Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan memerlukan sumber daya alam (SDA), antara lain mineral,
batubara dan panas bumi. Indonesia relatif kaya dengan berbagai SDA yang harus
dioptimalkan pemanfaatannya. Salah satu sumber daya mineral yang dimiliki
Indonesia adalah bijih timah dengan kandungan stanium (Sn). Menurut Noer (1998),
kasiterit (SnO2) adalah mineral utama pembentuk timah dengan batuan pembawanya
adalah granit. Sujitno (2007) menjelaskan kegunaan timah antara lain untuk bahan
pencampur dalam pembuatan alat-alat musik (seperti gong gamelan, dan lonceng),
bahan pembuat kemasan kaleng, bahan solder, senjata (peluru), fire retardant, bahan
pelapis anti karat, dan kerajinan cindera mata (pewter).
Endapan timah di Indonesia merupakan lanjutan dari salah satu jalur timah
terkaya di dunia yang membujur dari Cina Selatan, Myanmar, Thailand, Malaysia,
hingga Indonesia. Di Indonesia jalur timah tersebut meliputi pulau-pulau Karimun,
Kundur, Singkep, Bangka Belitung, Beling, dan daerah Bangkinang serta Kepulauan
Anambas, Natuna dan Karimata (Noer, 1998). Penambangan timah terbesar berada di
Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep (PT. Timah Tbk., 2006). Kegiatan penambangan
timah di pulau-pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga
sekarang. Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Dari
luas Pulau Bangka 1.294.050 ha, sebesar 27,56 % daratan pulau ini merupakan areal
Kuasa Penambangan (KP) timah. PT. Tambang Timah (anak perusahaan PT. Timah
Tbk,) menguasai lahan seluas 321.577 ha dan PT. Kobatin seluas 35.063 ha (Bappeda
Bangka, 2000). Selain kedua perusahan tersebut, izin kuasa penambangan (KP) timah
juga diberikan kepada perusahaan swasta, Sampai dengan pertengahan tahun 2007,
jumlah KP timah mencapai 101 izin dengan luas pencadangan 320.219 ha, dan yang
telah ditambang 6.084 ha (Dinas Pertambangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
2007).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Manfaat dan Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Timah ( Sn)
Timah merupakan logam putih keperakan, logam yang mudah ditempa dan
bersifat flesibel, memiliki struktur kristalin, akan tetapi bersifat mudah patah jika
didinginkan. Logam timah memiliki dua bentuk alotrop yaitu Timah ( alfa) dan
timah ( beta ). Timah alfa atau timah biasa disebut sebagai timah abu-abu karena
warnanya abu-abu, dan memiliki struktur kristal kubik mirip diamond, silicon, dan
germanium.Timah alfa ada dibawah suhu 13,20C dan tidak memiliki sifat logam sama
sekali. Diatas suhu ini timah ada dalam bentuk Timah beta, timah jenis inilah yang
kita lihat sehari-hari. Timah ini biasa disebut sebagai timah putih disebabkan
warnanya putih mengkilap, dan memiliki struktur kristal tetragonal. Tingkat resistansi
transformasi dari timah putih ke timah hitam dapat ditingkatkan dengan pencampuran
logam lain pada timah seperti seng, bismuth, atau gallium.
Timah adalah unsur dengan jumlah isotop stabil yang terbanyak dimana
jangkauan isotop ini mulai dari 112 hingga 126. Dari isotop-isotop tersebut yang
paling banyak jumlahnya adalah isotop
jumlah isotop Sn yang ada,
adalah

115

116

Sn, dan

120

Sn dimana komposisinya mencapai 1/3 dari

118

Sn. Isotop yang paling sedikit jumlahnya

Sn. Unsur timah yang memiliki jumlah isotop yang banyak ini sering

dikaitkan dengan nomor atom Sn yaitu 50 yang merupakan magic number dalam
pita kestabilan fisika nuklir. Beberapa isotop bersifat radioaktif dan beberapa yang
lain bersifat metastabil (dengan lambang m). Berikut beberapa isotop Sn dan
kelimpahannya di alam.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa timah memiliki nomor atom 50
dan nomor massa rata-rata adalah 118,71. Dengan nomor atom tersebut maka timah
memiliki konfigurasi electron [Kr] 5s2 4d10 5p2. Dalam sistem tabel periodic timah
berada pada golongan utama IVA (atau golongan 14 untuk sistem periodic modern)
dan periode 5 bersama dengan C, Si, Ge, dan Pb. Timah menunjukkan kesamaan sifat
kimia dengan Ge dan Pb seperti pembentukan keadaan oksidasi +2 dan +4.
2.2 Karakteristik Timah
Sifat Fisika

Fasa

: padatan

Densitas

: 7,365 g/cm3 (Sn putih) 5,769 g/cm3 (Sn abu-

abu)

Titik didih

: 231,93 C

Titik didih

: 2602 C

Panas fusi

: 7,03 kJ/mol

Kalor jenis

: 27,112 J/molK

Sifat Kimia

Bilangan oksidasi

: 4,2, -4

Nomor atom

: 50

Nomor massa

: 118,71

Elektronegatifitas

: 1,96 (skala pauli)

Energi ionisasi 1

: 708,6 kJ/mol

Energi ionisasi 2

: 1411,8 kJ/mol

Energi ionisasi 3

: 2943,0 kJ/mol

Jari-jari atom

: 140 pm

Jari-jari ikatan kovalen

: 139 pm

Jari-jari van der waals

: 217 pm

Struktur Kristal

: tetragonal (Sn putih) kubik diamond (Sn abu-

abu)

Konduktifitas termal

: 66,8 W/mK

Timah merupakan logam lunak, fleksibel, dan warnanya abu-abu metalik.


Timah tidak mudah dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebabkan
terbentuknya lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih
jauh. Timah tahan terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi dapat
diserang oleh asam kuat, basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat
dengan meningkatnya kandungan oksigen dalam larutan.

Jika timah dipanaskan dengan adanya udara maka akan terbentuk SnO2.

Timah ada dalam dua alotrop yaitu timah alfa dan beta. Timah alfa biasa
disebut timah abu-abu dan stabil dibawah suhu 13,2 C dengan struktur ikatan
kovalen seperti diamond. Sedangkan timah beta berwarna putih dan bersifat
logam, stabil pada suhu tinggi, dan bersifat sebagai konduktor.

Timah larut dalam HCl, HNO3, H2SO4, dan beberapa pelarut organic seperti
asam asetat asam oksalat dan asam sitrat. Timah juga larut dalam basa kuat
seperti NaOH dan KOH.

Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung


memiliki sifat logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat
panas.

2.3 Manfaat Timah


Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa logam timah banyak dipergunakan
untuk solder(52%), industri plating (16%), untuk bahan dasar kimia (13%), kuningan
& perunggu (5,5%), industri gelas (2%), dan berbagai macam aplikasi lain (11%).
Logam timah banyak manfaatnya baik digunakan secara tunggal maupun
sebagai paduan logam (alloy) dengan logam yang lain terutama dengan logam

tembaga. Logam timah juga sering dipakai sebagai container dalam berbagai macam
industri.
Contoh-contoh paduan antara tembaga dan timah adalah:

Pewter, merupakan paduan antara 85-99% timah dan sisanya tembaga,


antimony, bismuth, dan timbale. Banyak dipakai untuk vas, peralatan
ornament rumah, atau peralatan rumah tangga.
Plating
Logam timah banyak dipergunakan untuk melapisi logam lain seperti seng,

timbale dan baja dengan tujuan agar tahan terhadap korosi. Aplikasi ini banyak
dipergunakan untuk melapisi kaleng kemasan makanan dan pelapisan pipa yang
terbuat dari logam.
Superkonduktor
Timah memiliki sifat konduktor dibawah suhu 3,72 K. Superkonduktor dari
timah merupakan superkonduktor pertama yang banyak diteliti oleh para ilmuwan
contoh superkonduktor timah yang banyak dipakai adalah Nb3Sn.
Solder
Solder sudah banyak dipakai sejak dahulu kala. Timah dipakai dalam bentuk
solder merupakan campuran antara 5-70% timah dengan timbale akan tetapi
campuran 63% timah dan 37% timbale merupakan komposisi yang umum untuk
solder. Solder banyak digunakan untuk menyambung pipa atau alat elektronik
Pembuatan Senyawa Organotin
Senyawa organotin merupakan senyawa kimia yang terdiri dari timah (Sn)
dengan hidrokarbon membentuk ikatan C-Sn. Senyawa ini merupakan bagian dari
golongan senyawa organometalik. Senyawa ini banyak dipakai untuk sintesis senyawa
organic, sebagai biosida, sebagai pengawet kayu, sebagai stabilisator panas, dan lain
sebagainya.

Pembuatan Senyawaan Kimia Untuk Berbagai Keperluan


Logam timah juga dipakai untuk membuat berbagai maca senyawaan kimia.

Salah satu senyawa kimia yang sangat penting adalah SnO2 dimana dipakai untuk
resistor dan dielektrik, dan digunakan untuk membuat berbagai macam garam timah.

Senyawa SnF2 merupakan aditif yang banyak ditambahkan pada pasta gigi. Senyaan
timah, tembaga, barium, kalsium dipakai untuk pembuatan kapasitor. Dan tentu saja
senyawaan kimia juga sering dipakai untuk pembuatan katalis.
2.4 Proses Penambangan Timah
Timah merupakan sumber daya alam utama pulau Bangka Belitung sejak
lama. Besarnya kandungan biji timah di daerah ini merupakan yang terbesar dari
beberapa daerah lain di Indonesia. Bahkan untuk di dunia, produksi timah asal
Indonesia sangat mempengaruhi harga pasar dunia. Didalam sejarah penambangan
timah, telah banyak mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Proses
penambangan timah pun kian efektif dan efesien berkat kemajuan teknologi
pertambangan. Sejak dulu telah tercatat berbagai teknik penambangan timah yang
terjadi di Bangka Belitung.
Proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan
secara menyeluruh, hal ini oleh PT. TIMAH di sebut dengan Penambangan Timah
Terpadu.
1. Eksplorasi (exploration)
Eksplorasi merupakan kegiatan kajian dan analisa sistematis guna mengetahui
seberapa besar cadangan biji timah yang terkandung. Didalam operasional kegiatan
eksplorasi melibatkan beberapa komponen seperti surveyor (pemetaan awal), sumur
bor/small bore ( mengambil sample timah dengan teknik bor tanah), lab analisis,
hingga pemetaan akhir geologis (geological map).
Proses eksplorasi sangat menentukan berjalannya suatu proses penambangan
timah. Karena dari tahap inilah muncul data peta geologis secara lengkap sebagai
panduan utama dalam kebijakan penambangan timah. Sehingga proses selanjutnya
dapat ditempuh dengan berbagai analisa operasional yang baik, termasuk rencana
anggaran dan sebagainya.
2. Operasional penambangan ( mining )
Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan yang
dikenal.
a. Penambangan Lepas Pantai
7

Pada kegiatan penambangan lepas pantai, perusahaan mengoperasikan armada


kapal keruk untuk operasi produksi di daerah lepas pantai (off shore). Armada kapal
keruk mempunyai kapasitas mangkok (bucket) mulai dari ukuran 7 cuft sampai
dengan 24 cuft.
Kapal keruk dapat beroperasi mulai dari kedalaman 15 meter sampai 50 meter
di bawah permukaan laut dan mampu menggali lebih dari 3,5 juta meter kubik
material setiap bulan. Setiap kapal keruk dioperasikan oleh karyawan yang berjumlah
lebih dari 100 karyawan yang waktu bekerjanya terbagi atas 3 kelompok dalam 24
jam sepanjang tahun.
Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk diproses di instalasi pencucian
untuk mendapatkan kadar minimal 30% Sn dan diangkut dengan kapal tongkang
untuk dibawa ke Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral
ikutan lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai
persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn.

Penambangan Timah Lepas Pantai (laut lepas)

b. Penambangan Darat
Penambangan darat dilakukan di wilayah daratan pulau Bangka Belitung,
tentunya system operasional yang digunakan tidaklah sama seperti pada wilayah lepas
pantai. Proses penambangan timah alluvial menggunakan pompa semprot (gravel
pump).Setiap kontraktor atau mitra usaha melakukan kegiatan penambangan
berdasarkan perencanaan yang diberikan oleh perusahaan dengan memberikan peta
cadangan yang telah dilakukan pemboran untuk mengetahui kekayaan dari cadangan
tersebut dan mengarahkan agar sesuai dengan pedoman atau prosedur pengelolaan
lingkungan hidup dan keselamatan kerja di lapangan. Hasil produksi dari mitra usaha
dibeli oleh perusahaan sesuai harga yang telah disepakati dalam Surat Perjanjian
Kerja Sama. Pada daerah tertentu, penambangan timah darat menghasilkan wilayah
8

sungai besar yang disebut dengan kolong/danau. Kolong/danau itulah merupakan inti
utama cara kerja penambangan darat, karena pola kerja penambangan darat sangat
tergantung pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air dalam jumlah besar.
Sehingga bila kita lihat dari udara, penambangan timah darat selalu menimbulkan
genangan ari dalam jumlah besar seperti danau dan tampak berlobang-lobang besar.
Produksi penambangan darat yang berada di wilayah Kuasa Pertambangan
(KP) perusahaan dilaksanakan oleh kontraktor swasta yang merupakan mitra usaha
dibawah kendali perusahaan. Hampir 80% dari total produksi perusahaan berasal dari
penambangan di darat mulai dari Tambang Skala Kecil berkapasitas 20 m3/jam
sampai dengan Tambang Besar berkapasitas 100 m3/jam. Produksi penambangan
timah menghasilkan bijih pasir timah dengan kadar tertentu.

Penambangan Timah Darat Gravel Pump

3. Pengolahan (smelting)
Untuk meningkatkan kadar bijih timah atau konsentrat yang berkadar rendah,
bijih timah tersebut diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (Washing Plant). Melalui
proses tersebut bijih timah dapat ditingkatkan kadar (grade) Sn-nya dari 20 30% Sn
menjadi 72 % Sn untuk memenuhi persyaratan peleburan. Proses peningkatan kadar
bijih timah yang berasal dari penambangan di laut maupun di darat diperlukan untuk
mendapatkan produk akhir berupa logam timah berkualitas dengan kadar Sn yang
tinggi dengan kandungan pengotor (impurities) yang rendah.
4. Peleburan (refining)
Proses peleburan merupakan proses melebur bijih timah menjadi logam
Timah. Untuk mendapatkan logam timah dengan kualitas yang lebih tinggi, maka
harus dilakukan proses pemurnian terlebih dahulu dengan menggunakan suatu alat
pemurnian yang disebut crystallizer.

Produk yang dihasilkan berupa logam timah dalam bentuk balok atau batangan
dengan skala berat antara 16 kg sampai dengan 26 kg per batang. Produk yang
dihasilkan juga dapat dibentuk sesuai permintaan pelanggan (customize) dan
mempunyai merek dagang yang terdaftar di London Metal Exchange (LME).
5. Distribusi dan Pemasaran (marketing)
Kegiatan pemasaran mencakup kegiatan penjualan dan pendistribusian logam
timah.Pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk memenuhi pasar
di luar negeri atau ekspor dan sebesar 5% untuk memenuhi pasar domestik. Negara
tujuan ekspor logam Timah antara lain adalah wilayah Asia Pasifik yang meliputi
Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan Singapura, wilayah Eropa meliputi Inggris, Belanda,
Perancis, Spanyol dan Italia serta Amerika dan Kanada.
Pendistribusian dilaksanakan melalui pelabuhan di Singapura untuk ekspor
sedangkan untuk domestik dilaksanakan secara langsung dan melalui gudang di
Jakarta. Tipe pembeli logam timah dapat dikelompokkan atas pengguna langsung (end
user) seperti pabrik atau industri solder serta industri pelat timah serta pedagang besar
(trader).
Produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang telah diterima oleh pasar
internasional dan terdaftar dalam pasar bursa logam di London (London Metal
Exchange). Kualitas setiap produk yang dihasilkan oleh perusahaan dijamin dengan
sertifikat produk (weight and analysis certificate) yang berstandar internasional dan
berpedoman kepada standar produk yang ditetapkan oleh London Metal Exchange
(LME) sehingga dapat diperdagangkan sebagai komoditi di pasar bursa logam.
2.5 Dampak Penambangan Timah
Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya,
tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua
sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali
merupakan

pemandangan

yang

tampak

mengenaskan.

Penambangan

timah

inkonvensional di Kecamatan Belinyu kini masih terus berlangsung, termasuk di


kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan lindung Gunung
Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di kawasan

10

terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai,
hutan lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena
tidak direklamasi.
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat
dikenal di kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk
penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang
biasanya bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala
penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI
sebenarnya dimodali oleh rakyat dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal
TI sebenarnya adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena memang
umumnya tidak memiliki izin penambangan.
Pada awalnya TI "dipelihara" oleh PT. Tambang Timah ketika perusahaan itu
masih melakukan kegiatan penambangan darat di Kepulauan Bangka Belitung. TI
sebetulnya muncul karena dulu PT. Tambang Timah melihat daerah-daerah yang tidak
ekonomis untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT. Tambang Timah sendiri.
Oleh karena itulah, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan mekanis
yang sederhana. Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan
ekskavator, pompa penyemprot air, dan menyiapkan tempat pendulangan pasir timah.
Metodenya pun sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian
ditempatkan di tempat pendulangan, dan kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan
tanah yang benar-benar berupa tanah, dengan sendirinya akan hanyut terbawa air, dan
tersisa biasanya adalah batu dan pasir timah.
Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa
penambangan (KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke
tempat lain yang ditentukan oleh PT. Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di
era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar
KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan.
Mereka kini di luar kontrol karena menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang
Timah.
Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun
terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik
pengolahan menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam.
11

Meruyaknya smelter menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran lingkungan. Hal


ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut kurang mempertimbangkan sisi
lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan penambangan ilegal dengan mudah
ditemukan, seperti di kawasan Kecamatan Belinyu.
1. Lubang Tambang (lubang camoy)
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara
terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa
di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air
lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem
air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke
dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan
perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak
di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat
asam dan sangat berbahaya.
2. Air Asam Tambang
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk
maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang
terjadi pada batuan. Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi
masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru
terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak
melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan
limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi
mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit
melakukan tindakan penanganannya.
3. Tailing
Tiling dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar.
Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir
sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup
mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen.
Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan
12

terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang


membahayakan kesehatan.Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan
pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI.
Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum.
Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak
adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan
kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun
secara suksesi alami.Pengerukan tanah yang dilakukan dalam penambangan timah di
lepas pantai kepualuan Bangka Belitung menyebabkan rusaknya topografi pantai.
Pantai yang sehat adalah pantai yang memiliki bentuk tanah yang landai. Akan tetapi,
kegiatan penambangan timah membuat struktur tanah di lepas pantai menjadi lebih
curam sehingga daya abrasi pantai menjadi semakin kuat.
Akibat lain yang ditimbulkan dari pengerukan tanah di dasar laut adalah
berubahnya garis pantai yang semakin mengarah ke daratan. Pengerukan tanah dan
pembuangan sedimen juga menyebabkan air laut menjadi keruh. Dengan makin
maraknya aktivitas penambangan, intensitas kekeruhan air semakin tinggi dan
radiusnya ke kawasan lain di luar kawasan penambangan semakin luas. Hal ini tidak
menutup kemungkinan bahwa kawasan terumbu karang yang bukan merupakan
wilayah penambangan mendapatkan imbas kekeruhan air. Sedimentasi tanah yang
menjadi penyebab kekeruhan air ini akan menutup dan mematikan terumbu karang.
Matinya terumbu karang akan merusak habitat kehidupan laut yang indah; lingkungan
laut akan berubah menjadi habitat alga yang merugikan. Oleh karena itu, kerusakan
laut di lepas pantai di Kepulauan Bangka Belitung menjadi semakin parah.
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa terumbu karang
semakin terancam kehidupannya karena ulah pelaku tambang. Indra Ambalika, Ketua
Tim Eksplorasi Terumbu Karang Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi
Universitas Bangka Belitung, megatakan bahwa sejak tahun 2006 ekosistem laut di
Bangka Belitung semakin parah daripada di daratan. Kehancuran terumbu karang
yang mencapai 40 persen di perariran Bangka disebabkan oleh PT. Timah yang
melakukan penambangan timah selama puluhan tahun sehingga habitat ikan-ikan
terganggu, bahkan para nelayan sudah sangat sulit untuk mendapatkan ikan. PT.

13

Timah memang telah melakukan perbaikan lingkungan laut, tetapi sistem rehabilitasi
lingkungan yang diterapkan dianggap belum memadai.
2.6 Penanggulangan Terhadap Penambangan Timah
1. Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Timah
Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan
yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara
optimal sesuai dengan kemampuannya. Ruang lingkup reklamasi lahan meliputi:
(1) pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu
ekologinya
(2) mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya. Sasaran akhir dari reklamasi tersebut adalah
terciptanya lahan bekas tambang yang kondisinya aman, stabil dan tidak
mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan
peruntukannya (Direktorat Jenderal Mineral Batubara Dan Panas Bumi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006).
Arah dari upaya rehabilitasi lahan bekas tambang ditinjau dari aspek teknis
adalah upaya untuk mengembalikan kondisi tanah agar stabil dan tidak rawan erosi.
Dari aspek ekonomis dan estetika lahan, kondisi tanah diperbaiki agar nilai/potensi
ekonomisnya dapat dikembalikan sekurang-kurangnya seperti keadaan semula. Dari
aspek ekosistem, upaya pengembalian kondisi ekosistem ke ekosistem semula. Dalam
hal ini revegetasi/reforestisasi adalah upaya yang dapat dinilai mencakup kepada
kepentingan aspek-aspek tersebut. Reklamasi hampir selalu identik dengan revegetasi.
Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas
tambang ((Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan,
1997). Tujuan dari revegetasi akan mencakup re-establishment komunitas tumbuhan
asli secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan
biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung
menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar, biodiversitas,
produktivitas tanah dan kualitas air.
Landasan hukum utama kegiatan reklamasi adalah Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan. Pada Pasal 30 dari
14

Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Apabila selesai melakukan penambangan


bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang Kuasa Penambangan (KP)
diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
bahaya bagi masyarakat sekitarnya. Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 75
Tahun 2001, tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32/1969 tentang Pelaksanaan UU
No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 46 ayat
(4) disebutkan bahwa sebelum meninggalkan bekas wilayah KP-nya, baik karena
pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang KP harus terlebih dahulu
melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunanbangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan
umum.
Pada Pasal 46 ayat (5) disebutkan bahwa Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan
pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang KP
sebelum meninggalkan bekas wilayah KP.
Peraturan pelaksanaan reklamasi lahan diatur dalam Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi Nomor 1211.K/008/M.PE/1995 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan

Perusakan

dan

Pencemaran

Lingkungan

pada

Kegiatan

Pertambangan Umum. Pada Pasal 12 ayat (1) reklamasi areal bekas tambang harus
dilakukan secepatnya sesuai dengan rencana dan persyaratan yang telah ditetapkan,
dan ayat (2), reklamasi dinyatakan selesai setelah disetujui oleh Dirjen. Pada Pasal 13
ayat (1), Kepala Teknik Tambang wajib menanami kembali daerah bekas tambang,
termasuk daerah sekitar project area sesuai studi Amdal yang bersangkutan.
2. Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang Timah
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memanfaatkan tailing timah.
Penanaman dengan tanaman hortikultura dan tanaman pangan telah berhasil.
Sejumlah area digunakan untuk pemukiman, sementara areal lain dikonversi menjadi
taman rekreasi (Majid et al, 1994). Sekitar 80 % dari tailing timah merupakan sand
dan sisanya slime dan sandy slime. Slime tailing merupakan hamparan permukaan
yang lebih baik dibandingkan sand tailing untuk pertanian karena drainasenya baik.
Sand tailing sangat tidak subur dan tidak cocok untuk budidaya tanaman.

15

Hanya sebagian kecil dari lahan tidak subur tersebut yang dimanfaatkan untuk
peternakan, penanaman sayuran, dan buah (Ang, 1994). Sujitno (2007) melaporkan
sejumlah tanaman sudah pernah dicoba perusahaan maupun masyarakat untuk
memanfaatkan lahan tailing timah di Pulau Bangka, Belitung dan Singkep. Tanaman
tersebut antar lain kelapa, jambu monyet, pisang, ubi, pepaya, kacang tanah, dan
sayuran. Budidaya tanaman tersebut dikombinasikan dengan usaha peternakan ayam
yang merupakan sumber bahan organik bagi lahan ini. Menurut Majid et al. (1994),
produksi pertanian di tailing timah sangat intensif dan membutuhkan masukan modal
yang besar dan tentu saja sulit terjangkau oleh petani umumnya.
Penggunaan pohon, terutama spesies pohon multiguna (multipurpose tree
species, MPTS) seperti Acacia mangium, Acacia auriculiformis dan Leucaena
diversifolia telah digunakan untuk silvikultur di lahan bekas tambang di Semenanjung
Malaysia sejak 1987. Luas tailing timah yang harus di reklamasi di negara tersebut
diperkirakan 202.700 ha atau sekitar 1,5% dari total daratan semenanjung Malaysia
((Awang, 1994).
Sejak tahun 2001, perusahaan ini untuk sementara menghentikan program
reklamasinya karena lahan-lahan yang telah direklamasi ditambang kembali secara
illegal oleh masyarakat setempat. Program tersebut baru dilaksanakan kembali pada
tahun 2007 melalui pencanangan program Green Babel.
Sementara itu, PT. Koba Tin sudah mulai melakukan upaya reklamasi dan
revegetasi pada tahun 1976 dengan melakukan berbagai percobaan. Semenjak tahun
1988-1989, perusahaan telah mulai kegiatan reklamasi dengan penanaman tanaman
pohon seperti akasia, sengon dan gelam (Setiawan, 2003). Sampai tahun 2002, PT.
Koba Tin telah mereklamasi 3.304 ha lahan bekas tambang di Kabupaten Bangka
Tengah (PT. Koba Tin, 2003 in Nurtjahya, 2003).
3. Alternatif Komoditi
Ditinjau dari aspek konservasi lahan, revegetasi dengan menggunakan jenis
MPTS telah dilakukan berhasil menghijaukan kembali lahan-lahan bekas tambang
serta mampu mencegah erosi. Akan tetapi, sangat disayangkan tanaman yang
dikembangkan belum memberikann manfaat secara ekonomi, baik bagi perusahaan
maupun masyarakat setempat. Oleh sebab itu perlu dikembangkan spesies lain yang
16

bernilai ekonomis lebih tinggi, seperti tanaman pangan, buah, industri dan tanaman
perkebunan.
Gofar et al. (1999) dan Naning et al (1999) telah melakukan penelitian
terhadap tanaman jagung sedangkan Hanura (2005) terhadap tanaman kedelai.
Sementara itu Santi (2005) meneliti pengembangan tanaman nilam. Sejak tahun 2006,
PT. Tambang Timah (anak perusahaan PT. Timah Tbk.) membuat demplot budidaya
jarak pagar (Jatropha curcas L.) di beberapa lahan bekas tambang, dengan
bekerjasama dengan Universitas Bangka Belitung (PT. Timah Tbk, 2006).
Penelitian-penelitian serupa untuk komoditi lain perlu terus diintensifkan agar
manfaat ekonomis dari hasil reklamasi dan revegetasi dapat dinikmati oleh
masyarakat pasca era kejayaan timah. Riset terapan yang memfokuskan pada satu
komoditi yang dianggap prospektif untuk memperoleh paket teknologi reklamasi yang
paripurna, murah dan sederhana. Terdapat banyak komoditi yang dapat dikembangkan
sebagai alternatif, terutama tanaman-tanaman buah dan perkebunan. Tanaman buah
yang telah banyak ditanam di pekrangan rumah seperti mangga dan jeruk di beberapa
lokasi berhasil tumuh dan berproduksi dengan baik di tanah bekas tambang.
Selain pilihan komoditi, pengembangan teknologi reklamasi tambang timah
juga perlu menekankan pada pemanfaatan bahan organik yang tersedia secara lokal,
misalnya limbah padat dan cair pengolahan kelapa sawit, limbah cair pengolahan
karet, kompos yang berasal dari sampah kota, kompos dari sisa-sisa tanaman pada
suatu pembukaan lahan, dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan, karena selain bahanbahan tersebut belum dimanfaatkan, juga untuk menekan biaya reklamasi terutama
biaya penambahan bahan organik pada tailing timah yang cukup tinggi.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Lahan pasca tambang timah merupakan lahan marjinal yang mempunyai sifatsifat fisik dan kimia serta iklim mikro yang jelek, sehingga untuk
memanfaatkannya kembali diperlukan berbagai upaya diantaranya reklamasi,
revegetasi lahan dan lain-lain.
2. Reklamasi lahan pasca tambang timah secara hukum wajib dilaksanakan oleh
perusahaan tambang timah sebagai wujud tanggung jawabnya untuk
memulihkan kembali lahan yang telah mengalami degradasi akibat operasional
tambang.
3. Kegiatan revegetasi lahan tailing timah telah dilakukan dengan menggunakan
spesies asli setempat (native species), spesies pohon multiguna (multipurpose
tree species), dan tanaman budidaya.
4. Sejumlah bidang penelitian mempunyai prospek untuk diteliti lebih lanjut
untuk meningkatkan keberhasilan reklamasi, baik secara teknis, ekologis
maupun ekonomis.
B. Saran
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa penambangan timah itu
membawa dampak yang buruk bagi kehidupan di bumi. Terutama di tempat dimana
proses penambangan itu dilakukan. Jadi, disini harus ada upaya dari pemerintah agar
lebih tegas dalam menegakkan hukum terhadap penambangan timah yang illegal.
Namun hal ini juga tidak lepas dari peranan masyarakat sebagai pengelola
(penambang) timah tersebut . Jadi dalam hal ini dibutuhkan kerjasama antara
pemerintah dengan masyarakat agar bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan
pasca penambangan timah.

DAFTAR PUSTAKA
Jukandi, Dori.2011. Dampak Penambangan Timah Bagi masyarakat Bangka
Belitung (online), ( http : // www . ubb . ac .id / menulengkap . php ? judul =
18

DAMPAK %20 PENAMBANGAN % 20 TIMAH % 20 BAGI%20 MASYARAKAT


%20 BANGKA% 20 BELITUNG & nomorurut_artikel=363, diakses 25 april 2011).
http://www.google.co.id/search?
hl=id&source=hp&biw=&bih=&q=pencemaran+aktivitas+penambangan+timah&btn
G=Penelusuran+Google, diakses 25 April 2011.
http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3Aid
%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&biw=1366&bih=550&q=timah&met.dia
kses 25 April 2011.

19

Anda mungkin juga menyukai