Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes simpleks adalah infeksi yang disebabkan Herpes simplex virus (HSV)
tipe 1 dan 2, meliputi herpes orolabialis dan herpes genitalis. Penularan virus paling
sering terjadi melalui kontak langsung dengan lesi atau sekret genital/oral dari
individu yang terinfeksi.
Di antara kedua tipe herpes simpleks, herpes genitalis merupakan salah satu
infeksi menular seksual yang perlu mendapat perhatian karena sifat penyakitnya
yang sukar disembuhkan dan sering rekuren, transmisi virus dari pasien
asimtomatik, pengaruhnya terhadap kehamilan/janin dalam kandungan dan pasien
imunokompromais, dampak psikologis, serta kemungkinan timbulnya resistensi
virus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara penyebaran vius herpes simplex?
2. Apa saja penyakit yang ditimbulkan oleh virus herpes simplex?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita virus herpes simplex?
1.3 Tujuan
1
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Herpes
Simplex.
Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui definisi Herpes Simplex.
b) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Herpes Simplex.
c) Mahasiswa mampu menjelaskan pohon masalah dari Herpes Simplex.
1.4 Manfaat
1
BAB II
KONSEP PENYAKIT
2.1 Defenisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko,
2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpessimpleks
virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa
terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual
(Handoko, 2010).
Infeksi genital yang berulang 6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada
oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital lebih sering kambuh daripada
infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih
sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II di daerah oral.Walaupun begitu infeksi
dapat terjadi di mana saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup
kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar ke bagian lain (Habif, 2004).
2.2 Klasifikasi
1. HSV-1
a. Gingivostomatitis herpetik akut
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan
terdiri atas lesi-lesi vesikuloulseratif yang luas dari selaput lendir mulut,
demam, cepat marah dan limfadenopati lokal. Masa inkubasi pendek
b.
c. Herpes Labialis
Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal, biasanya pada perbatasan
mukokutan bibir. Vesikel pecah, meninggalkan tukak yang rasanya sakit dan
menyembuh tanpa jaringan parut. Lesi-lesi dapat kambuh kembali secara
berulang pada berbagai interval waktu
2. HSV-2
a. Herpes Genetalis
Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada penis pria
atau serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat
nyeri dan diikuti dengan demam, malaise, disuria, dan limfadenopati
inguinal. Infeksi herpes genetalis dapat mengalami kekambuhan dan
beberapa kasus kekambuhan bersifat asimtomatik. Bersifat simtomatik
ataupun asimtomatik, virus yang dikeluarkan dapat menularkan infeksi
pada pasangan seksual seseorang yang telah terinfeksi.
b. Herpes neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang baru lahir. Virus
HSV-2 ini ditularkan ke bayi baru lahir pada waktu kelahiran melalui kontak
dengan lesi lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi,
dilakukan persalinan melalui bedah caesar terhadap wanita hamil dengan
lesi-lesi
herpes
genetalis Infeksi
herpes
neonatal
hampir
selalu
fase
laten
penderita
tidak
ditemukan
kelainan
klinis,
tetapi
herpessimpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion
dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang
semula tidak aktif di ganglion dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu
(misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai
sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri.
Infeksi rekuren dapat timbulpada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya
(Handoko, 2010).
Gejala umum Herpes simplek adalah bentol berisi cairan yang terasa perih dan
panas. Bentolan ini akan berlangsung beberapa hari. Bintil kecil ini bisa
meluas tidak hanya di wajah tapi bisa di seluruh tubuh. Bisa juga terlihat
seperti jerawat, dan pada wanita timbul keputihan. Rasa sakit dan panas di
seluruh
tubuh
yang
membuat
beberapa hari disertai sakit saat menelan makanan, karena kelenjar getah bening
sudah terganggu. Gejala ini datang dan pergi untuk beberapa waktu. Bisa
saja setelah sembuh, gejala ini tidur untuk sementara waktu sampai satu
dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau
kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul
3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri,
parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah
yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik
gejala prodormal. Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar
dibandingkan infeksi yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama
besar, berlawanan dengan vesikel pada herpes zoster yang beragam ukurannya.
Mukosa membran pada daerah yang lesi mengeluarkan eksudat yang dapat
mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2 sampai 4
minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut
(Habif, 2004).
Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan
ditransportasikan oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan
masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar
ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan,
demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan turun
melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi
rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam
dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula
hingga terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi
erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada
bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu
kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai
jari-jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang
melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering
terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi
(Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun
olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat
menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006).
2.7 Patofisiologi
7
Transmisi HSV kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya terjadi
ketika virus mengalami multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding). Lama
waktu viral shedding pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada
infeksi primer dimana dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap
HSV, maka viral shedding cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari
dengan puncaknya ketika muncul gejala prodormal (demam,lemah, penurunan
nafsu makan, dan nyeri sendi) dan pada saat separuh serangan awal infeksi
primer, walaupun > 75 % penderita dengan infeksi primer tersebut tanpa gejala.
Viral shedding pada episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar 7 hari dan
karena pada tahap ini telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang
ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya berupa demam maupun gejala
sistemik singkat. Pada tahap infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3
bulan setelah infeksi primer, viral shedding berlangsung selama 4 hari dengan
puncaknya pada saat timbul gejala prodormal dan pada tahap awal serangan.
Viral shedding pada tahap asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu
sekitar 24-48 jam dan sekitar 1-2 % wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren
akan mengalami periode ini selama proses persalinan. Seorang individu
dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari seorang individu
yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat berlangsung secara horisontal
dan vertikal. Perbedaan dari ke-dua metode transmisi tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Horisontal
Transmisi secara
horisontal
terjadi
ketika
seorang
individu
yang
mengadakan
multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya untuk selanjutnya
menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan gejala khas
yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok dengan dasar eritem.
2. Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode
antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab
terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi
pada saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase
viremia (virus berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut
dalam masuk ke dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya
menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh
terhadap
yang
terjadi
pada
masa-masa
akhir
kehamilan
akan
membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk tubuh host)
untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi
transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang dilahirkan
terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali, hidrosefalus,
calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis).Sembilan puluh persen
infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi melalui jalan
lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu dengan infeksi
primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I non primer 35%
, infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%
2.8 Pathway
Terlampir
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Herpes
simpleks
virus
(HSV)
dapat
ditemukan
pada
vesikel
dan
biarkan
mongering
sambil
difiksasi
dengan
alkohol
atau
hari
selama
hari
mempersingkat
kelangsungan
penyakit
dan
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
b. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
11
12
pilih
perkembangannya,
skala
bisa
yang
sesuai
menggunakan
skala
dengan
usia
wajah
untuk
13