A.
Pengertian
Demam dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemoragic fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diastesis haemoragic (Suhendro, dkk, 2007 : 1709).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodbom virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes
aegypti) (ngastiyah, 2005 : 368)
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe serotipe
virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manisfestasi
perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya rejatan
(sindrom rejatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian (Abdul Rohim, dkk, 2002 : 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
B.
Etiologi
1.
Virus dengue
Deman dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro,
2007 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2, 3,
4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue
memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel
pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi.
Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
2.
a.
b.
c.
d.
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang
biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di
dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3.
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau
lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul
pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena
patofisiologi
utama
yang
menentukan
berat
penyakit
dan
Klasifikasi DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1.
2.
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
Kasus DBD
Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
uji tourniquet positif
petekia, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
Hematemesis atau melena
Trombositopenia < 100.00/pl
Kebocoran plasma yang ditandai dengan
Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal
diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
2.
SSD
1.
Demam : demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari
turun secara cepat menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2.
Hematemesis, melena
Hematuri
3.
Hepatomegali :
4.
Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran plasma
didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda syok adalah:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80
mmHg)
5.
Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke
tiga sampai ke tujuh.
6.
7.
Gejala-gejala lain :
Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
Penurunan kesadaran
E.
1)
Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode diagnostik klinis
untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler
digunakan untuk mengidentifikasi trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD
menurut WHO. Langkah tes torniquet :
a.
Pra Analitik
Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena. Dengan terjadinya
anoksia dan penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika
b.
diastolik (TD)
Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar x (TS+TD), pertahankan tekanan ini
c.
2)
-
selama 5 menit.
Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam lingkaran yang dibuat.
Post Analitik
< 10 : normal/negatif
10-20 : dubia (ragu-ragu)
>20 : abnormal (positif)
Labolatorium
Hb dan PCV meningkat ( 20% )
Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila
sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin
serum.
Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menandakan terjadinya hemolisis
Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan
terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum transaminasi meningkat.
F.
1)
-
Penatalaksanaan
Indikasi rawat tinggal
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-
kejang.
-
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan
sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
2)
Fase Demam
Hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal. Bila cairan oral tidak dapat
diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
3)
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%),
seperti tertera pada tabel dibawah ini :
)
<7
7 11
12-18
>18
hari
220
165
132
88
Kebutuhan cairan Rumatan
Berat Badan ( kg )
10
10 20
>20
Jumlah cairan ml
100 per kg BB
1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)
b.
4)
a.
Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
Koloid
Dkstran 40
Plasma
Albumin
Syok Sindrom Dengue
Penggantian volume segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan
secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai
Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau
plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.
Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar
hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah
segar.
Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg
II.
A.
Pengkajian
1.
Identitas
Umur: DHF merupakan penyakit tropik yang sering menyebabkan kematian pada anak dan
remaja.
Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi
kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian
menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah
penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat. biasanya nyamuk pembawa vector banyak
ditemukan pada daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang lembab.
2.
Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak dan terus menerus
selama 2-7 hari, terdapat petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, neyri epigastrium,
epistaksis, nyeri pada sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun
3.
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh,
sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4.
Ada kemungkinan anak yang telah terinfeksi penyakit DHf bisa terulang terjangkit DHF
lagi, tetapi penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang perna diderita dahulu
5.
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan,
Penyakit DHF dibawah oleh nyamuk jadi bila terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit ini dalam satu rumah besar kemungkinan tertular karena penyakit ini
ditularkan lewat gigitan nyamuk.
6.
7.
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah
lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak genangan air, vas
bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan air, botol dan ban
bekas. Tempat tempat seperti ini biasanya banyak dibuat sarang nyamuk Janis ini. Perlu
ditanyakan pula apakah didaerah itu ada riwayat wabah DHF karena inipun juga dapat
terulang kapan-kapan
a.
8.
9.
Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris,
perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
b.
Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi
DSS
c.
Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III
dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung
dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
d.
Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa,
pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat hematemesis, melena.
e.
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing,
kencing berwarna merah.
f.
Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B.
Kelemahan
Haus
Hematokrit meninggi
Nyeri
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang d
Batasan karakteristik :
Laporan secara verbal atau non verbal
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, men
Terfokus pada diri sendiri
Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lem
Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
saat disentuh tangan terasa hangat
Miskonsepsi
Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi (imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan lingkungan patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum buatan
Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan
Penyakit kronik
Kurang pengetahuan
Definisi :
DAFTAR PUSTAKA
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA
NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Herdman, T. Heather. 2009. Diagnosa Keperawatan Nanda Internasional. EGC. Jakarta
Pasaribu, Syahril. 1992. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : Medan
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam : jilid 1. Jakarta : FKUI
Doenges, EM. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. (2001), Jakarta, EGC.
Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed.
4, EGC, Jakarta.