PENDAHULUAN
Syok anafilaksis adalah kondisi akut yang parah dan mengancam nyawa,
yang merupakan respon terhadap alergen. Pasien dengan anafilaksis akan
mengalami gejala klinis yang melibatkan kulit, respirasi, kardiovaskuler atau
gastrointestinal.(1)
Insidensi pasien dengan anafilaksis yang datang ke Instalasi Gawat
Darurat (IRD) diperkirakan 1-4 kejadian per 1000 pasien. Dari total kasus, hanya
1-3 anak yang diketahui penyebab (trigger) reaksi anafilaksisnya.(1)
Reaksi anafilaksis terjadi akibat dari mekanisme imunologis yang
melibatkan IgE (reaksi hipersensitivitas tipe 1), dan dipicu oleh berbagai alergen.
(2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Syok anafilaksis merupakan renjatan yang terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas generalisata atau sistemik yang berat yang mengancam
kehidupan.(3)
B. Epidemiologi
Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar
disebabkan oleh belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis
yang fatal relatif jarang, pada individu yang benar-benar mengalami
anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian. Bentuk yang lebih ringan lebih
sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun diperkirakan
30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun). Suatu survey
di Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun
mengalami sedikitnya satu kejadian anafilaksis.(4)
Suatu penelitian epidemiologi menyebutkan anafilaksis sekarang lebih
sering terjadi pada komunitas daripada di pusat kesehatan, hal ini terjadi
karena penyebab terbanyak dari syok anafilaksis adalah adanya paparan
alergen yang berupa makanan. Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dan
remaja. Sampai usia 15 tahun, predileksinya adalah pada laki-laki, namun
setelah usia 15 tahun, predileksinya pada wanita. (4)
C. Etiologi
Rumah Sakit
Obat (penisilin, sefalosporin,
lokal)
kentang)
Gigitan serangga (lebah,
Kemoterapi (asparaginase,
Debu
D. Patofisiologi
Patofisiologi anafilaksis atau hipersensitivitas tipe 1 merupakan reaksi
cepat. Dalam prosesnya, terjadi beberapa tahap, yaitu:(5)
1. Fase sensitisasi yaitu waktu yang dibuthkan untuk pembentukan IgE
sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel
2.
mast/basofil. (5)
Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepaskan isinya yang
berisikkan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan
silang antara antigen dan IgE. (5)
3.
Mediator primer
H1: permeabilitas vaskuler miningkat,
vasodilatasi, kontraksi otot polos
H2: sekresi mukosa gaster
H3: SSP
ECF-A
NCF-A
Protease
H4: eosinofil
Kemotaksis eosinofil
Kemotaksis neutrofil
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal
pembuluh darah, pembentukan produk pemecahan
Hidrolase asam
PAF
kompelen
Degradasi matriks ekstraselular
Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot
NCA
BK-A
Proteoglikan
polos paru
Kemotaksis neutrofil
Kalikrein: kininogenase
Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan,
mencegah komplemen yang menimbulkan
Enzim
koagulasi
Kimase, triptase, proteolisis
c. PG dan LT
Mediator sekunder
Permeabilitas vaskuler miningkat,
vasodilatasi, kontraksi otot polos paru, sekresi
PG
Bradikinin
Sitokin
IL-1 dan TNF-
FGF
Inhibitor protease
Lipoksin
Leukotrin (LTC4,
Fibrosis
Mencegah kimase
Bronkokontriksi
Meningkatkan permeabilitas, kemotaksis
LTD4, LTE4
Leukotrin B4, 15
Sekresi mukus
HETE
PAF
d. Sitokin
Berbagai sitokin dilepas sel mast dan basofil seperti IL-3, IL-4, IL5, IL-6, IL-10, IL-13 GM-CSF dan TNF-. Beberapa diantaranya
berperan dalam manifestasi klinis tipe 1, sitokin-sittokin tersebut
mengubah lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi
seperti neutrofil dan eusionofil, Il-4 dan IL-13 meningkatkan
produksi IgE oleh Sel b. IL-5 berperan dalam pengerahan dan
aktivasi eosinofil. Kadar TNF- yang tinggi dan dilepas sel mast
berperan dalam syok anafilaksis. (5)
E. Gambaran Klinis
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang
kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal.
Reaksi sistemik terjadi pada organ target seperti traktus respiratorius, sistem
kardiovaskuler, dan kulit. Reaksi biasanya terjadi dalam waktu 30 menit
sesudah kontak dengan penyebab. (5)
Reaksi sistemik
Reaksi sistemik ringan
Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di
bagian perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan
tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat
dan pembengkakan peri orbita. Bisa disertai pruritus pada mukosa, keluar air
mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam sesudah kontak
dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya
berjalan hari 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik. (5)
Reaksi sistemik sedang
Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang
ditemukan pada reaksi sistemik ditambah dengan bronkospasme dan atau
edema jalan napas, dispnu, batuk, dan mengi. Dapat juga timbul angioedema,
urtikaria umum, mual dan muntah. Biasanya penderita mengeluh gatal
menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya reaksi
sistemik sedang hampir sama dengan reaksi sistemik ringan. (5)
Reaksis sistemik berat
Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan
gejala seperti reaksi sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian
dengan cepat dalam beberapa menit (terkadang tanpa gejala permulaan)
timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak, stridor, dispnu
berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring,
gastrointestinal dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat,
diare dan muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh
mengalami
henti
jantung-paru
harus
dilakukan
resusitasi
kardiopulmoner.
Turniket
Kalau anafilaksis terjadi karena suntikan pada ekstremitas pasanglah
turniket dari daerah suntikan tersebut. Setiap 10 menit turniket ini diselang l
selama 1-2 menit.
Adrenalin
Larutan adrenalin (epinefrin) 1:1000 diberikan dengan 0,01 ml/kgBB
(dosis maksimal pada anak 0,3ml) secara subkutan atau intramuskular di
lengan atas. Dosis adrenalin pertama dapat diulangi dengan jarak waktu 5-20
menit bila diperlukan. Kalau terdapat syok atau kolaps vaskular, larutkan
adrenalin (maksimun 0,25 ml) dalam 10 ml NaCl fisiologik lalu berikan
secara intravena dengan kecepatan lambat (1-2 menit).
Oksigen
Oksigen harus diberikan kepada penderita penderita yang mengalami
sianosis, dispneu yang jelas atau wheezing terdengar. Oksigen dengan aliran
sedang-tinggi (5-10 liter/menit) diberikan melalui masker atau nasal kanul.
10
Antihistamin
Antihistamin
diberikan
bila
kegawatan
saluran
napas
dan
11
12
simultan,
melakukan
injeksi
epinefrin
1:1000
secara
13
14
H. Pencegahan
Pencegahan merupakan aspek yang terpenting pada penatalaksanaan
anafilaksis.(3)
Anamnesis teliti
Anamnesis mengenai kemungkinan terdapatnya reaksi terhadap
antigen yang dicurigai, yang mungkin terjadi diwaktu yang lalu, harus
dikerjakan sebelum kita memberikan setiap obat, terutama obat suntikan. (3)
Penggunaan antibiotik
Antibiotik atau obat lainnya harus dengan indikasi khusus, dan l per
oral lebih baik, kalau hal ini memungkinkan. (3)
Uji kulit dan konjungtiva
Uji kulit dan konjungtiva terhadap beberapa antitoksdan yang berasal
dari serum, dianjurkan untuk dikerjakan sebelum diberikan. Di negara maju,
setiap dapat diperoleh informasi dari badan tertentu yang mempunyai catatan
mengenai penderita yang telah pernah mengalami reaksi anafilaksis. (3)
I.
Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV, atau yang disebut juga hipersensitivitas tipe
lambat. Reaksi hipersensitivitas ini muncul di permukaan kulit, dan lesinya
berupa eritema dan indurasi
Mekanisme kerusakan jaringan yang muncul pada hipersensitivitas
tipe IV adalah adanya keterlibatan limfosit T dan monosit atau makrofag. Sel
T
sitotoksik
menyebabkan
kerusakan
langsung
dan
sel
helper
15
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Syok anafilaksis adalah renjatan yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
generalisata atau sistemik yang berat yang mengancam kehidupan.
2. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun diperkirakan 30 kasus
per 100.000 orang per tahun. Insidensi tertinggi pada anak-anak dan
remaja. Sampai usia 15 tahun, predileksinya adalah pada anak-laki-laki,
namun setelah 15 tahun, predileksinya pada wanita.
3. Etiologi dari anafilaksis terbagi menjadi 2, yaitu dari komunitas (makanan,
gigitan serangga, latex, udara dingin, debu, dan rumah sakit (obat,
kemoterapi, vaksin, kemoterapi).
4. Syok anafilaksis reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang merupakan reaksi tipe
cepat.
5. Gambaran klinis dari syok anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi
sistemik. Reaksi lokal dapat berupa urtikaria dan angioedema, sedangkan
reaksi sistemik melibatkan organ target seperti traktus respiratorius, sistem
kardiovaskuler, dan kulit.
6. Diagnosis dari syok anafilaksis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala
klinis.
7. Penatalaksaan syok anafilaksis berupa pemasangan turniket, pemberian
adrenalin, oksigen, antihistamin, cairan intravena, aminofilin, vasopressor,
intubasi dan trakeostomi, dan pemberian kortikosteroid.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheng, A. Emergency Treatment of Anaphylaxis in Infant and
Children. Paediatric Child Health; 16: p35-40. 2011.
2. Kim, Harold, David Fischer. Anaphylaxis. Allergy, Asthma, & Clinical
Immunology. 2011.
3. Akib, A.A., Zakiudin M. Nia K. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak
Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2011.
4. Sampson, H.A., Leung D.Y. Anaphylaxis. Dalam: Behrman R.E.,
Kliegman R.M., Jenson H.B. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke18. Philadelphia: WB Saunders Co. Chapter 148. 2007.
5. Baratawidjaja, Karnen G., Rengganis I. Imunologi Dasar. Jakarta:
6.
7.
Reaction.
Microbiology
and
18