Anda di halaman 1dari 34

TBC dalam Keluarga

Yudia Mahardika
102009028
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : yudia.mahardika@rocketmail.com

PENDAHULUAN
Sesudah beberapa puluh tahun penurunan insidensi tuberculosis,angka kasus
tuberculosis telah bertambah secara dramatis selama dekade terakhir ini. Hampir 1,3 juta
kasus dan 450.000 kematian terjadi pada anak setiap tahun. Insidensi tuberculosis masa
anak bertambah dengan 40% di Amerika Serikat dari tahun 1987 sampai tahun 1993
sebagai akibat kemiskinan,imigrasi dari negara yang berprevelansi tinggi,epidemi infeksi
virus immunodefisiensi manusia (HIV) dan keterbatasn pada pelayanan perawatan
kesehatan terhadap populasi berisiko tinggi1
DOKTER KELUARGA
a. Pengertian
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk
mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya
pada sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Definisi Dokter Keluarga (Evidence Based,Medicine,EBM) adalah Dokter
praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga
(komprehensif,continue,koordinatif,kolaboratif), mengutamakan pencegahan, dengan
sasaran keluarga beserta segala aspeknya dan mengikuti perkembangan ilmu /
teknologi kedokteran mutakhir.
b. Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) :

1. Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan
kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya
keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
2. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua
macam :
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan
dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam
menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada
keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia
seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan
lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang
seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan
secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan
dapat pula diharapkan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan
dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit
serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka
jatuh sakit akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya
akan berperan besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga
ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat
dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulangulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana
kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas.2
c. Manfaat Pelayanan Dokter Keluarga
Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan
banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah
(Cambridge Research Institute, 1976) :
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.

2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin


kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah
lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan
tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan
keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang
sedang dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.
d. Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk. 2004) :
a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan
sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam
wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun
tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju
sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya
c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi
kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan

harapan pasien, nilai etika, cost effectiveness untuk kepentingan pasien


sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik
d. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam
maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap
memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat.4

Selain 5 fungsi tersebut, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :

a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit


b. Melayani individu dan keluarganya
c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit
d. Menangani penyakit akut dan kronik
e. Merujuk ke dokter spesialis

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


a. Epidemiologi
Dalam hal mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap tuberkulosis,
resiko mendapatkan infeksi dan yang lain adalah resiko timbulnya penyakit klinik
sesudah infeksi terjadi. Resiko mendapatkan infeksi dan timbulnya penyakit
klinik tergantung dari adanya infeksi di dalam masyarakat, kepadatan penduduk,
keadaan sosial dari populasi tersebut dari tidak tepatnya perawatan medis.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif yang dapat
menularkan kepada orang yang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat.
Resiko penularan setiap tahun (annual risk of tuberculosis infection: ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan
ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan
terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita

tuberculosis hanya 10% yang akan terinfeksi. Hal ini dipengaruhi daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.4
WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia, kurang lebih
sejumlah 2 bilyun orang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Angka
infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India dan Amerika Latin. Data yang
dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah india dan cina
yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati,
tiap satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15
orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai factor.
Pada orang dewasa dua pertiga kasus terjadi pada laki-laki, tetapi ada
sedikit dominasi tuberculosis pada wanita di masa anak-anak. Pada anak,
kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di rumahnya dari
seseorang yang dekat padanya. Orang dewasa yang terinfeksi virus HIV dengan
tuberculosis dapat menularkan Mycobacterium tuberculosis ke anak, beberapa
darinya berkembang penyakit tuberculosis, dan anak dengan infeksi HIV
bertambah resiko berkembang tuberculosis sesudah infeksi.
Situasi epidemiologi di Indonesia
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut
SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB
menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi.
Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari
seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Dari hasil survey prevalensi TB yang dilakukan di 15 propinsi tahun 19791982 menunjukkan berbagai variasi prevalensi tiap-tiap propinsi.
Prevalensi tertinggi 0,74% di propinsi NTT dan terendah di propinsi Bali
0,08%. Hasil dari survey ini menunjukkan prevalensi TB rata-rata 0,29%. Sistem
kesehatan nasional menargetkan pengurangan prevalensi BTA (+) sampai angka
rata-rata 0,20% ditahun 2000.
Menurut WHO di tahun 1999 diperkirakan angka Insidensi TB di Indonesia
sekitar 220 per 100.000 penduduk pertahun. Secara simulasi epidemiologi, maka
5

prevalensi pada awal Pelita VI telah diestimasikan sebesar 24 per 10.000


penduduk. Selanjutnya keadaan ini memberikan gambaran bahwa penderita TB
menular saat ini terhadap 450.000 orang dan setiap tahunnya penderita baru akan
bertambah sebesar 8 per 10.000 penduduk yaitu 150.000 penderita.
Namun dari data-rekapitulasi hasil penemuam TB kasus Baru Direktorat P2
ML Depkes RI jumlah kasus baru tahun 1996/1997 sebesar 14.647 kasus dan tahun
1997/1998 terjadi peningkatan jumlah kasus Baru menjadi 23.682 kasus.
Peningkatan jumlah kasus terjadi hampir disemua propinsi kecuali Propinsi Irja dan
Timor-timur.
Data yang didapatkan dari RSUP Persahabatan tahun 1998 dari penderita
yang berobat jalan di poliklinik paru terdapat 76,21% kasus infeksi dan 62%
diantaranya adalah kasus TB paru BTA (+) dan BTA (-). Pada penderita yang
dirawat 53,9% kasus infeksi dan 40% diantaranya kasus TB paru.
Pada bayi umur 1 tahun 32,1 % kematian disebabkan penyakit sistem
pernapasan, anak balita gol umur 1-4 tahun. penyakit sistem pernapasan 38,8%,
pada kelompok umur 5 14 tahun TB 5,8%, kelompok umur 15 34 tahun TB
3,9%, kelompok umur 35-44 tahun 12,4%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar
11,5% pada kelompok umur 55 tahun keatas sebesar 8,7%.
Manarik untuk diketahui pada data tahun 1988/89 dari 585.225 penderita TB
penderita terbanyak dikalangan petani (47%), kemudian diikuti pegawai dan buruh
(28%), ibu rumah tangga (12%), pedagang (6%), pelajar dan mahasiswa (1%) dan
lain-lain (6%). Karena keterbatasan dana, baru 26,4% Puskesmas di Indonesia
yang melaksanakan peranan dan pengobatan penderita secara pasif, dengan
jangkauan penderita diperkirakan 1,6% (33).2
b. Cara Penularan
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti
udara dalam rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang,
gedung pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara
langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita
TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam timbulnya
kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang
6

mengandung kuman. Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+).


Apabila penderita TB batuk, berbicara atau bersin, maka bakteri TB akan
berhamburan bersama droplet nafas penderita yang bersangkutan, khususnya
pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta
lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman
TB sangat sensitif terhadap cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan
dalam membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat
penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.4
c. Periode Prepatogenesis
Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap
disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang
kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan
problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen,
sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta
transmisi kongenital yang jarang terjadi.
Etiologi
Penyakit

Tuberkulosis

oleh Mycrobacterium

adalah

penyakit

tuberculocis,

menular

yang

yang

masih

disebabkan
keluarga

besar Genus Mycrobacterium. Dari anggota keluarga Mycrobacterium yang


diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan kesehatan
masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium tuberculocis, M.bovis yang
terdapat pada susu sapi yang tidak dimasak, dan M.leprae yang menyebabkan
penyakit kusta. Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran
7

panjang 1-4 mikron dan tebal 0,4-3 mikrometer, tahan terhadap pewarnaan yang
asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar
kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa
hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan
kaya oksigen terutama pada bagian apical posterior paru-paru.1
Berikut uraian mengenai cara penularan dari TB ini :
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.


Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang

gelap dan lembab.


Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.6

Risiko penularan

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.


Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.


Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.


Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi
positif.4

Risiko menjadi sakit TB


8

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.

Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.


Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi

buruk).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi
TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan
TB di masyarakat akan meningkat pula.6

Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :

Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita

Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan

fisik-mental dan momen kehamilan pada

wanita

Puncak sedang pada usia lanjut


Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap
tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan
grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum
terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan
sosialekonomi rendah memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan
distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin
mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan
9

sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan
peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental
dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan
besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan
beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

Kelompok resiko tinggi


o Penduduk Negara berkembang
o Kemiskinan,kepadatan penduduk,malnutrisi
o Muda dan tua
o Alkoholik
o HIV positif
o Diabetes
o Keganasan hematologis,steroid
o Kontak dengan orang yang sputum positif 2
d. Periode Patogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya agent ke dalam saluran respirasi
dan pencernaan host. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh
interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.2,4

10

Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung


dan pada manusia yang pertama kali terinfeksi disebut primary infection dan
umumnya tidak terlihat gejalanya. Sebagian besar orang berhasil menahan
serangan kuman tersebut dengan cara melakukan isolasi dengan cara kuman TB
dimakan oleh makrofag, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus
paru. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh
sebab itu, kemudian disebut sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi,
kuman masuk hingga pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1
tahun. Apabila gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk
melalui aliran darah dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang
disebut TB milier. Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang
disebut meningitis radang selaput otak yang sering menimbulkan sequele gejala
sisa yang permanen.
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada
penderita AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan
kuman TB. Di negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut
jauh

lebih

besar.

Ada

ukuran Annual

Risk

of

Tubercolosis

Infection (ARTI). Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan


Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun
diantara 1000 orang penduduk akan ada 10 orang yang tertular. Sebagian besar
yang tertular belum tentu berkembang menjadi TB klinis, hanya sekitar 10%
menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1% maka diantara 100.000 penduduk,
rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya, dimana 100 orang
diantaranya adalah BTA positif.
Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru
orang-orang yang tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul
bila kondisi tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita
HIV/AIDS. TB secara teoritis menyerang berbagai organ, namun terutama
menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai
atau tempat yang sering terkena adalah bagian apical pasterior. Hal ini
disebabkan karena Mycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan
pada daerah tersebut adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.6
11

Environment

Lingkungan Fisik yang mempengaruhi penularan


Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari faktor
risiko terjadinya TBC, meliputi :
1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,
sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan
dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum
10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3
m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak
di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga
langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB,
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih
60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah
12

serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara
di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu
tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar
10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.
Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,
sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.8
Tingkat Pencegahan
13

1. UPAYA PROMOTIF dan PREVENTIF

Berkaitan

dengan perjalanan

alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC, maka tahapan
pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer2,4,5
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling
efektif,

walaupun

hanya

mengandung

tujuan

pengukuran

umum

dan

mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.


Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko
( masa Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi
kesehatan adalah rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB
banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan
penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta
masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan
dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan
media.
Penyuluhan

langsung

bisa

dilakukan perorangan

maupun

kelompok.Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan


sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita.
Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya
penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota
keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya,
14

sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan bahan


cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari suatu penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang
berbahaya, tetapi dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan
meningkatkan penemuan penderita secara pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan
PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa
selain dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector,
termasuk kalangan media massa.
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan
langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah
membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll)
dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas,
posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi
dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang
sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah
setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejalagejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus
melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati,
mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau
bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha
memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta

pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor
manusia yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan

15

c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak


diterima oleh keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan
bahwa pasien tidak tahu tentang TB.
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga
(gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar
yang singkat dan jelas.
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi
penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar,
radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya

menjangkau

masyarakat

terbatas,

terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu


memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih,
obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan
agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan
pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan
menjadi bumerang (counter productive)
Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan

TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
16

Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar


penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit
kepada orang lain.

Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara


pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.

Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan

demi tercapainya masyarakat yang sehat.


Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang

mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.


Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB
paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan

seperti halnya penyakit lain.


Petugas harus mencatat dan

melaporkan

hasil

kegiatannya

kepada

koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.


Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan

membuang dahak tidak disembarangan tempat.


Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama
kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5

tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.


Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB

yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,

pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.


Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti

kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.


Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,

kontak, suspect, perawatan.


Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan
pasteurisasi air susu sapi.

2. Pencegahan Sekunder
17

Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan


kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan
Lingkungan.
Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis
pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun,
pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila
diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit pelayanan kesehatan
memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya
untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB
berdasarkan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali,
yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai
menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang
diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika
penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu,
disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen
SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut,
yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam
pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah
kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil
radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak
SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya
dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila
tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya
tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur
terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS
positif, maka yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila
18

dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi


mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi
positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif,
maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada
orang dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan
BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi
dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu
3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi

yang baik.
Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak

naik dengan memadai.


Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai
keringat malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi

saluran napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran
ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan

paha.
Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di

daerah dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.


Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan
tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan
48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau
indurasi yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi
sebesa r > 10 mm.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun
19

tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang
terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain
itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk
seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa
Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS
BTA hasilnya positif. 1,11,5
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang

Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai

penderita TBC positif


Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi
Apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya

biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif

diberikan antibiotik

spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu


bila tida ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi
pemeriksaan dahak SPS.

Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk

mendukung diagnosis TBC.


Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC

BTA negatif rontgen positif.


Bila hasil rontgen tidak di dukung TBC penderita tersebut bukan TBC.
UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) yang tidak memiliki fasilitas rontgen

penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen dada.


Pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosis TBC pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi
TBC. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang
20

bersangkutan pernah terpapar dengan mycobacterium tuberculosis dilain pihak


hasil uji tuberkulin positif hanya menunjukan bahwa yang bersangkutan pernah
terpapar dengan mycobacterium tuberculosis dilain pihak hasil ujituberkulin
dapat negatif meskipu orang tersebut menderita tuberkulosis misalnya pada
penderita HIV/AIDS malnutrisi berat TBC miller dan morbili. 1,4,5

Gambar 2. Skema Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa


(Sumber : http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosis-tbc/)
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu
pagi sewaktu (SPS)
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjan
sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,

21

sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak


selalu menunjukan aktifitas penyakit.4

Diagnosis Tuberkulosis pada anak

Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang
diambil dari penderita misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal
ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas
gambar klinis gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan
adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda tanda yang mencurigakan atau gejala gejala
seperti dibawah ini :
1) Seorang anak harus dicurugai menderita tuberkulosis kalau

Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 37 hari )
Terdapat gejalaumum TBC

2) Gejala umum TBC pada anak

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to

thrive).
Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

(failure to thrive) dengan adekuat.


Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi

saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.


Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel paling

sering di daerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).


Gejalagejaladari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah

disingkirkan sebab lain daribatuk) tanda cairan didada dan nyeri dada.
Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan di are benjolan (masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam
abdomen.

3) Gejala spesifik
22

Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang misalnya:

TBC Kulit/skrofuloderma
TBC tulang dan sendi :
o Tulang punggung ( spondilitis ) : gibbus
o Tulang panggul ( koksitis ) : pincang pembengkakan dipinggul
o Tulang lutut : pincangdan / atau bengkak tulang kaki dan tangan
TBC Otak dan Saraf:
o Meningitis : dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah-muntah dan
kesadaran menurun
Gejala mata : Konjungtivitis flikten ularis
Tuberkel koroid ( hanya terlihat dengan funduskopi )

4). Uji Tuberkulin ( Mantoux )


Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ( pernyuntikan intrakutan ) dengan
semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD
RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur
diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter, uji
tuberkulin positif bila indurasi >10 mm ( pada gizi baik ), atau >5 mm pada gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan
ada TBC aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat negatif pada anak TBC dengan
anergi ( malnutrisi , penyakit sangat berat pemberian imunosupresif, dll ).Jika uji
tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.
5) Reaksi Cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat ( dalam 3-7 hari ) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tubercolosis.
6) Foto Rontgen dada
Gambar rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya
sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin
kalau ditemukan infiltrat dengan pembesar kelenjar hilu atau kelenjar paratrakeal.
Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA ( postero- Anterior ) dan lateral, tetapi
kalau tidak mungkin PA saja.
23

7) Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi


Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari
bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan
( kultur ) memerlukan waktu yang lama cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan
cara PCR ( Polymery chain Reaction ) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis
praktis.
Demikian juga pemeriksaan serologis seperti Elisa, Pap, Mycodot dan lain-lain
masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis. 2,4

Strategi penemuan (Case Finding TBC)


Dibedakan menjadi dua (fasyankes) ;4
1.

Pencarian kasus aktif (active case sinding)


- cara telusur kebelakang (backward tracing)
Tujuan : mencari sumber penularan
- cara telusur kedepan (forward tracing)
Tujuan : mencari kasus baru (data tentang orang yang pernah berhubungan
dengan penderita)

Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :


- kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien
-

dengan HIV (orang dengan HIV AIDS)


kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh,
serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA

positif.
pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB

atau pegobatan pencegahan.


Kontak dengan pasien TB resistan obat

24

2. Pencarian kasus pasif (pasife case finding)


-

Dengan menunggu penderita datang berobat ke salah satu fasilitas kesehatan.

Di Indonesia penemuan penderita TB dilakukan secara pasif. Penemuan pasif ini didukung
dengan penyuluhan secar aktif oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Cara ini
dikenal sebagai Passive Promotive Case Finding 4

Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang
sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL =
practical approach to lung health), manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan
penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya misopportunity
kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.

Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
- Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
-

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.


Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah
satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini:4
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)


Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2.
Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes Non DOTS.
Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.
Pasien TB kambuh.
Pasien TB yang kembali berobat setelai lalai/default.
Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR
ODHA dengan gejala TB-HIV.
25

Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama


kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua.


P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun

tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil
jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.4

PROGRAM TBC DI PUSKESMAS


Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman
penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru
Paru(BP-4).

Sejak

melaluiPuskesmas.

tahun
Obat

1969

anti

pengendalian

tuberkulosis

dilakukan

(OAT)

yang

secara
digunakan

nasional
adalah

paduanstandar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Asam Para
AminoSalisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai
digunakanpaduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid
dan Ethambutol selama 6 bulan.Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB
mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.
Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes
terutamaPuskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.4

Vaksin BCG
26

Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia
mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal
dunia.Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau
dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah,
meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG merupakan
suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis
dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan
sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya
menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia.
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active
tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor
termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada
infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada
dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak
menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau
rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan
yang bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum
dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan)
setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak
diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya positif atau telah
menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki
efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut
khusus yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG
diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 2 8 oC serta terlindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan
(tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai
alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal.
Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg)

27

Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15


tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12
-15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada
kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada
interval waktu setidaknya 3 minggu). 6
Penatalaksanaan TB
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya resistensi terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh

dokter.
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orangorang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi
baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin);
adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi;
abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan TB lama,
diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau
pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang
menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi
pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping
yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini
28

terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang


merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan
pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap
semua penderita, terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan
terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan.

Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat


efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk
diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem
DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi
dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi
yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang
belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri
dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2
bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan
inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin
diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi
resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka
harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3
bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau
respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan
pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu
merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada
perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri
tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai
menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau
rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya
pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551
Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang,
WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2
bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH
dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi
29

secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan
EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam
obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit
dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka
pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada
anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari
penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan
limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan.
Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup
selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan
yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen
dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil.
Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.

Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi


untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS)
dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk
kontak.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
b. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat
dipisahkan dengan obat-obatan ini.
c. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.7

Ibu menyusui dan bayinya

30

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbedadengan


pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibumenyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapatpaduan OAT
secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan caraterbaik untuk
mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu danbayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan pencegahan
dengan INH diberikan kepada bayi tersebutsesuai dengan berat badannya.

Pasien TB pengguna kontrasepsi


Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB,susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi
tersebut.Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50
mcg).

Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas
Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM),
dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada
keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri
(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitaspemeriksaan sputum BTA.

PENGAWASAN MENELAN OBAT


Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh


petugaskesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan

dihormatioleh pasien.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

31

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama


dengan pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya

PMO

adalah

petugas

kesehatan,

misalnya

Bidan

di

Desa,Perawat,Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak


ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO

Mengawasi

sampaiselesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

telah
ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai

pasien

TB

gejala-gejala

agar

menelan

mencurigakan

obat

TB

secara

untuk

teratur

segera

memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.


Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada


pasien dan keluarganya:

TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan


TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke Fasyankes.

3. Pencegahan Tersier2,4,7
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan
32

diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara
psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
KESIMPULAN
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC
merupakan

salah

satu

problem

utama

epidemiologi

kesehatan

didunia.

Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling berinteraksi,
terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode Prepatogenesis
maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam Bagan Segitiga
Epidemiologi TBC.
Meningkatnya

angka

penderita

TBC

disebabkan

berbagai

faktor

diantaranya karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu


sendiri, seperti ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota
keluarganya yang menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu
penularan dalam keluarga juga disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang
kurang memenuhi kesehatan seperti kebiasaan membuka jendela, kebiasaan
membuang dahak penderita. Akibat lebih jauh dari hal tersebut adalah terjadinya
penularan penderita TBC dalam keluarga dan masyarakat yang kemudian akan
berdampak pada masalah pembangunan kesehatan kesehatan di Indonesia karena
meningkatnya angka penderita TBC.
Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin,
yang terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).

DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson,WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta:
EGC, 2000 : hal.1028

33

2. Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, Surya A, Basri C, Kamso S. Pedoman


nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik
Indonesia; 2011. h.1-4, 11-35
3. Patrick,davey. At a glance medicine.Jakarta. Erlangga; 2006.h. 296-7
4. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara; 1996.
h.91-118.
5. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Penerbit Buku
Kompas. 2005.
6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2006.
7. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah Tuberculosis. 2004. Diunduh dari
http://ui.org/ fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 26 Juni 2013.
8. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2001.

34

Anda mungkin juga menyukai