: Inheritance (Warisan)
Pengarang
: Christoper Paolini
Ukuran
: 15 x 23 cm
Tebal
: 920 halaman
Terbit
: Juni 2012
Cover
: Softcover
ISBN
: 978-979-22-8499-7
No Produk
: 32201120010
dari keseluruhan cerita buku satu sampai tiga di awal buku empat. Penempatan peta Algaesia
di halaman paling awal juga terbukti sangat membantu. Dalam buku empat ini, Paolini
seolah-olah tidak ingin menyia-nyiakan alam Algaesia yang telah ia ciptakan. Hampir seluruh
tempat, pulau, kota yang tidak tersentuh di buku-buku sebelumnya, dimunculkan di sini.
Semua dijelajahi, dan dengan rapinya penulis menuturkan beragam kejadian yang terjadi di
tempat-tempat tersebut. Peta di buku ini benar-benar sangat membantu pembaca
membayangkan seperti apa dan bagaimana jalannya cerita atau pertempuran.
Dalam cerita sebelumnya, Eragon bersama pasukan Varden yang dipimpin oleh
Nasuada bergerak mendekati pusat kekuasaan Galbatorix. Satu demi satu kota dan benteng
berhasil mereka rebut, mulai dari Arough sampai akhirnya mereka mengepung ibukota
Kekaisaran, Uru'baen. Gabungan pasukan Vanden, Sudra, pasukan kurcaci dan Urgal,
ditambah Eragon dan Saphira, terbukti menjadi kekuatan yang terlalu besar bagi kota-kota
kekaisaran. Pembaca yang menyukai aksi pertempuran dan strategi perang akan dimanjakan
dengan berbagai scene tentang pertempuran memperebutkan kota. Sekali lagi, saya terkagumkagum pada Roran, sepupu Eragon. Ia yang hanya manusia biasa sejatinya adalah sang
pahlawan dalam buku ini. Tidak bisa sihir, Roran lebih mengandalkan akal dan kekuatan
fisik. Kota-kota jatuh ke tangannya bukan karena sihir, tapi karena kecemerlangannya dalam
menyusun strategi perang. Tapi, Roran sendiri mengakui bahwa ia tidak akan pernah bisa
menaklukan Ibu kota kekaisaran dengan stratreginya sendiri. Kota-kota lain miliknya, tapi
pusat kekuasaan Galbatorix adalah milik Eragon. Kota yang dibangun oleh kaum elf itu harus
ditaklukan dengan kekuatan, strategi, dan sihir. Roran mengatakan bahwa sihir adalah sesuatu
yang tidak adil di dunia ini. Antara manusia dan para pengguna sihir, terdapat jurang lebar
yang disebut sihir.
Maka, giliran Eragonlah yang harus menemukan jalan untuk mengalahkan Galbatorix.
Tantangannya semakin berat karena kaisar lalim itu kini dilindungi oleh Murtagh (kakak tiri
Eragon, ceritanya panjang) dan naganya. Galbatorix juga didukung oleh jantung dari jantung
naga, eldunari, yang merupakan sumber kekuatan tak terbatas baginya. Gabungan kekuatan
manusia, kurcaci, werecat, dan penunggang tidak akan mampu mengalahkannya. Sebuah
ilham yang muncul dari salah satu werecat kemudian menuntun Eragon untuk pergi ke pulau
terpencil bekas istana para penunggang. Sebuah rahasia kuno dan mistis ditanam di pulau
yang dipenuhi racun serta mahkluk mengerikan itu. Mau tak mau, Eragon harus kesana untuk
mencari senjata pamungkas kuno untuk mengalahkan Galbatorix.
Sementara itu, gabungan pasukan Varden, kurcaci, werecat, dan urgal telah sampai
di ibukota kekaisaran. Bala bantuan datang dari bangsa elf yang dipimpin oleh Ratu Islandil,
ibunda Arya. Maka, untuk pertama kalinya, seluruh bangsa dan ras yang tinggal di Algaesia
dipersatukan oleh satu tujuan yang sama: mengalahkan Galbatorix. Pertempuran besar pun
pecah. Buku keempat ini begitu sarat dengan berbagai adegan perang di dalam kota, penuh
kontak fisik dan juga permainan pedang. Kelihaian pertarungan antar naga di buku terakhir
ini, sayangnya, tidak seepik di buku-buku sebelumnya. Ini kisah tentang naga, tapi seiring ke
belakang, peran naga malah semakin berkurang. Paolini sepertinya membagi rata antara
Eragon dan Roran mulai di buku ketiga. Jadi sihir-sihir memang menjadi berkurang,
digantikan oleh pertempuran fisik dan upaya-upaya diplomasi. Sepertinya, Roran adalah
karakter yang berkembang dalam buku ini karena kemauan pribadinya. Sementara Eragon,
dia berkembang karena memang itu sudah menjadi takdirnya. Tapi, ketika akhirnya Eragon
berhadapan langsung dengan Galbatorix, pertempuran sihirlah yang berlaku. Pembaca yang
kangen dengan sihir dan naga akan sedang membaca bagian terakhir ini.
Ketika tiba waktunya kau membutuhkan senjata, carilah di bawah akar-akar pohon Menoa.
Kemudian, ketika semua terasa kacau dan kekuatanmu tidak memadai, pergilah ke Karang
Kuthian dan sebut namamu ke Ruang Jiwa-Jiwa yang terbuka. -Solembum, hal. 415
Seluruh kekuatan dan harapan yang dikumpulkan Eragon seakan tidak pernah cukup
dihadapan Galbatorix. Mereka bukan ancaman, dan tidak pernah akan menjadi ancaman.
Ketika bahkan sihir takluk di hadapan sang Raja, karena ia adalah pengucap nama dari segala
nama, dan seluruh kekuatan takluk dihadapannya. Tetapi, Eragon dan Saphira menolak untuk
menyerah, bersama Arya dan Elva mereka siap untuk menantang yang tak terkalahkan.
Seperti cerita cerita lainnya, sang raja terakhir akan di kalahkan oleh sang jagoan,
Eragon dan saphira berhasil mengalahkan Galbatorix. (detailnya bisa baca langsung
novelnya). silakan dibaca sendiri karena membaca kisah yang sangat panjang ini akan
menimbulkan sensasi kelegaan tersendiri. Lega karena akhirnya bisa menyelesaikan
perjalanan. Lega karena buku ini masih ditutup dengan bab-bab panjang paska tergulingnya
Galbatorik. Dengan konsep seperti ini, Paolini berhasil menjerat imaji pembaca yang pasti
tidak akan pernah melupakan petualangan Eragon dan Saphira, meskipun mereka hanya
membacanya satu kali. Panjangnya serial ini juga menunjukkan bahwa kehebatan sebuah
kisah kadang tidak terletak pada endingnya, tapi pada perjalanannya, pada prosesnya. Sudah
jelas bahwa Galbatorix akan kalah, tapi bagaimana ia dikalahkan, itulah yang menarik dan
layak diikuti dari seri ini.
terakhir kali Anda membaca agar ketika saat melanjutinya tidak mencari-cari kembali.
5. Biasakan membaca novel dalam keadaan nyaman dan damai bila perlu bisa ditemani
dengan musik.
6. Stabilokan jika menurut Anda ada kosakata yang menarik guna untuk menambah
pembedaharaan dalam menulis cerita fiksi.
7. Buat resume setiap bab (bagian) novel ketika usai membacanya kalau memang
diperlukan.
8. Terakhir bisa juga diresensikan (kembali) novel yang usai Anda baca untuk
menambah pengetahuan dalam meresensikan.