham dan terjun langsung
dalam kegiatan tersebut.
Melihat sejarah ke belakang mengenai program pembangunan jangka panjang,
dimana tujuannya sudah jelas yaitu untuk melaksanakan, mengembangkan serta melestarikan
program inovatif pembangunan ekonomi khususnya perekonomian pertania yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup para petani. Isu yang santer terdengan mengenai gagalnya
program tersebut adalah kurangnya keikutsertaan (partisipasi) masyarakat terhadap program

tersebut karena berbagai faktor di antaranya adalah rendahnya respek dan kualitas masyarakat
itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari peristiwa di atas timbul pertanyaan :
mengapa peran serta masyarakat dalam pembangunan sulit sekali diwujudkan?.
Bukankah kita memiliki lembaga yang secara khukus membimbing, mengarahkan, dan
memotivasi masyarakat untuk dapat berpartisipasi?.
1.3 Tujuan
Dari pembahasan yang dipaparkan dalam makalah ini, bertujuan untuk mengenal dan
memahami konsep partisipasi, serta mengetahui cara-cara partisipasi yang telah diterapkan
ADB (Asian Development Bank)dalam menjalankan programnya sehingga dapat diserap dan
diterapkan dalam pengembangan didaerah sekitar.

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Partisipasi
Menurut Rogers, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil
keputusan, termasuk dalam perencanaan. Namun pada dasarnya Partisipasi berarti ikut
serta, tetapi dalam bahasa kita hampir tidak ada perbedaan antara kata tersebut sebagai kata
kerja (to participate)atau kata benda (participation).
Dalam arti manapun sudah jelas bahwa dalam partisipasi ada minimal dua kelompok
warga yang saling hubungannya cukup menyatu(united) karena pada awalnya mempunyai
tujuan hidup yang tidak sepenuhnya sama.
Sehingga seorang aktivis yang ingin mengembangkan partisipasi perlu menemukan
satu tujuan (purpose) yang bukan hanya diterima oleh kelompok- kelompok
dalam Community tetapi sekaligus salah satu dari kebutuhan mereka yang dirasakan penting.
Saat ini masalah peran serta masyarakat (partisipasi) dalam pembangunan menjadi
topik utama dimana kegagalan dalam setiap program pemerintah disebabkan oleh kurangnya
keikutsertaan masyarakat.
Alasan mengapa keikutsertaan (partisipasi) masyarakat dikatakan penting pada masa
pembangunan sekarang, antara lain :
1). Kita sedang berada dalam masa transisi dalam pembangunan era pertanian ke era industri
2). Terciptanya demokrasi dan keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3). Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan
4). Berkembangnya etos kerja yang negatif
5). Masih terjadi pemisahan golongan antara kaum elite dan kaum bawahan.
Bagaimana usaha kita untuk mewujudkan keikutsertaan masyarakat dalam
pembangunan? Pertama yang harus kita lakukan adalah melihat kilas balik yaitu refleksi dan
intropeksi setiap program pembangunan yang selama ini telah berlangsung. Kedua adalah
kita juga harus memberikan definisi yang jelas mengenai partisipasi.
Seperti yang telah dijelaskan tadi, menurut M. Rogers bahwa partisipasi adalah
tingkat keterlibatan anggota sistem sosial dalam proses pengambilan keputusan. Namun bila
kita cermati, partisipasi tidak terbatas hanya keterlibatan dan pengambilan keputusan saja.
Akan tetapi pengertiannya lebih luas dari itu yaitu meliputi proses perencanaan, pengambilan
keputusan, pelaksanaan, evaluasi, serta menikmati hasil pembangunan itu sendiri.
2.2 Pendekatan Cetak Biru (Blue Print Approach) dan Pendekatan Arus Balik
Dalam pendahuluan terdapat beberapa permasalahan, semua itu terjadi karena dalam
sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya digunakan dua macam cara pendekatan, yaitu:
Pendekatan CETAK BIRU (blue print approach) dan pendekatan interaktif atau social
learning process.
Pendekatan cetak biru adalah suatu metode pendekatan pembangunan yang
mengasumsikan atau beranggapan bahwa sekali suatu metode atau mode berjalan dan
berhasil baik di suatu daerah, maka diasumsikan metode tersebut bisa di pakai atau di
terapkan secara menyeluruh untuk semua daerah atau wilayah tanpa mempertimbangkan
aspek sosisl, budaya, serta kondisi alam sekitar.

Jika melihat sistem pembangunan yang dilakukan merupakan sistem pendekatan


blue print approach, dan sistem pendekatan ini kurang bisa berjalan di negara ini karena
sistem ini kurang memperhatikan kondisi sosial budaya serta lingkungan masyarakat sekitar
maka dari itu sistem pendekatan blue approach terlalu sulit untuk diwujudkan.
metode untuk mengatasinya, yaitu adalah metode pendekatan arus balik yang di
maksudkan untuk pelaksanaaan program pembangunan yang dikomunikasikan kepada
masyarakat didasarkan pada analisa yang cermat dan mendalam tentang kondisi sosial
budaya serta lngkungan masyarakat sekitar sehingga akan tumbuh rasa memiliki dan
tanggung jawab untuk berpartisipasi didalam setiap program pembangunan.
1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.

Beberapa keuntungan dari metode arus balik, diantaranya:


Lebih mudah mengoptimalisasikan potensi sumber daya alam,
Pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dalam mmenyusun, melaksanakan, dan
merasakan manfaat dari program tersebut,
Pemerintah beserta masyarakat dapat mempelajari bersama-sama mengenai penggalian
potensi yang ad adi lingkungan sekitar,
Akan terciptanya button up planning,
Ada enam kondisi yang harus di ketahui dan dipahami dalam menggunakan
pendekatan pembangunan arus balik, yaitu:
Meningkatkan mutu pengawas secara vertikan maupun horizontal
Mewujudkan pola kerja koordinasi, intergrasi, singkronisasi dan simplikasi
Semua kalangan harus berperan serta dalam setiap program baik itu bawah, menengah dan
atas
Kerjasama adalah kunci kesuksesan
Memperhatikan kesejahteraan penyuluh atau inovator (gaji, lingkungan, pelayanan serta
transportasi)
Kemampuan petugas lapangan harus ditingkatkan.
Sedangakan pendekatan selanjutnya yaitu interaktif atau social learning
process merupakan paradigma baru yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan
yang menekankan aspek keikutsertaan(partisipatif) masyarakat. Sedangkan dalam pendekatan
yang kedua tidak hanya peran serta masyarakat dalam hal tenaga dan material untuk
merealisasikan suatu rencana melainkan lebih luas yaitu melibatkan masyarakat dalam
pemanfaatan dari hasil program tersebut.
2.3 Proses partisipasi
Dalam berbagai program pembangunan para praktisi pembangunan pun telah
melakukan persiapan sosial agar program tersebut benar-benar menyentuh kepentingan,
kebutuhan dan masalah masyarakat melalui tahapan-tahapan keikutsertaan masyarakat,
dengan tujuan yaitu untuk meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan juga tingkat
keikutsertaan masyarakat. Persiapan sosial ini dimaksudkan agar setiap paket pembangunan
dapat dikomunikasikan secara efektif dan efisien.
Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi sangat penting
karena dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan
memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud adalah :
Tahapan penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan
Dalam tahap ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats
gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan dari atas.
Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi

yang menghimpitnya pada saat itu maka peran aktif masyarakat akan lebih baik dan juga
sebaliknya. Jika masyarakat diikut libatkan di dalam proses perencanaan untuk membangun
daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai
manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan kemampuan sehingga
mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan, melestarikan program
pembangunan tersebut.
2. Tahap pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika mereka
diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat suatu keputusan
untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau
seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota
masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan,
mengembangkan setiap paket program yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki
tanggung jawab secara penuh tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan
demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian
berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.
3. Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode belajar
orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar
masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga
nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, serta melestarikan
program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan
kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar (komunikator atau penyuluh). Sedangkan
dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan
mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi
kebebasan untuk menilai sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan,
kelemahan, manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.
4. Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara
merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu program
jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan memberikan
kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya.
Dalam pelaksanaan tidak mudah untuk menerapkan tahapan-tahapan diatas, karena
keterbatasan pengetahuan serta keterampilan masyarakat dalam hal perencanaan,
penagmbilan keputusan, evaluasi serta menghitung kemanfaatan secara ekonomis. Akan
tetapi dengan pendekatan analisis partisipasi maka akan mewujudkan bottom up
planning yang berjalan seimbang dengan top down planning.
Selain analisis proses partisipasi diatas, dalam partispasi juga terdapat cara-cara dalam
merealisasikan keikutsertaan yang efektif yang diterapkan ADB (Asian Development
Bank) dalam kegiatan yang mereka laksanakan, diantaranya:
1.
Partisipasi dengan Berbagi/Mengumpulkan Informasi
Ujung pasif pada skala partisipasi (dari dangkal sampai dalam) adalah menyebarluaskan
informasi kepada, atau mencari informasi dari, para stakeholder. Penyebarluasan
informasi harus menjadi bagian dari setiap prakarsa pembangunan.
2.

Partisipasi melalui Konsultasi/Mendapatkan Umpan balik

Konsultasi merupakan cara utama bagi ADB (Asian Development Bank) dan instansi-instansi
pelaksana pemerintah untuk mengikutsertakan para stakeholder dalam prakarsaprakarsa pembangunan mereka. Tingkat partisipasi sangat berbeda di antara bentukbentuk konsultasi.
3.

Partisipasi melalui Pemberdayaan/Kendali Bersama


Kedalaman partisipasi maksimum tercapai dengan adanya pemberdayaan atau kendali
bersama. Pada tingkat ini, kekuasaan untuk membuat keputusan terpusat pada masyarakat
daerah. Masyarakat mengembangkan rencana tindakan dan mengelola kegiatan mereka
sendiri berdasarkan prioritas dan gagasan mereka sendiri. Para lembaga donor dan
profesional pembangunan lebih bersifat memperlancar dan mendukung, daripada
mengarahkan, pembangunan daerah. Kelompok-kelompok daerah mengendalikan
keputusan-keputusan daerah, yang meningkatkan kepentingan mereka dalam
mempertahankan bangunan dan praktek fisik atau kelembagaan.

4.

Partisipasi melalui Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama


Konsultasi yang menggunakan metode partisipasi memperlihatkan bahwa para
stakeholder didorong untuk menyuarakan wawasan mereka dan bersama-sama
merekomendasikan solusi. Tetapi, konsultasi bersifat terbatas karena tidak memberikan
kendali pembuatan keputusan kepada para stakeholder. Untuk satu dan lain alasan,
lembaga sponsor memilih untuk mempertahankan kemampuan untuk menerima atau
menolak saran-saran stakeholder. Sebaliknya, kolaborasi berbeda dengan konsultasi karena
para stakeholder diundang untuk mempengaruhi isi suatu proyek atau program.

2.4

Mengikutsertakan Pendekatan dan Metode Partisipatif


Partisipasi berkisar dari yang dangkal sampai yang dalamdari
pertukaran
informasi yang pasif sampai komitmen penuh (Gambar 1).
Para stakeholder dapat
dilibatkan dalam banyak hal, dari sekadardiberitahu bahwa pembangunan sedang
berlangsung
sampaimengambil bagian dalam proyek-proyek yang membantu mereka
bertanggung jawab atas pembangunan mereka sendiri.
Gambar 2: Tingkat Partisipasi
===============================================================
Berbagi
Konsultasi/
Kolaborasi/ Pembuatan
Pemberdayaan/
Informasi
Mendapatkan Umpan Balik
Keputusan Bersama
Kendali Bersama
Dangkal <------------------------------------------------------------------------------------------------------->Dalam

===============================================================
Berbagi (atau mengumpulkan) informasi berada pada ujung pasifatau dangkal
dari sk
ala partisipasi. Ini bisa melibatkan penyebarluasaninformasi tentang program
yang direncanakan atau meminta parastakeholder untuk memberikan informasi yang
akan digunakan oleh para pihak lain untuk membantu merencanakan atau
mengevaluasi proyek atau kegiatan lain.
Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama dan pemberdayaan/kendali bersama
mewakili apa yang oleh kebanyakan pelaku pembangunan partisipatif dianggap sebagai

partisipasi sejati. Pada tiap tahap, para stakeholder terlibat aktif dan tercapai hasil yang
berkelanjutan. Dalam kolaborasi, misalnya, orang diundang oleh pihak luar untuk
memenuhi tujuan yang telah ditentukan sebelumnya: profesional atau organisasi
pembangunan mengidentifikasi problem atau masalah yang akan dibahas, dan
menghimpunkan kelompok untuk berkolaborasi membahas topik tersebut. Para
stakeholder mungkin tidak memprakarsai kolaborasi tersebut, tetapi secara signifikan
mempengaruhi hasilnya. Kelompok atau sub-kelompok dibentuk sehingga membangun
jaringan dan meningkatkan mutu struktur atau praktek. Orang itu sendiri dan proyek di mana
mereka bekerja berubah akibat interaksi mereka. Gagasan-gagasan para stakeholder
mengubah desain proyek atau rencana pelaksanaan, atau menyumbang pada kebijakan atau
strategi baru. Yang paling penting, profesional atau organisasi pembangunan yang meminta
keterlibatan stakeholder menanggapi dengan serius sudut pandang orang-orang tersebut dan
bertindak sesuai dengan sudut pandang tersebut.
Kendali bersama melibatkan partisipasi yang lebih dalam daripada kolaborasi. Warga
masyarakat menjadi lebih diberdayakan dengan menerima tanggung jawab yang makin
bertambah atas pengembangan dan pelaksanaan rencana aksi sehingga bertanggung
jawab kepada anggota kelompok demikian pula atas pembentukan atau pemantapan
lembaga-lembaga daerah. Para profesional pembangunan menjadi fasilitator bagi
proses yang digerakkan oleh daerah. Para stakeholder memegang kendali serta
pemilikan atas komponen mereka dalam proyek atau program, dan membuat keputusan
sesuai dengan itu. Pada tingkat ini, partisipasi daerah sangat berkelanjutan karena orang
yang bersangkutan memiliki kepentingan dalam mempertahankan struktur atau
praktek. Pemantauan partisipatifdi mana warga masyarakat, kelompok atau organisasi
menilai tindakan mereka sendiri dengan menggunakan prosedur dan indikator kinerja yang
mereka pilih sewaktu menyelesaikan rencana merekamemperkuat pemberdayaan dan
keberlanjutan. Karena lebih bersifat sebagai pelengkap, daripada pengganti untuk,
pemantauan eksternal, pemantauan partisipatif telah disebut penyempurna pembangunan
partisipatif.
Bila dulu tidak ada partisipasi yang signifikan, pengumpulan informasi atau
konsultasi dapat dipandang sebagai tonggak penting. Di samping itu, tantangan,
kendala, dan peluang khusus yang diberikan oleh masing-masing konteks mengartikan bahwa
hal-hal ini kadang-kadang dapat dinilai sebagai cara-cara partisipasi yang paling sesuai. Pada
kesempatan lain, hal-hal ini dapat melengkapi dan mendukung bentuk partisipasi yang lebih
rumit. Banyak dari kasus yang ditinjau di sini adalah eksperimen atau langkah-langkah
pertama yang dirancang untuk memperkenalkan stakeholder dalam dan luar kepada
teknik-teknik partisipasi. Di samping itu, banyak kegiatan yang rumit dan menggunakan
beberapa bentuk partisipasi, kadang-kadang mulai pada satu tingkat dan menjadi lebih
dalam sewaktu para profesional pembangunan dan stakeholder daerah belajar bersama.
Aspek-aspek tertentu dari masing-masing kasus disoroti dalam makalah ini untuk
memperjelas bentuk partisipasi tertentu.
2.5. Pola Peran Serta Masyarakat
Dalam perkembangannya partisipasi terbagi kedalam dua pola, yaitu pola patisipasi
secara individu dan partisipasi secara kelompok. Seseorang yang aktif dan inovatif dalam
setiap pembangunan akan sangat membantu dirinya setra keluarganya untuk meningkatkan
taraf kehidupannya secara ekonomis dan spiritual. Namun sebagai mahluk sosial maka pola

1.
2.
3.
4.
a.
b.
c.

individu harus dikembangkan kepada anggota lainnya sehingga tercipta pola partisipasi
kelompok.
Berbagai pedekatan pembangunan saat ini lebih banyak menggunakan pertisipasi
kelompok. Oleh karena itu pola partisipasi harus dilihat secara kelompok karena setiap
kelompok memiliki elemen-elenem yang bekerjasama dimana antara elemen satu dengan
elemen lainnya akan asaling berinteraksi yang akan menimbulkan suatu dinamika kelompok
yang akan menjadikan karakter bersikap dan bertindak sehingga menimbulkan kemampuan
anggota kelompok untuk perpartisipasi dalam setiap program pembangunan.
Dalam mengembangkan partisipasi anggota secara kelompok perlu menggunakan
pendekatan partisipation action model (PAM) yang dikembangkan oleh Prof. S. Chamala
untuk pengembangan Group Skill Management Forland Care. Metode ini di kembangkan
atas pertimbangan :
Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kemanpuan anggota khususnya dan
masyarakat umunnya
Masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pembangunan
Melalui pendekatan PAM masyarakat dapat mengembangkan dirinya dan siap ikut dalam
partisipasi pembangunan
PAM dibutuhkan karena :
Pembangunan dimasa sekarang semakin komplek
Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal sumbernya
Membutuhkan pengetahuan masyarakat yang mampu menerima inovasi denagn cepat dan
tepat.
Metode PAM ini berlandaskan pada filosofi sebagai berikut : telling adults provokes
reaction, showing them triggers the imagination, involving them gives them understanding,
empowering them leads to commitment and action , memberitahu orang dewasa dapat
memprovokasi reaksi, sedangkan menunjukkan kepada mereka dapat memicu
imajinasi, melibatkan mereka memberi mereka
pemahaman, memberdayakan
mereka
mengarah ke komitmen dan tindakan.

Malvicini, Cindy F. dan Anne T. Sweetser, 2003, Cara-Cara Partisipasi, Makalah tentang Kemiskinan dan
Pembangunan Sosial No 6/Juli 2003, Asian Development Bank dan Departemen Pembangunan Regional dan
Berkelanjutan.
Levis, Ieta Rafael, Ir., 1996, Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta.

Sediono M.P. Tjondronegoro, 2006, Pengembangan Partisipasi Warga,Makalah, Tidak


Dipublikasikan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai