Anda di halaman 1dari 20

MATERI PEMBELAJARAN

A.1. KONSEP MATERI PENDIDIKAN


Menurut Zais (1976:439) komponen kurikulum adalah:
Aims,
Goals,Objec
tives
Content

Learnin
g
Aktiviti
es

Evaluasi

Tujuan adalah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan


dalam

pengembangan

kurikulum.

Zais

(1976:297)

menegaskan

bahwa sebagai komponen dalam kurikulum, tujuan merupakan bagian


yang paling sensitif, sebab tujuan bukan hanya akan mempengaruhi
bentuk kurikulum tetapi juga secara langsung merupakan fokus dari
suatu program pendidikan.
Dalam beberapa literatur pendidikan/kurikulum memakai beberapa
istilah tujuan seperti purposes, aims, goals dan objectives untuk
menunjukkan harapan pendidikan. Oliva menggunakan beberapa
istilah seperti out come, aim, end, purpose, function, goal dan
objective.

Meskipun

istilah-istilah

ini

dalam

bahasa

umum

mempunyai persamaan, tetapi dalam bahasa pendidikan mempunyai

perbedaan yang bermakna. Out come mengarah kepada harapan


akhir secara umum. Sedangkan aims sama dengan end, purpose,
function dan univesal goal.
Tujuan pendidikan ini sangat luas. Biasanya merupakan pernyataan
tujuan pendidikan umum, yang dapat dipakai sebagai petunjuk
pendidikan seluruh negara tersebut.
Beberapa istilah tujuan yang menggambarkan pada tingkat yang
berbeda-beda,

seperti:

Aims

yang

menunjukkan

arah

umum

pendidikan. Secara ideal, aims merefleksikan suatu tingkat tujuan


pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat
(Miller dan Seller, 1985: 175 dalam Mohammad Ansyar 1989: 93).
Dengan perkataan lain aims adalah statemen tentang hasil kehidupan
yang diharapkan (expected life outcomes) berdasarkan skema nilai
filsafat hidup (Boudy, 1971:13). Menurut Zais, (1976:298) aims untuk
tujuan pendidikan jangka panjang yang digali dari nilai-nilai filsafat
suatu Bangsa.
Zais menjelaskan tujuan kurikulum (aim) merupakan pernyataan yang
melukiskan keidupan yang diharapkan, tujuan atau hasil yang
didasarkan pada pandangan filsafat dan tidak langsung berhubungan
dengan dengan tujuan sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai
setelah seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims ini
dapat disamakan dengan tujuan pendidikan nasional di Indonesia,
karena pada tujuan pendidikan nasional ini dinyatakan keinginan
bangsa Indonesia untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang
berlandasakan

filsafat

hidup

bangsa

Indonesia

yang

bernama

Pancasila. Tujuan jenis ini tidak berkaitan langsung dengan hasil

pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar mengajar dalam


ruang-ruang kelas.
Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi sekolah
dan hasilnya mungkin jauh setelah proses belajar-mengajar di sekolah
selesai. Contohnya untuk menjadikan manusia yang memiliki rasa
tanggung jawab pada negara, atau manusia yang sehat jasmani dan
rohani, berbudi pekerti luhur, mandiri dan lain-lain. Dan ini hanya
mungkin

dapat

dicapai

setelah

anak

menyelesaikan

beberapa

tingkatan pendidikan formal, informal dan bahkan mungkin non


formal. Untuk mencapai tujuan umum aims perlu ditentukan pula
yang lebih spesifik dari aims tersebut yang biasa dinamakan dengan
goals.
Goals merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan
objectives. Yang tersebut terakhir adalah tujuan yang dicapai sebagai
hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah (Miller dan Seller, 1985:
179) dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar
menurut suatu sistem sekolah (Zais, 1976:306). Goals lebih umum
dari objectives dan bukan merupakan hasil langsung proses belajar
dalam ruang kelas dan untuk mencapainya memerlukan seperangkat
objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan berpikir
analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi dan mengamalkan ajaran
agama Islam dan lain sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini
dapat disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan
institusional.
Tingkat tujuan yang lebih rendah dari goals adalah objectives yaitu
tujuan suatu unit

atau pokok bahasan yang lebih spesifik yang

merupakan hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah. Pada


tingkat

ini,

kita

berbicara

tentang

kemungkinan

pemakaian

objectives tingkah laku (behavioral objectives) yang menunjukkan


tingkah laku yang eksplisit yang dimiliki siswa setelah mengikuti
suatu pelajaran. Dengan perkataan lain objective adalah hasil belajar
siswa dalam kelas, yaitu hasil proses belajar mengajar dalam kelas
atau kegiatan belajar mengajar setiap haris sebagai hasil implentasi
kurikulum. Contohnya: siswa menguasai prinsip-prinsip dasar ilmu
kimia, siswa dapat menyelesaikan 4 soal dari 5 soal persamaan
kuadrat dan lain-lain.
Menurut Muhammad Ansyar (1989: 94) Marger (1962) adalah salah
seorang yang paling gigih menekankan penting ditetapkan tujuan
tingkah laku ini. Dia mengemukakan bahwa tujuan tingkah laku harus
mencakup tiga komponen: (1) tingkah laku yang diinginkan, (2)
kondisi tertentu tempat tingkah laku itu terjadi, dan (3) tingkat untuk
kerja tingkah laku itu.
Di Indonesia kita kenal tingkatan/hirarkis tujuan itu dalam beberapa
istilah seperti Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan
Kurikuler, dan Tujuan Instruksional Umum dan Khusus. (Depdikbud,
1984/1985:5)

A.2. KLASIFIKASI MATERI PENDIDIKAN


Broudy (dalam Zais, 1976: 307) mengemukakan bahwa tujuan
pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yang
saling

berkaitan.

Pertama,

tujuan

pendidikan

diarahkan

pada

pencapaian pola nilai utama. Nilai ini merupakan refleksi dari

pandangan filsafat, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol


terhadap ketiga ciri tujuan pendidikan lainnya.
Kedua tujuan pendidikan menurut Broudy, adalah organisasi sosial
yang lebih disukai. Ketiga peranan sosial yang lebih diinginkan, dan
keempat gaya hidup yang lebih disenangi. (Zais, 1976:308)
Schubert (1986, 202-206) mengajukan empat tujuan pendidikan
yaitu;

(1)sosialisasi,

(2)pencapaian,

(3)

pertumbuhan,

dan

(4)perubahan sosial. Sosialisasi merupakan tujuan yang harus


dicapai anak didik agar mereka dapat hidup dengan baik di
masyarakat, dan dengan kebudayaannya.
Pencapaian atau prestasi perorangan biasanya diperlukan bagi anakanak di negara industri dan post-industri, tempat prestasi merupakan
gaya kehidupan yang hidup dimasyarakat.

Pertumbuhan

personal

anak

bermula

pada

masa

pendidikan

progresive yang dipelopori John Dewey. Pendidikan dengan tujuan


pertumbuhan

muncul

dalam

beberapa

versi,

nama

seperti

pendidikan terbuka pada tahun 1960-an dan awal 70-an, pendidikan


humanistik, 1950-an dan 1980-an. Tujuan pendidikan pertumbuhan
personal memerlukan penyesuai kurikulum yang mengakomodir
kebutuhan pribadi, bakat, minat, dan kemapuan anak yang berbedabeda. Perubahan sosial, menurut aliran ini sekolah dapat dan harus
mengusahakan perbaikan sosial (Muhammad Ansyar, 1989:102).

B. PENGERTIAN , TEORI-TEORI, DAN CIRI CIRI PEMBELAJARAN


B.1. PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang
diarahkan

pada

suatu

tujuan,

proses

berbuat

melalui

berbagai

pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang


dipelajari.
Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian :
1. Upaya guru untuk membangkitkan yang berarti menyebabkan
atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata
Wijaya,1992)
2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses
belajar. (Hasibuan J.J,1992)
3. Suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha untuk
terjadinya

perubahan tingkah laku. (Gagne)

Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata mengajar berasal


dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada
orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan pe dan
akhiran an menjadi pembelajaran, yang berarti proses, perbuatan,
cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.
(KBBI)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan


kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik
agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta
dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai
konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar
supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja.
Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara
guru dengan peserta didik.
Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa
yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003,
Bab I Pasal Ayat 20)
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran.
Pengajaran

mempunyai

arti

cara

mengajar

atau

mengajarkan.

(Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan


sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru).
Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang

searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar


adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan
secara optimal.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar
dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang
relative lama dan karena adanya usaha.
Dengan

demikian

dapat

diketahui

bahwa

kegiatan

pembelajaran

merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :


1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru
Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif)
yang

diinginkan

terjadi

pada

siswa

setelah

mengikuti

kegiatan

pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.

5. Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk
menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

B.2. TEORI-TEORI PEMBELAJARAN


Teori-teori pembelajaran yang kita kenal, diantaranya ;
1. Berhavioristik

Pembelajaran selalu memberi stimulus kepada siswa agar menimbulkan


respon yang tepat seperti yang kita inginkan. Hubungan stimulus dan
respons ini bila diulang kan menjadi sebuah kebiasaan. selanjutnya, bila
siswa menemukan kesulitan atau msalah, guru menyuruhnya untuk
mencoba dan mencoba lagi (trial and error) sehingga akhirnya diperoleh
hasil.
2. Kognitivisme
Pembelajaran

adalah

dengan

memeperoleh

pemahaman

mengaktifkan

sedangkan

indera

pengaktifan

siswa
indera

agar
dapat

dilaksanakan dengan jalan menggunakan media/alat Bantu. Disamping


itu

penyampaian

pengajaran

dengan

berbagai

variasi

artinya

menggunakan banyak metode.


3. Humanistic
Dalam pembelajran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan
agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia
yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya
sendiri. Dan siswa perlu melakukan sendiri berdasarkan inisisatif sendiri
yang melibatkan pribadinya secara utuh (perasaan maupun intelektual)
dalam proses belajar, agar dapat memperoleh hasil.
4. Sosial/Pemerhatian/permodelan
Proses pembelajaran melalui proses pemerhatian dan pemodelan.
Bandura (1986) mengenal pasti empat unsur utama dalam proses
pembelajaran melalui pemerhatian atau pemodelan, yaitu perhatian
(attention),

mengingat

(retention),

reproduksi

(reproduction),

dan

penguatan (reinforcement), motivasi (motivion).

10

Implikasi

daripada

kaedah

ini

berpendapat

pembelajaran

dan

pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara yang berikut:


Penyampaian harus interaktif dan menarik
Demonstasi guru hendaklah jelas, menarik, mudah dan tepat

Contoh-contoh yang ditunjukkan guru hendaklah mempunyai mutu

yang tinggi.

B.3. CIRI CIRI PEMBELAJARAN


Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri
pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan
dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi
dalam pelajaran,
3. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan
kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir, serta
6. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan
tujuan dan gaya mengajar guru.
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis
dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
1. Motivasi belajar

11

Motivasi

dapat

dikatakan

sebagai

serangkaina

usaha

untuk

menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan


ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan
berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat
dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang.
Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang
menimbulkan

kegiatan

belajar,

yang

menjalin

kelangsungan

dan

memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki


dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)
2. Bahan belajar
Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang
berupa

informasi,

maka

perlu

diusahakan

isi

pengajaran

dapat

merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa


untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
3.Alat Bantu belajar
Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan
maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)) dari sumber (guru
maupun

sumber

lain)

kepada

penerima

(siswa).

Inforamsi

yang

disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan


menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera
mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan
gambar-gambar,

foto,

grafik,

dan

sebagainya,

dan

siswa

diberi

kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan


sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.

12

4. Suasana belajar
Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa
adalah apabila terjadi :
a. Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya)
yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara
hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
b. Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi
apabila

isi

pelajaran

yang

disediakan

berkesusaian

dengan

karakteristik siswa.
Kegairahan dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari
media, selain isi pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik
siswa, juga didukung oleh faktor intern siswa yang belajar yaitu sehat
jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.
5. Kondisi siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, adapat dikemukakan di sini sebagai berikut :
a. Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan
yang lainnya berbeda.
b. Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan
memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan juga
factor luar, yaitu segala sesuatau yang ada di luar diri siswa, termasuk
situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan
pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa,
bukan peran guru yang dominant, tetapi lebih berperan sebagai
fasilitaor, motivator, dan pembimbing.

13

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
C.1. RUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme
terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki
tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali
dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh
Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang
berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga
sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga
pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager
(1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku
yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi
dan tingkat kompetensi tertentu.

Kemp (1977) dan David E. Kapel

(1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan


yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang
diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar
yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran

14

adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.


Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang
beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa :
(1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2)
tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang
spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp
dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus
diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa
setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis
(written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat
tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata
(2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan
belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan
perbuatan belajarnya secara

lebih mandiri; (2) memudahkan guru

memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru


menentukan

kegiatan

belajar

dan

media

pembelajaran;

(4)

memudahkan guru mengadakan penilaian.


Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk
memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan

15

waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur


pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur
prestasi belajar siswa.

C.2. BAGAIMANA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN


Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran,
saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran.
W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa
lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam
bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan
topik-topik

atau

konsep-konsep

yang

akan

dibahas

selama

berlangsungnya kegiatan pembelajaran.


Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan
pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya
yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori
dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang
semula

lebih

memusatkan

pada

penguasaan

bahan,

selanjutnya

bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal


dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam
praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini
terasa

lebih

mengemuka

sejalan

dengan

munculnya

gagasan

penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.


Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan
bahwa

seorang

guru

profesional

harus

merumuskan

tujuan

pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu

16

menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah


mengikuti pelajaran.
Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para
ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom
(Gulo,

2005)

sebagai

tujuan

pembelajaran.

Bloom

mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan,


yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),
penguraian

(analysis),

memadukan

(synthesis),

dan

penilaian

(evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspekaspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap
moral

dan

sebagainya,

(receiving/attending),

di

dalamnya

sambutan

mencakup:

(responding),

penerimaan

penilaian

(valuing),

pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization);


dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan
otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri
dari : kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi
ini

merupakan

kriteria

yang

dapat

digunakan

oleh

guru

untuk

mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.


Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP),
untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria
tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua
kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu:

17

(1) preferensi

nilai

guruyaitu

cara

pandang

dan

keyakinan

guru

mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa


serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi
perilaku sebagaimana

dikemukakan

oleh

Bloom

di

atas.

Dengan

menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan


menitikberatkan

bentuk

dan

jenis

pembelajaran

yang

akan

dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada


pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang
harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku
terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada
dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran
sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa
yang

seharusnya

dapat

dikerjakan

siswa

selama

belajar

dan

kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu
dinyatakan

kondisi

dan

hambatan

yang

ada

pada

saat

mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang


jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey
(Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri
atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan
atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan
kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak
didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria

yang digunakan untuk

menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan

18

Telah

dikemukakan

di

atas

bahwa

tujuan

pembelajaran

harus

dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008)


menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena
dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep
dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya
tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis
penyusunan

tujuan

pembelajaran

dalam

A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid


lainnya), B=Behavior (perilaku

yang

dapat

format ABCD.
dan sasaran didik

diamati

sebagai

hasil

belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku


yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan
yang dapat diterima)

KESIMPULAN

19

1.

Tujuan pendidikan merupakan suatu elemen penting dalam


pengembangan kurikulum. Tujuan pendidikan dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam merancang kurikulum, terutama dalam memilih dan
menetapkan materi, metode/proses dan menetapkan alat evaluasi.
Tujuan juga sebagai alat untuk mengukur keberhasilan sebuah
rancangan kurikulum

2.

Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk


dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.

3. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu


bagi guru maupun siswa
4. Saat ini telah

terjadi pergeseran

dalam merumuskan tujuan

pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.


5. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang
dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam
bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
6.

Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang


didalamnya

mencakup

komponen: Audience, Behavior, Condition danDegree

20

Anda mungkin juga menyukai