Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DIARE AKUT
Definisi :
Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan
atau lendir delam tinja.
Diare akut
Diare persisten
Penyebab :
1. Infeksi
- Enteral
: bakteri, virus, parasit
- Parenteral
: ISPA, OMA, dll
2. Alergi
: protein susu sapi
3. Intoleransi
: karbohidrat, lemak, protein
4. Faktor makanan
: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
5. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesis : buang air besar cair/encer, ada darah atau tidak, frekuensi, bau,
menyemprot, volume.
2. Pemeriksaan Fisik :
- tanda tanda dehidrasi
- tanda dan gejala gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
3. Laboratorium
- Makros; tinja : darah/lendir
- Mikros; tinja : leukosit, eritrosit
PENILAIAN
Lihat keadaan
umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Turgor kulit
Normal
Ada
Basah
Minum biasa,
tidak haus
Kembali cepat
Derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Terapi
Rencana A
Cekung
Tidak ada
Kering
* Haus, banyak
minum
Kembali lambat (= 2
detik)
Dehidrasi ringan /
sedang, Bila ada
tanda * ditambah 1
atau lebih tanda lain
Rencana B
C
* Kesadaran menurun
/ tidak sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
* Sedikit minum / tidak
bisa minum
Kembali sangat lambat
(> 2 detik)
Dehidrasi Berat, Bila
ada tanda * ditambah
1 atau lebih tanda lain
Rencana C
Penatalaksanaan :
1. Untuk diare tanpa dehidrasi diberikan cairan rumah tangga dari pada biasanya, untuk
mencegah dehidrasi (Rencana pengobatan tipe A).
2. Untuk diare dengan dehidrasi ringan sedang diberikan cairan oralit (rencana
pengobatan tipe B). Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 ml/kgbb.
3. Untuk diare dengan dehidrasi berat :
- Mulai berikan cairan I.V. segera (Ringer Laktat)
Umur
Pemberian pertama 30 ml/kg
Kemudian 70 ml/kg
dalam
dalam
Bayi < 12 bulan
1 jam*
5 jam
Anak > 1 tahun
- 1 jam*
2 jam 3 jam
4. Pemberian obat-obatan :
- Jika panas diberikan anti piretik (parasetamol).
- Jika kejang diberikan anti konvulsi (diazepam, dilantin, largaktil).
- Antibiotik diberikan jika penyebabnya kholera dan disentri.
- Anti diare dan anti vomiting tidak dianjurkan.
Penatalaksanaan
RENCANA PENGOBATAN A
UNTUK MENGNOBATI DIARE DI RUMAH
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU
Teruskan mengobati anak di rumah
Berikan pengobatan awal bila terkena diare lagi
MENERANGKAN TIGA CARA PENGOBATAN DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK MENCEGAH
DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (seperti sup, air tajin)
dan air matang, gunakan oralit untuk anak seperti yang dijelaskan dalam kotak di bawah
(catatan : jika anak berusia < 6 bulan dan belum makan makanan yang padat lebih baik
diberikan oralit dan air matang dari pada makanan cair).
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan oralit seperti di bawah sebagai penuntun
- Teruskan pemberian oralit ini sampai diare berhenti
2. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
- Teruskan ASI
- Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak yang kurang dari 6
bulan dan belum mendapat makanan padat :
a. Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacangkacangan, sayur, daging atau ikan, tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
b. Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menembah kalium
c. Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik
d. Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
e. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tembahan setiap
hari selama 2 minggu.
3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK DALAM 3 HARI
ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
- Buang air besar sering sekali
- Muntah berulang-ulang
- Sangat haus sekali
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinja berdarah
JIKA ANAK AKAN DIBERI LARUTAN ORALIT, TUNJUKKAN KEPADA IBU JUMLAH ORALIT YANG
DIBERIKAN SETIAP BUANG AIR BESAR DAN BERIKAN ORALIT YANG CUKUP UNTUK 2 HARI
UMUR
< 12 Bulan
1 4 Tahun
> 5 Tahun
Dewasa
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan
oralit paling sedikit sesuai tabel di bawah.
Umur
Jumlah oralit
-
< 1 tahun
300 ml
1 5 tahun
600 ml
> 5 tahun
1.200 ml
Dewasa
2.400 ml
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A. Bila dehidrasi telah hilang anak
biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan / sedang, ulangi Rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana A.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat lanjutkan Rencana C
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam di rumah.
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam Rencana A.
Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit
Jelaskan 3 cara dalam Rencana A untuk mengobati anak di rumah
Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
Memberi makan anak
Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu.
RENCANA TERAPI C
PENANGANAN DEHIDRASI BERAT DENGAN CEPAT
Ikuti tanda panah, jika jawaban ya, lanjutkan ke kanan, jika tidak lanjutkan ke bawah.
Mulai Disini
Daparkah Saudara
segera memberikan
cairan intravena ?
UMUR
Ya
Tidak
Ya
Pemberian pertama
30 ml/kg selama :
Pemberian berikut
70 ml/kg selama :
Bayi
(< 12 bln)
1 jam*
5 jam
Anak
(12 bln5 th)
30 menit*
2 jam
* ulangi sekali lagi jika denyut lemah/tak teraba.
Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.
Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak
mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak).
Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih Rencana Terapi
yang sesuai (A, B atau C) unt melanjutkan pengobatan.
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
CATATAN :
* Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah
rehidrasi untuk meyakinkan bahwa Ibu dapat mempertahankan
hidrasi dengan pemberian larutan oralit per oral.
Rujuk SEGERA
untuk pengobatan
IV / NGT
Penatalaksanaan :
Bagan & jadwal pengobatan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
FASE
Hipoglikemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
Infeksi
Mulai
pemberian
makanan
Tumbuh kejar
7. peningkatan
pemberian
makanan
8. Mikronutrlent
9. Stimulasi
10. Tindak lanjut
STABILISASI
Hari ke 1 - 2 Hari ke 2 - 7
-------------- >
-------------- >
-------------- >
------------------------------------ >
------------------------------------ >
TRANSISI
Minggu ke 2
REHABILITASI
Minggu ke 3 - 7
--------------- >
--------------- >
--------------------------------------------------------- >
--------------- >
------------------ >
Nasehat :
1. Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrisi
2. Terapi bermain
3. Kontrol secara teratur
4. Imunisasi dasar dan ulangan
5. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan
B. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
a. Berikan vitamin A pada hari 1, 2 dan 14 atau sebelum pulang
Umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
Umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali
Umur 0 5 bulan
: 50.000 SI/kali
b. Bila ada ulserasi pada mata
Beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2 3 jam
selama 7 10 hari
Teteskan tetes mata atropin 1 tetes 3 kali sehari selama 3 5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
2. Dermatosis
Kompres dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit
Beri salep / cream
Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) beri preparat Zn peroral
3. Parasit / cacing
Beri mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari
4. Diare melanjut
Berikan formula bebas / rendah laktosa
Kerusakan mukosa usus diberikan metronidazole 7,5 mg/kgBB/8 jam selama 7
hari
5. Tuberkulosis
Lakukan mantoux test, ro. Foto thoraks
Bila positif Tb obati sesuai pedoman pengobaran TB
C. Kegagalan pengobatan
Kenaikan BB
Jika bb naik 50 gr/kgBB/minggu dikatan baik
Jika bb naik < 50 gr/kgBB/minggu dikatakan kurang
Perlu reevaluasi keseluruhan
D. Penanganan pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas
- Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak bisa pulang, jika gejala klinis menghilang,
berat badan / umur minimal 70% atau berat bedan / tinggi badan 80%.
- Jika penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas, maka di rumah harus diberi
TKTP (tinggi Kalori 150 kkal/kgBB/hari, tinggi protein 4 6 hram/kgBB/hari).
- Beri makanan yang sesuai, sering dengan porsi terbagi.
10
2. Anemia berat
Tranfusi darah diperlikan bila :
Hb < 4 gr%
Hb 4 6 gr% disertai diatres pernapasan atau tanda gagal jantung
- Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam
- Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cell untuk tranfusi dengan
jumlah yang sama.
- Beri furosemid 1 mg/kgBB secara intravena pada saat tranfusi dimulai
11
TETRALOGI FALLOT
Sub Bagian Kardiologi Anak RSU Ulin
Dr. Meriah Sembiring, Sp.A
TETRALOGI FALLOT merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling banyak
ditemukan yakni lebih kurang 10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi Fallot
merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding aorta,
stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Hemodinamik :
Yang menentukan derajat TF adalah derajat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan
(stenosis pulmonal); bila stenosis pulmonal makin berat, maka makin banyak darah dari
ventrikel kanan menuju ke aorta. Pada stenosis yang ringan darah dari ventrikel kanan
menuju ke paru dan hanya pada aktifitas fisik akan terjadi pirau dari kanan ke kiri
dengan meningkatnya usia infundibulum makin hipertrofi, pasien akan semakin sianotik.
Hipertrofi ventrikel kanan terjadi sekunder karena peningkatan tekanan ventrikel kanan.
Stenosis pada jalan keluar ventrikel kanan mengakibatkan kurangnya aliran darah ke
paru dengan mengakibatkan hipoksia. Kompensasi untuk mengetasi hipoksia melalui
terjadinya polisitenemia dan serkulasi korateral.
Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis TF mencerminkan derajat hipoksia berupa :
Jari tabuh mulai tampak dari usia 6 bulan.
- Serangan sianotik (sianotik spells, hypoxie spells, paroxysmal hyperpnea), ditandai
dengan : sesak napas mendadak, napas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
kadang-kadang disertai kejang bahkan dapat menyebabkan kematian.
- Suara jantung II (A2 biasanya tunggal dan terdengar bising injeksi sistolik di daerah
pulmonal.
- squatting (jongkok) ini sering dilakukan anak penderita TF setelah anak dapat
berjalan.
Pemeriksaan Penunjang :
A. Darah didapatkan kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit
B. Radiologis akan tampak gambaran mirip dengan bentuk sepatu. Jantung relatif tidak
membesar.
C. Elektrokardiografi (EKG)
Pada anak mungkin gelombang T positip di V, disertai deviasi sumbu kekanan dan
hiper arofi ventrikel kanan.
D. Ekokardiografi
Gambaran yang menyolok adalah defek septum ventrikel yang besar disertai over
riding aorta. Aorta besar, arteri pulmonalis kecil, katup pulmonal tidak selalu jelas
dilihat dan infun di belum sempit.
Komplikasi
Komplikasi berikut dapat terjadi pada pasien TF yang tidak terkoreksi :
1. Cerebrovascular accident
2. Abses otak
3. Endokarditis infektif
4. Anemia relatif
5. Trombosis paru
6. Perdarahan
12
Tatalaksana
Tatalaksana pada TF terdiri dari perawatan medis dan tindakan bedah.
Tatalaksana Medis :
1. Pada serangan sianotik akut
a. knee chest position
b. oksigen masker 5 8 liter/menit
c. morfin sulfat 0,1 0,2 mg/kg/sub kutan/im
d. soduin bikarbonat 1/Meq/kg/IV koreksi asidosis
e. tranfusi darah bila hemaglobin kurang 15 g/dl
2. a. Propanol 0,1 mg/kg/IV secara bolus. Bila operasi belum berikan propanol
rumatan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dalam empat dosis.
b. anemi relatif berikan preparat Fe.
3. Higiene mulut dan gigi diperhatikan
Tatalaksana Bedah :
Pengobatan operatif terdiri atas 2 jenis, yakni operasi paliatif untuk menambah akrain
darah paru dan bedah korektip.
13
Manifestasi Minor
Ditambah
Klinik :
Bukti adanya infeksi streptokokus :
- Riwayat demam reumatik akut atau - Kenaikan titer antibodi
penyakit jantung rematik.
antistreptokokus : ASTO/lainnya.
Atralgia
- Biakan faring positif untuk
Demam
streptokokus grup A
- Demam skarlatina yang baru
Lab. : reaktans fase akut
Laju endap darah (LED)
Protein C reaktif (CRP)
Leukositosis
EKG : pemanjangan interval P-R
Adanya dua kreteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
Menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik akut,
Jika didukung oleh bukti adanya infeksi etreptokokus grup A sebelummnya
14
Penatalaksanaan
a. Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring yang lamanya dapat dilihat
dalam tabel 2.
Tabel 2 : Pedoman Tirah Baring dan Rawat Jalan pada Pasien Demam Reumatik*
Status karditis
Tidak ada karditis
Karditis, tidak ada kardiomegali
Karditis, dengan kardiomegali
Karditis, dengan gagal jantung
Penatalaksanaan
Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit demi sedikit
rawat jalan selama 2 minggu.
Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit demi sedikit
rawat jalan selama 4 minggu.
Tirah baring selama 6 minggu dan sedikt demi sedikit
rawat jalan selama 6 minggu.
Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal
jantung dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 3 bln
d.
Pengobatan
Hanya analgesik (mis : asetaminofen)
Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan 25
mg/kgBB/hari selama 4 6 minggu.
Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tapering off 2
minggu; salisilat 75 mg/kgBB/hari pada minggu kedua,
dianjurkan selama 6 minggu.
Pengobatan karditis. Digoksin umumnya diberikan pada pasien dengan karditis berat
dan jgagal jantung. Dosis lihat pada gagal jantung.
e. Pengobatan korea
Pada kasus yang berat obat yang sering digunakan adalah haloferidol dimulai
dengan dosis rendah 0,5 mg, kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam
bergantung respon klinik.
15
GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah
secara adekuat kejaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun
aliran darah balik masih normal.
Gagal jantung dapat dibagi menjadi :
1. Gagal jantung kanan
2. Gagal jantung kiri
Bila kedua gagal jantung tersebut terjadi bersamaan walaupun kelainan terjadi pada
salah satu ventrikel saja yang dominan disebut dengan gagal jantung kongestif. Pada
penderita penyakit jantung bawaan sekitar 90% penderita akan mengalami gagal jantung
kongestif sebelum usia 1 tahun sedangkan sisanya terjadi antara usia 1 5 tahun. Pada
usia 5 15 tahun umumnya oleh karena penyakit jantung didapat.
Etiologi
Secara fungsional gagal jantung dapat disebabkan oleh :
I.
Beban
1. Beban volume yang berlebihan (volume overload)
a. Pirau kiri ke kanan (VSD, ASD, PDA)
b. Regurgitasi pada katup (insufisiensi mitral, trihuspid, aorta dan pulmonal).
c. Retensi cairan inta vaskuler (penyakit ginjal, pemberian cairan parenteral
yang berlebihan.
2. Beban tekanan (pressure overload)
a. Obstruksi (stenosis pulmonal, tricuspida aorta).
b. Peningkatan tekanan intra vaskuler (hipertensi)
3. Curah jantung yang meningkat (anemia berat, beri-beri dan tirotoksikosis).
II.
Patofisiologi
Besarnya curah jantung ditentukan oleh 4 faktor :
1. Frekuensi denyut jantung
2. Kontraktilitas otot jantung
3. Preload
4. Afterload
1. Frekuensi Denyut Jantung
Sesuai dengan rumus bahwa curah jantung sama dengan isi sekuncup dikalikan
dengan frekuensi jantung, maka peningkatan frekuensi jantung memperbesar curah
jantung.
16
2. Kontraktilitas
Aktifitas serabut jantung ditentukan oleh kwantitas penyediaan ion kalsium untuk
protein kontraksi. Drajat aktivitas miokardium sangat menentukan kontraktilitas otot
jantung atau inotropic. Perubahan kontraktilitas adalah perubahan fungsi jantung
yang tidak tergantung pada preload maupun afterload. Stimulasi inotropic
berpengaruh terhadap penampilan jantung.
3. Preload (beban diastolik)
Sesuai dengan hukum starling, maka bertambahnya volume akhir diastolik sampai
titik optimal meningkatkan curah jantung
4. Afterload
Afterload adalah tenaga yang melawan injeksi ventrikel (beban sistolik). Apabila
afterload meningkat maka isi sekuncup dan curah jantung menurun dan sebaliknya.
Di dalam klinik penilaian efektifitas untuk menurunkan afterload dengan cara
mengukur tekanan darah dan frekuensi jantung serta menilai perfusi perifer.
Manifestasi Klinis
Secara hemodinamik, gejala klinis gagal jantung dapat digolongkan menjadi :
1. Perubahan pada jantung
a. Takikardi; bayi frekuensi jantung 150 200 x/mnt, pada anak 100 150 x/mnt
dalam keadaan istirahat.
b. Irama derap (gallop rhythm)
c. Peningkatan aktifitas prekardium
d. Ekstremitas teraba dingin, pulsasi prifer melemah (penurunan capillary refill)
e. Sianosis perifer
f. Failure to thrive
2. Kongestif paru
a. Takipnea, pada bayi tampak napas cepat dan dangkal
b. Dispnea dan ortopnea
c. Ronki basah halus terutama pada kedua basal paru
d. Sianosis sentral dan batuk kronik
3. Bendungan vena sistemik
a. Hepatomegali
b. Peningkatan tekanan vena jugularis
c. Edema, dapat terlihat didaerah ekstremitas dan sekitar mata, dapat terjadi asites
dan efusi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Dada
Gagal jantung selalu dengan kardiomegali yang nyata dengan CTR > 50%
2. Elektrokardiografi (EKG)
Perubahan EKG pada gagal jantung tidak khas, kadang-kadang ditemukan
perubahan ST T dan perubahan gelombang P. Frekuensi QRS cepat atau disritmia,
dapat ditemukan pembesaran ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokarditis
atau pericardium.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi membantu dalam menegakkan diagnosa struktural dan kelainan
hemodinamik.
17
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah, Hb dan Hematokrit
Darah, Hb dan Hematokrit perlu diperiksa pada setiap pasien gagal jantung.
Anemia dapat menyebabkan gagal jantung atau memperburuk gagal jantung.
Analisis gas darah dan elektrolit perlu dilakukan pemeriksaan dan gula darah
harus diperiksa pada bayi dengan gagal jantung.
b. Urinalisa
Dari urin biasanya menunjukkan oliguria, albuminuria dan hematuria mikrokopis.
Penatalaksanaan
Terdapat tiga aspek penting dalam pengobatan gagal jantung yaitu :
1. Pengobatan terhadap gagal jantung
2. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
3. Pengobatan terhadap faktor pencetus
Pengobatan Umum
1. Istirahat (posisi setengah duduk)
2. Oksigen, pemberian oksigen dapat menaikkan oksigen arteri berkisar antara 10
20%. Pemberian oksigen harus disertai perhatian terhadap kelembabannya agar
dapat membantu mengeluarkan sekret.
3. Diet dan cairan
Penderita dengan gagal jantung sering kali pemasukan cairan dan makanan peroral
tidak memadai atau mengandung bahaya aspirasi oleh karena itu perlu dipikirkan
pemberian cairan intravena. Pemberian cairan harus dibatasi jumlahnya sekitar 75
80% dari kebutuhan rumatan.
Pada bayi dan anak diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam.
Pemakaian garam harus dibatasi sampai 0,5 gram setiap hari.
Medika Mentosa
1. Digitalis (Digoksin)
Digoksin masih banyak digunakan dalam pengobatan gagal jantung pada bayi dan
anak. Tujuannya untuk menimbulkan efek inotropik yaitu menambah kekuatan dan
kecepatan kontraksi ventrikel. Dosis digoksin tergantung kepada umur dan berat
badan pasien (lihat tabel 1). Separuh dosis degitilisasi diberikan sebagai dosis awal,
dilanjutkan dengan 1/4 dosis digitalisasi tiap 8 atau 12 jam setelah dosis awal. Dosis
rumatan kira kira dosis digitalisasi diberikan 2 x sehari.
Tabel 1 : Preparat & Dosis Digitalis untuk Bayi & Anak
Nama
Obat
Digoksin
Cara
Pemberian
PO
Digitoksin
IM / IV
PO
IM / IV
IM / IV
seperti oral
Prematur : 0,020 mg/kg
Neonatus : 0,030 mg/kg
Lanatosid /
Sedilanid
Dosis Digitalisasi
Dosis Rumat
Kemasan
25 33% dosis
digitalisasi
10 20% dosis
digitalisasi
Gunakan preparat
lain
18
< 2 th
> 2 th
: 0,35 mgkg
: 0,030 mg/kg
2. Diuretik
Diuretik sangat bermanfaat mengurangi beban awal, tetapi tidak memperbaiki curah
jantung. Bila gagal jantung dengan beban cairannya ringan biasanya cukup dengan
menggunakan diuretik oral (lihat tabel 2) preparat dan dosis diuretika.
Tabel 2 : Preparat & Dosis Diuretik
Nama Obat
A. Natriuretik
1. Asam Elekrinik
2. Furosemid
B. Tiazid
1. Klorotiazid
2. Hidroklorotiazid
C. Antagonis
Aldosteron
Spironolakton
Cara Pemberian
Dosis
Kemasan
IV
PO
IV
PO
1 mg/kg/hari
2 3 mg/kg/hari
1 mg/kg/hari
2 mg/kg/hari
Flakon 50 mg
Tab. 25;50 mg
Ampul 10 mg/ml
Tablet 40 mg
PO
PO
PO
20 30 mg/kg/hari
2 5 mg/kg/hari
1 2 mg/kg/hari
Tablet 250;500 mg
Tablet 25;50 mg
Tablet 25 mg
3. Vasodilator
Vasodilator bermanfaat pada gagal jantung akut dan kronik. Preparat yang banyak
dipakai adalah penghambat ACE, nitrat long acting, prazosin dan hidralazin (lihat
tabel 3).
Tabel 3 : Jenis & Dosis Obat Vasodilator untuk Bayi & Anak
Nama Obat
Nifedipin
Nitroprusid
Kaptopril
Enalapril
Parazosin
Hidralazin
Dosis
Bayi : 0,1 0,3 mg/kg
Anak : 0,2 0,5 mg/kg
Sublingual tiap 6 jam atau PO tiap 8 jam
0,5 3 ug/kg/menit IV
maksimal 10 ug/kg/menit
Neonatus : 0,1 0,5 mg/kg PO tiap 8 12
jam, maksimal 4 mg/kg/hari
Bayi & anak : 0,1 2 mg/kg tiap 6 12
jam, maksimal 6 mg/kg/hari
Remaja : 6,25 12,5 mg/kg PO tiap 8
12 jam, mak. 50 70 mg/dosis
Anak & remaja : 0,08 mg/kg/PO tiap 12
24 jam.
0,01 0,05 mg/kg/PO tiap 12 24 jam
0,1 0,5 mg/kg IV tiap 6 8 jam
0,25 1 mg/kg PO tiap 6 8 jam
Indikasi
AI dan / atau MI
Pirau kiri ke kanan
Curah jantung rendah paska
operasi, hipertensi pulmonal dan /
atau bendungan vena sistemik
Disfungsi ventrikel kronik AI dan
atau MI
Pirau kiri ke kanan
19
Isoproterenol
0,05 0,5
Dopamin
2 20
Dobutamin
2 10
Amrinon
5 10
(sebelumnya diberikan dosis
inisial 0,75 mg/kgBB)
EFEK SAMPING
Hipotensi
Disritmia
Vasodilatsi perifer & paru
Aliran darah koroner berkurang
2 5 g/kg/menit vasokontriksi ginjal
> 20 g/kg/menit vasokontriksi
Efek langsung ginjal <
Vasodilatasi <
Takikardia <
Terapi Bedah
Secara umum terapi definitif untuk penderita dengan gagal jantung akibat penyakit
jantung bawaan adalah tindakan bedah. Tindakan bedah diperlukan lebih dini baik
berupa bedah paliatif atau kokkty.
20
BRONKIOLITIS
Sub Bagian Pulmonologi Anak RSU Ulin
Dr. Meriah Sembiring, Sp.A
Definisi
Bronkiolitis adalah peradangan akut jaringan interstisial paru yang mengakibatkan
obstruksi saluran nafas kecil. Penyakit ini terjadi pada anak usia dua tahun pertama
kehidupan dengan puncak insidennya pada usia kira-kira 6 bulan; dan di berbagai
daerah penyakit ini memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
Etiologi
Bronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh respiratory synctyal virus (50 90%)
dan lainnya oleh para influensa virus.
c.
b.
1.
3.
4.
5.
6.
Gejala Klinis
Pada awal perjalanan penyakit terdapat riwayat infeksi saluran bagian atas disertai
kenaikan suhu tubuh subfebril. Perkembangan kegawatan nafas terjadi secara bertahap,
anak mulai sesak makin lama makin berat, pernapasan cepat dan dangkal disertai batuk.
Gejala lain anak menjadi gelisah, pernapasan cuping hidung, sianosis disekitar mulut
dan hidung dan kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Secara klinis dapat diklasifikasikan :
a.
Ringan
Oksigenasi baik, respirasi rate kurang 40 x/menit, anak / bayi masih dapat makan
dengan baik.
b.
Sedang
Respirasi rate 40 70 x/menit, sianosis ringan bayi/anak mulai sukar untuk makan /
minum.
Berat
Respirasi rate lebih 70 x/menit, sianosis berat dan anak/bayi tidak mampu lagi untuk
makan / minum.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan darah lengkap dan darah putih dalam batas normal.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thotak anterior posterior (AP) / lateral akan beberapa
kemungkinan didapatkan :
Hiperinfasi dan bercak bercak infiktrat
2.
Udara yang terperangkap
Diafragma yang datar
Atelektasis fokal
Meningkatnya diameter antero pasterior
Peribronchial cuffring
Diagnosa
Diagnosa pada bronkiolitis didasarkan atas gejala dan adanya temuan klinis dan
pemeriksaaan penunjang.
21
1.
3.
7.
Penatalaksanaan
Pemberian zat asam
2.
IVFD dekstrosa 5% NaCl 0,225 + Kcl 10 meq / 500 cairan diberikan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
Air way Clear
4.
Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit
5.
Steroid : dexametason 0,5 mg / KgBB dengan dosis 34 x sehari.
6.
Inhalasi dengan normal saline dan betaagonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier.
Pemberian antibiotik dilakukan bila ada indikasi
22
TUBERKULOSIS (TBC)
Difinisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium tubercolusis (dapat
mengenai hampir seluruh organ tubuh) dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
infeksi primer. Tuberkulosisa terutama menyerang penduduk usia produktif (dewasa
muda) namun biasanya infeksi ini pertama sekali terjadi pada saat mereka masih anakanak (infeksi primer) dan mengenai paru-paru. Anak-anak sangat rentan mengingat daya
tahan tubuh mereka yang belum sempurna.
Patogenesis
Inhalasi Basil TB
Alveolus
Basil TB berkembangbiak
Destruksi Basil TB
Distruksi Makrofag
Resolusi
Pembentukan Tuberkel
Kelenjar Limpe
Kalsifikasi
Perkijuan
Penyebaran Hematogen
Kompleks Glon
Pecah
23
Diagnosis
Petunjuk diagnosis TB dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1
ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TB ANAK
Hal-hal yang mencurigakan TB :
1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB yang BTA positif
2. Tes tuberkulin yang positif (> 10mm)
3. Gambaran foto rontgen sugestif TB
4. Terdapat reaksi kemerahan cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan
BCG
5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6. Sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas
7. Berat nadan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun
sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive)
8. Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelanjar limfe, otak, tulang dll)
9.
Bila > 3 Positif
Dianggap TB
Bari OAT
Observasi 2 Bulan
Membaik
TB
OAT diteruskan
PERJATIAN :
Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti
Kejang
Kesadaran menurun
Kaku kuduk
Benjolan dipunggung
Dan kegawatan lain
- Segera rujuk ke Rumah Sakit
Memburuk / Tetap
Bukan TB
Rujukan ke RS
Pemeriksaan lanjutan di RS :
- Gejala klinis
- Uji tuberkulin
- Foto rontgen paru
- Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
- Pemeriksaan patologi anatomi
Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai
dengan prosedur di RS yang bersangkutan.
24
Penatalaksanaan :
Rezimen penatalaksanaan TB paru adalah kombinasi INH dan RIF selama 6 bulan
dengan PZA dalam 2 bulan pertama. Pengobatan ini terdiri dari 2 fase :
1. Fase intensif, kombinasi 3 obat selama 2 bulan
2. Fase kontinue selama 4 bulan dengan 2 macam obat (INH dan RIF). Pada TB berat
(meningitis Tb milier, TB tulang) diberikan 4 kombinasi obat tuberkulosis (INH,
riphanfisin, streptomisin, etambutol dan PZA), sedangkan INH dan ripamfisin
diberikan sampai 12 bulan.
Jenis dan dosis obat TB dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2
JENIS DAN DOSIS OBAT TB ANAK
Jenis Obat
Isoniasid
Rifampisin
Pirasinamid
BB 5 10 Kg
50 mg
75 mg
< 5 kg
5 10 kg
100 mg
200 mg
BB 10 20 Kg
100 mg
150 mg
400 mg
BB 20 33 Kg
200 mg
300 mg
800 mg
Catatan :
Pendetita yang berat badannya kurang dari 5 kg harus dirujuk
Pemberian kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien TB tertentu, seperti :
- TBC milier
- TBC meningitis
- TBC endobronkial
- TBC pleuritis
- TBC perikarditis
- TBC peritonitis
Dosis prednison 1 2 mg/kg BB/hari selama 1 3 bulan
Kemoprefilaksis
1. Profilaksis primer :
Ada riwayat kontak dengan penderita TB dewasa dengan BTA yang positip; tapi
belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif) obat INH 5 10 mg/kg BB/3 bulan.
2. Propilaksis skunder :
Diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif dan tanpa gejala klinis, dan foto
paru normal dan mempunyai resiko Tb aktif seperti anak usia dibawah 5 tahun,
menderita penyakit infeksi (morbili + varisella) mendapat obat imunosupresip
(sitostatika, steroid), usia akhir balik dan infeksi HIV. Obat diberikan INH 5
10mg/kgBB/hari selama 6 12 bulan.
Penghentian pengobatan TB
1. Bila sudah 6 bulan evaluasi membaik, berupa :
a. Batuk menghilang
b. Klinis membaik
c. Berat badan meningkat
d. Foto torax membaik
25
e. Penurunan LED
26
PNEUMONIA
Defenisi
Pneumonia adalah radang parenkim paru dimana asinus berisi cairan dan sel radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam rongga interstitium. Terjadinya
pneumonia pada anak sering kali terjadi bersamaan dengan infeksi akut pada bronkus.
Secara anatomis pneumoni dapat diklasifikasikan sebagai pneumoni lobaris, pneumoni
intersisialis (bronkiolitis) dan pneumoni lobularis (bronkopnemonia).
Etiologi & kekerapannya menurut umur
Egen (Penyebab)
Bakteri
Virus
Mikoplasma
Klamidea
Pneumokestis
Tuberkulosa
Fungus
< 2 minggu
+++++
++
+
Kelompok Umur
2 minggu 3 bulan
4 bulan 5 tahun
++
++
++++
++++
+
+++
++
+
-
6 18 tahun
+
+++
++++
+
-
Keterangan :
+++++ = paling sering
Gejala Klinis
Secara umum gejala dan tanda pnemoni dapat dikelompokkan menjadi :
1. Manifestasi non spesifik berupa infeksi saluran napas bagian atas, panas tinggi 39
40 C, kadang-kadang sampai kejang, sakit kepala, gelisah dan keluhan gastro
intestinal.
2. Gejala saluran napas bawah ialah sesak napas, air hunger, takipne, merintih, napas
cuping hidung, batuk dan sianosis.
3. Tanda pneumonia ialah pekak perkusi, fremitus melemah, suara napas lemah, dan
rongki halus pada auskultasi.
4. Retraksi (chest indrawing) bersama dengan peningkatan frekuensi napas
merupakan tanda klinik pneumoni yang bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
Darah, menunjukkan lekositosis dengan dominasi PMN ( 15.000 40.000/mm 3 ) dengan
pergerakan ke kiri.
Radiologis dapat ditemukan bercak bercak infiltrat tersebar satu atau beberapa lobus
paru.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi atau
sebagai dasar terapi yang optimal Untuk menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan,
WHO membagi pnemoni atas :
1. Pneumonia sangat berat
Bila dijumpai sianotik sentral dan anak tidak sanggup minum sehingga harus dirawat
di Rumah Sakit.
2. Pneumonia berat
Bila dijumpai adanya retraksi tanpa sianosis dan anak masih sanggup minum.
3. Pneumonia
27
Bila tidak ada retraksi tetapi ditemukan napas cepat dengan kreteria sbb :
- lebih 60 x / menit untuk bayi umur kurang dari 2 bulan
- lebih 50 x / menit untuk anak umur lebih dari 2 bulan sampai 1 tahun
- lebih 40 x / menit untuk anak umur 1 tahun sampai 5 tahun.
Pada kasus yang terakhir ini tidak perlu dirawat cukup diberi antibiotik oral.
Penatalaksanaan
Pada penderita yang dirawat, penatalaksanaan dibagi atas, penatalaksanaan umum dan
pengobatan kausal.
A. Penatalaksanaan Umum
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan, yang digunakan glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3 : 1 ditambah larutan Kcl 10 meq dalam 500 ml cairan infus.
Jumlah cairan sesuai rumus Darrow.
- Koreksi metabolik asidosis dengan rumus kebutuhan Na H CO 3 = 0,3 x BB x base
excess.
- Bila sesak sangat berat dapat diberikan dexametason 0,5 mg dalam 3 x
pemberian secara intra venus.
B. Pengobatan causal
Dalam pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan hasil kultur dan uji kepekaan
akan tetapi tidak dapat dilakukan karena belum tersedianya fasilitas dan
membutuhkan waktu yang lama, maka dalam prakteknya diberikan secara empiris
dan polipragmasi. Kobinasi antibiotik yang dipakai adalah ampicilin 100 mg/kgBB/hari
dan klorampenikol 100 mg/kgBB/hari atau kombinasi ampisilin dan gentamisin
dengan dosis 5 7 mg/kgBB/hari selama 7 10 hari.
28
ASMA
Defenisi
Asma adalah penyakit saluran napas dengan karakteristik berupa peningkatan reaktivitas
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan menifestasi klinik berupa
penyempitan saluran napas yang menyeluruh dengan derajat penyempitan sangat
bervariasi, manifestasi kliniknyapun dapat hilang secara spontan atau akibat
pengobatan.
Etiologi
Sampai saat ini tidak diketahui penyebab asma.
Faktor faktor pencetus atau trigger terjadinya asma adalah :
1. Alergen
2. IRITAN (asap rokok, polusi udara, bau bauan yang merangsang, asap, dll)
3. Infeksi saluran napas
4. Faktor fisik (exercise, udara dingin)
5. Perubahan cuaca
6. Makanan dan food additives (pengawet, penyedap dan pewarna makanan)
7. Emosi (stres)
8. Obat obatan
9. Bahan bahan di lingkungan kerja
Gejala klinis
Pada anak sering menyebabkan timbul episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada
tertekan, batuk, khususnya pada malam atau dinihari. Gejala dan serangn asma
biasanya timbul bila pasien terpapar dengan faktor pencetus (trigger) sangat beragam
dan bersifat individual.
Diagnosa
A. Anamesis
Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila ditemukan gejala klasik asma
yaitu batuk, sesak napas dan mengi yang timbul secara tiba tiba dan dapat hilang
secara spontan / pengobatan. Adanya riwayat asma / riwayat alergi dan faktor
pencetus.
B. Pemeriksaan fisik
Dalam keadaan serangan tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan
dan denyut nadi meningkat. Mengi (Wheezing) sering terdengar tanpa stetoskop.
Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi memanjang.
C. Pemeriksaan radiologi
Pada foto dada akan nampak corakan paru yang meningkat. Hyperinflasi terdapat
pada serangan akut dan kronik. Atelektasis kadang kadang dapat ditemukan.
D. Laboratorium
1. Darah
29
Analisa gas darah dapat menggambarkan derajat serangan asma dan darah tepi
sering dijumpai eosinofil yang meningkat.
2. Seputum
Untuk melihat adanya karbot leyden, spiral chruschman.
E. Pemeriksaan spirometri
Spirometri digunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Peningkatan FEV1 atau
FCV lebih 20% menunjukkan diagnosis asma.
fungsi
Ringan
Sedang
Berat
Normal
Takikardi
Takikardi
Bradikardi
30
Berikan bronkodilator
Pertimbangkan :
Foto Ro toraks & sinus
Uji faal paru
Uji respons terhadap bronkodilator
dan steroid sistemik 5 hari
Uji provokasi bronkus
Uji keringat
Uji imunologis
Pemeriksaan motilitas silia
31
Pemeriksaan refluks GE
Berhasil
Tidak mendukung
diagnosis lain
Mendukung
diagnosis lain
Pertimbangan asma
Disertai penyakit lain
Bukan
asma
32
Serangan ringan
(nebulisasi 1x, respon baik)
Observasi 1 jam
Jika efek bertahan, boleh pulang
Jika gejala timbul lagi perlakukan
sebagai serangan sedang
Boleh pulang
Bekali obat agonis
(hirupan/oral)
Jika sudah ada obat
pengendali,
terusakan
Jika infeksi virus sebagai
pencetus, dapat diberi
steroid
oral (3-5 hari)
Dalam 24-48 jam kontrol
ke klinik
R. Jalan, untuk
reevaluasi
Serangan berat
Serangan sedang
(nebulisasi 3x, respon buruk)
(nebulisasi 2x, respon parsial)
Sejak awal berikan oksigen saat/ diluar jalur nebulisasi
Berikan oksigen
Pasang
Nilai kembali derajat serangan,
jikajalur parenteral
Steroid
intravena
sesuai dengan serangan sedang,
Nilai
ulang
klinisnya, jika sesuai
observasi di Ruang Rawat Sehari
dengan
serangan
berat, rawat di
Berikan steroid oral
Ruang Rawat Inap
Pasang jalur parenteral
Foto rontgen toraks
Catatan :
Jika menurut penilaian serangannya berat,
nebulasasi pertama kali langsung dengan agonis
+ antikoligernik
Bila terdapat tanda ancaman henti nafas segera ke
Ruang Rawat Intensif
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti
dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali
maksimal 0,3 ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 24 L/menit diberikan
33
> 3 x dosis/minggu
> 3 x dosis/minggu
Asma Persiten
6-8 minggu,
respons :
34
NEONATOLOGI
PEMERIKSAAN BAYI BARU LAHIR
Pemeriksaan bayi
1.
Pemeriksaan dilakukan dalam lingkungan yang hangat, dibawah lampu sorot
yang terang
2. Bila terdapat tanda-tanda kegawatan, lakukan penanganan segera dan keadaan bayi
distabilkan
3. Jika bayi memerlukan infus dan pemberian obat-obatan, timbang bayi segera dan
tentukan kebutuhan cairan dan dosis obat sesuai dengan berat badan bayi
4.
Hindari manipulasi bayi bayi sakit atau bayi kecil secara berlebihan.
Tanda-tanda kegawatan dan penanganan segera
Tanda-tanda kegawatan
Penanganan segera
Resusitasi
Perdarahan
Syok
35
Keadaan normal
Merah muda
Manajemen
Periksa Hb, jika Hb < 8 g
% dan Ht < 24 %,
transfusi
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut
Ikterus
Sianosis sentral (kebiruan
pada bibir dan lidah ;
catatan : setiap keadaan
dengan kebiruan pada
bibir dan lidah
merupakan keadaan
yang
serius)
Frekuensi
pernapasan
30 60 x/menit
(Menghitung napas
dilakukan dalam 1
menit,bila > 60
/menit,diulang 1 kali
lagi)
Resusitasi
Frekuensi denyut
jantung
Tentukan penyebab
adanya kelainan denyut
jantung ,seperti : hipo/hipertermi,
perdarahan, gangguan
pernapasan dan lain-lain
Suhu tubuh
36,5 O C 37,5 O C
< 36,5 O C
Hangatkan, penanganan
hipo/hipertermi
> 37,5 O C
Penanganan
hipo/hipertermia
Tentukan penyebab,
pertimbangkan : tetanus,
meningitis, kerusakan otak akibat
asfiksia.
Bila terdapat UUB
cembung
segera terapi sesuai
dengan
meningitis.
Postur dan
pergerakan
Kepalan tangan
menggenggam, lengan aduksi
dan
fleksi, lutut fleksi (Pada
prematur, posisi
ekstremitas : ekstensi)
Pergerakan spontan,
simetris
mudah kaget.
Kejang, spasme
Postur / gerakan
menurun atau asimetri
36
Tentukan penyebab,
adanya
trauma lahir,evaluasi luka
Selama pemeriksaan,
cari apakah ada / tidak
ada tanda-tanda spesifik.
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut.
Selama pemeriksaan cari
apa
kah ada / tidak ada
tanda-tanda spesifik.
Tentukan penyebab dan
penanganan lebih lanjut
Iritabel
Kulit
Tali pusat
Warna
keputihputihan, terdapat 2 arteri dan 1
vena.
Kemerahan atau
peradangan
kulit, pustula, melepuh.
Goresan atau aberasi
Robekan atau luka
sayatan
Memar sesuai dengan
pre
sentasi bayi (contoh :
muka
pada presentasi muka)
Tentukan penyebab
kelainan
kulit dan penanganan
lebih
lanjut.
Merah,bengkak, keluar
pus
berbau busuk.
Mata
Sklera
jernih,
pembuluh darah kecil
saling menyilang,
konjungtiva jernih
Perdarahan
subkonjungtiva
Keluar pus dari mata,
kelo
pak mata bengkak
Proporsi
normal
dengan tubuh, lingkar
kepala bayi aterm normal 32 38
cm.
Hidrosefalus
UUB cekung
Penanganan dehidrasi
UUB cembung
Benjolan di kepala
Labio/gnato/palato
skisis
Penanganan
pemberian mi
num.
Sianosis sentral
Oksigen konsentrasi
tinggi
Tentukan penyebab dan
penganan lebih lanjut
Thrush
&
37
Distensi abdomen
Spina bifida
Meningomielokel
Bayi dipuasakan
Pasang infus intravena
Tutup organ yang
menonjol
dengan kasa steril &
basah
Konsultasi Bag. Bedah
Hidrokel/hernia,
Hipospadia
Ambigus genital
Anus imperforatus
Pergerakan sendi
penuh, pergerakan
simetris
Berat lahir
Penanganan masalah
bayibayi kecil
36,5 O C - 37,5 O C
< 36,5 O C
> 37,5 O C
Minum
Ekskrisi
Siap
untuk
minum
segera setelah lahir, dan minum
beberapa kali selama hari
perta
ma kehidupan.
Regurgitasi (gumoh)
dalam
jumlah kecil sesudah
minum
masih dalam batas
normal.
Diuresis : diuresis
terjadi segera setelah
lahir,tetapi melam-bat
sampai hari kedua.
Diuresis sering sesuai
minum,warna keku ningan.
Tinja : Keluarnya
mekoneum
Tentukan penyebab
kesulitan minum
num.
Muntah dilapisi darah
Tentukan penyebab
muntah
Pengeluaran urin
menurun
kurang dari 6 kali atau
volu
menya < 1 ml/kgbb/jam
Penanganan dehidrasi
Penanganan dehidrasi
dan
tentukan penyebab diare
38
cair
> 24 jam feses tidak
keluar
RESUSITASI NEONATUS
Prinsip dasar :
A. Air way
B. Breathing
C. Circulation
Pada saat lahir,periksa dan nilai keadaan bayi berdasarkan 5 pertanyaan berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Bila jawabannya :
YA
Memberikan kehangatan
Posisikan kepala, bersihkan jalan napas ^ (bila perlu)
Keringkan, rangsang, posisikan lagi
Beri oksigen (bila perlu)
} ------------> PERAWATAN
SUPORTIF
} ------------> Ventilasi Tekanan
Positif ^(VTP)
Setelah 30 detik
Bila : bayi bernapas spontan
frekuensi jantung > 100 kali/menit
kulit kemerahan
Bila : frekuensi jantung < 60 kali/menit
} -------------> PERAWATAN
LANJUT
-------------> VTP^
Kompresi dada
Setelah 30 detik
Bila : frekuensi jantung > 60 kali/menit
-------------> VTP
-------------> Epinefrin
39
TERDAPAT MEKONEUM ?
- Tidak ------------------------------------>
-Ya
Bayi bugar ?
Ya --------------->
Tidak ------------->
CATATAN
Nilai Apgar tidak digunakan untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi,tetapi
dicantumkan untuk keterangan keadaan bayi dan keberhasilan tindakan resusitasi. Yang
digunakan adalah 3 tanda
utama yang merupakan bagian dari Nilai Apgar,yaitu : PERNAPASAN, FREKUENSI
JANTUNG & WARNA KULIT.
40
SEPSIS NEONATAL
A. BATASAN
Sepsis neonatal adalah kumpulan gejala klinis dari kelainan sistemis yang disebabkan
oleh karena adanya bakteriemia yang terjadi pada masa neonatal.
B. DASAR DIAGNOSTIK
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C. Kriteria diagnostik
1. Possible/suspect sepsis
2. Probable sepsis
3. Proven sepsis
D. Manifestasi klinis
1. Early onset (dini)
2. Late onset
(lambat)
3. Nosocomial infection
41
C. TERAPI
D.1. ANTIBIOTIKA
1. Neonatus dengan risiko infeksi, tanpa gejala klinis.
- ketuban pecah dini (lebih dari 12 jam)
- air ketuban berwarna hijau, atau keruh, atau berbau
- partus kasep
- ibu febris atau infeksi (korioamnionitis)
- bayi dengan gejala distress respirasi
- bayi dengan tindakan resusitasi yang agresif
- bayi yang menderita luka pada kulit atau mukosa, selama persalinan
Diberikan antibiotik profilaksis :
- Prokain penisilin 50.000 UI i.m. 1 kali sehari
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari i.v. dalam 2 dosis.
Apabila air ketuban keruh/berbau, ditambah aminoglikosida 7,50 mg/kgbb/hari i.v.
dalam 2 dosis.
2.
42
2.
3.
4.
USG kepala
Pemeriksaan lain sesuai kebutuhan
(EKG, analisis gas darah)
E. MASALAH
Beberapa masalah yang mungkin dihadapi dalam perawatan BBLR
1. Respirasi :
Sindrom gawat nafas
Periodik breathing dan apne
Peningkatan risiko aspirasi
2. Neurologis :
Perdarahan intrakranial
Ensefalopati iskemik hipoksif (HIE)
Kerusakan saraf pendengaran
3. Kardiovaskuler
Hipotensi dan hipovolemik
Gagal jantung kongestif
4. Hematologi
43
Anemia
Perdarahan
5. Nutrisi dan gastrointestinal
Problem makanan dan nutrisi
Refleks isap dan menelan yang lemah
Penurunan motilitas usus distensi abdomen
Penurunan fungsi pencernaan dan absorpsi
Enterokolitis nekrotikans (NEC)
6. Metabolisme
Gangguan keseimbangan elektrolit
Hipoglikemia
Hiperbilirubinemia
7. Suhu tubuh
Hipotermia
Hipertermia
8. Imunologi
Fungsi imun menurun
Mudah terkena infeksi
9. Mata
Keracunan oksigen fibroplasi retrolental
F. TERAPI
A. UMUM
1.
2.
B. KHUSUS
1. Lingkungan - inkubator/lingkungan harus hangat
- temperatur tubuh 36,5 37,5 C
2. Monitoring terjadinya apne dan bradikardi
3.
Nutrisi dan cairan sesuai kebutuhan
4.
Terapi oksigen, secara hati-hati, pertahankan tekanan oksigen arteri 60
90 mmHg.
5.
Pemantauan
darah : Hb, Ht, trombosit, gula darah, bilirubin
urin : produksi urin
dan lain-lain, sesuai kondisi penderita
BATASAN
Penyakit perdarahan pada neonatus adalah sautu gangguan perdarahan yang
disebabkan karena defisiensi faktor-faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K
(faktor II, VII, IX dan X). Perdarahan dapat terjadi pada umur < 24 jam biasanya pada
hari ke dua atau ke tiga
B. ANAMNESIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bayi prematur
Diit rendah vitamin K
Tidak mendapat vitamin K1 pasca lahir
Pemberian antibiotika yang lama
Gangguan absorpsi, seperti pada fibrosis kistik, atresia bilier
Nutrisi parenteral yang lama
C. GEJALA KLINIS
1. Perdarahan eksternal : perdarahan tali pusat, perdarahan saluran cerna, ekimosis,
epistaksis, perdarahan pada tempat pungsi kapiler, dan lain-lain.
2. Perdarahan internal : perdarahan intracranial dengan komplikasi berupa syok
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Darah tepi : fragmentasi sel darah merah, hitung trombosit
44
2.
E. DIAGNOSIS
1.
normal
2.
pembekuan memanjang
3.
4.
5.
normal
6.
darah merah tidak ditemukan
perdarahan
normal,
masa
F. TERAPI
1.
Profilaksis
Pemberian vitamin K1 pada bayi-bayi lahir, malabsorbsi usus, bayi yang mendapat
terapi antibiotik lama, nutrisi parenteral yang lama, fibrosis kistik, dan atresia bilier.
2.
Pengobatan
Vitamin K1 1 mg, biasanya perdarahan secara klinis berhenti dalam 2 jam. Bila
terjadi perdarahan intrakranial atau perdarahan masif, diberikan pasma segar 10
15 ml/kgbb. Atasi anemia dan syok, dengan tranfusi darah segar.
G. KONSULTASI
Sub Bagian Hematologi
PERDARAHAN INTRAKRANIAL
A. BATASAN
Perdarahan intrkranial adalah perdarahan yang terdapat di intrakranial, mencakup 4 tipe,
yaitu :
1.
Perdarahan subdural, terutama pada bayi
cukup bulan
2.
Perdarahan subarahnoid primer
3.
Perdarahan
periventrikuler
intraventrikuler
4.
Perdarahan intraserebeler
Perdarahan nomor 3 dan 4 terutama terdapat pada bayi prematur.
B. ANAMNESIS
1.
2.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan yang ada sangat bervariasi, dari tanpa gejala sampai ditemukannya kelainan
neurologis yang berat.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Darah tepi
45
2.
Elektrolit
darah,
analisis
gas
USG kepala
CT Scan, bila perlu.
E. DIAGNOSIS
Anamnesis, klinis, dan pemeriksaan ultrasonografi kepala.
F. TERAPI
1. Pencegahan
Penanganan adekuat pre/natal/post natal
Medikamentosa dengan fenobarbital (kontroversi) dan plasma
beku segar
Pemeriksaan penjaringan dengan USG kepala, pada bayi berat
lahir < 1.500 gram, atau yang mempunyai faktor risiko
2. Penanganan masa akut
- Pemeliharaan perfusi serebral
- Mencegah gangguan hemodinamik serebral
- Perawatan penunjang, yaitu ventilasi, sirkulasi,
keseimbangan metabolik
3. Pengobatan dilatasi ventrikel pasca perdarahan
suhu,
dan
G. KONSULTASI
Sub Bagian Saraf Anak
B. PEMERIKSAAN FISIK
1.
46
2.
3.
2.
3.
4.
5.
D. TERAPI
1. Antikonvulsan
1.
Fenobarbital, dosis awal 20 30 mg/kg bb diberikan i.v atau
i.m dilanjutkan dengan dosis pemeliiharaan 4 5 mg/kg bb/hari
2.
Dilantin, dosis awal 15 20 mg/kg bb secara i.v dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaaan 3 5 mg/kgbb/hari
3.
Diazepam, dosis tunggal 0,3 0,5 mg/kgbb
47
4.
2.
Penanganan etiologi
1.
Infeksi Antibiotika
2.
Hipoglikemia Glukosa 15 20 mg%
diberikan 2 4 ml/kgbb, dilanjutkan dengan dosis 6 8 mg/kgbb/menit.
3.
Hipokalsemia Kalsium glukonas 10% 1
2 nl/kgbb, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 50 100 mg/kgbb oral.
Pengobatan hipokalsemia tidak akan berhasil apabila masih terdapat
hipomagnesemia, yang harus ditangani terlebih dahulu.
4.
Hipomagnesemia Larutan Magnesium
sulfat 50% 0,2 ml/kgbb i.v atau i.m
5.
Edem
serebri
Kortikosteroid
(deksametason) 5 mg/kgbb/hari
HIPERBILIRUBINEMIA
A. BATASAN
Hiperbilirunemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin darah yang tinggi, dengan
ditandai warna kuning pada kulit dan konjungtiva, dan jaringan lainnya sesuai dengan
peninggian kadar bilirubin darah. Tanpa penanganan yang adekuat akan dapat terjadi
Kern ikterus .
B. METABOLISME BILIRUBIN
Pada neonatus, sebagian besar (75%) bilirubin dihasilkan dari pemecahan eritrosit. Dan
sisanya (25%), dihasilkan dari pemecahan protein lain, seperti myoglobin, sitokrom,
katalase, dan peroksidase. Selanjutnya bilirubin sebagai bilirubin unkonyugasi atau
bilirubin indirek (larut dalam lemak) lepas dari sistem retikuloendotelial masuk ke dalam
sirkulasi darah danterkait dengan albumin. Di dalam hati, ikatan albumin-bilirubin dipecah
dan albumin dilepas dilepas kembali ke dalam sirkulasi sedangkan bilirubin ditansfer
melalui membran sel ke dalam hepatosit. Didalam sel bilirubin diikat terutama pada
ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation Stransferase lainnya, dan protein-Z. Kemudian bilirubin yang masuk di sel-sel hati akan
mengalami konyugasi menjadi bilirubin diglukoronid, bilirubin direk (larut dalam air),
diekskrisi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Di dalam usus , bilirubin
direk tidak diresorbsi, dibuang sebagai urobilin dan sebagian kecil dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan mengalami siklus enterohepatik.
Dianggap hiperbilirubinemia, apabila :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama pasca lahir
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Bilirubin serum sewaktu > 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan > 12,5 mg%
pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus disertai tanda-tanda hemolisis (inkompatibilitas darah, defisisensi G6PD atau
sepsis)
5. Ikterus yang disertai :
Berat lahir < 2.000 gram
48
C. ANAMNESIS
1.
2.
3.
4.
5.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1.
2.
3.
Mikrosefali,
hepatosplenomegali,
korioretinitis (TORCH)
4.
5.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
F. TERAPI
Tabel 1 : Penanganan hiperbilirubinemia pada bayi aterm sehat
Umur
( dalam jam )
Terapi sinat
( bilirbin serum mg% )
Trasnfusi tukar
( bilirubin serum mg% )
< 24
25 48
49 72
> 72
10 12
12 15
15 18
18 20
20
20 25
25 30
25 30
Terapi sinat
( bilirbin serum mg% )
Trasnfusi tukar
( bilirubin serum mg% )
< 24
25 48
49 72
7 10
10 12
12 15
18
20
20
49
> 72
12 15
20
Bayi prematur
Berat
( dalam gram )
Terapi
Sinar
Transfusi
Tukar
Terapi
Sinar
Transfusi
Tukar
< 24
25 48
49 72
> 72
57
7 10
10
10 12
10
10 15
17
18
46
68
8 10
10
8 10
10 12
15
17
a.
b.
c.
d.
e.
50
IKTERUS NEONATORUM
Batasan
Keadaan naiknya bilirubin tak langsung (indirect bilirubin) dalam darah bayi lahir :
bayi cukup bulan lebih besar atau sama dengan 12 mg%
bayi BBLR lebih besar atau sama dengan 10 mg%
Etiologi
-
Protokol diagnosis
kulit dan selaput lendir kuning
adanya ikterus
tentukan kadar bilirubin pada bayi umur 36 jam dan duga
penyebabnya
Diagnosis banding
Meconium stain pada kulit dan selaput lendir
Protokol terapi
Fenobarbital 3 5 mg/kg BB, kerjanya merangsang konjungasi
bilirubin oleh ensim glucuronyl transferase.
Foto terapi pada :
1.
Bayi BBLR : bilirubin indirek lebih dari 10 mg%
2.
Bayi cukup bulan : 15 mg%
Maksimum 120 jam
Bayi terlentang, posisi diubah ubah, awasi dehidrasi
Tranfusi tukar
Protokol diagnosis
gejala klinis
radiologis dengan barium enema :
pylorus memanjang
string sign
Pylorus concave upward
Double contract sign
Protokol terapi
Prabedah
-
Bedah
-
HEMATOLOGI
52
LEUKEMIA AKUT
Batasan :
Keganasan berupa proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik
dan biasanya berakhir fatal.
Klasifikasi :
Berdasarkan marfologi leukemia akut (LA) dibagi menjadi :
1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dibagi dalam tiga tipe yaitu : L 1, L2, L3.
2. Leukemia Non Limfoblastik Akut (LNLA) dibagi dalam tujuh tipe yaitu : M 1, M2, M3, M4,
M5 , M6 , M7 .
Dasar Diagnosis :
1. Klinis :
- Pucat, panas dan perdarahan.
- Organomegali (hepato-splenomegali, limfadenopati)
2.
Pemeriksaan Penunjang :
- Darah tepi :
Ditemukan : - Pansitopenia
- Limfositosis
Pungsi sumsum tulang :
a. Gambaran monoton yang hanya terdiri dari sel limfopoetik patologik
b. Sistem lain terdesak
c. Pada LNLA selain gambaran monoton ditemukan hiatus leukemia (mieloblas
yang banyak), beberapa sel segment dan sangat kurang bentuk pematangan
sel yang ada.
Cairan serebrospinalis (Pungsi Lumbal)
Pada leukemia meningeal didapatkan peninggian jumlah sel patologik dan protein
pada cairan serebrospinal meninggi
4. Foto toraks :
5. Faal hati (SGOT/SGPT)
6. Kadar asam urat.
-
3.
Terapi :
1. Sitostatika (lihat protokol)
Protokol untuk LLA :
Fase Induksi remisi.
Beri kombinasi 1+2+3a atau 1+2+3b
1. Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu IV.
2. Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi 3 dosis, setiap hari, selama 6 minggu
3a.Daunomisin 45 mg/M2 IV, diberikan hanya pada hari ke I,II,III atau
Adriablastin 40 mg/M2 IV diberikan hanya pada hari I,II,III atau
3b.Asparaginase
3. Transfusi komponen darah
4. Antibiotik pada keadaaan infeksi
5. Trimetroprim sebagai profilaksis terutama terhadap P. cranii
6. Pengobatan suportif
TALASEMIA
53
Batasan :
Suatu penyakit kongenital herediter (autosomal) karena kelainan pembentukan
hemoglobin akibat tidak ada atau berkurangnya dari satu atau lebih rantai
polipeptida dari globin.
Dasar Diagnosis :
1. Klinis
- Pucat
- Fasies mongoloid atau fasies cooleu
- Gangguan pertumbuhan
- Hepatosplenomegali
- Ada riwayat keluarga
- Ikterus atau sub ikterus
- Tulang : Osteoporosis, tampak struktur mozaik
Tengkorak : tampak struktur hair on end
- Jantung membesar karena anemia kronik
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah tepi : Kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas
normal.
- Hapusan darah tepi :
Hipokrom mikrositer
Anisopoikilositosis
Polikromasia sel target
Normoblast, fragmentosit
- Fungsi umum sumsum tulang : hiperplasia normoblastik
- Kadar besi serum meningkat
- Bilirubin indirect meningkat
- Kadar Hb F meningkat pada talasemia mayor
- Kadar Hb A2 meningkat pada talasemia minor
Dasar Pengobatan :
1.
Talasemia tidak dapat disembuhkan, pengobatan hanya bersifat suportif
2. Penderita talasemia terjadi anemia berat karena proses hemolitik dan umur eritrosit
yang pendek.
3. Karena proses hemolitik dan transfusi yang berulang dapat terjadi penimbunan besi
pada jaringan tubuh.
4. Akibat aktifitas, dapat terjadi defesiensi asam folat relatif.
Penatalaksanaan :
1. Perawatan Umum
Makanan dengan gizi seimbang
Perawatan Khusus
Pengobatan suportif
Mengatasi anemia dengan PRC 10-15 ml/kg BB/kali.
Cara transfusi High Transfusi (Hb dipertahan kan 10 g%)
- Splenektomi, jika timbul tanda-tanda splenomegali S4 dan umur anak lebih 2
tahun.
- Mengatasi kelebihan besi didalam jaringan tubuh.
Diberikan Iron Chelating Agent Desferal (Desferioxamin) dosis 25 mg/kg/hari
im diberikan 5 hari dalam seminggu.
- Pengobatan terhadap komplikasi sesuai dengan komplikasi
54
Batasan :
Anemia yang disebabkan kekurangan atau gangguan metabolisme besi.
Dasar Diagnosis :
- Gejala klinis : anemis didukung atrofi papil lidah, hepar dan lien tidak membesar.
Respon yang baik terhadap terapi besi.
- Laboratorium : Hb rendah, MCV < 79 cu, MCH < 27 ug, gambaran darah tepi :
mikrositik, hipokrom serta poikilositosis; kadar besi serum rendah, IBC meningkat,
kadar ferritin serum turun.
- BMP : hiperplasia mikronormoblastik dari sistem eritrosit dan penurunan atau tak
ditemukan stainable iron.
7.
Penatalaksanaan :
1.
Indikasi rawat
Sesak pada aktifitas dan atau Hb < 6 g %
Medikamentosa
Peroral ;
Sulfas feerosus 3 x 10 mg/ kgbb/ hari
Ferum glukonas 3 x 20 mg/ kgbb/hari
IM ;
untuk kasus yang diduga gangguan absorbsi
ANEMIA APLASTIK
55
Batasan :
Pansitopenia pada darah tepi akibat berkurangnya atau terhentinya diferensiasi dan
pembentukan sel haemopoetik dalam sumsum tulang.
Etiologi :
- Tidak diketahui (idiopatik) : paling sering mungkin berhubungan dengan faktor
imunologik
- Penyebab yang diketahui : bahan kimia, toksin, insektisida, senyawa logam As, Au,
Pb, radiasi, obat-obatan, infeksi, kongenital sindrom Fanconi.
Dasar Diagnosis :
- Klinis : pucat, panas, perdarahan
- Laboratorium : Darah tepi pansitopenia (anemia, retikulosit, leukosit dan trombosit
rendah).
- BMP : hiperplasia atau aplasia semua sistem disertai peningkatan jaringan lemak.
Penatalaksanaan :
Medikamentosa
Prednison 2 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral
Testosteron 1-2 mg/kgbb/hari atau oxymetholon 1-2 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis.
Bila respon ada pengobatan diteruskan sampai remisi.
Kriteria timbul respon : retikulosit meningkat, Hb meningkat perlahan, lekosit
meningkat, kemudian trombosit meningkat sangat lambat.
Kriteria remisi : kadar Hb dan lekosit bertahan diatas normal lebih dari 1 bulan dan
tidak ada perdarahan spontan tanpa transfusi.
Transfusi darah : darah segar, PRC, suspensi trombosit tergantung indikasi.
NEFROLOGI
GLOMERULONEFRITIS AKUT
56
Batasan :
Sindrom klinik berupa : oedema, hematuria, proteinuria akut dapat disertai hipertensi
atau gangguan fungsi ginjal.
Dasar Diagnosis :
GNAPS (glomerulonefritis akut post streptokokus) ada riwayat ISPA atau infeksi kulit,
hematuri, proteinuria sesuai peningkatan ASTO.
Etiologi :
Pada anak terutama disebabkan infeksi streptokokus beta hemolitikus. Dapat
disebabkan berbagai keadaan lain misalnya intoksikasi obat/zat kimia, infeksi
virus/bakteri, penyakit Henoch Schonlein, dll.
Penatalaksanaan :
Medikamentosa
- Antibiotika PP 50.000 iu/kgbb/hari selama 10 hari.
Bila alergi di ganti Eritromisin 50 mg/kgbb/hari dibagi 3 atau 4 dosis.
- Diuretika Furosemide 1-2 mg/kgbb/kali iv. Untuk hip[ertensi lihat penatalaksanaan
Hipertensi encepalopati.
Tindakan Umum :
- Istirahat sampai oedema, gross hematuri, hipertensi hilang dan diuresis membaik.
- Diit rendah garam 0,5-1 gram/hari. Jumlah cairan dibatasi pada keadaan edema,
kongesti vaskular, hipertensi dan oliguri.
- Protein dibatasi 0,5 1 gram/kgbb/hari jika uremia
SINDROM NEFROTIK
Batasan :
57
edema,
hipoproteinemia,
Etiologi :
SN idiopatik (SNI) tidak diketahui, kemungkinan berkaitan dengan mekanisme imnulogik.
SN sekunder berkaitan dengan penyakit-penyakit tertentu seperti DM., amiloidosis,
sindrom Alport, infeksi Hep B, malaria, schistosoma, pasca infeksi streptokokus, obat,
toxin, logam berat, SLE, Henoch Schonlein, sarcoidosis.
Dasar Diagnosis :
Klinis dan laboratoris :
- Edema
- Hipoproteinemia (kadar protein serum < 5,5 g%)
Hipoalbuminemia (< 2,5 g%)
- Hiperkolesterolemia (> 250 mg%)
Kortikosteroid responsif : urin bebas protein atau negatif dengan pemeriksaan
semikualitatif 2 kali berturut dalam seminggu
Kortikosteroid non responsif : respon tidak tercapai selama 8 minggu pengobatan.
Pemeriksaan rutin :
- Darah tepi : Hb, Ht, trombosit, hitung jenis, LED.
- Urinalisa
- Kimia darah : albumin, globulin, ureum, kreatinin, as.urat, Na, K, Ca
- Esbach
Penatalaksanaan :
Medikamentosa
1.
Steroid
Diberikan bila tidak ada kontra indikasi (hipertensi, azotemia, peritonitis, inf. virus)
Prednison 2 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu lagi
secara intermitten (senin, selasa, rabu tiap minggu) dengan dosis 2/3 nya dibagi 3
dosis.
Bila remisi tercapai dalam 4 minggu pertama pemberian dosis penuh, obat dihentikan
setelah pemberian dosis intermitten 4 minggu.
Bila remisi pada masa intermitten, maka pemberian intermitten dilanjutkan sampai 8
minggu. Untuk SN yang relaps dosis penuh diberikan sampai tercapai remisi, lalu
dilanjutkan dengan dosis intermitten kemudian obat dihentikan.
Bila tidak terjadi remisi dianggap steroid non responsif, maka diberikan sitostatika
(klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hr atau siklopospamid 2-3 mg/kgbb/hr) selama 6-8
minggu disertai dengan steroid intermitten.
Sitostatika juga diberikan pada SN sekunder yang disebabkan penyakit kolagen
(SLE, Henoch schonlein), relaps berulang dan steroid dependen kontraindikasi
sitostatika : infeksi virus/ bakteri sistemik, gangguan faal hepar, leukopeni/ netropeni.
2. Diuretika
Jika ada edema anasarka yang mengganggu fungsi pernafasan atau ada
kontraindikasi pemberian steroid, Furosemid 1-2 mg/kgbb.hari.
Bila tidak ada respon atau terdapat hipoalbuminemia berat (albumin darah < 1,5 g %)
diberikan plasma 10-20 cc/kgbb atau human albumin 0,5 g/kgbb.
Obat antihipertensi sesuai protap hipertensi.
Antibiotika diberikan sesuai dengan tanda-tanda infeksi atau sebagai profilaksis pada
keadaan edema anasarka dengan penyulit seperti laserasi skrotum atau pada
keadaan netropeni.
3.
Roboransia
multivitamin
yang
58
59
ENSEFALOPATI HIPERTENSIF
Batasan :
Ensefalopati hipertensif adalah kumpulan gejala yang terdiri dari kenaikan mendadak
tekanan darah arterial sistemik, yang biasanya didahului oleh sakit kepala hebat,
penurunan kesadaran, kejang atau berbagai fenomena serebral lainnya.
Etiologi :
1.
2.
3.
4.
5.
adrenokortikal
6.
Dasar Diagnosis :
a.
b.
muntah
c.
d.
e.
f.
sesuai etiologi
60
61
KEJANG DEMAM
Batasan :
Semua bangkitan kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu rektal > 38,5 0C, tanpa
adanya kelainan primer intra-kranial.
Dasar Diagnosis :
1. Kejang Demam Sederhana :
a. Umur 6 bulan 4 tahun
b. Kejang bersifat umum
c. Lama kejang < 15 menit
d. Terjadi dalam 16 jam pertama sejak timbul panas
e. Neurologi sebelum dan sesudah kejang normal
f. Frekuensi kejang maximum 4 x /tahun
g. EEG satu minggu bebas panas dan kejang normal.
2. Kejang demam kompleks :
Serangan > 4 x/tahun, kejang demam berulang dengan EEG diluar serangan
abnormal.
Catatan : Livingstone saat telah ditinggalkan karena terlalu banyak yang terdiagnose
dan memerlukan terapi rumat.
Indikasi Rawat :
a.
b.
c.
62
(+)
(-)
Anak
Kejang
(+)
(-)
Ulang s/d 3 X
Interval 10
Gagal
Berhasil
63
ENCEPHALITIS
Batasan :
Infeksi jaringan otak oleh berbagai mikroorganisme (virus, bakteri, spirocheta, protozoa
dan jamur).
Dasar Diagnosis
a.
Klinis :
Panas tinggi mendadak, kesadaran cepat menurun, sakit kepala dan muntah. Kejang
umum, fokal, twitching.
b.
Laboratorium :
- cairan serebrospinal : dalam batas normal atau sedikit peningkatan sel
protein dan glukosa
- Darah rutin : - Lekositosis
- Shift to left
Terapi :
1.
Atasi kejang sama dengan protokol
kejang
2.
Turunkan suhu/udara sekitar diturunkan.
3.
Antibiotika
64
MENINGITIS PURULENTA
Batasan :
Infeksi selaput otak yang disebabkan oleh kuman aseptik yang ditandai dengan cairan
spinal yang keruh dengan jumlah sel > 1000 mm 3.
Dasar Diagnosis :
1. Klinis :
a.
Gejala umum infeksi
b.
Gejala
tekanan
intrakranial
meninggi
c.
Gejala rangsangan meningeal
2. Laboratorium :
Cairan serebrospinal :
a.
Mikrobiologi : - cat gram/pembiakan.
- keruh dengan - PMN > MN
- Glukose
b.
Darah : - lekositosis
c. shift to left
Penatalaksanaan :
1. Kausal
Antibiotik polifragmasi sebelum diketahui kuman penyebab (diberikan 10-14 hari):
- Jika umur > 1 bulan
Ampicilin 200-400 mg/BB/hari dibagi 3 dosis
Kloramfenikol 100 mg/BB/hari 3 dosis (max 2 gr/hari)
- Jika umur < 1 bulan
Ampisilin 200-400 mg/BB/hari 3 dosis
Gentamisin 5 mg/BB/hari 2 dosis
2. Suportif
- Retriksi cairan 75% dari kebutuhan dengan dext. 10%.
- Untuk cegah kejang diazepam 0,3-0,5 mg/BB/hari
3. Antipiretika
- Parasetamol 50 mg/BB/kali atau
- Dipiron 10 - 15 mg/BB/kali
4. Dexametason 0,5 mg-1 mg/BB/hari
Pungsi Lumbal ulang dilakukan pada :
48 72 jam setelah pemberian antibiotik jika :
a.
panas tetap tinggi
b.
kesadaran mulai turun
c.
Kejang sukar diatasi
10 hari untuk menilai kemajuan terapi
65
MENINGITIS SEROSA
Batasan :
Infeksi atau radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer.
Dasar Diagnosis :
A. Terdapat gejala TBC post primer.
B. Terdapat gejala meningitis, gambaran klinis dibagi 3 stadium yaitu :
1.
Stadium prodromal
2.
Stadium transisi
3.
Stadium terminal
C. Lumbal pungsi : LCS jernih/xantokrom, glukosa turun, protein meningkat, pellicle
(+), LCS BTA (+) Diagnosis pasti.
Terapi :
1.
terapi TBC.
2.
3.
antipiretik
66
STATUS KONVULSIVUS
Batasan :
Kejang yang berlangsung > 30 menit, timbul berulang-ulang dengan interictal tidak
sadar.
Dasar Diagnosis :
Mula-mula seperti kejang umum tonik klonik biasa, setelah beberapa waktu terlihat
manifestasi autonom seperti takikardi, hipertensi dan hipersekresi. Terjadi juga hipoksia,
asidosis, renjatan dan sembab otak, jika kesadaran tetap buruk sampai beberapa lama
setelah kejang berhenti.
Etiologi :
1. Penyakit akut sistemik
2.
Penyakit SSP akut
3.
Penyakit SSP kronik
4.
Idiopatik
Penatalaksanaan :
1.
Kejang sesuai dengan bagan kejang : Bila diazepam setelah
3 kali pemberian kejang tidak teratasi, tindakan selanjutnya adalah fenitoin iv 15
mg/kgbb, lanjutkan dengan dosis 5 mg/kgbb/hr. Jika gagal ICU (ventilator).
2.
Dexamethasone 0,1-0,2 mg/kgbb/kali tiap 6 jam
67
STATUS EPILEPTIKUS
Suatu keadaan kejang yang berlangsung > 30 menit atau kejang berulang 30 menit
tanpa kembalinya kesadaran.
Beratnya kerusakan otak yang terjadi tergantung pada lamanya hipoxia, hipoglikemia,
etiologi dan umur saat terjadi.
Tatalaksana umum
ABC
Air way
Bebaskan jalan napas
Posisikan miring bila muntah
Isap lendir rutin
Berikan oksigen
Breathing
Usahakan nafas adekuat
Bila perlu bantuan napas dengan ambu bag atau intubasi
Sirkulasi
Monitor keadaan vital sign (nadi, tekanan darah, perfusi jaringan)
Pasang jalur parenteral (cairan)
Cek gula darah, bila rendah berikan glukosa 25% 1-2 ml/kg BB
Berantas kejang
Berikan diazepam rectal BB < 10 kg 5 mg
> 10 kg 10 mg
atau IV dosis 0,3-0,5 mg/ BB/Kg bila belum berhenti ulang 2X dengan interval 15 menit
Bila dengan Diazepam kejang tidak berhenti bolus fenitoim 10-20 mg/kg BB pelan (max
200 mg).
Bisa juga digunakan penobarbital dengan dosis 15 mg /BB/pelan > 5 menit.
Jika dengan prosedur diatas kejang belum berhenti rawat ICU dilakukan anastesi umum
dengan sodium thiopenton dosis 4-8 mg/kg IV.
68
KEJANG
Diazepam rectal BB < 10 kg 5 mg
> 10 kg 10 mg
Tunggu 2 jam
Berhenti
ICU
Dosis rumatan
Anastesi
69
TETANUS NEONATORUM
Batasan :
Penyakit yang terjadi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kuman clostridium tetani
yang masuk melalui luka tali pusat atau tempat lainnya karena tindakan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan.
Dasar Diagnosis :
Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau atau tidak dapat menetek lagi (trismus), sebelumnya
bayi menetek biasa. Mulut mencucu seperti mulut ikan (kapermond), mudah sekali dan
sering kejang disertai sianosis,kaku kuduk sampai epistotonus.
Pengobatan :
1.
IVFD D5% + NaCl fisiologis (4 :1) selama
48-72 jam sesuai dengan kebutuhan. selanjutnya IVFD untuk memasukkan obat .
2.
Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena
perlahan-lahan selama 2-3 menit. Dosis rumat 8-10 mg/kgbb/hari melalui IVFD
(Diazepam dimasukkan dalam cairan inravena dan diganti tiap 6 jam). Bila kejang
masih sering timbul, boleh diberikan diazepam tambahan 2,5 mg secara intravena
perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan diazepam 5
mg/kgbb/hari sehingga dosis diazepam keseluruhan menjadi 15 mg/kgbb/hari.
Setelah keadaan klinisnya membaik, diazepam diberikan peroral dan diturunkan
secara bertahap.
3.
ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama
2 hari berturut-turut.
4.
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis
secara intravena selama 10 hari
5.
Tali pusat dibersihkan dengan alkohol
70% atau betadine
6.
Perhatikan jalan nafas, diuresis dan
keadaan vital lainnya. Bila banyak lendir jalan nafas dibersihkan dan perlu diberikan
oksigen.
Pencegahan :
Ibu harus mendapatkan imunisasi TT.
Konsultasi :
Sub Bagian Neonatologi
70
TETANUS
Batasan :
Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbsi eksotoksin sangat kuat yang
dilepaskan oleh Clostridium tetani pada masa pertumbuhann aktif dalam tubuh manusia.
Dasar Diagnosa :
Masa tunasnya biasanya 5-14 hari. Tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu
pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-oto erektor trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terwangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan
sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar.
Spasme mula-mula intemitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi
dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kdang-kadang terjadi perdarahan
intramuskulus karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring.
Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis
dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang
2. Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
3. Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan
Pengobatan :
1.
Perawatan luka
2.
ATS 20000 unit perhari selama 2 hari berturut-turut diberikan im
didahului oleh uji kulit atau mata. Bila hasil positif ATS diberkan secara besredka
3.
Antikonvulsan dan penenang
Bila kejang hebat fenobarbital dosis awal umur < dari 1 tahun 50 mg, umur > 1tahun
75 mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/hr/kgbb dibagi 6 dosis atau Diazepam 4
mg/kgbb/hr dibagi 6 dosis bila perlu diberikan secara iv.
Largaktil 4 mg/kgbb/hari dibagi 6 dosis.
Bila kejang sukar diatasi diberikan kloralhidrat 5 % dengan dosis 50 mg/kgbb/hr
dibagi 3-4 dosis secara perrektal.
4. PP 50000 U/kgbb/hr, diberikan sampai 3 hari panas turun
5. Diet cukup kalori dan protein
Konsestensi tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan.
6. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara dan ketenangan)
7. Oksigen bila perlu
8. Trachiostomi bila perlu
71
KOMA
Dr. Edi Hartoyo SpA.
Adalah gangguan kesadaran yang paling berat dan tidak dapat bereaksi terhadap
sekitarnya atau dibangunkan dengan rangsangan kuat.
Etiologi :
1) Kerusakan otak
a.
b.
2) Penyakit sistemik
a.
uremia)
b.
3) Keracunan
Logam berat, Co
Obat, alkohol
4) Penyebab fisik
Heart stroke
Hipotermia
Dasar Diagnosis :
Anamnesis
Riwayat trauma
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat pengobatan sebelumnya
Adanya kelainan lain (psikiatris)
Pemeriksaan fisik
1. Perhatikan tanda utama
2.
Pernafasan : fetor hepatis, ketoasidosis, uremia
3.
Kulit : trauma, stigmata penyakit hati, infeksi
Kepala : tanda-tanda infeksi intrakranial
Posisi : deserebrasi, dekortikasi
Neurologi
Pemeriksaan lab
1. Darah rutin, urinalisa, elektrolit, BUN, AGD, Fungsi hati, rontgen thoraks, EKG
2. Khusus : CT Scan, rontgen kepala, EEG, fungsi lumbal
3. Pemeriksaan hendaknya tergantung penyebab
Penatalaksanaan :
1. Penderita koma harus dirawat di ruang perawatan intensif
2. Tata laksana segera
Awasi jalan nafas (kalau perlu intubasi)
Ventilasi : - oksigen adekuat
- menghindari infeksi, aspirasi dan hiperkapnea
Sirkulasi :
- pasang cairan intra vena
- Jika tidak syok retriksi cairan 2 cc/kg/jam
3. Posisi Trendelenburg untuk mengalirkan sekret bronkhus
4. Pasang pipa nasogastrik (NGT), aspirasi cairan lambung untuk menghindari aspirasi
dan memperbaiki ventilasi
5. Tirah baring untuk mencegah dekubitus
6. Memasukkan nutrien : mula-mula berikan parenteral feeding kalau sudah
memungkinkan MLP.
72
9. Perawatan mata : untuk menghindari lesi pada mata (tetesi dengan metil selulose/zalf
mata atau tutup dengan kasa steril)
10. Periksa glukosa darah : hipoglikemia (<3 mmol/l) berikan glukosa 10% 5 cc/kg
Tatalaksana untuk edema otak/kenaikan tekanan intrakranial
1.
Hindari cairan hipotonis dalam jumlah
banyak
2.
Kontrol tekanan darah, nadi, osmolaritas
serum dan volume urin
3.
Hiperventilasi (Usahakan PCO2<25 mmHg)
4.
Cairan hiperosmoles
1). Manitol 20% : 0,5 1 g/kg BB iv diberikan dalam waktu 10-30 menit dengan
traffering off misal :
- hari 1
tiap 8 jam
- hari 2
tiap 12 jam
- hari 3
tiap 16 jam
- hari 4
tiap 24 jam
- hari 5
tiap 48 jam stop
5)
Untuk edema sitogenik/anoksia
6)
Dexamethason : 0,5 1 mg/ kgBB/hr iv
5. Tata laksana lain tergantung penyebab koma
73
Membuka mata
- Spontan
- Terhadap bicara
- Terhadap nyeri
- Tidak ada
2.
4
3
2
1
Respon verbal
- Terorientasi
- Kata-kata
- Suara
- Menangis
- Tidak ada
3.
5
4
3
2
1
Respon motorik
- Menurut perintah
- Lokalisasi terhadap nyeri
- Fleksi terhadap nyeri
- Ekstensi terhadap nyeri
- Tidak ada
Nilai normal
- Lahir 6 bulan
- 6-12 bulan
- 1-2 tahun
- 2-5 tahun
- lebih 5 tahun
5
4
3
2
1
9
11
12
13
14
74
ISOLASI
Definisi :
Memisahkan pasien yang menderita penyakit menular dalam ruangan atau rumah sakit
khusus.
Tujuan :
1.
Mencegah penularan penyakit dari pasien
kepasien lain atau dari pasien kepetugas rumah sakit.
2.
Mencegah
infeksi
pada
pasien
imunokompromais / daya tahan tubuh menurun dari pengaruh lingkungan.
Jenis Isolasi :
1. Isolasi Penyakit Menular ( isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi penyakit saluran napas,
isolasi penyakit saluran cerna, isolasi penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh).
2. Isolasi Perlindungan/pencegahan.
I.
75
Tehnik :
Infeksi saluran cerna yang sama dirawat diruang yang sama.
1. Semua orang yang berhubungan dengan pasien memakai baju kusus
2. Memakai sarung tangan bila kontak langsung dengan pasien atau tinja
penderita.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi.
4. Benda atau alat yang kontak dengan kotoran (tinja, urine) harus didesinfektan.
C. Isolasi Penyakit Saluran Napas
untuk mencegah penularan melalui kontak udara.
Jenis Penyakit :
1. TB paru
2. Parotitis epidemika
3 3. Pertusis
4. Pneumonia oleh karena Streptococcus group A dan Stapylococcus.
Tehnik :
1. Semua pasien dirawat diruang isolasi, pintu harus selalu tertutup
2. Petugas/pengunjung harus memakai masker
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruang isolasi.
4. Benda atau alat yang terkontaminasi dahak harus didesinfeksi.
2. Isolasi Pencegahan/Perlindungan :
Jenis isolasi untuk pasien yang dengan daya
(imunokompromais) terhadap penularan penyakit lain.
Jenis Penyakit :
1. Agranulositosis
4
2. Keganasan (leukemia, limfoma)
3. Pasien mendapat terapi imunosupresif
4. Luka bakar luas
5. Sindrom Steven Johnson
5 6. Pre dan Pasca kateterisasi jantung.
7. Pre dan Pasca dialisis ginjal
tahan
tubuh
menurun
Tehnik :
1. Pasien dirawat dikamar isolasi pada periode waktu tertentu
2. Petugas dan pengunjung memakai baju kusus dan masker
3. Petugas dan pengunjung mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki
kamar isolasi.
Lama Isolasi
Lama isolasi tidak sama tergantung pada cara penularan yaitu:
1. Sampai biakan negatif
2. Selama pasien dirawat di rumah sakit
3. Setelah terjadi perubahan klinis dengan pengobatan yang efektif.
76
Sarana Penunjang
Untuk menjaga agar system isolasi bisa berjalan dengan baik maka diperlukan sarana
yang memadai.
Sarana yang diperlukan adalah :
1. Ruangan dirancang kusus ( ventilasi, penerangan, pembuangan kotoran )
2. Alat kesehatan ( masker, baju, sarana cuci tangan, alat desinfeksi, pengiriman
spesimen).
3. Kesiapan petugas.
Perlu ditekankan mencuci tangan dengan baik dan benar adalah kunci keberhasilan
pencegahan infeksi dirumah sakit.
DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhii.
Etiologi
Salmonella typhii adalah kuman gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul,
anaerob fakultatif dan tidak berspora. Mempunyai tiga macam antigen; antigen O
(somatic) menunjukan infeksi akut, antigen H (flagella) dan antigen Vi (kapsul). Selain itu
juga dihasilkan endotoksin yang pegang peranan dalam gejala klinis.
Patogenesis
Kuman masuk bersama makanan dan minuman melalui mulut, mencapai folikel limfe
usus halus (ileum dan yeyunum) kemudian ikut aliran kelenjar limfe mesenterika dan
melewati sirkulasi sistemik sampai kejaringan RES di organ hati dan limfa dan
bermultiplikasi. Setelah melalui masa inkubasi kuman menyebar melalui duktus
thorasikus masuk kesirkulasi sistemik dan akan mencapai organ : hati, limfa, sumsum
tulang, kandung empedu dan peyers patch di ileum terminal.
Gejala klinis
Pada anak masa ikkubasi 5-40 hari, masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60
hari, tetapi rata rata 7-14 hari. Gejala klinis bervariasi, tetapi umumnya dapat
dikelompokan menjadi :
1. Demam ( tipe demam step ladder temperature)
2. Gangguan gastrointestinal : muntah, sakit perut, kembung, diare atau obstipasi.
3. Gangguan kesadaran dari yang ringan (delirium) sampai berat (encephalopati)
4. Gejala lain : sakit kepala, anoreksia , mialgia
Pada pemeriksaan biasanya dijumpai: hepatomegali, splenomegali, rose spot, lidah kotor
ditengah, tepi hiperemis, tremor dan kadang kadang dijumpai bradikardi relative
walaupun pada anak jarang dijumpai.
Laboratorium
Darah tepi :
Bisa anemia normositik normokromik, leukopeni, aneosinofilia dan kadang dijumpai
trombositopenia.
Serologi :
Widal kadar titer O > 1/160 sekali periksa atau kenaikan > 4 kali selang satu minggu
mendukung diagnosis demam tifoid.
Biakan :
Bahan darah (minggu I), feces (minggu 2), urine (minggu 3) dan aspirasi sumsum tulang
merupakan diagnosis pasti.
77
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis, laboratorium dan diagnosis pasti berdasarkan ditemukanya
kuman salmonella typhii pada biakan.
Diagnosis banding.
Pada periode demam dapat didiagnosis banding dengan : malaria, infeksi saluran
kencing, infeksi TB paru, bronkitis.
Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dengan:
1. Istirahat ( tirah baring)
2. Diet: rendah serat, tinggi kalori, tinggi protein.
3. Medikamentosa: (pilih salah satu antibiotic dibawah ini )
7 a. Klorampenikol 50-100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis (drug of choice) selama 10-14
8
hari
9 b. Tiamfenikol 50 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
c. Kotrimoksazol ( trimetropin 10 mg/kgbb/hari atau sulfametoksazol 25-40
mg/kgbb/hari ) dibagi 2 dosis selama 14 hari
Untuk kuman MDR (multi drug resisten) dapat dipilih salah satu antibiotik dibawah ini
1. Sefiksim oral 10 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis 14 hari
2. Seftriaxon 50-80 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 10 hari.
3. Asitromisin 20 mg/kgbb/hr selama 7 hari
Antibiotik diberikan selama 14 atau 7 hari bebas demam. Untuk kasus berat misalnya
ensefalopati, koma dan syok dapat diberikan deksametason 1-3 mg/kgbb/hari untuk
menurunkan angka kematian.
Komplikasi
1. Intestinal ( perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis).
2. Ekstraintestinal ( meningitis, bronchitis, bronkopneumonia, miokarditis, hepatitis,
kolesistitis, nefritis, arthritis).
Pencegahan
1. Higiene sanitasi lingkungan dan perorangan
2. Imunisasi aktif.
Daftar Pustaka:
1. Nathine MA, Hadinegoro SR. Ceftriaxone in the treatment of typhoid fever in
children. Frofil , diagnodsis and treatment in the 1990. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 1992: 85-93.
2. Mandal L, Mandal MD, Pal NK. Reduced minimum inhibitory concentration of
chlorampenicol for Salmonella enterica serovar typhi. Indian J Med sci 2004;
58(1): 16-23.
3.
78
DIFTERI
Adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium
diptheraie dengan ditandai pembentukan pseudomembram pada kulit dan atau mukosa.
Etiologi
Corynebacterium diptheriae kuman batang gram positif, tidak bergerak, pleomorfik, tidak
berkapsul, tidak berspora. Secara umum dibagi menjadi tiga mcam tipe: tipe mitis, gravis
dan intermedius. Tumbuh baik pada media yang mengandung K-tellurit yaitu Loefler.
Menghasilkan eksotoksin baik invivo maupun invitro.
Patogenesis
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat dan berkembang biak pada permukaan
mukosa saluran napas bagian atas dan memproduksi toksin yang menyebar keseluruh
tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Sebagai respon tubuh terhadap toksin dari
kuman akan reaksi inflamasi lokal, bersama jaringan nekrotik dan serbukan sel sel
radang, fibrin terbentuklah pseudomembran warna hitam keabuan, melekat erat, bila
dilepas mudah berdarah.
Gejala klinis.
Masa inkubasi rata-rata 2-6 hari, gejala klinis tergantung pada virulensi kuman, imunitas
penderita, lokasi penyakit dan umur. Gejala klinis bisa ringan sampai berat serta
fatal.Gejala klinik umumnya: demam tidak tinggi, batuk, pilek, anoreksia, malaise, nyeri
telan dan jika berat dapat terjadi obstruksi saluran napas sehinga timbul stridor dan
pembesaran dan peradangan kelenjar limfe leher (bull neck). Gejala lain tergantung
lokasi dari difteri. Lokasi penyakit difteri bisa: difteri hidung, difteri tonsil dan faring, difteri
laring, difteri kulit, vulvovaginal, konjungtiva dan telinga.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan gejala klinis, swab tenggorok dengan pengecatan gram atau
Neisser dan diagnosis pasti ditemukan kuman difteri pada biakan dengan media Loefler.
79
Diagnosis Banding.
- Difteri hidung : rinorrhoe, comond cold, sinusitis, adenoiditis, benda asing.
- Difteri Faring: Tonsilitis oleh streptococcus (Angina plaut Vincent)
- Difteri laring: Croup sindrom, benda asing pada laring, angioneurotik edema
- Difteri kulit : impetigo, infeksi kulit oleh streptococcus atau staphylococcus.
Tatalaksana
Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis ditegakan. Tujuannya adalah
menginaktivasi toksin belum terikat secepatnya dan mengeliminasi kuman agar produksi
toksin bisa dihentikan.
b. Umum
Penderita diisolasi sampai masa akut terlampaui dan hapusan tenggorok dua kali
berturut-turut negative. Istirahat tirah baring 2-3 minggu, berikan diet dan cairan
adekuat. Pada dipteri laring jika ada obstruksi jika perlu dilakukan trakeostomi.
b.
10
Khusus
1. Antitoksin ( anti difteri serum/ADS)
Diberikan secepat mungkin begitu diagnosis ditegakan, sebelumnya dilakukan
tes kulit atau mata dan bila alergi berikan secara Beredka. Dosis lihat tabel
dibawah ini:
Tipe difteri
Dosis ADS (UI)
Difteri hidung
20.000
Difteri tonsil
40.000
Difteri faring
40.000
Difteri laring
40.000
Kombinasi lokasi diatas
80.000
Difteri + penyulit bullneck
80.000 - 100.000
Terlambat berobat (> 72 jam) lokasi
dimana saja
80.000 100.000
Cara
IM
IM/IV
IM/IV
IM/IV
IV
IV
IV
2. Antibiotik.
Penisilin merupakan drug of choice dengan dosis 50 000 100 000 UI/kgbbhari
selama 10 hari, bila hipersensitif terhadap penicillin bisa Eritromisin 40
mg/kgbb/hari. Kortikosteroid boleh diberikan pada keadaan ada obstruksi atau
miokarditis.
Pengobatan kontak
Anak yang kontak dengan penderita sebaiknya dilakukan : a) biakan hidung dan
tenggorok. b) dilakukan uji Schich uktuk mengetahui kekebalan terhadap difteri. c) gejala
klinis diikuti sampai masa inkubasi terlewati.
Biakan
(-)
Uji Schick
(-)
Tindakan
Bebas isolasi, anak yang telah mendapatkan
imunisasi dasar berikan boster toksoid difteri
80
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
Komplikasi
1. Obstruksi jalan napas
1. Dampak toksin: Miokarditis, paralisis palatum mole, paralisis diafragma, paralysis
otot mata dan ektrimitas.
1. Infeksi sekunder.
Prognosis
Tergantung pada kecepatan pemberian ADS, adanya obstruksi jalan napas, adanya
komplikasi (miokarditis, paralisis diapragma). Bila tidak ada komplikasi prognosis baik.
Pencegahan
- Menjaga kebersihan diri
- Menghindari kontak dengan penderita
- Mengobati karier
- Imunisasi aktif.
TETANUS
Tetanus adalah penyakit infeksi dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini disebabkan eksotoksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan kuman mehambat neurotransmiter pada sinap ganglion sambungan sumsum
tulang belakang dengan neuromuskuler (neuromuskuler junction) dan saraf otonom.
Etiologi
Disebabkan oleh Clostridium tetani, kuman berbentuk batang, gram positif, berspora,
dengan ujung berbentuk genderang, obligat anaerob dan menghasilkan eksotoksin.
Tempat masuk kuman/spora melalui : luka tusuk, patah tulang, gigitan binatang, luka
bakar luas, luka operasi, pemotongan tali pusat tidak steril, OMP, luka gigi.
Patogenesis
Spora masuk lewat luka kedalam tubuh dan pada lingkungan anaerobik akan berubah
menjadi bentuk vegetatif dan menghasilkan eksotoksin menyebar lewat motor endplate
dan aksis silindris syaraf tepi kekornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar
keseluruh syaraf pusat. Toksin tersebut akan menimbulkan gangguan enzim
kolinesterase tidak aktif sehingga kadar asetilkolin menjadi tinggi dan blokade pada
sinap yang terkena, ini akan mengakibatkan tonus otot meningkat dan menimbulkan
kekakuan.
Gejala klinis
81
Masa inkubasi antara 5-14 hari, masa inkubasi terpendek 2 hari. Anak mengalami
demam ringan dengan gejala lain: trismus, risus sardonikus, opistotonus, otot dinding
perut kaku seperti papan, kejang dan gangguan pada syaraf otonom : gangguan irama
jantung, suhu tubuh meningkat, berkeringat, kekakuan otot sfingter dan otot polos
sehingga terjadi retensio urine/alvi, spasme laring dan gangguan otot pernapasan.
Secara praktis tetanus dapat dibagi menjadi: tetanus ringan ( trismus tanpa rangsang
kejang), tetanus sedang ( kaku, tanpa kejang spontan, rangsang kejang positive),
tetanus berat (kaku, kejang spontan, rangsang kejang positive).
Laboratorium
Tidak ada yang spesifik, biakan kuman memerlukan prosedur kusus
anaerobik dan mahal.
untuk kuman
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan anamnesis yang teliti.
Diagnosis banding
Bisa didiagnosis banding dengan : meningitis, meningoensefalitis, encephalitis, tetani
(oleh karena hipokalsemia), keracunan striknin, rabies, abses tonsilar, mastoiditis.
Penatalaksanaan
1. Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
- Menjaga saluran napas tetap bebas
- Mengatasi kejang :
1. Diazepam 0,1 0,3 mg/kgbb/x intravena tiap 2-4jam atau rectal., bila
kejang berhenti dilanjutkan dengan dosis rumatan dan apabila klinis
membaik dosis dipertahankan 3-5 hari kemudian trafering of, bila kejang
tidak berhenti pertimbangkan dirawat di ICU.
2. Tetanus berat.
Tetanus 20 mg/kgbb/hari drip infus intravena perlahan, dan dirawat di ICU.
Dosis pemeliharaan 8 mg/kgbb/hari oral dibagi 6 8 dosis
- Perawat luka dengan perhidrol 3% atau rivanol, perawatan tali pusat dengan
steril, konsul gigi atau THT kalau karies dentis atau OMA dicurigai sebagai
sebagai tempat masuk.
2. Khusus
a. Antibiotik: penisillin prokain 50 U/kgbb/hari im. Tiap 12 jam selama 7-10 hari atau
ampicilin 150 mg/kbgg/hari dibagi 4 dosis.
b. Metronidazole loading dose 15 mg/kgbb/jam, selanjutnya 7,5 mg/kgbb tiap 6 jam
atau
c. Eritromisin 50 mg/kgbb/hari p.o. dibagi 4 dosis.
d. Antiserum (ATS) : 50. 000-100.000 unit separoh intravena dan separoh
intramuskuler, didahului uji kulit.
e. Apabila tersedia dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG) 30006000 IU i.m.
Komplikasi
Pada neonatus sering terjadi sepsis, pada anak bronkopneumonia, kekakuan otot laring
dan pernafasan , aspirasi, fraktur kompresi.
Prognosis
82
Tergantung pada : umur penderita, masa inkubasi, onset penyakit, berat ringannya
tetanus, kecepatan pemberian ATS.
Pencegahan
- Perawatan luka, terutama luka kotor, dalam.
- ATS profilaksis
- Perawatan tali pusat ( kebersihan waktu persalinan)
- Imunisasi aktif.
PERTUSIS
83
Pertusis ( batuk rejan) merupakan infeksi saluran napas yang ditandai batuk yang
bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi (whoop) yang kas.
Etiologi.
Penyakit ini disebabkan oleh Bordetella pertusis, kuman bentuk kokobasilus, gram
negatife, tidak bergerak dan tidak berspora. Untuk pembiakan diperlukan media Bordet
Gengou.
Patogenesis
Penularan pengakit ini melalui sekresi udara pernapasan, kemudian melekat pada silia
epitel pernapasan. Kuman akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan reaksi
peradangan, hyperplasia jaringan pribronkial, meningkatnya mucus sehingga fungsi silia
terganggu. Penumpukan mucus menyebabkan obstruksi,kolap paru, hipoksemia dan
sianosis. Selain itu toksin juga menyebabkan kontraksi otot polos pembuluh darah
dinding trakea sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis trakea.
Gejala klinis
Masa inkubasi 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit bisa
berlangsung 6-8 minggu. Gejala klinis bisa dibagi menjadi tiga stadium:
1. Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala awal menyerupai pilek, lendir jernih, injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk
ringan, demam ringan.
2. Stadium paroksimal/spasmodik (2-4 minggu)
Frekuensi batuk bertambah ,kas terdapat pengulangan 5-10 kali disertai bunyi yang
melengking (whoop). Pada stadium ini anak kelelahan, lakrimasi, sianosis kadangkadang disertai perdarahan konjungtiva, muntah.
3. Stadium konvalesen (1-2 minggu)
Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan
batuk berangsur-angsur yang berkurang.
Laboratorium
Pada darah tepi didapatkan leukositosis dengan limfositosis absolute pada stadium
kataral dan paroksimal. Serologi bisa dengan mendeteksi IgG, IgM dan IgA dengan
ELISA.
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Diagnosis Banding
Bisa diagnosis banding dengan: bronkiolitis,pneumonia, sistik fibrosis
Tatalaksana
Antibiotik Eritromisin 50 mg/kgbb/hari atau ampicilin 100 mg/kgbb/hari selama 4-5 hari
Terapi suportif : obat batuk, antipiretik, oksigen, cairan dan nutrisi yang adekuat.
Komplikasi
Pneumonia, atelektasis, aspirasi , pneumothorak, perdarahan subkonjungtiva, kejang
dan infeksi susunan syaraf pusat.
84
Pencegahan
- Imunisasi aktif.
B. Derajat 2, 3 dan 4 terapi cairan sesuai bagan dibawah ini, sedangkan terapi
suportif sama dengan derajat 1.
Membaik
Tidak membaik
Turunkan 3 cc/kgbb/jam
Kristaloid selama 6-12 jam
Naikan 10 cc/kgbb/jam
Kristaloid selama 2 jam
Membaik
Tidak membaik
Membaik
Hentikan cairan IV
Dalam 24 jam
Hematokrit naik
Hematokrit turun
Turunkan 6 cc/kgbb/jam
kemudian 3 cc/kgbb/jam
& hentikan setelah 48 jam
Transfusi darah
10 cc/kgbb/jam
selama 1 jam
86
Membaik
DSS
Membaik
Tdk membaik
Turunkan 20 10 6 3 cc/kgbb/jam
Oksigen
Baik
Hct naik
Hct turun
87
Dihentikan terapi IV
setelah 48 jam
Tranfusi darah
10 cc/kgbb/jam
jika HCT >35%
Membaik
CAMPAK (MORBILI)
Adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular disebabkan oleh virus, yang biasanya
menyerang anak.
Etiologi
Virus campak termasuk dalam golongan paramyxovirus berbentuk bulat,tepi kasar dan
bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan
protein. Termasuk dalam golongan RNA virus.
Patogenesis
Penularan lewat droplet terjadi 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Virus setelah masuk kekelenjar limfatik lokal dan kemudian menyebar
kejaringan lifolentikuler dan menyerang sel mononuclear sehingga terbentuk sel berinti
88
raksasa. Setelah itu virus menyebar keepitel saluran napas, konjungtiva, kulit, kandung
kemih dan usus yang menimbulkan nekrosis pada epitel tersebut.
Gejala klinis
Virus campak mempunyai masa inkubsi 10-12 hari, dan penyakit ini mempunyai tiga
stadium klinis yaitu:
1. Stadium prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak kas antara lain: demam, batuk, pilek, mata merah
(konjungtivitis), anoreksia, malaise dan ditemukanya gejala kas yaitu timbulnya
enamtem dimukosa bukal (bercak koplik) ini merupakan tanda patognomonis untuk
campak.
2. Stadium kataral (Erupsi/Eksantema)
Pada stadium ini ditandai dengan timbulnya ruam yang dmulai dari belakang telinga
menyebar kemuka, badan, lengan, kaki dan seluruh tubuh. Ruam ini bersifat diskret.
3. Stadium konvalescen (penyembuhan)
Gejala mulai mereda, ruam akan berubah dari kemerahan menjadi kehitaman
(hiperpigmentasi) kemudian mengelupas dan menghilang.
Laboratorium
Pada darah tepi tidak kas, kadang-kadang dijumpai jumlah leukosit yang menurun
disertai dengan limfositosis relative. Serologic bisa ditemukan IgM campak yang spesifik.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis, sedangkan laboratorium tidak kas.
Diagnosis Banding
Bisa didiagnosis banding dengan: eksantema subvitum, rubella, skarlatina, drug
erupsion dan infeksi virus dengue.
Tatalaksana
Simptomatik : antipiretik, antitusiv, ekspektoran atau antikonvulsi bila terjadi kejang, Anak
harus diberikan cukup cairan dan nutrisi. Vitamin A 100 000 UI sekali peroral. Pada
campak tanpa komplikasi bisa dirawat dirumah. Bila terjadi komplikasi pengobatan
sesuai dengan komplikasinya. Pasien yang dirawat harus diisolasi.
Komplikasi
Bronkopneumonia, kejang demam, ensepalitis,
panecepalitis), otitis media, gastroenteritis.
SSPE
(subacute
sclerosing
Pencegahan
- Hindari kontak
- Imunisasi aktif.
EKSANTEMA SUBITUM
Nama lainya roseola infantum adalah penyakit virus akut yang menyerang bayi dan anak
kecil, yang ditandai dengan demam selama 3-5 hari.
89
Etiologi
Disebabkan oleh Human herpesvirus-6, walaupun virus lain mungkin bisa menjadi
penyebab.
Gejala klinis.
Penyakit ini biasanya menyerang anak anak kecil umur diatas 3 bulan dan kurang dari 4
tahun, jarang menyerang anak kurang dari 3 bulan. Gejala biasanya demam tinggi, batuk
, pilek, sakit perut, palpebrae tampak bengkak. Eksantema timbul setelah demam turun,
lesi mulai dari leher, ektrimitas, punggung, muka, lesi tampak pucat bila ditekan. LCSi
menghilang dalam 24-48 jam tanpa hiperpigmentasi.
Laboratorium
Darah tepi menunjukan leukopeni, limfositosis relative dan neutropenia absolute.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinik.
Diagnosis banding:rubella, campak, alergi obat, dengue fever.
Tatalaksana: simtomatik
Penyulit: ensefalitis, limfadenitis.
90
91
RUBELA
Atau German measles adalah infeksi virus yang menyerang anak dan orang dewasa.
Etiologi: disebabkan oleh RNA virus yang termasuk dalam genus Rubivirus dan famili
Togaviridae.
Patogenesis
Penularan melalui oral droplet dari nasofaring kemudian melalui peredaran darah dan
terjadi viremia, selain dinasofaring virus dapat diisolasi dari kelenjar getah bening,
urine,LCS,ASI, cairan sinovial dan paru. Penularan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 5
hari sesudah timbulnya erupsi.
Gejala klinis.
Masa inkubasi 14-21 hari, gejala klinis dibagi menjadi:
1. Gejala prodromal.
Umumnya demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, mata merah, pilek, batuk
dan limfadenopati. Pembesaran kelenjar limfe kas suboksipital, posaurikuler dan
servikal serta nyeri tekan.
2. Masa Eksantema
Eksantema mulai dari retroaurikuler atau muka dan dengan cepat menyebar secara
kraniokaudal kebagian tubuh. Pada awal timbulnya eksantema timbul enamtema
pada palatum mole yang disebut tanda Forschheimer. Eksantema menghilang antara
hari ke 2- 4 hari.
Rubela congenital
Infeksi virus rubela pada wanita hamil biasanya tanpa gejala, jika infeksi pada trimester
pertama kehamilan akan menimbulkan rubella konginetal yang ditandai dengan trias
rubella yaitu: katarak, tuli dan kelainan jantung. Manisfestasi umum rubella congenital
adalah: retardasi pertumbuhan, psikomotor kadang terjadi mikroftalmia, retinopati dan
kelainan neurologi berupa : mikrosefali, fontanela cembung, gelisah, hipotonia, kejang,
letargi, opistotonus. Kematian biasanya oleh karena gagal tumbuh, kelainan jantung,
hepatitis, trombositopenia dan ensefalitis.
Laboratorium
92
Darah rutin tidak spesifik, mungkin ditemukan leucopenia dengan limfositosis relative.
Pada serologi akan ditemukan kadar antibodi IgM yang positip pada infeksi primer dan
reinfeksi. Diagnosis pasti dengan isolasi virus dari sekret nasofaring, urine, feses, dan
LCS.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, serologis dan diagnosis pasti dengan isolasi virus.
Diagnosis banding: campak, eksantema subitum, mononucleosis, pityriasis rosea,
scarlet fever, alergi obat.
Tatalaksana: tidak ada terapi spesifik.
Komplikasi: artritis, atralgia, ensefalitis, trombositopenik purpura.
Pencegahan: Imunisasi aktif, isolasi penderita.
93
Serologi: kenaikan 4 kali pada uji komplemen terhadap antibody S (soluble) dan antibody
V (viral) akan membantu diagnosis. Diagnosis pasti dengan isolasi virus dari saliva, LCS
atau urine pada hari keempat setelah sakit.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, serologis dan diagnosis pasti dengan isolasi virus.
Diagnosis banding: parotitis supuratif, koriomeningitis limfositik, kalkulus saliva,
osteomielitis.
Tatalaksana
Simtomatik: istirahat, diet tinggi kalori tinggi protein. Untuk mencegah orkitis bisa
diberikan steroid selama 3 hari.
Komplikasi : orkitis, meningoensefalitis, ooforitis, pankretitis, nefritis, tiroiditis,
miokarditis, mastitis, ketulian, arthritis.
Pencegahan : Imunisasi aktif.
94
umumnya normal. Kerusakan paling berat pada pons dan dasar ventrikel IV.
Ditemukanya badan negri (negry bodies) merupakan tanda patognomonis.
Gejala klinis
Masa inkubasi 20-90 hari, terpendek 10 hari dan terpanjang sampai 6 tahun. Gejala klinis
ada dua fase yaitu:
1. Stadium prodromal.
Anak merasa gelisah, tidak enak badan, demam, mual, rasa gatal dan panas
ditempat gigitan, rasa kesemutan. Masa prodromal ini biasanya berlangsung 2-10
hari. Gejala timbul bisa cepat atau lambat tergantung letak gigitan dan persyarapan
yang ada pada daerah gigitan.
2. Stadium neurologi
Pada fase ini ada dua bagian yaitu mengamuk dan paralysis. Anak rasa ingin
memberontak, hiperaktif, kelakuan liar, kaku kuduk dan nyeri menelan merupakan
gejala utama dan hidrofobia merupakan gejala patognomonis. Pada pemeriksaan
neurologik akan tampak paralysis pada syaraf cranial: kelumpuhan otot palatum, pita
suara, suara menjadi serak, batuk dan timbul gerakan involunter., aritmia jantung,
gangguan otot pernafasan. Fase neurologik berlangsung 2-10 hari. Pada silent rabies
bisa berlangsung lebih dari 2 minggu.
Laboratorium
Darah akan menunjukan peningkatan sel mononuclear dan pada LCS pleositosis ringan.
Serologi dengan uji antibody flouresen pada sedian apus sel epitel kornea atau kulit
biasanya positip. Virus bisa diisolasi pada hari ke 4 24 setelah timbulnya penyakit,
merupakan diagnosis pasti.
Diagnosis
Berdasarakan gejala klinis, serologi dan isolasi virus.
Tatalaksana
1. Bersihkan luka bekas gigitan dengan sabun dan air, kemudian luka dikeringkan dan
berikan antiseptic (alkohol 70%atau merkurokrom)
1. Berikan serum anti rabies (SAR) dengan dosis: serum rabies binatang 40 U/kgbb
atau 0,5 cc/kgbb, separoh dberikan secara infiltrasi disekitar luka, sisanya diberikan
intramuskuler. Imunoglobulin manusia 20 IU/kgbb atau 0,1 cc/kgbb separoh diberikan
infiltrasi dan sisanya intramuskuler.
2. Terapi lainya sesuai dengan keadaan penderita.
Pencegahan:
- Imunisasi.
- Kontrol hewan pembawa.
MALARIA
95
96
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis, dan diagnosis pasti ditemukan Plasmodium dari
hapusan darah tepi.
Tatalaksana
Pengobatan malaria menurut tujuan dibagi menjadi: pengobatan presumtif ( untuk
mengurangi gejala klinis, mencegah penyebaran), pengobatan radikal ( untuk
mengurangi relaps jangka panjang ), pengobatan masal untuk penduduk didaerah
endemis. Obat yang dipaka :
A. Malaria ringan tanpa komplikasi.
1. Klorokuin basa 25 mg/kgbb selama 3 hari ( hari I: 10 mg/kgbb/x max 600 mg/hr, hari
II: 10 mg/kgbb/x, dan hari ke III: 5 mg/kgbb ) ditambah primakuin satu hari.
2. Bila pengobatan butir 1 pada hari IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai
parasit dalam darah maka diberikan:
a. Kina sulfat 30 mg/kgbb/ dibagi 3 dosis selama 7 hari.
b. Pirimetamin dan sulfadoksin (fansidar) pirimetamin 1-1,5 mg/kgbb atau
sulfadoksin 20-30 mg/kgbb single dosis (untuk anak lebih 6 bulan)
3. Untuk mencegah relaps pada P. vivax dan ovale diberikan primakuin 0,3 mg
basa/kgbb/hari selama 14 hari untuk umur > 5 tahun.
4. Bila butir 2 pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih dijumpai parasit
maka diberikan :
a. Tetrasiklin 50 mg/kgbb/kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila sebelumnya
telah mendapatkan pengobatan 2a atau
b. Tetrasiklin + Kina sulfat bila sebelumnya telah mendapatkan pengobatan butir 2b
Tetrasiklin hanya diberikan pada anak usia diatas 8 tahun.
Pencegahan.
1. Pencegahan dengan minum obat malaria apabila masuk kedaerah endemis yaitu 2
minggu sebelumnya dan 4 minggu sesudah keluar tiap minggu makan obat:
klorokuin basa 5 mg/kgbb setiap minggu atau Fansidar dengan dosis pirimetamin
0,5-0,75 mg/kgbb atau sulfadoksin 10-15 mg/kgbb setiap minggu.
2. Menghindar dari gigitan nyamuk dengan mamakai klambu, obat pembunuh nyamuk.
Daftar Pustaka
1. Aceng JR. Byarugabe.JS. Tumwine JK. Rectal arthemether versus
intravenous quinine for treatment of the cerebral malaria inchildren in
Uganda. Br Med J 2005:330-4
2. Mockenhampt FP, Ehrhardr S, Dzisi SY, Bousema JT. A randomized, placebo
controlled, double blind trial on sulfadoxine-pyrimethamine alone in
uncomplicated malaria. Trop Med Int health 2005; 512-20.
3. Rampengan TH, Rampengan JP. Cloroquine-resistant falcifarum malaria in
children. Pediatr Indones 1989; 30:13-9
4. WHO.Severe falcifarum malaria. Trans R Soc Trop Med Hyg 2000.
5. WHO. A. Global strategy for malaria control. Geneva: WHO, 1983.
6. Olliaro PL, Taylor WR. Developing Artemisine based drug combination for the
treatment of drug resistent falcifarum malaria: a review. J.Post Grad Med
2004;50:40-4.
97
98
menjadi dewasa diusus halus. Siklus hidup berlangsung sekitar 65-70 hari, umur cacing
dewasa kirakira 1 tahun.
Gejala klinis
Migrasi larva : menyebabkan radang paru (pneumonitis ascaris) anak batuk, berdahak,
demam, kadang-kadang sesak napas, ada wheezing. Gambaran radiologi (Loefler
sindrom) menyerupai pneumonia viral.
Cacing dewasa : sakit perut, kolik diepigastrium, gangguan selera makan kadangkadang dapat menimbulkan ileus oleh karena sumbatan cacing, muntah cacing. Hasil
metabolisme cacing menimbulkan reaksi alergi.
Diagnosis
Ditemukan telur cacing dalam tinja.
Tatalaksana
1. Pirantel pamoat, 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal
1. Mebendazol 100 mg dua kali selama tiga hari.
2. Oksantel pamoat 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal.
Pencegahan : higene dan sanitasi yang baik.
ANKILOSTOMIASIS
99
100
OKSIURIASIS
Atau cacing kremi, yaitu infeksi cacing yang biasanya terjadi dalam satu keluarga.
Etiologi: Oxyuris vermicularis
Patogenesis
Cacing memalui telur infektif yang tertelan , kemudian menetas dicaecum dan berkebang
menjadi dewasa. Cacing betina akan meletakan telurnya diperianal dan kulit perineum
pada malam hari. Penularan bisa melalui:
1. Langsung dari anus ke mulut.
2. Penularan pada orang setempat tidur melalui telur yang ada ditempat tidur.
3. Melalui udara, telur yang terbawa udara
4. Retroinfeksi.
Gejala klinis
Anak menjadi gugup, susah tidur, mimpi menakutkan, gatal disekitar anus, bila infeksi
sekunder menjadi eksim.
Diagnosis
Ditemukan cacing dewasa yang keluar dari anus pada malam hari, atau telur cacing
pada tinja.
Tatalaksana
1. Pirantel pamoat 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal
2. Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari.
Pencegahan
1. Pengobatan seluruh keluarga
2. Higiena dan sanitasi yang baik.
101
INFEKSI NOSOKOMIAL
Adalah infeksi yang didapat selama perawatan dirumah sakit, tetapi bukan timbul pada
stadium inkubasi pada saat masuk ruamah sakit atau merupakan infeksi yang
berhubungan dengan perawatan dirumah sakit sebelumnya.
Menurut CDC ( Center for Disease Control and Prevention) 1988, suatu infeksi yang
didapatkan dirumah sakit apabila:
1. Pada waktu penderita dirawat dirumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
tersebut.
2. Tanda-tanda klinis timbul sekurang kurangnya setelah 2x24 jam sejak mulai
perawatan.
3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya.
4. Bila mulai saat dirawat dirumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti
infeksi didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit yang sama dan belum pernah
dilaporkan sebelumnya.
Sedangkan departemen Kesehatan RI tahun 1993 mengatakan infeksi didapat dirumah
sakit bila:
1. Pada saat masuk rumah sakit penderita tidak ada tanda-tanda infeksi atau tidak
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat dirumah sakit atau
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh organisme berbeda dari
mikroorganisnme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme sama tetapi
lokasi infeksi berbeda.
Pencegahan
1. Bekerja dengan aseptik dan antiseptik
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah masuk ruangan atau periksa pasien
3. Kurangi tindakan yang dapat menyebabkan infeksi.
4. Sterilisasi alat dan bahan untuk tindakan.
102
DAFTAR PUSTAKA
1. Gardner, Tripple, Beem. Control of Infections in the Pediatrics hospital. Dalam: Feigin
RD, Cherry YD. Textbook of pediatrics infectious desease.edisi 3. Philadelphia:
WB.Saunders, 1995; 2184-99.
2. Behrman RE, Vaugan VC. Measles. Textbook of pediatrics, edisi 13. Philadelphia:
WB Saunders, 1987; 655-8.
3. World Health Organization. Guide for diagnosis, treatment and control of dengue
hemorrhagic fever in small hospitals.WHO Geneva: 1999
4. Sumarmo, S. Herry,G. Sri Rejeki, S. Infeksi dan penyakit tropis. edisi 1. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak. IDAI.2001
103
jantung anak masih tinggi sehingga masih mampu dalam batas-batas tertentu,
sebelum cadangan itu habis,tetap mempertahankan sirkulasi .
Gejala klinis syok sebagai berikut :
- Pucat
- Gangguan kesadaran ( somnolen sampai koma)
- Tanda vital ( suhu, Resp, tekanan darah, reaksi pupil lambat)
- Gangguan fungsi ginjal (oligouria sampai anuria)
- Gangguan keseimbangan asam basa ( asidosis, napas kusmmaul
sampai cheynes stokes)
- Tanda lain tergantung penyakit primernya.
Labotarium
- Darah rutin ( Hmt meningkat pada hemokonsetrasi dan menurun pada
hemodilusi/perdarahan)
- Gas darah, elektrolit.
- Glukosa darah ( menurun pada syok hipoglikemi)
- CRP ( syok septik (+) )
Tatalaksana umum
1. Perawatan umum
2. Bebaskan jalan napas, isap lendir, 02 1-2 lt/ml
3. Pengelolaan cairan
- Larutan kristaloid ( ringer laktat, garam fisiologis ) dapat dipakai sebagai
pertolongan pertama pada syok hipovolemik.
- Larutan kaloid ( plasma atau plasma expender : albumin, dextran ) bila
tak ada perbaikan dengan cairan kristaloid.
- Darah segar atau PRC bila sebabnya oleh karena pendarahan
( misalnya bila Hmt < 30% atau terjadi perdarahan cepat).
104
Syok kardiogenik
Tatalaksana
1. Edema paru kepala sedikit di naikan 15
2. Oksigensi ( bila perlu intubasi )
3. Pemberian cairan dengan jumlah minimal ( 60-70 cc/ kg BB/hr )
4. Obat Vasopresor bila perlu
- Dopamin
: 2- 10 mcg/ kg BB/menit
- Dobutamin : 1- 10 mcg/kg BB/menit
- Kombinasi
5. Obat obatan untuk menormalkan frekwensi irama jantung
- Digitalis untuk SVT.
6. Morpin untuk memberantas nyeri hebat
7. Konsul subdivisu kardiologi anak.
Syok Hipovolemik
Tatalaksana
1. Air way (saluran napas)
2. Cairan elektrolit ( RL, Nacl 20 cc/kg BB/jam)
3. Bila tak membaik ulangi 1x lagi bila belum ada perbaikan berikan : ( plasma,
albumin 5% atau plasma expander)
4. Bila cairan telah cukup tetapi tensi masih rendah berikan obat vasopresor.
105
Syok septic
a. Fase hiperdinamik ( fase awal )
- Cardiak out put tinggi, tahanan perifer rendah
- Takipneu, kusmaul
- Kulit hangat
b. Fase lanjut ( sulit di bedakan dengan syok hipovolemik)
- Hipotensi dan hipovolemik
- Kulit dingin, sianotik, oligouria, asidosis metabolik
Tatalaksana
- Pemberian cairan ( lihat syok hopovalemik)
- Pengelolaan keseimbangan cairan dan elektrolit , pengendalian asidosis
- Vasopresor bila perlu
- Berantas etilogi ( berdasarkan kultur dan sensitivitas)
Bila perlu dapat dipertimbangkan
- ampicilin 100 mg/kg BB/hr di kombinasikan dengan aminoglikosid
( Gentamysin 5 mg/ kg BB/hr atau amikasin 15 mg/ kg BB/hr atau
klorampenikol 50-100mg/kg/hr)
- Sefalosporin ( cefotaxim 100 mg/kgbb/hr atau ceftriaxon 50 mg/kg/hr )
- Untuk kuman anaerob bisa ditambah dengan metronidazol 7,5 mg/ kg
BB/ x )
Pemantauan
1. Pemantauan syok pada umumnya
2. Pemantauan infeksi
Syok anafilaktik
Diagnosis
1. 1-15 menit setelah kontak dengan antigen timbul perasaan tak enak, iritatif, muka
kemerahan, palpitasi, telinga mendengung.
2. Tanda-tanda alergi hebat : gatal, urtikaria, angioedema
3. Saluran napas : bersin, hidung tersumbat, batuk-batuk, rasa tercekik, sesak
napas, stridor
4. Mata : gatal , berair
5. Gastrointernal : mual, muntah, diare
Kemudian timbul syok
Tata laksana
Tahap I
- Injeksi adrenalin : 0,1-0,3 cc larutan 1: 1000cc sc/iv
- Pasang Torniquet Proximal tempat masuknya antigen suntikan adrenalin
0,1-0,3 cc larutan 1-1000 cc di sekitar tempat masuk, kemudian
torniquet di longgarkan dan di lepas bila gejala menghilang.
- Difenhidramin 10-20 mg atau steroid.
Tahap II
Pada syok berat dengan angioedam tampa kelainan jantung
- Kortikosteroid dosis tinggi
- Aminophilin 3-4 mg/ kg BB iv pelan
106
Pemberian cairan
Bila kejang berikan Diazepam 0,5 mg/kg 1x
Bila ada obstruksi laring intubsi
Medical shock
Membaik ( stabil)
membaik
Monitor
Cairan pemeliharaan
Traumatic shock
tidak membaik
Tidak
tidak membaik
Monitor
107
Evaluasi lagi
Tidak stabil
stabil
Obat-obatan inotropik
Periksa kemungkinan
Observasi
Pendarahan intraabdomen
dan monitor
Dopamin, dobutamin,
Norepineprin
Ya
Terus resusitasi
Cairan
-
tidak
Pertimbangkan
Kemungkinan
pneumothorak
Tamponade jantung
Tidak stabil
terapi sesuai
keadaan
Kirim kekamar operasi
EDEMA PARU
adalah adanya cairan kedalam alveoli dan jaringan paru
Penyebab
a. Perubahan permiabilitas ( ARDS = adult respiratory distress syndrom )
bisa oleh karena infeksi, inhalasi, reaksi imunologik
b. Kenaikan tekanan kapiler paru gagal jantung kiri, CHD, RHD, Hipertensi,
pemberian cairan berlebihan.
c. Neurogenik
Trauma kepala, tumor, bangkitan kejang, pendarahan subarakhoid.
Diagnosis
- gejala pucat, gelisah, sianosis, takipneu, batuk, takikardia, nyeri dada
- Dada : perkusi redup, auskultasi ronki basah-basal yang tersebar.
- Radiologik : pengabutan lapangan paru bilateral, penebalan garis
intralobar ( garis Kerley )
Tata laksana
- Tata laksana penyakit utama/ penyebab
- Perbaiki pertukaran gas ( oksigen 100 % pipa hidung atau masker )
dianggap cukup bila PO2 > 80 torr PCO2 35 40 dan pH normal
- Bila keadaan tertentu memerlukan ventilator.
- IPPB ( intermiten positive- pressure breathing ) bila ada hipoksemia
(PO2 arteri < 80 torr )
- CPPB ( continnous positive- pressure breathing ) bila ( PCO2 > 50 torr,
CO2 < 50 torr)
- Koreksi ganguan keseimbangan asam basa.
- Penderita diposisikan setengah duduk.
- Perbaiki kontraksi ventrikel kiri dengan
108
109
- Ambil benda ( cairan dalam jalan napas ) dengan jari atau alat isap.
- Ubah posisi penderita menjadi terlungkup untuk mengalirkan cairan dari jalan
napas ( pada bayi dan anak) dapat dikerjakan dengan mengangkat kaki
keatas ). Ubah posisi menjadi terlentang untuk anak-anak
- Umur > 2 th ektensikan kepala sedikit dan ganjal bahu dengan handuk atau
kain tergulung
- Umur < 2 th : Posisi kepala lurus keatas ( tidak flexi dan tidak ektensi ) kepala
dapat diberi alas dengan kain ( sniffing position).
Cegah agar lidah tidak jatuh ke belakang sehingga menutup jalan napas
b). Kalau ventilasi tidak meyakinkan kerjakan napas buatan ( mulut kemulut,
ambubag ).
c). Terapi lain tergantung penyebab
Pada croup ( laringotrakeobronkitis ) dapat diberikan :
b resemik adrenalin ( nebulizer ) 2,5 mg ( 1 : 10000)
c dexametason 0,15-0,6 mg/kg
d antibiotik biasanya tidak diperlukan , kecuali pada epiglotitis akut.
1.
2.
3.
4.
Diagnosis
-
Tata laksana
1. Air way ( jalan napas )
- Bebaskan jalan napas
- Leher sedikit diektensikan ( tapi jangan hiperektensi )
- Lidah dijaga jangan sampai menutupi jalan napas ( kalau perlu pasang
pipa oral)
2. Breathing ( pernapasan )
Prinsip vertilasi cukup
- Pergunakan masker ( Ambu Bag ),mulut ke mulut
- Berikan O2 100% kedalam kantong atau mulut penolong
- Vertilasi di kerjakan cukup dalam sehingga gerakan dinding dada baik
dan suara napas dapat didengar
- Kecepatan napas 30 kali / menit Neonatus. makin bertambah umur
makin kurang
- Dekompresi lambung
- Kalau di perlukan bisa dilakukan intubsi
3. Cerculation ( sirkulasi darah )
Prinsip pertahankan perfusi ke organ vital tetap baik ]
- Dengan mengangkat tungkai tiba-tiba diharapkan asistole menjadi
lrama sinus, venous return bertambah
- Kerjakan pijat jantung
- Tanda pijat jantung berhasil , nadi teraba, pupil mengecil dan warna kulit
memerah
4. Drugs
Prinsip : mengoreksi asidosis dan memberikan obat yang diperlukan.
Jenis obat-obatan
- Adrenalin 1 :10000 berikan pertama setelah pijat jantung 0,01 mg/ kg BB
( bayi ) IV, intrakardial atau 0,5 mg/kg BB ( anak ), endotrakeal
- Bikarbonat natrikus : 1-2 mq/kg BB IV pelan
- Diberikan setelah vertilasi baik
- Calcium klorida 10 % 20 mg / kg BB atau calcium glukonat 10% 60 mg/
kg BB IV
- Glucosa 10-40% bila hipoglikemia dosis 0,5 gr/kg BB
5. Elektrokardiogram
Prinsip : untuk mengetahui kelainan jantung seperti asistole, fibrilasi vertikal
- Kalau ada asistole : berikan adrenalin 1:10000. 0,01 mg/kg BB IV dapat
diulang tiap 3-5 menit, selang seling dengan bikarbonat natrikus
- Fibrilasi vertikal
- koreksi asidosis kemudian kerjakan defibrilasi listrik ( bila ada)
Catatan
- Natrium bicarbonat di berikan bila vertilasi sudah baik
- Calcium gluconat/ klorida jangan diberikan pada pendertita yang
mendapat digitalis.
Maldistribusi
Cairan
Distress
Respirasi
Depresi
Respirasi
Pendarahan
Gastroenteritis
Luka bakar
Syok septik
Benda asing
Croup
Asthma
Kejang
TIK meningkat
keracunan
Syok cardiogenik
anaphilaksis
111
Kegagalan
sirkulasi
Kegagalan
Repirasi
Henti jantung
( Cardiac Arrest )
113
114