KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat mengikuti kegiatan Diklat Pendidikan Dasar Pekerjaan
Sosial (PDPS) di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS)
Regional III Yogyakarta dan dapat menyelesaikan tugas penyusunan Rencana Tindak Lanjut
(RTL)
Rencana Tindak Lanjut (RTL) ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan
kegiatan Diklat Pendidikan Dasar Pekerjaan Sosial di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional III Yogyakarta.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak / Ibu
Widyaiswara dan segenap panitia penyelenggara serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan RTL diklat ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) ini masih
ada kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
HALAMAN PENGESAHAN
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
Judul RTL
Penyusun
NIP
Instansi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
HALAMAN PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Halaman
i
ii
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Dasar Hukum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
3
4
BAB II
A. Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB III
BAB IV
8
8
8
10
10
10
10
BAB VII
6
6
RENCANA KEGIATAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
BAB V
5
5
Supervisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Monitoring . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Evaluasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pelaporan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
12
12
12
12
14
14
BAB I
PENDAHULUAN
Jumlah lansia terlantar di DIY pada tahun 2015 berdasarkan data PMKS yang dihimpun
oleh Dinas Sosial DIY adalah sejumlah 33.753 jiwa. Sementara total jumlah lansia DIY pada
perhitungan data semester I tahun 2014 Pemda DIY adalah 510.351 jiwa dari total penduduk DIY
3.553.293 jiwa. Itu berarti 14% penduduk DIY adalah lansia dan 7% dari total lansia DIY dalam
kondisi terlantar. (Diolah dari: kependudukan.jogjaprov.go.id)
Tingginya populasi lansia di DIY dimungkinkan karena beberapa hal diantaranya,
pertama, tingginya angka harapan hidup di DIY. Secara konsisten, angka harapan hidup di DIY
selalu paling tinggi. Pada 2010, angka harapan hidup (AHH) 74,2 tahun, pada 2013 menjadi
74,45 tahun, dan pada 2014 naik sedikit menjadi 74,50 tahun. Apabila diukur dengan indeks
pembangunan manusia (IPM), indeks AHH mencapai 83,84, disusul Jawa Tengah 82,88 dan
Kalimantan Timur 82,49. Indeks AHH ini juga merupakan angka tertinggi sehingga secara
keseluruhan IPM DIY nomor dua setelah DKI Jakarta. (Sumber: Harian Kompas, 23 September
2015)
Kedua, migrasi masuk ke DIY yang jumlahnya relatif tinggi dibandingkan kota-kota yang
lain di Indonesia. Meskipun tidak diketahui persis jumlahnya, BPS DIY dalam catatan Statistik
DIY tahun 2014 memberikan uraian tingginya migrasi di DIY.
...dalam sepuluh tahun terakhir (2000-2010) laju pertumbuhan penduduk kembali
meningkat menjadi 1,04 persen per tahun. Fenomena ini berkaitan dengan semakin menurunnya
angka kematian dan meningkatnya angka harapan hidup serta semakin bertambahnya migrasi
masuk ke DIY dengan tujuan untuk bersekolah maupun bekerja. (Statistik DIY 2014 hal 10,
BPS)
Ketiga, faktor-faktor lain yang mendukung seperti identitas DIY sebagai kota ternyaman
se-Indonesia, peningkatan taraf kesehatan DIY, identitas kultural yang mendukung kesejahteraan
lansia di DIY.
Jumlah LUT di DIY yang tinggi tentunya menuntut upaya lebih keras dari pemerintah
untuk menekan semaksimal mungkin. Hal itu sesuai dengan tujuan penyejahteraan lansia secara
umun yang tertuang dalam Undang-Undang no 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraaan Lanjut
Usia.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap
dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan
fungsi, kearifan. pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia. dan kondisi fisiknya,
serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia
Upaya pemerintah DIY khususnya lewat Dinas Sosial DIY dalam penyejahteraan dan
pengentasan LUT di DIY diantaranya adalah dengan mendirikan Balai Pelayanan Sosial Tresna
Werdha (BPSTW) yang bertempat di Kasongan dan Pakem. Tentu saja dengan kapasitas yang
terbatas, tidak mungkin bahwa Balai ini bisa melakukan pengentasan LUT secara cepat.
Diperlukan terobosan-terobosan agar kebutuhan untuk penyejahteraan LUT yang ada di DIY bisa
tepat sasaran.
A. Latar Belakang
Lanjut usia atau yang biasa disingkat dengan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Lansia dibagi menjadi dua: lansia potensial dan
lansia tidak potensial. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau
Jasa.Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
schingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Pemerintah dan masyarakat
berkewajiban memberikan Perlindungan sosial kepada lansia di Indonesia agar
kesejahteraanya terpenuhi. Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah dan/atau
masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar
dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. (lihat UU No 13 tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia)
Lansia terlantar (LUT) adalah lansia yang karena faktor-faktor tertentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya. Lansia
terlantar adalah mereka yang tidak memiliki sanak saudara, ataupun punya sanak saudara
tetapi tidak mau mengurusnya. (Permensos Nomor 08 tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan PMKS dan PSKS)
Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Yogyakarta adalah Balai
Pelayanan Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut
usia terlantar agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik
yang berada di dalam Balai maupun yang berada di luar Balai. BPSTW sebagai lembaga
pelayanan sosial lanjut usia berbasis Balai yang dimiliki pemerintah dan memiliki berbagai
sumberdaya perlu mengembangkan diri menjadi Institusi yang progresif dan terbuka untuk
mengantisipasi dan merespon kebutuhan lanjut usia yang terus meningkat.
BPSTW Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor : 6 Tahun 2008 Jo Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial Prov. DIY, yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada lanjut usia. BPSTW Yogyakarta diharapkan mampu mengembangkan komitmen dan
kompentensinya dalam memberikan pelayanan sosial yang terstandarisasi dengan mengacu
kepada Kepmen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 193/Menkes Kesos /III/2000
tentang Standarisasi Balai Sosial, yang telah direvisi dengan Kepmen Sosial RI Nomor
50/Huk/2004, sekaligus mengakomudasi potensi lokal di daerah. Sampai saat ini BPSTW
Yogyakarta mempunyai 2 (dua) Unit yaitu BPSTW Yogyakarta Abiyoso di Pakem Kab.
Sleman dan BPSTW Budi Luhur di Kasongan, Bangunjiwo, Kasihan Bantul.
Klien BPSTW yang tinggal di dalam Balai terbagi menjadi dua program yaitu:
Klien rutin dan klien pelayanan khusus. Klien rutin adalah klien lansia yang berasal dari
lanjut usia terlantar baik secara soslal maupun secara ekonomi. Sedangkan klien pelayanan
khusus adalah klien yang berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi tetapi memiliki
ketelantaran secara sosial. Klien pelayanan khusus dikenakan retribusi sesuai Perda sejumlah
Rp. 1.250.000,- (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) setiap bulannya yang
kemudian masuk sebagai pendapatan daerah. Biaya tersebut biasanya diserahkan oleh pihak
keluarga seperti anak, saudara, famili atau pihak penjamin yang memiliki kedekatan
emosional dengan klien. Berbeda dengan klien pelayanan khusus, klien rutin berasal dari
lanjut usia yang rata-rata tidak memiliki keluarga ataupun terpisah dari keluarganya.
Tantangan yang ada adalah, bahwa layanan berbasis panti yang dilakukan BPSTW
terbatas pada jumlahnya ataupun kapasitas kliennya sehingga tidak mungkin menjangkau
keseluruhan PMKS LUT di DIY. Untuk itulah diperlukan terobosan-terobosan agar rolling
ataupun rotasi klien di BPSTW menjadi lebih cepat.
B. Dasar Hukum
1. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
2. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanana Sosial
Lanjut Usia
3. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 3 tahun 2015 tentang
Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 100 tahun 2015 tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tatakerja Unit
Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial
7
BAB II
KEADAAN DAN MASALAH
A. Keadaan
Klien BPSTW yang teridentifikasi termasuk lansia hilang dalam catatan penulis
setidaknya ada tiga orang, yaitu sepasang suami istri dan seorang duda.
Pertama, sepasang suami istri tersebut adalah pasangan Bp. Syt (83 th) dan Ny Saj
(83 th). Mereka berdua tercatat sebagai klien BPSTW Abiyoso sejak 30 Januari 2015 dan
ditempatkan di Wisma Grojogansewu. Keduanya berasal dari Margorejo, Tempel, Sleman,
Yogyakarta. Awal mereka masuk ke BPSTW yaitu rujukan dari Camp Assesmen
Gelandangan dan Pengemis DIY. Mereka dijangkau oleh Satpol PP dan dimasukkan ke
Camp setelah adanya laporan dari masyarakat dan terpublikasinya kondisi mereka berdua
yang sudah sekitar setahun hidup miskin di bawah jembatan Kali Krasak, Tempel, Sleman
Yogyakarta. Mereka berdua dalam catatan assesmen awal diketahui memiliki dua orang
anak yang hidup di Kalimantan. Tetapi karena persoalan mertua-menantu, akhirnya
muncul konflik yang berujung pecahnya hubungan keluarga diantara mereka. Si anak
diketahui keberadaannya tetapi dirahasiakan oleh sepasang lansia ini.
Yang kedua, adalah Bp Juh (77 th) yang tercatat sebagai klien BPSTW Abiyoso
sejak 15 November 2015. Bp Juh juga rujukan dari Camp Assesmen Gelandangan dan
Pengemis DIY. Dari assesmen awal yang dilakukan, Bp Juh diketahui memiliki dua orang
anak yang terpisah di daerah Banjarmasin, terpisah dari anak istrinya ketika usia anak
pertamanya 8 tahun sehingga tidak diketahui keberadaannya sekarang. Tetapi dia masih
ingat betul nama-nama anaknya.
Dari identifikasi awal yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa klien terpisah
dari keluarganya tersebut dikarenakan persoalan-persoalan seperti:
1. Konflik rumah tangga (konflik mertua-menantu, persoalan waris, persoalan psikologis
dll)
2. Persoalan ekonomi (klien meninggalkan keluarga pada masa lalu untuk mencari
nafkah tetapi tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan, klien ditinggalkan oleh
anak yang merantau dll)
9
B. Masalah
Dari kondisi diatas menimbulkan beberapa masalah bagi klien selama memperoleh
bimbingan dair BPSTW Abiyoso antara lain
1. Kondisi psikologis yang tidak sehat sepeti suka melamun, mudah tersinggung, tidak
mudah menerima saran dan pendapat, dll.
2. Konsentrasi yang terganggu dalam mengikuti kegiatan bimbingan, malas ataupun
hanya sekedar hadir dan tidak berperan aktif.
3. Konflik dengan sesama teman sebagai dampak dari kondisi psikologis yang tidak
sehat tersebut.
11
BAB. III
TUJUAN DAN SASARAN
A. Tujuan
Mempertemukan klien lansia yang kehilangan atau terpisah dari keluarga untuk
mendapatkan advokasi dipertemukan dengan keluarganya. Jika memungkinkan, mengajak
keluarga agar mengasuh klien sehingga klien dapat diterminasi dari layanan BPSTW dan
dialihtanggungjabkan kepada pihak keluarga.
B. Sarasan
Klien LUT di BPSTW Abiyoso Yogyakarta yang diduga terpisah ataupun kehilangan
keluarga dalam jangka waktu lama dan belum pernah bertemu kembali.
13
BAB IV
RENCANA KEGIATAN
A. Nama, Waktu dan Tempat
Nama Program
Waktu
Tempat
B. Sasaran
Tiga (3) orang klien BPSTW Abiyoso Yogyakarta yang terduga memiliki keluarga yang
terpisah selama bertahun-tahun yaitu. Bp Syt dan Ny Saj yang merupakan suami istri, dan Bp
Juh.
C. Kegiatan
Metode pekerjaan sosial yang akan digunakan dalam mengintervensi persoalan klien adalah
menggunakan metode intervensi mikro. Metode intervensi mikro adalah suatu metode untuk
membantu individu/keluarga yang dilandasi oleh pengetahuan, penggunaan teknik yang
ditujukan untuk memecahkan masalah atau mengembangkan potensi indvidu/keluarga secara
maksimal. Harapannya dengan melakukan intervensi mikro tersebut, klien bisa memperoleh
keberfungsian sosialnya secara baik. Minimal, klien dapat meningkat kualitas kehidupan
sosialnya di BPSTW Abiyoso dibandingkan sebelumnya, dan maksimal klien dapat
memperoleh penyejahteraan diri di tengah keluarganya dan dapat diterminasi dari BPSTW
Abiyoso.
Kegiatan yang dilakukan dalam program ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
15
1. Identifikasi: Mencatat ataupun mendata klien-klien yang diduga masih memiliki keluarga
yang terpisah atau hilang.
2. Assesmen
a. Menggali data-data dari klien terkait keluarga yang terpisah
b. Mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang menurut klien bisa menjadi kunci atau
petunjuk untuk menemukan keluarga klien
c. Penyuluhan Kamtibmas
3. Konseling individu
a. Menggali akar permasalahan yang menyebabkan klien terpisah dengan keluarganya
b. Meningkatkan kemampuan klien dalam mengidentifikasi persoalannya di masa lalu
agar klien bisa menilai serta mengambil keputusan atas persoalan tersebut
17
klien ingin diasuh oleh pihak keluarga, maka dilakukan terminasi. Jika klien masih
berkeinginan tinggal di BPSTW ataupun pihak keluarga belum siap, setidaknya
persoalan psikologis yang dimiliki klien bisa teratasi dan klien bisa lebih sejahtera
dibandingkan sebelumnya.
D. Biaya
Anggaran dari APBD Tahun 2016
E. Tenaga Pelaksana
Pekerja Sosial BPSTW Abiyoso Yogyakarta
F. Mitra Kerja
1. Dinsos DIY
2. Dinas Sosial di daerah asal klien
3. Jejaring Sosial
G. Mekanisme Pelaksanaan
1. Asesmen Kasus
2. Konseling
19
3. Advokasi
H. Hasil Yang diharapkan
1. Meningkatnya kualitas diri dan motivasi Klien LUT dikarenakan memiliki harapan untuk
dapat bertemu dengan keluarganya
2. Meningkatnya motivasi diri klien untuk menjalin kembali hubungan dengan keluarga
ketika keberadaan keluarga klien ditemukan.
3. Mengupayakan terminasi kepada pihak keluarga untuk bersedia melakukan pengasuhan
klien secara mandiri sehingga regenerasi klien di BPSTW bisa segera dilakukan.
21
BAB V
SUPERVISI, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
dilakukan untuk menakar pencapaian hasil dari seluruh proses yang sudah
dilaksanakan.
Laporan tentang proses penyelenggaraan dan perkembangan kegiatan yang telah
dilaksanakan dibuat sebagai bagian dari proses evaluasi pelaksanaan program secara
keseluruhan.
25
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan Advokasi klien lansia BPSTW Abiyoso Yogyakarta yang hilang atau terpisah
dari keluarganya ini memiliki harapan minimal dan maksimal. Minimal, klien dapat
memiliki motivasi untuk hidup secara sejahtera di BPSTW, sedangkan harapan
maksimalnya adalah dengan mengembalikan klien untuk disejahterakan pihak keluarga.
Dengan keterbatasan kapasitas BPSTW untuk mengentaskan LUT DIY, diperlukan usahausaha agar klien BPSTW beregenerasi yaitu melakukan terminasi kepada klien-klien yang
masih memiliki keluarga. Dengan melakukan terminasi, maka LUT DIY yang memenuhi
syarat bisa direkrut untuk menggantikan klien BPSTW yang telah diterminasi tersebut.
B. Saran
Ditujukan kepada Dinas Sosial DIY
1. Mohon untuk disediakan alokasi anggaran untuk biaya referal klien ke daerah asal
keluarganya.
2. Mohon untuk difasilitasi dalam hal sosialisasi dan interkoneksi dengan Dinas Sosial
lain se-Indonesia.
27