Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Angka kematian bayi mejadi persoalan pertama dalam menentukan cerminan
dari status kesehatan anak saat ini. WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari
10,5 juta per tahun terjadi akibat penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi,
seperti Pneumococcus (28%), Campak (21%) virus penyebab diare (16%) hepatitis B
(15%). Dari data WHO ini diperkirakan setidaknya 50% angka kematian di indonesia
dicegah dengan imunisasi dan indonesia termasuk 10 besar relati dengan jumlah
terbesar anak tidak tervaksinasi.1
Imunisasi adalah salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh guna membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang digunakan untuk merangsang
pembentukan zat anti, yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya
vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), DPT dan campak) dan melalui mulut
(contohnya vaksin polio). Program imunisasi merupakan cara terbaik yang telah
menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dan merupakan usaha yang sangat
menghemat biaya dalam mencegah penyakit menular dan juga telah berhasil
menyelamatkan begitu banyak kehidupan dibandingkan dengan upaya kesehatan
masyarakat lainnya.2
Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu,
maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah
ke daerah lain atau satu relati ke relati lain dapat digunakan dalam waktu relative
singkat dan dengan hasil yang efektif. Menurut undang- udang Kesehatan Nomor 23
tahun 1992, Paradigma Sehat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain
pencegahan penyakit. Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah upaya
pengebalan(imunisasi). Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun
1958. Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling efektif,
terbukti bahwa penyakit cacar terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas penyakit
cacar sejak tahun 1974. Pada tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi program
pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (P3DI).
Dalam waktu yang telah di tentukan (tahun 2008) eradikasi polio, tercapainya
eliminasi tetanus neonatal (tahun 2008). Data kondisi lingkungan Indonesia tahun
1

2000 masih belum mendukung upaya pencegahan penyakit menular. Untuk itulah,
imunisasi diperlukan guna pencegahan penyakit tertentu dan menghindari resiko
kematian diakibatkannya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi Dasar
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun atau kebal atau resisten jadi imunisasi adalah
suatu tindakan memberi kekebalan dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh
manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai
kemampuan, mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan
kuman tertentu. Kebal terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit
lain.4
2. Tujuan Pemberian Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat
mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang
sering berjangkit.5 Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta
dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunitas.6
3. Imunisasi Dasar Lengkap
Imunisasi dasar adalah imunisasi yang di wajibkan oleh pemerintah yaitu
meliputi BCG (Bacille Calmetee Guerin), Hepatitis B, Campak, DPT ( Difteri,
Pertusis, Tetanus) dan Polio. Imunisasi dasar lengkap adalah program imunisasi yang
di rencakan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan bayi di Indonesia.
Imunisasi ini diberikan mulai dari bayi baru lahir (Hepatitis B) sampai berumur 9
bulan (Campak).7
4. Syarat-syarat Imunisasi
Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang
pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin.
Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini
keadaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu anak sakit keras, keadaan fisik
lemah, dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan

sediaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup)


karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak.
Menurut Depkes RI tahun 2005, dalam pemberian imunisasi ada syarat yang
harus diperhatikan yaitu diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang
diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan tidak lewat masa berlakunya,
pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan
melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang
diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor batch pada buku
anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed consent kepada orangtua atau
keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan
kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi.8
5. Manfaat Imunisasi 9
Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat
atau kematian.

Untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan ila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak- kanak yang nyaman.


Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan Negara.
6. Jenis Imunisasi
a. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin)
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan meresponnya.
Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur vaksin, yaitu :
Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada
protein pembawa seperti polisakarida dan vaksin dapat juga berasal
dari ekstrak komponen komponen organisme dari suatu antigen.

Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang

dijadikan vaksin.
Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya

telur, protein serum, bahan kultur sel.


Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan
sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi
tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan

juga, dalam hal ini

semakin tinggi perlawanan makan semakin tinggi peningkatan antibodi


tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui
suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan
yang didapatkan bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bias
ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam

tubuh yang terinfeksi.


Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang
mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada
bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak.

7. Jenis Jenis Imunisasi Lengkap


a) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang
dilemahkan, diberikan secara intrakutan dengan dosis 0.05 ml pada insertion
muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksin BCG adalah penderita
gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang
mengalami pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi :

Reaksi lokal :
Satu sampai dua minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan
timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian
benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu

pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh
secara spontan dalam waktu 8 12 minggu dengan meningkatkan
jaringan paru yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi
BCG tidak jadi, bila akan di ulanh dan bayi sudah berumur lebih dari 2

bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberculin).


Reaksi regional :
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri
tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3 6 bulan.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena


penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara
spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang,
sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisaoan abses dengan menggunakan

jarum) dan bukan disayat.


Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu
dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 2 6 bulan.

b) Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap
difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang
menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius
atau fatal. Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran napas yang ditandai
dengan batuk yang hebat yang menetap serta bunyi pernapasan yang
melengking. Pertussis berlansung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernapas,
makan atau minum. Pertussis juga dapat menimbulkan komplikasi yang
serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah
infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan yang disuntikkan pada otot paha secara subkutan dalam. Imunisasi
DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT
I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III) selang waktu tidak kurang dari 4
minggu dengan dosis 0.5 ml.

DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertussis didalam vaksin. Pada
kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut
Demam tinggi ( lebih dari 40.5C)
Kejang
Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya
pernah mengalami kejang atau terhadap riwayat kejang dalam
keluarga)
Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon)
Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak
mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan
adalah DT, yang hanya diperoleh di puskesmas (kombinasi toksoid difteri
dan tetatus (DT) yang mengandung 10 12 Lf dapat diberikan pada anak
yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertussis).
Satu sampai dua hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi
demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat
penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa
diberikan asetaminofen atau ibuprofen, kompres hangat atau lebih sering
menggerak gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
c) Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada
salah satu maupun kedua lengan dan tungkai. Polio juga bisa menyebabkan
kelumpuhan pada otot otot pernapasan dan otot untuk menelan. Polio bisa
menyebabkan kematian. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II,III
dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan
2 tetes (0.2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang berisi air gula.
Kontraindikasi pemberian polio :

Diare
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,

kortikosteroid)
Kehamilan

Efek samping yang mungkin tejadi berupa kelumpuhan dan kejang


kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk
meningkatkan kekuatan antibody sampai tingkat yang tertinggi.
d) Imunisasi campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara
subkutan sebanyak 0.5 mL. jika terjadi wabah campak dan ada bayi yang
belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan.
Kontraindikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut :
Infeksi akut yang disertai deman lebih dari 38C
Gangguan sistem kekebalan
Pemakaian obat imunosupresan
Alergi terhadap protein telur
Hipersensivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
Wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang)

e) Imunisasi HB (Hepatitis B)
Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7
hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat HB I dan 4 minggu
kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3
kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara
subkutan dalam sengan dosis 0.5 mL. pemberian imunisasi kepada anak yang
sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar benar pulih. Efek samping
dari vaksin HB adalah efek local (nyeri ditempat suntikan) dan sistematis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan) yang
akan hilanh dalam beberapa hari.

8. Jadwal Imunisasi

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan
antigen lemah agar merangsang antibodi sehingga tubuh dapat resisten
terhadap penyakit tertentu. Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal
setiap hari nya termasuk meninggal karena sebab sebab yang seharusnya
dapat dicegah. Misalnya tuberculosis, campak, pertussis, difteri dan tetanus.
Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah direkomendasikan EPI (Expanded
Program on Immunization) sebagai imunisasi rutin di Negara berkembang
antara lain BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
B. Saran
Bagi Masyarakat
Masyarakat perlu meningkatkan peran serta terutama orang tua dan
keluarga untuk ikut penyuluhan agar nantinya dapat menambah informasi
dan pengetahuan agar membawa anaknya untuk di imunisasikan sesuai
jadwal di pelayanan kesehatan misalnya di puskesmas.

Bagi Puskesmas
Agar sebagai masukan yang berarti bagi puskesmas khususnya tenaga
kesehatan untuk meningkatkan pelayanan imunisasi kepada bayu balita
dan perlu mengadakan penyuluhan dan memotivasi orang tua tentang hal
hal yang berkaitan dengan imunisasi agar orang tua berperan aktif
tentang pentingnya anak untuk di imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

10

1. Giantiningsih, Puspitaningrum D, Anggraini N. Hubungan Peran Keluarga


Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi usia 10-12 bula di
Desa Batusari RW 3,4,5 dan 32 Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Tahun
2010. Jakarta, 2012.
2. Sarimin S, Ismanto A, Worang R. Analisis faktor faktor yang berhubungan
dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada balita di Desa
Taraitak Saty Kecamatan Langowan Utara Wilayah Kerja Puskesmas
Walantakan. 2014
3. Depertemen Kesehatan, Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia,
Jakarta, 2006.
4. Kemenkes RI. Profil Kesehatan tahun 2011. Jakarta, 2011.
5. Proverawati, Atikah. Imunisasi dan Vaksin. Yogyakarta : Nuha Offset. 2010
6. Ranuh I. Imunisasi Upaya Pencegahan Primer dalam Pedoman Imunisasi di
Indonesia, Universitas Diponegoro. Edisi kedua. Semarang, 2012.
7. Nakita, Pengertian Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta : Nuha Offset. 2010. h.
4 7.
8. Markum AH. Imunisasi. Fakultas Kedokteran Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2002. h. 26 9.
9. Rahmawati S. Analisa Faktor Sumber Daya Manusia yang Berhubungan dengan
Hasil Kegiatan Imunisasi Dasar Bayi oleh Petugas Imunisasi Puskesmas di
Kabupaten Blora tahun 2006
10. Maulana H. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2012.

11

Lampiran

12

13

Anda mungkin juga menyukai