Anda di halaman 1dari 12

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Corporate governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk
mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis atau usaha usaha korporasi dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta komunitas usaha. Terdapat
beberapa pemahaman tentang pengertian corporate governance.
Menurut Suprayitno., et al. (2009) IICG (The Indonesian Institute for Corporate
Governance), pengertian Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai
struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan sebagai upaya
untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Menurut OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development)
(2003), sebagaimana dikutip oleh Wahyudin Zarkasyi (2008:35), Tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance) merupakan struktur yang oleh stakeholders,
pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.

Sedangkan menurut Indra Surya (2006:25), good corporate governance terkait


dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilainilai, sistem. Berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang
bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisiensi dan efektif dalam
mengelola resiko dan bertanggungjawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholder.
Dari definisi maka penulis menyimpulkan bahwa GCG adalah peraturan yang
mengelola, dan mengawasi lainnya, mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang
saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.
Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan dan
mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi
dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera.
II.1.2 Konsep Dasar Good Corporate Governance
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance menurut Chinn
(2000) dan Shaw (2003) adalah stewardship theory dan agency theori. Stewardship
theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia
pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, stewardship
theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaikbaiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory
yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) memandang bahwa manajemen
perusahaan sebagai agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh
kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana
serta adil terhadap pemegang saham.
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas
karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran
mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory
dimana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
II.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu
dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola
perusahaan yang baik. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor : KEP-117/MMBU/2002. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu: transparency,
accountability, responsibility independency dan fairness. Prinsip-prinsip tersebut
dijabarkan sebagai berikut:
1. Keterbukaan Informasi (Transparency)
Transparency bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan pasar modal di
Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi
yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut, atau yang
mempengaruhi secara signifikan risiko secara prospek usaha perusahaan
yang bersangkutan. Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang
cukup lengkap, akurat dan tepat waktu kepada pihak-pihak yang
8

2.

3.

4.

5.

berkepentingan atau berkaitan dengan perusahaan sehingga mengetahui


resiko yang mungkin terjadi dan keuntungan yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan transaksi dengan perusahaan sekaligus ikut serta dalam
mekanisme pengawasan dalam perusahaan.
Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas dapat dicapai dengan baik melalui
pengawasan yang efektif yang mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan
antara pemegang saham, komisaris, direksi dan auditor termasuk di dalamnya
pembatasan kekuasaan antara direksi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan perusahaan dan komisaris sebagai wakil pemegang saham yang
bertugas mengawasi direksi. Satu bentuk implementasi prinsip akuntabilitas
adalah:
a. Praktek audit internal yang efektif
b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab
dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di
masa depan.
Pertanggungjawaban (Responsibilities)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian dan kepatuhan di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan
dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup,
kesehatan atau keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang
sehat. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari
bahwa dalam kegiatan operasional seringkali menghasilkan dampak luar
kegiatan perusahaan negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Kemandirian (Independency)
Independensi adalah suatu keadaan ketika perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Pelaksana utama dalam
perusahaan seperti direksi dan dewan komisaris harus mampu menolak
intervensi dari luar yang dapat membelokkan arah, kebijakan dan operasional
perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu kemakmuran pemegang
saham (shareholders) dan kesejahteraan stakeholders.
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Kesetaraan dan kewajaran dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga
mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakkan
peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham
minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat
seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul
perlindungan kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Juga
diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada perusahaan terhadap
praktek korporasi yang merugikan serta keadilan juga harus dirasakan oleh
9

para karyawan dan masyarakat lingkungannya. Fairness memerlukan syarat


agar bisa diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundangundangan yang jelas, tegas dan konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif.
II.1.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Penerapan GCG di lingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai
KEPMEN BUMN No. PER 01/MBU/2011 tahun 2011 pada pasal 4, yaitu:
a. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang
kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu
mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai
maksud dan tujuan BUMN
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero
c. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya
tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun
kelestarian BUMN dalam perekonomian nasional
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
e. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional
Sedangkan menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005:5-6), Good
corporate governance mempunyai lima macam tujuan utama, kelima tujuan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders nonpemegang saham
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board
of Directors dan manajemen perusahaan, dan
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
Menurut H.J Wierman Pamuntjak seperti ditulis dalam buletin audit internal edisi
No. 020/2003, manfaat dari penerapan GCG antara lain:
a. Meningkatkan kinerja perusahaan
Praktek GCG sangat menentukan kinerja perusahaan, proses pengambilan
keputusan yang lebih baik akan lebih meningkatkan efisiensi operasional
serta akan meningkatkan pelayanan kepada pemegang saham.
b. Memudahkan perolehan dana yang lebih murah
GCG memungkinkan diperolehnya kepercayaan pada pemodal, baik investor
dalam negeri maupun investor asing, sehingga kebutuhan perusahaan akan
sumber-sumber investasi yang murah akan lebih mudah di dapat dari pasar
modal.
c. Menciptakan kesejahteraan masyarakat
Praktek GCG akan meningkatkan efisiensi dan evektifitas sehingga dengan
demikian juga akan mendorong terciptanya dinamika ekonomi. Sejalan
10

dengan meningkatnya kepercayaan para investor, maka praktek GCG


akhirnya akan mendorong terjadinya arus investasi serta menciptakan
investasi baru, sehingga akan meningkatkan lapangan kerja serta pendapatan
masyarakat.
d. Peningkatan pendapatan bagi pemegang saham.
e. Menjadi katalisator bagi perubahan atau pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat.
f. Meningkatkan peran shareholders dalam kemajuan perusahaan, karena
masing-masing shareholders menjadi semakin aktif mengamati serta
memberi masukan-masukan bagi kemajuan operasional.
Secara umum manfaat GCG dapat dilihat dari 2 cara pandang, yaitu secara mikro
dan secara makro. Manfaat secara mikro tersebut antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menurunkan resiko
Meningkatkan nilai saham
Menjamin kepatuhan
Memiliki daya tahan (sustainability)
Memacu kinerja
Membantu penerimaan negara

Sedangkan manfaat secara makro yaitu terjadinya pemulihan ekonomi yang akan
dirasakan oleh seluruh masyarakat secara nasional antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi meningkat secara wajar
2. Kesempatan kerja semakin besar dan
3. Daya saing lokal maupun internasional meningkat.
II.1.5 Elemen-elemen Penting Pendukung Efektivitas Good Corporate Governance
Good Corporate Governance pada dasarnya memberikan arahan kepada
pengurus perusahaan agar dalam mengejar keuntungan dan mengembangkan usahanya,
perusahaan juga harus dikelola secara etis dan bertanggung jawab, dan tidak sematamata mengejar keuntungan finansial belaka. Ada beberapa elemen yang perlu
dikembangkan oleh perusahaan supaya penerapan GCG dapat berjalan efektif. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mas Ahmad Daniri (2005:158) yaitu Elemenelemen penting yang perlu secara sistematik dikembangkan di perusahaan agar
implementasi GCG berjalan secara efektif adalah sistem pengendalian internal, sistem
audit, manajemen risiko, dan pelaporan perusahaan .
Elemen-elemen penting GCG tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan
terhadap penyelewengan finansial dan hukum, serta untuk
mengidentifikasi dan menangani resiko dengan tujuan untuk
memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan secara etis, efektif,
dan efisien, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Sistem
pengandalian internal yang dirancang secara komprehensif dan
diimplementasikan secara efektif dapat menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan
11

yang berlaku dan mengurangi resiko kekeliruan material dalam laporan


keuangan.
2. Sistem Audit
Sistem audit dan peran audit internal atau dikenal sebagai Satuan
Pengawas Internal (SPI) amat penting bagi perusahaan. Standar praktek
internasional sistem audit yang dikembangkan dan direkomendasikan
oleh organisasi The Institute of Internal Auditors (IAA) sangat
menekankan arti penting audit internal.
3. Manajemen Risiko
Manajemen resiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis,
dan mengelola resiko sedemikian rupa sehingga perusahaan senantiasa
dapat menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun
mengantisipasi resiko yang mungkin timbul sehingga perusahaan dapat
memenuhi tujuan dan sasarannya.
4. Pelaporan perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa perusahaan telah menyajikan laporan keuangan dan hasil-hasil
operasi perusahaan dengan penuh integritas. Direksi hendaknya
merumuskan mekanisme yang dapat memastikan adanya kepatuhan
terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
II.2 Satuan Pengawasan Intern
II.2.1 Pengertian Satuan Pengawasan Intern
Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:103), Satuan pengawasan intern
merupakan pengawas internal yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau
Direktur yang membawahi tugas pengawas internal. Satuan pengawasan intern
mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit.
Menurut Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 Pasal 67, Satuan Pengawasan
Intern merupakan aparat pengawas intern perusahaan dipimpin oleh seorang kepala yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:45), Satuan pengawasan intern sangat
besar fungsinya terhadap perusahaan dalam membantu organisasi untuk mencapai
tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan
meningkatkan evektifitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance.
Dari pengertian di atas, penulis mendefinisikan bahwa satuan pengawasan intern
adalah unit internal yang bersifat independen dan berkedudukan langsung dibawah
Direktur Utama.
II.2.2 Fungsi Satuan Pengawasan Intern
Fungsi Satuan Pengawasan Intern (SPI) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan
Fungsi SPI harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor efektifitas
program perusahaan dan peningkatan kualitas secara keseluruhan dengan cara
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan. Evaluasi
pelaksanaan program perusahaan diperlukan untuk melihat mana program
12

perusahaan yang berjalan dengan baik dan dipatuhi oleh pegawai dan mana
program perusahaan yang belum dilaksanakan dengan baik oleh pegawai.
2. Memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko.
Fungsi SPI harus membantu organisasi dalam memperbaiki efektifitas proses
pengendalian resiko dengan cara memberikan saran kepada pihak yang terkait.
3. Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan, pelaksanaan GCG
dan perundang-undangan.
Fungsi SPI harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk
meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:
a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.
b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas
c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unitunit yang tepat di dalam organisasi.
d. Secara efektif mengkomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan
pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.
4. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal
Satuan pengawasan intern harus memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh
audit eksternal dikarenakan informasi yang dihasilkan oleh audit eksternal akan
menjadi dasar penilaian kondisi perusahaan dan akan diketahui oleh stakeholder.
II.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Satuan Pengawasan Intern
Menurut Gunadi Eddi (2006) tugas dan tanggung jawab yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh satuan pengawasan intern sebagai berikut:
1. Melakukan kajian dan analisis terhadap rencana investasi perusahaan, khususnya
sejauh mana aspek pengkajian dan pengelolaan resiko telah dilaksanakan oleh
unit yang bersangkutan.
2. Melakukan penilaian terhadap sistem pengendalian pengelolaan, pemantauan
efektifitas efisiensi sistem dan prosedur, dalam bidang-bidang: keuangan,
operasi, pemasaran, sumber daya manusia, dan pengembangan.
3. Melakukan penilaian dan pemantauan mengenai sistem pengendalian informasi
dan komunikasi untuk memastikan bahwa:
a. Informasi penting perusahaan terjamin keamanannya
b. Fungsi sekretariat perusahaan dalam pengendalian informasi dapat
berjalan dengan efektif.
c. Penyajian laporan-laporan perusahaan memenuhi peraturan perundangundangan.
4. Melaksanakan tugas khusus dalam lingkungan pengendalian intern yang
ditugaskan oleh Direktur Utama.
II.2.4 Wewenang Satuan Pengawasan Intern
Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:103) satuan pengawasan intern
mempunyai kewenangan dalam hal:
a. Menyusun, mengubah dan melaksanakan kebijakan audit internal termasuk
antara lain menentukan prosedur dan lingkup pelaksanaan pekerjaan audit.
b. Akses terhadap semua dokumen, pencatatan, personal dan fisik, informasi atas
objek audit dilaksanakannya untuk mendapatkan data dan informasi yang
berkaitan dengan melaksanakan tugasnya.
13

II.2.5 Kedudukan dan Satuan Pengawasan Intern


Departemen SPI yang efektif harus memiliki kedudukan SPI yang independen
dalam organisasi perusahaan. Independensi SPI antara lain tergantung pada:
1) kedudukan departemen audit internal tersebut dalam organisasi
perusahaan, maksudnya kepada siapa departemen tersebut
bertanggung jawab,
2) apakah departemen SPI dilibatkan dalam kegiatan operasional.
Kedudukan departemen SPI dalam perusahaan akan menentukan tingkat
kebebasannya dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Kedudukan ataupun status
departemen SPI dalam suatu perusahaan mempunyai pengaruh terhadap luasnya
kegiatan serta tingkat independensinya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa.
Jadi, status organisasi dari departemen SPI harus ditegaskan untuk dapat menyelesaikan
tanggung jawab audit.
II.2.6 Peran Sistem Pengawasan Intern Dalam Mendukung GCG
Pengawasan memegang peranan penting dalam GCG sebagai bagian
pertanggungjawaban yang ditugaskan kepada komisaris maupun tugas direksi yang
memegang fungsi kontrol dalam manajemen perusahaan.
Kebijakan dan strategi yang telah digariskan dan dijabarkan dalam rencanarencana, perlu diawasi dan dimonitorkan pelaksanaannya agar tetap sejalan dengan apa
yang telah ditentukan. Dalam hal ini, peran satuan pengawasan intern sangat penting
artinya bagi komisaris maupun direksi untuk manajemen perusahaan.
Untuk dapat menjadi strategic business partner baik kepada manajemen dan
komite audit untuk menciptakan good corporate governance dalam perusahaan, satuan
pengawasan intern mempunyai kewajiban:
1. Wajib mempelajari keterampilan atau teknis audit yang baru, mengelola staff
audit yang lebih besar dan semakin tersebar.
2. Secara berkala mengkaji ulang program audit yang ada untuk memastikan
bahwa sumber daya yang ada difokuskan ke area-area yang berisiko tinggi.
3. Melakukan pengujian secukupnya atas area berisiko rendah, khususnya yang
memiliki kemungkinan terjadi tinggi, tetapi dampaknya rendah.
4. Turut dalam memberikan assurance bahwa sebelum perusahaan membuka
usaha baru berisiko tinggi diharapkan semua kebijakan, prosedur dan sistem
pengendalian telah tersedia.
5. Turut memastikan bahwa proses risk assessment dan kontrol yang ada,
termasuk firewall dan program mitigasi risiko telah memadai, dinamis dan
tersedia sebelum perusahaan memulai aktivitas baru.
II.3 Audit
II.3.1 Pengertian Audit
Menurut Arens dan Loebbecke (2003:1), Auditing adalah proses pengumpulan
dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu
entitas ekonomi yang dapat dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk
dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang
independen dan kompeten.
Menurut Mulyadi (2002:9), Auditing adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
14

kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah di tetapkan,


serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut Sukrisno Agoes (2004:3), Auditing adalah suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukung, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses
sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan
mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut serta memberikan pendapatnya atas
pemeriksaan yang telah dilakukan, juga melaporkan informasinya kepada pemakai.
II.3.2 Jenis-jenis Audit
Menurut Agoes. S (2004:10), Ada beberapa jenis audit, yaitu :
Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas :
1. Pemeriksaan Umum (General Audit)
Adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh
KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit)
Adalah suatu pemeriksaan terbatas ( sesuai dengan permintaan auditee) yang
dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya
auditor tidak perlu memberikan pendapat tentang kewajaran laporan secara
keseluruhan. Pendapat diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang
diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
Dilihat dari jenis pemeriksaan, audit ini bisa dibedakan atas :
1. Pemeriksaan Operasional (Management Audit)
Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk
kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh
manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah
dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis.
2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah
mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik
yang ditetapkan oleh pihak internal perusahaan (manajemen, dewan
komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan oleh
KAP maupun bagian Internal Audit.
3. Pemeriksaan Audit (Internal Audit)

15

Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik


terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun
ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

4. Computer Audit
Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data
akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing system
(EDP).
II.3.3 Fungsi Internal Audit
Fungsi internal audit adalah:
b. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian
akuntansi, keuangan serta operasi.
c. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijakan, rencana dan
prosedur yang ditetapkan.
d. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dengan
baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian
serta menentukan sejauh mana perlindungan pencatatan dan pengamanan
harta kekayaan perusahaan terhadap penyelewengan.
e. Menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah
dibebankan dan menentukan tingkat koordinasi dan kerja sama dari
kebijaksanaan manajemen.
f. Menentukan baik tidaknya pengendalian internal dengan memperhatikan
pemisahaan fungsi.
g. Melaporkan secara objektif apa yang diketahuinya kepada manajemen
disertai rekomendasi perbaikannya.
II.4 Sistem Pengendalian Internal
II.4.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Pengendalian intern ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris,
manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan
keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut: keandalan
pelaporan keuangan, kesesuaian dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku,
efektifitas dan efisiensi operasi.
Menurut Mulyadi (2001:183), Sistem pengendalian internal meliputi organisasi,
metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipenuhinya kebijakan manajemen.
Menurut Warren, Reeve, & Fees (2005:226), Pengendalian internal merupakan
kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan
bahwa informasi akurat dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan
dipatuhi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami pengendalian intern adalah
kebijakan atau prosedur yang bertujuan untuk menjaga aset perusahaan dengan cara
mematuhi peraturan yang dibuat sebagaimana mestinya.
16

II.4.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal


Dalam menunjang pencapaian tujuan pengendalian internal memerlukan
komponen kontrol internal. Menurut Sawyers (2005:58), Statement of Auditing
Standards (SAS) mendefinisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan
pada pernyataan COSO:
1. Lingkungan Pengendalian
Manajemen dan karyawan seharusnya mempunyai komitmen dan sikap yang
positif dan konstruktif terhadap pengendalian internal dan kesungguhan
manajemen. Kunci lingkungan pengendalian adalah:
a. Integritas dan etika
b. Komitmen terhadap kompetensi
c. Struktur organisasi
d. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
e. Praktik dan kebijakan sumber daya manusia yang baik
2. Penaksiran Risiko
Pengendalian internal yang baik memungkinkan penaksiran risiko yang
dihadapi oleh organisasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
organisasi. Langkah-langkah dalam penaksiran risiko adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
b. Menaksir risiko yang berpengaruh cukup signifikan
c. Menentukan tindakan yang dilakukan untuk mengendaliakan risiko
3. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan, prosedur, teknik, dan
mekanisme yang digunakan untuk menjamin arahan manajemen telah
dilaksanakan. Aktivitas pengendalian seharusnya efesien dan efektif untuk
mencapai tujuan pengendalian itu sendiri. Aktivitas pengendalian meliputi:
a. Pemisahan fungsi yang cukup
b. Otorisasi transaksi dan aktivitas lainnya yang sesuai
c. Pendokumentasian dan pencatatan yang cukup
d. Pengendalian secara fisik terhadap aset dan catatan
e. Evaluasi secara independen atas kinerja
f. Pengendalian terhadap pemrosesan informasi
g. Pembatasan akses terhadap sumberdaya dan catatan
4. Informasi dan Komunikasi
Informasi seharusnya dicatat dan dikomunikasikan kepada manajemen dan
pihak-pihak lain yang berkepentigan di dalam organisasi dan dalam bentuk
dan jangka waktu yang memungkinkan diselenggarakannya pengendalian
internal dan tanggung jawab lain terhadap informasi tersebut. Di dalam
menjalankan dan mengendalikan operasinya, manajemen harus
mengkomunikasikan kejadian yang relevan, handal, dan tepat waktu.
5. Monitoring
Monitoring seharusnya menilai kualitas kinerja sepanjang waktu dan
meyakinkan bahwa temuan-temuan audit dan review lainnya diselesaikan
dengan tepat meliputi:
a. Mengevaluasi temuan-temuan, review, dan rekomendasi audit secara
tepat
17

b. Menentukan tindakan yang tepat untuk menanggapi temuan dan


rekomendasi dari audit dan review
c. Menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan tindakan yang
digunakan untuk menindaklanjuti rekomendasi yang menjadi
perhatian manajemen.
II.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai good corporate governance dilakukan oleh
Thomas Kaihatu dengan judul penelitian GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN
PENERAPANNYA DI INDONESIA. Terdapat dua hal yang ditekankan dalam konsep
ini yang pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan secara akurat, tepat waktu, dan transparan. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini adalah hasil pengkajian yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset
independen nasional dan internasional, menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap
arti penting dan strategisnya penerapan prinsip-prinsip GCG oleh pelaku bisnis di
Indonesia. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di
Indonesia.
Penelitian tentang GCG juga dilakukan oleh Gusnardi dengan judul penelitian
ANALISIS FAKTOR UNIT AUDIT INTERNAL DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Yang menjadi
objek dari penelitian ini adalah BUMN yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun
2006. Penelitian yang dilakukan adalah bertujuan untuk menguji faktor-faktor internal
audit yang meliputi independensi, kemampuan profesional, lingkup pekerjaan,
pelaksanaan pemeriksaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesiner. Dalam penelitian ini disimpulkan
bahwa pengaruh audit internal terhadap pelaksanaan GCG pada BUMN di Indonesia
yaitu Audit internal yang meliputi independensi, kemampuan profesional, lingkup
pekerjaan, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, dan manajemen bagian audit internal
secara bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pelaksanaan
GCG. Artinya apabila audit internal dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan
dan standar profesi, maka akan dapat meningkatkan pelaksanaan GCG pada BUMN di
Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai