Oleh :
H. Djoko Mulyono
Pendahuluan
harus
mengerti
tentang
aturan-aturan
yang
menyangkut
pertanahan.
Aturan yang berlaku terhadap golongan yang ikut dan tunduk pada
hukum Barat yaitu golongan Eropa, Cina, India dan Timur Asing
dimana jenis Hak atas tanah yang dipunyai dan yang telah terdaftar
adalah Eigendom Verponding, Erfach, Opstal dan lain-lain.
2.
dan
sendi-sendi
dari
pemerintah
penjajahan,
sehingga
2.
3.
Dengan alasan tersebut diatas maka segera diundangkan UUPA yang tidak
bersifat dualisme, dibuat sederhana, serta menjamin kepastian hukum
sehingga pada pokoknya tujuan UUPA adalah:
a.
b.
Meletakkan
dasar-dasar
untuk
memberikan
kepastian
hukum
Adapun hubungan antar bangsa dan bumi, air serta ruang angkasa bersifat
abadi dengan syarat selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai bangsa
didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dijelaskan dalam UUPA pasal 2 ayat 1 UUPA menyatakan bahwa Bumi, air
dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya,
pada tingkatkan tertinggi dikuasai oleh Negara. Perkataan Dikuasai
dalam pasal ini bukanlah berarti dimiliki akan tetapi adalah pengertian yang
memberi kewenangan kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari
Bangsa Indonesia untuk pada tingkatan tertinggi:
a.
Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
c.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Tanah dikuasai oleh negara dan hak-hak menguasai dari negara memberi
wewenang untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunan,
persedian dan pemeliharaan tanah dengan tujuan mencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan bagi
masyrakat hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
UUPA Pasal 3 menentukan bahwa Pelaksana hak rakyat dan hak-hak yang
serupa dari masyarakat-masyarakat hukum adat, dapat diakui sepanjang
menurut kenyataannya tanah dan masyarakat adat tersebut masih ada dan
hukum adat mash berlaku, Namun hal tersebut juga harus sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan
yang lebih tinggi.
UUPA Pasal 4 menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara
maka Negara dimana hal ini adalah pemerintah dapat memberikan macammacam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan
dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dan
badan-badan hukum.
UUPA Pasal 6 menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial. Ini berarti bahwa hak apapun diatas tanah tersebut yang diberikan
kepada perorangan ataupun badan hukum tidak dibenarkan bahwa tanahnya
4
apalagi
kalau
hal
tersebut
menimbulkan
kerugian
bagi
masyarakat.
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari pada
haknya sehingga sudah sewajarnya bahwa tanah tersebut harus dipelihara
dengan baik-baik agar bertambah kesuburannya dan jangan ditelantarkan
yang
dapat
menjadikan
kerusakan
bagi
tanah
atau
menyebabkan
Tanah dikuasai oleh negara dan hak-hak menguasai dari negara memberi
wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah dengan tujuan mencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan bagi
masyarakat hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
Hak Milik: adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan semua hak atas
tanah mempunyai fungsi social, dan yang dapat mempunyai hak milik adalah
Warga Negara Indonesia secara pribadi-pribadi (Badan Hukum tidak
diperkenankan mempunyai hak milik).
HGU: Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara. Hak ini diberikan bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertanian, perikanan, atau perternakan. Jangka waktu yang diberikan adalah
25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi.
Badan
Hukum
yang
didirikan
menurut
Hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di Indonesia.
Hak Pakai: adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang. Hak ini dapat diberikan kepada
Warga Negara Indonesia ataupun orang asing yang berkedudukan di
Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia atau Badan Hukum Asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia.
2.
Kecuali hal milik maka tanah tersebut hapus setelah masa berlaku
habis dan tidak diperpanjang.
3.
Hak tanah tersebut diserahkan kepada Negara secara suka rela oleh
pemilik tanah.
4.
5.
Dengan berlakunya UUPA, maka Hak-Hak Barat maupun Hak-Hak Adat yang
berlaku menurut Hukum Agraria yang lama harus dikonversi menjadi hak-hak
yang telah diciptakan sesuai UUPA pasal 16.
Tanah bekas Hak Barat yang pemiliknya bukan Warga Negara Indonesia,
diberi kesempatan sejak 24 September 1960 untuk selama satu tahun untuk
mengalihkan tanahnya kepada Warga Negara Indonesia dan apabila tidak
Tanah yang dikuasai Negara atau biasanya kita kenal dengan Tanah
Negara ini berasal dari 3 kategori :
1.
2.
Tanah yang haknya (HM, HGU, HGB dan HP) sudah gugur baik
karena dicabut/dibatalkan atau daluarsa (kecuali Hak Milik yang tidak
ada batas waktunya melainkan dicabut/dibatalkan.
3.
Tanah adat yang tidak bisa dibuktikan dengan surat pajak (girik) pada
tanggal 24 September 1960.
Hal-hal yang harus diperhatikan bagi siapa saja untuk memulai usahanya
sebagai Pengembang adalah :
1. Apabila pengembang tersebut berbentuk suatu Badan Hukum, maka
hak atas tanah yang nantinya dimiliki bukan Hak Milik (HM) tetapi
Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak
Asasi
Manusia,
mempunyai
NPWP,
Surat
Ijin
Usaha
3. Kalau hal ini sudah siap, maka pengembang mengurus ijin Prinsip
dari Instansi Pemda yang berwenang. Ijin ini perlu dilakukan karena
kita perlu menunjukkan kepada PEMDA bahwa usaha yang akan
dikembangkan didaerahnya secara prinsip mendukung rencana
pengembangan daerah itu sendiri.
4. Mengurus Ijin Lokasi (di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta namanya
Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah/SIPPT). Ijin Lokasi ini pada
dasarnya ijin yang diajukan kepada Pemda setempat untuk
membebaskan lahan tempat usaha yang akan dikembangkan dimana
lokasi tersebut telah sesuai dengan tata ruang daerah tersebut.
Waktu yang di ijinkan untuk melakukan pembebasan adalah 1 tahun
dan dapat diperpanjang selama 1 tahun lagi. Apabila setelah 2 tahun
maka ijin Lokasi akan dievaluasi dimana bagi pengembang yang bisa
membebaskan diatas 60% dari luas lahan yang disetujui untuk
dibebaskan dalam Ijin Lokasi maka kepada pengembang tersebut
masih diijinkan untuk diperpanjang 1 tahun lagi tapi apabila hasil
evaluasi menunjukkan luas yang dibebaskan kurang dari 60% maka
Ijin Lokasi tidak dapat diperpanjang lagi dan Pengembang tersebut
harus tetap menyelesaikan pembangunan dengan luas lahan yang
telah dibebaskan.
5. Ijin Lokasi telah banyak disalah artikan. Bagi sebagian Pengembang
yang nakal Ijin Lokasi dinyatakan sebagai ijin untuk memiliki lahan
9
10
yakin
dengan
Rumah
Contoh
tersebut
dengan
segala
kelengkapannya.
persyaratan-persyaratan
tertentu,
kemudian
setelah
11
jangan
sampai
kekeringan
dan
kebanjiran,
sebagai
Dalam skala yang lebih besar ini dapat mendorong kerja sama yang luas,
misal bekerja sama dalam mengelola bendungan, pantai, sungai, air terjun,
perkebunan, tambak ikan/udang, air panas dari gunung atau dari dalam bumi
dan lain-lainnya.
Aturan main Strata Title atau Rumah Susun diatur dalam Undang-Undang
Rumah Susun (UURS) yaitu UU No. 16 tahun 1985.
UURS ini memuat XII Bab dimana secara ringkas Bab-bab ini menjelaskan
sebagai berikut:
Bab I adalah ketentuan Umum dimulai dari Pasal I yang memuat 12 ayat dan
menjelaskan mengenai arti Rumah Susun, satuan rumah susun, lingkungan,
bagian bersama, tanah bersama, hipotik, fidusia, pemilik, penghuni,
perhimpunan penghuni dan badan pengelola.
Bab II adalah Landasan dan Tujuan terdiri dari pasal 2 dan 3 yang
menjelaskan mengenai landasan pembangunan rumah susunnya
adalah
12
Bab III adalah Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun memuat satu pasal
yaitu pasal 4 yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Pemerintah yang dapat
diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Bab IV adalah Pembangunan Rumah Susun terdiri atas pasal 5, 6 dan 7 yang
menjelaskan mengenai kapan, kenapa, oleh siapa Rumah Susun dibangun,
syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi, diatas hak atas tanah apa saja
Rumah Susun didirikan dan kewajiban apa saja yang harus dipenuhi, oleh
penyelenggara pembangunan Rumah Susun.
Bab V adalah Pemilik Satuan Rumah Susun terdiri atas pasal 8, 9, 10 dan 11
yang menjelaskan hak-hak yang dapat dipunyai oleh Pemilik Satuan Rumah
Susun, bagian-bagian Rumah Susun yang merupakan pemilikan bersama
maupun hak atas tanahnya serta sertifikat hak atas satuan rumah susun atau
disebut sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (HM Sarususun)
Bab VI adalah Pembebanan dengan Hipotik dan Fidusia terdiri atas pasal
12,13,14,15,16 dan 17 dimana dijelaskan bahwa Rumah Susun berikut tanah
tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satukesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan
dibebani Hipotik jika tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan dan dibebani
Fidusia jika tanahnya tanah Hak Pakai atas Tanah Negara. Juga diatur
mengenai tata cara pembebanan tersebut yaitu harus dilakukan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT dan juga tata cara pendaftaran di kantor pertanahan
serta pemberian sertifikat Hipotik dan tata cara penghapusan Hipotik apabila
pinjaman telah dilunasi.
13
Bab VII adalah penghunian dan pengelolaan Rumah Susun terdiri atas pasal
18 dan 19 dimana dijelaskan bahwa Rumah Susun tersebut baru bisa dijual
apabila pembangunannya telah selesai dan mendapat ijin kelayakan untuk
dihuni dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Juga dijelaskan kewajiban
bagi penghuni Rumah Susun untuk membentuk Perhimpunan Penghuni
dimana Perhimpunan Penghuni diberi kedudukan sebagai Badan Hukum
berdasarkan UURS ini.
Bab IX adalah ketentuan Pidana yang terdiri atas pasal 21, 22 dan 23 yang
dikenakan kepada siapa saja yang melanggar ketentuan pasal 17 dan pada
18 dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun
atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah).
Bab X adalah Ketentuan lain, Bab XI adalah Peralihan dan Bab XII adalah
ketentuan Penutup.
Dari UURS kita mendapatkan beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan
oleh para usahawan yang akan membangun Rumah Susun (Strata Title)
yaitu:
1.
2.
Rumah Susun hanya dapat dibangun diatas tanah dengan status Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan.
Khusus
untuk
status
tanah
hak
pengelolaan,
14
3.
4.
5.
6.
7.
Dengan memperhatikan apa yang telah diuraikan diatas maka kita perlu
menyikapi UURS ini dengan seksama sehingga hal-hal yang tidak diinginkan
dalam pembangunan dan penjualan Rumah Susun tidak akan terjadi.
Pendapat yang menyatakan melanggar UURS adalah jual beli secara yuridis
keharusan adanya sertifikat hak milik atas satuan rusun dan ijin layak huni
sehingga pelayanan kewajiban penjual diberikan secara tuntas serta manfaat
lainnya memungkinkan pemilik mengagunkan Rumah Susunnya.
16
1.
2.
menampung
keluhan
warga
(kebisingan),
pencemaran
yang
udara
terkena
(debu)
pencemaran
pada
saat
suara
pengalian
terowongan.
-
2.
3.
Bila
subway
dibangun
oleh
pemerintah
tetapi
dikelola
dan
Untuk pengunaan lain dapat diberikan HGB (BT), Hak Pakai (BT), Hak
Sewa (BT) bahkan mungkin juga Hak Milik (BT).
17
proses
pembangunannya
harus
sesuai
dengan
prinsip-prinsip
Akhirnya, marilah membangun tidak saja dalam arti kata yang seluas-luasnya
tapi juga sebaik-baiknya untuk semuanya.
18