Anda di halaman 1dari 2

TATA CARA PENETEPAN HUKUM BERDASARKAN METODE TARJIH

A. Pengertian Tarjih
Tarjih menurut bahasa membuat sesuatu cenderung atau
mengalahkan. Menurut istilah, seperti dikemukanakan oleh al-Baidawi,
ahli Ushul Fiqh dari kalangan Syafiiyah, adalah menguatkan salah satu
dari dua dalil yang zhanni untuk dapat diamalkan.
B. Metode Tarjih
Para ulama ushul fiqh menegemukakan cukup banyak cara
pentarjihan yang bisa dilakukan, apabila anatara dua dalil, secra zhahir,
terdapat pertentangan dan tidak mungkin dilakukan al-jamu wa al-taufiq
atau naskh.
Cara pentarjihan tersebut yaitu ada dua pengelompokan besar, yaitu:
1. Tarjih bain al-Nushush
Untuk mengetahui kuatnya salah satu nash yang saling bertentangan.
Ada beberapa cara yang dikemuikakan para ulama ushul fiqh:
a) Dari segi Sanad
Menurut Imam al-Syaukani, pentarjih dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yang diantaranya di kelompokan kepada:
1. Menguatkan salah satu nash dari segi sanad-nya.
2. Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri
3. Pentarjihan melalui cara menerima hadis itu dari Rasulullah
b) Dari segi Matan (Teks)
Matan yang dimaksudkan di sini adalah teks ayat, hadis atau ijma. Al
Amidi menegemukakannya menjadi beberapa cara, diantaranya:
1. Teks yang mengandung perintah didahulukan dari teks yang
menunjukan kebolehan saja, karena dengan melaksanakan perintah,
hukumnya bolehnya telah terbawa sekaligus.
2. Dalil khusus lebih didahulukan dari dalil yang umum
c) Segi Hukum atau Kandungan Teks
Dari segi hukum atau kandungan teks, al-Amidi mengemukakan sebelas
cra pentarjihan, sedangkan as-Syaukani menyederhanaknnya menjadi
sembilan; diantaranya:
1. Apabila salah satu hukum teks itu mengandung bahaya, sedagkan teks lain menyatakan
kebolehan saja, menurut jumhur yang mengandung bahaya itulah yang harus di
dahulukan.

2. Apabila hukum yang dikandung suatu teks bersifat menetapkan, sedangkan yang lain
bersifat meniadakan, maka dalam seperti ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan
ulama

d) Pentarjihan dengan Menggunakan Faktor (dalil) lain di luar Nash


Al-Amidi mengemukakan lima belas cara pentarjiahn dengan menggunakan faktor di luar
nash dan Imam Syaukani meringkasnya menjadi beberapa cara, diantaranya:
1. Mendahulukan salah satu dalil yang mendapatkan dukungan dari dalil lain, baik itu alQuran, Sunnah, Ijma, Qiyas, maupun logika.
2. Mendahulukan salah satu dalil yang sesuai dengan amalan penduduk Madinah atau yang
diamalkan al-Khulafa al-Rasyidun hal ini dikarenakan penduduk Madinah lebih banyak
mengetahui persoalan Turunnya al-Quran dan penafsiran ayat-ayat al-Qurannya.
2. Tarjih bain al-Aqyisah
Imam al-Syaukani mengemukakan tujuh belas macam pentarjihan dalam persoalan qiyas
yang saling bertentangan, namun Wahbah Zuhaily meringkasnya menjadi dua belas,
diantarnya:
a) Dari segi hukum asal, yaitu dengan menguatkan qiyas yang hukum asalnya qathi dari qiyas
yang hukum asalnya bersifat zhanni, karena yang qathi lebih kuat dari pada yang zhanni.
Lalu yang selanjutnya menguatkan landasan dalilnya adalah ijma dari qiyas yang landasan
dalilnya nash, karena nash bisa di takhsis, di tawil dan di nasakh. Sedanglan ijma tidak bisa
di khususkan, ditawilkan dan dibatasi.
b) Dari segi hukum furu (cabang), yaitu dengan menguatkan hukum furu yang kemudian dari
asalnya (qiyas) yang hukum furunya lebih dahulu dari hukum asalnya, kemudian juga
dikuatkan hukum furu yang illat nya diketahui secara qathi dari hukum furu yang illat nya
bersifat zhanni.
c) Dari segi illat, yaitu salah satunya dengan menguatkan illat yang disebutkan dalam nash atau
illat yang disepakati dari illat yang tidak disebutkan dalam nash atau tidak disepakati
keberadaannya sebagai illat, dan lain-lain.
d) Pentarjihan qiyas melalui faktor luar, yaitu dengan menguatkan qiyas yang didukung oleh
sejumlah illat dari qiyas yang hanya didukung satu illat. Lalu yang selanjutnya harus
dikuatkan qiyas yang didukung oleh fatwa sahabat.

Lihat Ushul Fiqh, Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., hlm. 241-242
Lihat Nasrun Haroen, Loc. It., hlm. 197-205

Anda mungkin juga menyukai