Urogenital 20
Urogenital 20
Blok 20
UROGENITAL II
Fakultas Kedokteran
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2011
Pendahuluan
Glomerulonefritis akut adalah proses keradangan akut pada glomeruli akibat reaksi
imunologis terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak
maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab
yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal
yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan
ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Anamnesis
Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien atau pengantar pasien untuk
mengetahui keluhan utama riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
riwayat penyakit dalam keluarganya.
Anamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan menanyakan identitas dan
keluhan utama. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan
yang pertama disampaikan orang tua anak; hal ini terutama pada orangtua yang
pendidikannya rendah, sehingga kurang dapat mengemukakan esensi masalah.1 Saat
menduga adanya penyakit ginjal, hal-hal yang perlu diketahui adalah:
1. Riwayat keluarga mengenai penyakit kandung kemih, nefritis herediter, dialisis, atau
transplantasi ginjal.
2. Riwayat penyakit akut maupun kronik sebelumnya atau dulu, misalnya infeksi saluran
kemih (ISK/UTI), faringitis, impetigo atau endokarditis.
3. Rash dan nyeri pada sendi (artritis).
4. Pertumbuhan yang terlambat atau gagal tumbuh.
5. Adanya poliuria, polidipsi, enuresis, frekuensi berkemih, atau disuria.
2
6.
7.
8.
9.
Pemeriksaan Pasien
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis anak harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum,
yang mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran, dan kesan status gizi. Dengan penilaian
keadaan umum ini akan diperoleh kesan apakah pasien distres akut yang memerlukan
pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan
dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis lengkap.3
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup
nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup frekuensi atau
laju nadi, irama nadi, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Normal laju nadi pada anak
berumur 2-10 tahun adalah 70-110/menit dalam keadaan bangun.
Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu
ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada
keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau a.radialis dan nadi
pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada pengukuran hendaknya
dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur. Tekanan darah normal pada anak
berumur 5-10 tahun adalah 100/60 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi
pada pelbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim seperti,
glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindroma nefrotik, maupun kelainan renovaskular, seperti penyempitan a.renalis. 2
B. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini
: 2,4
Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia urin
pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria makroskopis,
jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada proteinuria (albuminuria +),
eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin,
dan berbutir.
Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan pada
pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.
Penentuan titer ASTO (Antibody terhadap Streptolisin O) mungkin kurang membantu
karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi streprococcus, terutama
yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer antibody tunggal yang paling baik
untuk
glomerulonefritis
post
streptococcal
adalah
dengan
Tes
Pemeriksaan Patologi
Informasi histologis sangat berharga untuk diagnosis, perawatan, dan prognosis.
glomerular
yang
membuat
pembesaran
ruang
urinary
dan
hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi
lekosit PMN
gambar
:Gambar
diambil
dengan
menggunakan
mikroskop
Nefritis herediter biasa disebut sebagai sindrom Alport merupakan penyakit glomerulus yang
progresif terutama pada laki-laki sering disertai gangguan saraf pendengaran dan pengelihatan.
PEMERIKSAAN
1. urinalisis analisis air kemih
2. Pemeriksaan audiometri menunjukkan adanya ketulian
3. Biopsi ginjal meunjukkan glomeulonefritis kronis
sindroma alport
DIAGNOSIS
Adanya riwayat penyakit ginjal disertai gangguan pendengaran pada anggota keluarga
merupakan tuntutan untuk mencurigai sindrom Alport. Hal ini dihubungkan dengan adanya
hematuria glomerulus persisten. Pada biopsi ginjal ditemukan adanya kelainan MBG.
Perkembangan klinis menuju pada progresivitas penyakit ginjal kronis serta bila mungkin tes
genetika adanya mutasi gen COL4A5, COL4A3,COL4A4.
GAMBARAN KLINIK
Biasanya manifestasi klinis berupa hematuria asimtomatik, jarang terjadi gross hematuri,
terjadi pada usia muda, mikrohematuri persisten sering terjadi terutama pada anak laki-laki. Pada
tahap awal biasanya kreatinin serum dan tekanan darah tidak mengalami perubahan, tetapi
dengan berjalannya waktu fungsi ginjal mengalami penurunan secara progresif yang ditandai
dengan proteinuria yang semakin persisten dan menjadi gagal ginjal tahap akhir pada usia 16
sampai 35 tahun. Variasi gambaran klinis ditentukan oleh besarnya mutasi genetik.
Gangguan eksternal yang paling sering didapati adalah hilangnya pendengaran, dimulai
dengan hilangnya kemampuan mendengarkan nada-nada tinggi dan akhirnya hilang kemampuan
mendengar percakapan normal. Pada mata dijumpai gangguan berupa kurangnya kemampuan
lengkung lensa mata ( anterior lenticonus), bintik putih atau kuning di daerah perimakular retina,
kelainan kornea berupa distrofi polimorfis posterior dan erosi kornea, dan berakhir dengan
mundurnya ketajaman penglihatan. Megatrombsitopenia dapat ditemukan pada tipe autosomal
dominant.1
8
GAMBARAN PATOLOGI
Biopsi ginjal yang dilakukan selama usia dekade pertama dapat menunjukkan sedikit
perubahan bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Nantinya, pada glomerulus dapat terjadi
proliferasi mesangium dan penebalan dinding kapiler, menimbulkan sklerosis glomerulus
progresif. Atrofi tubulus, radang dan fibrosis interstitial, dan sel busa ( sel tubulus atau interstitial
penuh-lipid nonspesifik) terjadi jika penyakitnya menjelek. Pemeriksaan imunopatologi biasanya
negatif.2
Pada
kebanyakan
penderita,
pemeriksaan
mikroskop
elektron
menunjukkan
penebalan,penipisan, perobekan, dan pelapisan membrana basalis glomerulus dan tubulus, tetapi
lesi ini tidak spesifik untuk sindroma Alport dan mungkin tidak ditemukan pada keluarga tertentu
yang mempunyai manifestasi klinis khas sindrom ini.
ETIOLOGI
Ini adalah beberapa tipe nefritis herediter yang paling sering. Ada variabilitas yang mencolok
pada tanda klinis, riwayat alamiah, kelainan histologis, dan pola genetik. Sejak tahun 1980 dapat
dibuktikan bahwa kelainan Sindrom Alport terletak pada membrana basalis glomerulus (MBG)
akibat mutasi genetik pada collagen protein family tipe IV. Secara genetik merupakan penyakit
heterogenetik dengan x-linked inheritance, baik autosomal dominant variants maupun autosmal
recessive. Pada autosomal recessive sindrom Alport, mutasi berasal dari gen COL4A3, COL4A4,
atau COL4A6.
PATOGENESIS
MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multiminer dan
akhirnya mendesak lengkung kapiler glomerulus, glomerulus menjadi sklerotik, tubulus
mengalami atrofi, interstisium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal
dapat diketahui bahwa COL4A3,4, dan 5 terdistribusi secara normal pada MBG, kapsul bowman
dan juga pada membran basalis distal collecting tubule, serta pada membran-membran di koklea
mata, dengan demikian kerusakan yng terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses.
KOMPLIKASI
Jika fungsi ginjal memperburuk, hipertensi, infeksi saluran kencing, dan manifestasi
kegagalan ginjal kronis dapat muncul, ESRD.
2) SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuri
masif, hipoalbuminemi, edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas yang disebabkan
oleh kelainan primer glomerulus dengan etiologi yang tidak diketahui atau berbagai penyakit
tertentu.
PEMERIKSAAN
1. urinalisis analisis air kemih
2. Pemeriksaan kolestrol serum, albumin serum, trigliserida serum,
3. Biopsi ginjal meunjukkan gambaran yang khas untuk sindroma nefrotik (histopatologi)
DIAGNOSIS
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa
proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema,
hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.
GAMBARAN KLINIK
Manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik di mana edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbital, skrotum atau labia).
Edema bersifat pitting semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka) yang
disertai kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin. Edema
berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari tampak berpindah dari muka dan
punggung ke prut, perineum, dan kaki.
10
GAMBARAN PATOLOGI
Tabel 3. Pemeriksaan Patologi pada Bentuk-Bentuk Sindrom Nefrotik8
Pemeriksaan
Sindrom nefrotik
Glomerulonefritis
Mikroskop biasa
kelainan minimal
Glomerulus terlihat
proliferatif
Peningkatan sel
segmental
Glomerulus
normal atau
memperlihatkan
peningkatan minimal
dan matriks
dan matrixnya
Negatif
Glomerulosklerosis fokal
immunoflourescence
1+ IgM mesangial
Mikroskop elektron
memperlihatkan
dan/atau IgA.
peningkatan dari sel
sclerosis.
jaringan parut segmental
hilangnya epithelial
diikuti dengan
disertai dengan
(podosit) pada
menghilangnya sel
glomerulus.
podosit.
kapiler glomerulus.
ETIOLOGI
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun. Jadi
merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu
PATOGENESIS
Proses awal adalah kerusakan dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas terhadap protein plasma. Dinding kapiler glomerulus, endotel, membran basal
glomerulus, dan sel epitelnya berfungsi sebagai sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus.
11
KOMPLIKASI
Komplikasi tersering yang terjadi adalah infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang
disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus; bronchopneumonia dan tuberculosis.
akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
1. Bakteri :
epidemika dl
3. Parasit
Streptokokus
Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1miro meter. Dalam bentuk rantai yang
khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus pathogen jika ditanam dalam
perbenihna cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah
kokus atau lebih.
Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas
tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negative gram. Pada
perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat
berubah menjadi negative gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidup
saprofitik. Geraknya negative. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung
hyaluronic acid dan M type specific protein. Jika pada perbenihan biasa, kuman ini
pertumbuhannya akan kurang subur jika tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh
baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC.3,11
13
Faktor Risiko
Diabetes adalah penyakit dimana tubuh kita tidak memproduksi cukup insulin
atau tidak bisa menggunakan insulin secara normal dan memadai. Hal ini
meningkatkan kadar gula di dalam darah, yang bisa menyebabkan masalah pada
banyak organ tubuh Kita. Diabetes adalah penyebab yang terdepan dari penyakit
ginjal.
Tekanan darah tinggi adalah penyebab umum lain dari penyakit ginjal dan
komplikasi-komplikasi lain seperti serangan jantung dan stroke. Tekanan darah
tinggi terjadi ketika desakan darah pada dinding arteri bertambah. Ketika tekanan
14
darah tinggi terkontrol, resiko komplikasi seperti penyakit ginjal kronis dengan
pada bagian
belakang.
Penyakit-penyakit bawaan juga dapat mempengaruhi ginjal. Hal ini biasanya
berupa masalah yang terjadi dalam saluran kemih ketika bayi tumbuh dalam
kandungan ibunya. Satu hal yang paling umum terjadi ialah ketika mekanisme
seperti keran diantara kandung kemih dan saluran kencing gagal bekerja dengan
baik dan menyebabkan urine tertarik kembali keginjal. Hal ini menyebabkan
Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan
kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan
progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan
efusi rongga pleura.
Penatalaksanaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
Tatalaksana non-medikamentosa
1. Tirah baring mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi seperti natrium.
3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif dan tranfusi tukar). Bila prosedur di
atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.
4. Lakukan follow up pasien selama periode penyembuhan (konvalesens) 12 minggu.
Jika setelah periode ini ternyata GFR masih rendah dan masih ada proteinuria serta
C3 tetap rendah maka diindikasikan untuk biopsy ginjal. 7,12
Tatalaksana medikamentosa
17
1.
Pemberian
penisilin
pada
fase
akut.
Pemberian
antibiotika
ini
tidak
dibagi 3 dosis.
Pengobatan terhadap hipertensi meliputi pemberian vasodilator ( hidralazine 0,1
3 mg/kgbb tiap 4-6 jam ), beta blocker ( propanolol dosis awal 0,5 mg/kgbb/hari )
3.
mg/kgbb/hari,
dan
berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
18
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali, dan
meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang
menurun.1,2,12
Prognosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik,
penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%. Penyembuhan
sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun
menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.
Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu,
penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating fibrinogenfibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.
19
Daftar Pustaka
1. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et al. Glomerulonefritis akut. In: Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI;2007.h.835-9.
2. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH.[et al].
Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.270-89.
3. Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Ed ; 23. Jakarta. 2007.
4. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009.h.274-81.
5. Price, Sylvia A. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. ed 6, vol 2. EGC :
Jakarta. 2006
6. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed,
2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510.
7. Noer MS . Glomerulonefritis. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku
Ajar
Nefrologi
Anak.
2nd
Ed.
Jakarta
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;2002.p.323-61.
8. Wilson LM. Glomerulonefritis. In: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
6th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.924-7.
9. Sindroma
nefrotik.
Edisi
25
agustus
2011.
Diunduh
dari
13. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed,
2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510.
14. Nefropati IgA Idiopatik. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal 992-995.
15. Dr. M.S. Markum, Dr. Suhardjono, Dr. Endang Susalit, Dr. Jose Roesma. Nefropati
Imunoglobulin A. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT. Kalbe Farma; 2000
16. Nefritis Herediter. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal 997-998.
17. Waldo E.Nelson.Neloson : Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi ke-15.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2000.hal.1810-12.
.
21