Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Lokasi predileksi akne
vulgaris terdapat pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan
punggung.1
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan, dimana didapatkan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin baik laki-laki ataupun perempuan. Pada umumnya, involusi penyakit
terjadi sebelum usia 25 tahun.2
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menimbulkan akne vulgaris, antara lain genetik, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic factor, dsb), faktor makanan, aktivasi dari kelenjar sebasea yang
berlebihan, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium
aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. 3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara
lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral2,8
1

Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan


diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.2,5,6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun
folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus,
dan kista pada tempat predileksinya. Akne vulgaris adalah penyakit peradangan
menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan
dapat sembuh sendiri.
II.2. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.
Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada
anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada
evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang

berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak
perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi
12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44
tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia
dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh
karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada
periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas,
dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah
kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah
itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai
lebih dari dekade ketiga.2
II.3. ETIOLOGI
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, aktivasi dari kelenjar sebasea yang berlebihan,
faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan
bahan kimia lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada
akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya

terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan
akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba

yang

adalah Propionibacterium

terlibat

pada

terbentuknya

aknes, Stafilococcus

epidermidis,

akne
dan

Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting


yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri
komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk
koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk
melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada
sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamasi.3

3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan
aktivitas kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua
mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan
menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar
adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar
dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi
sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea
berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas
normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar
lain dalam tubuh.3
4

5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne
bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh
paparan cahaya matahari langsung.1
7. Faktor Iatrogenik
Kortikosteroid
meningkatkan

baik

keratinisasi

topikal
duktus

maupun

sistemik

polisebasea.

dapat

Androgen,

gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa


muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1

II.4. PATOGENESIS
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya
keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebasea. Pasien dengan
akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak
terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut
adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
(TGC) mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah
menjadi asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat
pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan

kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi


komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktivitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon
androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang
dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi
dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5-reduktase, enzim
yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang
menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan
punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui
secara pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan
produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang
diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen
mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek
androgen dalam glandula sebasea, menghambat produksi androgen
dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon
gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan
glandula sebacea atau produksi lipid.2

P
6

a
Gambar. 1.

Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul

(pustul) d) Nodul

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi

epidermis

follikular

menyebabkan

pembentukan lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel


rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan
meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular.
Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan
bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian
menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit
dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit
yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan
aktifitas interleukin (IL)-1.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular
untuk

menyebabkan

hiperproliferasi.

Dihidrotestosteron

(DHT)

merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap


timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase
merupakan

enzim

yang

berperan

untuk

mengubah

dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan


dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT
dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang
mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa

pada orang dengan insensitivitas androgen komplit tidak terkena


akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya
asam linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada
kulit yang akan menurun pada orang-orang yang terkena akne.
Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi
sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi
dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit

follikular

pada

manusia

menunjukkan

adanya

hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1.


Antagonis

reseptor

IL-1

dapat

menghambat

pembentukan

mikrokome.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga
memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes
merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang
terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal.
Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang
terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat
yang menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang
paling berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi
propionibacterium

meningkatkan

respon

inflamasi

dengan

mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade


8

proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan


merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi
lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu,
P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan
Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang
mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like
receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-
dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi
dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang
diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung
menjadi

akne

menunjukkan

peningkatan

inflamasi

dermal

dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru
terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan
bakteri yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan
menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular.
Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan
pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit
ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada
daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo,
neutrofil

menjadi

sel

yang

predominan

yang

mengelilingi

mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2
9

II.5. GEJALA KLINIS


Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai
papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar
berisi keratin hitam (komedo terbuka). Komedo tertutup biasanya berupa papul
kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4
mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh
inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut
dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau
pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan
bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang
heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow icepick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic
pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe
anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada
badan dan leher.7
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan
atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil
pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar
pada konka, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan
retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar
dapat mendominasi.7
10

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan


tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul
pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya
muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam
ekspresinya

dengan

papul

inflamasi

yang

kadang-kadang

terjadi.

Bagaimanapun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia


pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi
yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki
kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat
dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan
penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi.
Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum
mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi
sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu
dan leher bagian atas.7
II.6. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
I.

Klasifikasi sederhana
Akne ringan (Mild akne): Komedo merupakan lesi utama. Papul
dan pustul mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta
jumlah yang sedikit (umumnya < 10).4
Akne sedang (Moderate akne): Jumlah papul dan pustul yang
cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40)

11

kadang ditemukan. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada


badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne): Jumlah papul dan
pustul yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo
(40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular yang besar dan
terinflamasi (mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah,
dada, dan punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne): Akne nodulokistik dan
akne konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular
yan besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul,
dan komedo yang lebih kecil.4
2. FDA global grade

1. Grade 0: Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi


2. Grade 1: Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
3. Grade 2: Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi noninflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada (papul/pustul,
tidak ada lesi nodular)
4. Grade 3: Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi
dan mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari
satu lesi nodular
5. Grade 4: Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi
dan inflamasi, dengan sedikit lesi nodular.4

12

Gambar.2 Akne vulgaris grade 1

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3

Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.5 Akne konglobata

II.7. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris
biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah
13

bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi


berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang
jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam,
arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisik akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi
dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi
ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat
(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi
rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika
lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap
penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk
mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan
nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne
vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi
obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida,
difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai
tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.8
2. Rosasea

14

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui


secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah
dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni
perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten
serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan
hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara
eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik
papul dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan
predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita
muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar
hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun
diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi
berflouride, dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung,
mult, dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau
papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti
belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin
menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif
terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan
kortikosteroid topikal.12
II.9. PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral

15

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang


masih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin), eritromisin, kotrimoksazole,
dan klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne
dengan menghambat pertumbuhan dari P. Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
akne. Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat
dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya
cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari
(500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh
makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air
untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin)
diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance
dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat
ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen
alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi
menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering
dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan

perimembranous

(sulfometoksasol/trimetoprim,

colitis.

160/800mg,

Kotrimoksasole
dua

kali

sehari)

direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan


Hormonal

16

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak


mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja
obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar
testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat
mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette)
dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12
bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya
antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam
bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan
kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian.
Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan
yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua
(> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi
yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien
perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat
produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi
telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor
blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan
glandula adrenal.2
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu
cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang
17

telah ada,

mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah

terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk


beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne.
Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena
jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal,
yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting
untuk maintenance terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin
merupakan

retinoid

pertama

yang

diperkenalkan oleh Stuttgen dan Beer. Mengurangi komedo


secara signifikan dan juga lesi peradangan akne. Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 3281%

untuk

inflammatory

non-inflamnatory
lesi.

Tretinoin

lesi

dan

tersedian

17-71%
dalam

untuk
galanic

formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan


dalam solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung
polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai
efikasi yang sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara
48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12
minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia
dalam gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam
survey yang melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa
18

adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan


tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan
sebagai terapi untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.
13

f. Antibiotik Topikal
Kegunaan paling penting dan mendasar dari antibiotik
topical adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah
menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes dan S.
Aureus. Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan
eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan
formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk dengan
BPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi
akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah
sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek
klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik
dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea. Lebih efektif
diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil.
Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%
tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian
dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin
1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga
pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12
minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida
lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena
mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan
19

jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di manamana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum
berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka
sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang.
Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila
kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka
bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain,
jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne.
Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi
masalah dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik,
meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga
mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu
penyakit

yang

berhubungan

dengan

aktivitas

hormon

androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi


mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang
dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia
secara komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi
tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya
adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar
lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam

20

mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos


dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan
keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi
atau krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi
menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam
setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa
digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan
menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan
pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan
harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu
superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic
ukuran dari lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari
triamcinolone

acetat

dengan

suspense

(2.5-10mg/ml)

direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini


sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe
nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat
utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi
sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan
mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua
diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan
mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan
terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat
inflamasi dengan menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA

21

dn UVB sebaiknya diberikan secara bersama-sama untuk


meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR)
yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan
sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini
tidak dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita
akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan
makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti.
Hingga saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa
eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa
pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi
makanan tersebut. 5

II.10. PROGNOSIS
22

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20 tahun tapi ada juga
yang masih menderita akne hingga dekade usia ketiga sampai dekade keempat.2
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana
tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus
menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan,
pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup
agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika
melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih
belum diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada
produksi sebum ataupun perubahan komposisi lemak.14

BAB III
KESIMPULAN
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun dari
folikel pilosebasea yang yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus,
dan kista pada tempat predileksinya. Sementara itu, akne vulgaris adalah salah satu
bentuk dari akne dimana akne vulgaris paling sering terjadi pada remaja dan dapat

23

sembuh sendiri. Penggolongan jenis-jenis akne dimaksudkan untuk membedakan


secara jelas dengan kelainan kulit lain yang mirip akne, dan erupsi akneiformis akibat
induksi obat dalam waktu yang lama.
Meskipun penyebab dari akne belum diketahui secara pasti, namun banyak
faktor yang mempengaruhi patogenesis timbulnya akne seperti perubahan pola
keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat, inflamasi folikel dalam
sebum, hormon, peningkatan jumlah flora folikel, stres psikis, dan faktor lain seperti
usia, genetik, diet, serta musim. Semua faktor tersebut saling berkaitan dalam
patogenesis akne.
Terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi akne bermacam-macam dan
bervariasi tergantung dari derajat keparahan akne itu sendiri. Terapi yang bisa
digunakan bisa secara sistemik yaitu antibiotik oral seperti tetrasiklin, eritromisin,
atau trimethoprim-sulfamethoxazole untuk akne vulgaris yang tidak responsif pada
antibiotik lain, antibiotik topikal, atau terapi fisik untuk menghilangkan akne vulgaris
yang diderita.
Prognosis akne vulgaris pada umumnya baik dan sembuh sebelum usia 30-40
tahun. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi
sangat berat sehingga perlu dirawat inap di Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.
2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3 rd ed.
24

Massachusetts: Blackwell Science, Inc.; 2002. p: 148-156.


4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011.

Available

from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classificati
on.html

5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the


World Congres of Dermatology Paris July 2002. p: 7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings
AV, eds. Acne and its Therapy. London: Informa Healthcare; 2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM,
eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed. Canada : El
Sevier; 2000. p: 231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts: Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:418
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;
2005. p: 10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London : Informa Healthcare;2007.
p:253-256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July
2002. p:37-42. 2003
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H,
Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003.
p:87-98.
15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classificati

25

on.html

26

Anda mungkin juga menyukai