Anda di halaman 1dari 53

Bahan Bakar Solar

3
SOLAR
Putu Winda Aryantini 4213100108
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Sukolilo,
Surabaya 60111

Pendahuluan
Solar merupakan jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat untuk keperluan transportasi dan industri. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
Lemigas telah diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya
tersisa 6 milliar barrel dan diproduksi sebanyak 1 juta barrel per hari yang
diperkirakan bakal habis dalam kurun waktu 12 tahun kedepan. Sehingga bila
pada 10 tahun kedepan masih belum ditemukan cadangan minyak bumi yang
baru maka akan terjadi kenaikan impor minyak mentah yang dapat mengurangi
devisa negara.
Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil khususnya bahan
bakar solar juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO 2) ,
nitrogen oksida (NOx) ,dan sulfur dioksida (SO 2) yang menyebabkan pencemaran
udara. Sehingga diperlukan upaya untuk meggunakan bahan bakar yang ramah
lingkungan.
Dalam usaha pemerintah dan masyarakat untuk mengantisipasi semakin
menipisnya cadangan minyak bumi dan semakin naiknya impor minyak mentah
serta semakin meningkatnya pencemaran udara maka dilakukan upaya
penelitian terhadap bahan bakar alternatif yang diharapkan bisa dipakai secara
luas bagi masyarakat, ramah lingkungan dan menguntungkan bagi
perekonomian negara.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharuhi dan
ramah lingkungan yang terbuat dari minyak nabati atau hewani yang diubah
menjadi bahan bakar mesin diesel melalui proses tranesterifikasi agar sifatsifatnya menyerupai minyak solar. Sehingga biodiesel bisa digunakan sebagai
bahan bakar campuran solar. Minyak Jarak Pagar merupakan salah satu minyak
nabati non pangan yang bisa dipakai sebagai bahan bakar biodiesel. Minyak
Jarak Pagar ini sudah digunakan oleh Jepang sejak Perang Dunia II sebagai bahan
bakar pengganti minyak bumi.

Bahan Bakar Solar

Hingga saat ini dilakukan usaha untuk memodifikasi minyak jarak pagar dengan
metode transesterifikasi untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel yang
memiliki sifat-sifat menyerupai bahan bakar solar di Indonesia. Sehingga bisa
digunakan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel di Indonesia kususnya
dan dunia pada umumnya.
Menurut teori pembentukan minyak bumi, khususnya teori binatang Engler dan
teori Tumbuh-tumbuhan, senyawa-senyawa organik penyusun minyak bumi
merupakan hasil alamiah proses dekomposisi tumbuhan selama berjuta-juta
tahun. Oleh karena itu minyak bumi juga dikenal sebagai bahan bakar fosil selain
batubara dan gas alam (Hofer,1966).
Semua bahan bakar dihasilkan oleh senyawa karbohidrat dengan rumus kimia
Cx(H2O) yg menjadi fosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan dengan
mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis.
Kebanyakan bahan bakar fosil diproduksi kira-kira 325 juta tahun yang lalu.
Setelah tumbuhan mati, maka karbohidrat berubah menjadi senyawa
hidrokarbon dengan rumus kimia CxHy akibat tekanan dan temparatur yang
tinggi serta tidak tersedianya oksigen (aneorob). Selain tersusun oleh komponen
hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung komponen non-hidrokarbon.
Kandungan komponen senyawa hidrokarbon relatif lebih besar dari pada
kandungan komponen senyawa nonhidrokarbon. Komponen non-hidrokarbon
dapat berupa unsur-unsur logam atau yang sifatnya menyerupai logam, serta
komponen organik lainnya yang bukan hidrokarbon, seperti belerang, nitrogen
dan oksigen. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas
hidrogen dan karbon, contohnya benzena, toluena, ethylbenzena dan isomer
xylema. Keberadaan hidrokarbon aromatik di dalam minyak bumi lebih sedikit
dibandingkan dengan hidrokarbon parafin. Aromatik aromatik murni adalah
molekul molekul yang hanya mengandung cincin dan rantai sederhana ialah
benzena yang terdiri dari sebuah cincin dasar yang mengandung 6 atom karbon,
dengan ikatan rangkap di antara setiap atom karbon lainnya sehingga terdapat 3
ikatan ganda dalam cincin dasar tersebut. Bila kedua cincin benzena tersebut
bergabung akan membentuk senyawa naftalen. Senyawa ini mempunyai rumus
CnH2n-6 untuk molekul cincin tunggal dan CnH2n-12 untuk molekul cincin ganda
dan beraroma. Dengan adanya proses kimia dan fisika, minyak bumi mentah
dapat diubah menjadi berbagai produk, seperti bensin, terdiri dari hidrokarbon
C6 hingga C10 dari alkana rantai normal dan bercabang serta sikloalkana dan
alkil benzen (Nugroho A, 2006).
Naftalen yang sebenarnya merupakan produk untuk menghilangkan bau busuk,
anti jamur dan pencegah serangga ternyata juga memberikan dampak positif
untuk peningkatan angka oktan dari bensin. Naftalen merupakan rangkaian
hidrokarbon jenis aromatik bahkan dapat disebut polyaromatik dengan struktur
kimia berbentuk cincin benzena yang bersekutu dalam satu ikatan atau dua orto
lingkaran benzena dimana pada proses penggabungan tersebut kehilangan 2
atom C dan 4 atom H sehingga rumus kimianya menjadi C10H8.
Secara fisik naftalen merupakan zat yang berbentuk keping kristal mudah
menguap dan menyublim serta tak berwarna umumnya berasal dari minyak
bumi atau batu bara. Karena bentuk struktur kimia naftalen serta sifat
kearomatisa tersebut maka naptalene seperti halnya benzene, mempunyai sifat
anti knock yang baik. Oleh sebab itu penambahan naftalen pada benzin akan
meningkatkan anti knock dari bensin tersebut (Raharjo T, 2009).

Bahan Bakar Solar

1. Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Solar


Menurut Ensiklopedia Britannica, penemuan minyak bumi diperkirakan pertama
kali sekitar 5000 tahun sebelum masehi oleh bangsa Sumeria, Asyiria, dan
Babilonia kuno. Namun mereka tidak menambang sebagaimana zaman
sekarang. Mereka mengambil dari rembesan minyak bumi di permukaan
tanah. Fungsi minyak bumi waktu itu sebagai obat luka, pencahar, atau
pembasmi kutu. Seiring perkembangan peradaban, minyak bumi kemudian
dipakai untuk perang. Abad pertama masehi, Bangsa Arab dan Persia berhasil
menemukan teknologi destilasi sederhana minyak bumi. Destilasi ini
menghasilkan minyak yang mudah terbakar. Minyak ini dipakai untuk tujuan
militer. Ekspansi Bangsa Arab ke Spanyol merupakan awal lahirnya teknologi
destilasi di kalangan masyarakat Eropa Barat pada abad ke-12. Tapi sampai di
sini minyak bumi belum merupakan bahan bakar utama. Saat itu belum ada
teknologi mesin yang bisa menggerakkan motor. Beberapa abad kemudian,
bangsa Spanyol melakukan eksplorasi minyak bumi di tempat yang sekarang
kita kenal dengan Kuba, Meksiko, Bolivia, dan Peru. Pertengahan abad ke-19,
masyarakat Eropa dan Amerika Utara mulai menggunakan minyak tanah atau
minyak
batu-bara
untuk
penerangan. Awalnya,
yang
dipakai
untuk
menggerakkan mesin adalah tenaga otot manusia, hewan, atau bahan bakar
kayu. Setelah James Watt menemukan mesin uap yang memicu revolusi industri,
masyarakat dunia terus-menerus mencari sumber energi yang lebih murah dan
praktis. Lalu ditemukan minyak cair dalam perut bumi. Minyak ini berasal dari
sisa fosil yang berabad-abad terpendam di perut bumi. Minyak ini memenuhi
kriteria bahan bakar yang mudah dipakai. Pengeboran minyak bumi pertama
tercatat dilakukan di Pennsylvania, Amerika Serikat, tahun 1859, di tambang
milik Edwin L. Drake, pelopor industri minyak bumi dunia. Dengan semakin
berkembangnya teknologi kendaraan bermotor, jenis bahan bakar minyak pun
semakin beragam. Minyak mentah (crude oil) hasil penambangan didestilasi
menjadi beberapa fraksi bahan bakar seperti minyak tanah, solar, dan
bensin. Bahan bakar ini berisi rantai hidrokarbon (hidrogen dan karbon). Ketika
dibakar dengan oksigen, rantai hidrokarbon ini menghasilkan energi dan
karbondioksida. Energi ini dipakai untuk menggerakkan mesin untuk berbagai
keperluan, mulai kendaraan bermotor, industri, sampai urusan dapur. Sementara
karbon dioksida di atmosfir yang menumpuk sejak revolusi industri abad ke-19
kini dikambinghitamkan sebagai biang pemanasan global.

2. Komposisi Senyawa Penyusun Solar


Bahan bakar pada umumnya merupakan suatu senyawa yang mengandung
unsur hidrokarbon. Hampir semua jenis bahan bakar yang beredar di pasaran
berasal dari minyak bumi beserta turunannya yang kemudian diolah menjadi
berbagai macam dan jenis bahan bakar. Bahan itu sendiri sangat diperlukan
dalam proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar. Bahan bakar yang
digunakan motor bakar harus memenuhi kriteria sifat fisik dan sifat kimia, antara
lain :
- nilai bakar bahan bakar itu sendiri

Bahan Bakar Solar

3
-

densitas energi yang tinggi


tidak beracun
stabilitas panas
rendah polusi
mudah dipakai dan disimpan

Sedangkan sifat alamiah dari bahan bakar itu sendiri:


a. Volatility (Penguapan) adalah kemampuan menguap dari bahan bakar pada
temperatur tertentu dalam proses destilasi.
b. Titik nyala adalah temperatur tertentu dimana bahan bakar dapat terbakar
dengan sendirinya tanpa bantuan percikan api.
c. Gravitasi spesifik, merupakan perbandingan berat jenis bahan bakar
terhadap acuan tertentu (terhadap berat jenis udara ataupun air).
d. Nilai bakar, merupakan jumlah energi yang terkandung dalam bahan bakar.
Bahan bakar yang digunakan dalam motor bakar dapat dibedakan menurut
wujudnya menjadi 3 kelompok, yaitu gas, cair, dan padat. Bahan bakar gas pada
saat ini biasanya berasal dari gas alam, sedangkan bahan bakar cair berasal dari
hasil penyulingan minyak bumi. Bahan bakar padat biasanya berupa batu bara.
Adapun kriteria utama yang harus dipenuhi bahan bakar yang akan digunakan
dalam motor bakar adalah sebagai berikut :
a. Proses pembakaran bahan bakar dalam silinder harus secepat mungkin dan
panas yang dihasilkan harus tinggi.
b. Bahan bakar yang digunakan harus tidak meninggalkan endapan atau
deposit setelah proses pembakaran, karena akan menyebabkan kerusakan
pada dinding silinder.
c. Gas sisa pembakaran harus tidak berbahaya pada saat dilepaskan ke
atmosfer.
Pada tabel berikut digambar kategori dan spesifikasi bahan bakar Solar di
seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Tabel 1. Tabel sifat bahan bakar solar pada beberapa kategori

Bahan Bakar Solar

Sifat
Cetane Number
Cetane Indeks
Densitas 150C,
Kg/m3
Viskositas 400C,
mm2/s
Kandungan Sulfur,
% wt
T 95, 0C max

4
Kategori-1
48
45
820-860

Kategori-2
53
50
820-850

Kategori-3
55
52
820-840`

2.0-4.5

2.0-4.0

2.0-4.0

0.5

0.03

Free

370

355

340

Tabel 2. Tabel sifat bahan bakar solar pada beberapa Negara


Spesifikasi
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
Philipina
Sulfur max,
0.5
0.05
0.5
0.05
0.5
% wt
Density,
820-870
820-860
820-890
860 max
860 max
kg/m2
Cetane
45
50
51
48
48
Number
Pada tabel di atas terlihat bahwa Cetane Number bahan bakar solar di Indonesia
hanya mencapai angka 45 (berdasarkan hasil test terhadap solar yang dibeli di
beberapa SPBU secara sampling). Padahal dalam Standar Internasional
mengenai Cetane Number untuk solar telah ditentukan bahwa Cetane Number
haruslah mencapai nilai 48 (Nusa Satelindo,PT).

3. Komposisi Kimia Solar


Minyak solar adalah suatu produk destilasi minyak bumi yang khusus digunakan
untuk bahan bakar mesin Compretion Ignation (udara yang dikompresi
menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga membakar solar yang
disemprotkan Injector) dan di Indonesia minyak solar ditetapkan dalam
peraturan Dirjend Migas No. 002/P/DM/MIGAS/2007. Minyak solar berasal dari
Gas Oil, yang merupakan fraksi minyak bumi dengan kisaran titik didih antara
2500 C sampai 3500 C yang disebut juga midle destilat. Komposisinya terdiri dari
senyawa hidrokarbon dan non-hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang
ditemukan dalam minyak solar seperti parafinik, naftenik, olepin dan aromatik.
Sedangkan untuk senyawa non-hidrokarbon terdiri dari senyawa yang
mengandung unsur-unsur non-logam, yaitu sulfur, nitrogen, dan oksigen serta
unsur logam seperti vanadium, nikel, dan besi. Syarat umum yang harus dimiliki
oleh minyak solar adalah harus dapat menyala dan terbakar sesuai kondisi ruang
bakar. Minyak solar sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang dipengaruhi
oleh sifat-sifat seperti Cetana Number (CN), Cetana Index (CI), nilai panas,
densitas, titik analin dan kandungan sulfur.
1. Cetane Number (CN)
Cetana Number menunjukkan bahan bakar minyak solar untuk menyala
dengan sendirinya (auto ignation) dalam ruang bakar karena tekanan dan

Bahan Bakar Solar

2.

3.

4.

5.

suhu ruang bakar. Angka CN yang tinggi menunjukkan bahwa minyak solar
dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah dan sebaliknya angka
CN yang rendah menunjukkan minyak solar baru menyala pada temperatur
yang relatif tinggi.
Cetana Index (CI)
Cetana Index merupakan perkiraan matematis dari CN dengan basis suhu
destilasi, densitas, titik anilin dan lain-lain. Apabila terdapat aditif yang
bersifat meningkatkan CN maka perhitungan CI tidak dapat langsung
digunakan tetapi variabel-variabel seperti API gravity dan suhu destilasi
harus disesuaikan karena karakteristik bahan bakar akan berubah.
Nilai Panas
Nilai panas bahan bakar dapat diukur dengan menggunakan Bomb
kalorimeter dan hasilnya dimasukkan kedalam rumus perhitungan :
Nilai panas = 8100C + 3400 (H-0/8)/100 kkal/kg
Nilai H,C, dan O dinyatakan dalam persentasi berat dalam setiap unsur yang
terkadang dalam satu kilogram bahan bakar. Hasil perhitungan tersebut
merupakan suatu nilai panas kotor (gross heating value) suatu bahan bakar
dimana termasuk didalamnya panas laten dari uap air yang terbentuk pada
pembakaran hidrogen dari bahan bakar. Selisih nilai panas kotor dan bersih
umumnya berkisar antara 600-700 kkal/kg tergantung besar persentase
hidrogen yang ikut terbakar.
Secara kasar nilai panas suatu bahan bakar dapat diperkirakan dari berat
jenis yang bersangkutan :
Berat Jenis pada 150 C : 0,85; 0,87; 0,89; 0,91; 0,93
Nilai panas kotor (kkal/kg) : 10900; 10800; 10700; 10600; 10500.
Menurut spesifikasi minyak solar di indonesia mempunyai berat jenis antara
0,820 0.870 pada temperatur 600 F, dengan demikian dapat diperkirakan
mempunyai nilai panas kotor minimal 10800 kkal/kg karena semakin rendah
berat jenisnya semakin tinggi nilai panas kotornya dan berdasarkan
pengukuran laboratorium minyak solar berat jenisnya 0,8521 dengan panas
kotor 10917 kkal/kg.
Densitas
Berat jenis adalah perbandingan antara berat persatuan volume minyak
solar. Berat jenis suatu minyak solar mempunyai satuan kilogram per meter
kubik (kg/m3 ). Karakteristik ini sangat berhubungan erat dengan nilai panas
kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan bahan bakar
yang digunakan. Densitas yang disarankan untuk minyak solar berdasarkan
Masdent Point Refinery untuk tahun 2000 yaitu 826 859 km/m 3 .
Titik Anilin
Titik yang menunjukkan suhu terendah saat dimana dalam volume yang
sama destilasi anilin dan bahan bakar bersangkutan bercampur dengan
sempurna. Titik anilin yang rendah menunjukkan bahwa minyak solar
tersebut mempunyai angka cetana yang rendah.

4. Properties Thermal dari Solar


Mesin-mesin dengan putaran yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan bahan
bakar dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak Diesel.
Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan

Bahan Bakar Solar

menyala sendiri), kemudahan mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan


untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain.
Bahan bakar solar mempuyai sifat sifat utama, yaitu :
a. Tidak mempunyai warna atau hanya sedikit kekuningan dan berbau
b. Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal
c. Mempunyai titik nyala yang tinggi (40C sampai 100C)
d. Terbakar secara spontan pada suhu 350C
e. Mempunyai berat jenis sekitar 0.82 0.86
f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)
g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar daripada bensin
Spesifikasi Bahan Bakar Solar
No

Properties

Limit
Min
0.82
45
1.6
150
10500

Max
1.
Sulphur content % wt
0.5
2.
Specific Gravity at 60/60F
0.87
3.
Cetane Number
48
4.
Viscosity Kinematic at cSt
5.8
5.
Sulphur Content % wt
0.5
6.
Residu Carbon %wt (on 10% vol. bottom)
0.1
7.
Water content % vol
0.05
8.
Ash Content % wt
0.01
9.
Flash point P. M. c. c. F
10.
Calorific value (kcal/kg)
10667
Sifat sifat minyak solar:
1. Sifat Umum
Sifat umum minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian :
Specific Gravity 60/60o F, ASTMD 1298
Density 15 o C, ASTMD 1298
2. Sifat Mutu Pembakaran (Ignition Quality)
Minyak solar dapat memberikan kerja mesin yang memuaskan apabila dapat
menghasilkan pembakaran sempurna dalam ruang bakar. Udara yang
dikompresikan ke dalam ruang bakar mesin sampai tekanan antara 20 30
kgf/cm2 sehingga suhu dalam ruang bakar berkisar 650750 oC.
Pembakaran yang sempurna dapat dilakukan dengan menginjeksikan bahan
bakar (berupa kabut) ke dalam ruang bakar yang di dalamnya terdapat
udara panas sehingga mampu menyalakan bahan bakar. Pembakaran yang
terjadi menyebabkan tekanan dalam ruang bakar naik secara mendadak dan
menimbulkan tenaga. Bila hal ini dipenuhi, maka tidak akan terjadi ketukan
(knocking) di dalam mesin.
Ketukan (knocking)
Ketukan dalam mesin diesel terjadi akibat keterlambatan terbakarnya bahan
bakar di dalam ruang bakar. Ini disebabkan oleh terjadinya akumulasi bahan
bakar di dalam ruang bakar, dan begitu terbakar maka akan terjadi ledakan
secara berturut turut. Jarak waktu antara bahan bakar diinjeksikan ke ruang
bakar (silinder) sampai saat terbakar, disebut waktu tunda (delay period),
dinyatakan dalam menit. Waktu tunda yang panjang akan menyebabkan
terakumulasinya bahan bakar cukup banyak, akibatnya terjadi penyalaan

3.

4.

5.

Bahan Bakar Solar

yang spontan dan akan menimbulkan suatu kenaikkan tekanan yang


mendadak dan mengakibatkan pukulan yang hebat pada ruang bakar. Hal ini
dapat menimbulkan suara yang keras yang selanjutnya disebut Diesel
Knock. Sifat mutu pembakaran adalah salah satu ukuran sifat bahan bakar
minyak solar. Minyak solar bermutu rendah mempunyai waktu tunda lebih
lama. Sifat ini ditunjukkan oleh besar kecilnya angka setana (cetane
number).
Sifat mutu pembakaran minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada
pengujian :
Diesel Index
Cetane Index
Cetane Number
Sifat Penguapan (Volatility)
Dalam penggunaannya, diharapkan bahwa minyak solar akan teruapkan
sempurna dan terdistribusikan merata di dalam ruang bakar, sehingga dapat
terbakar sempurna. Karena bahan bakar dapat terbakar sempurna,
mengakibatkan mudahnya proses pembakaran pada mesin, waktu
pemanasan mesin dan akselerasi. Jika minyak solar sulit untuk terjadi
penguapan maka minyak solar tersebut akan sulit pula untuk memenuhi
kemudahan start mesin dan rendahnya akselerasi mesin. Bila tingkat
penguapannya rendah, ini menunjukkan bahwa di dalam minyak solar
terdapat fraksi yang lebih berat. Sifat penguapan minyak solar sesuai
spesifikasi ditunjukkan pada pengujian :
Distilasi ASTMD 86
Flash Point ASTMD 93
Sifat Pengkaratan (Corosivity)
Unsur-unsur dalam minyak solar di samping hidrokarbon, terdapat pula
unsur-unsur sulfur, oksigen, nitrogen, halogen dan logam. Senyawa unsur
yang bersifat korosif adalah senyawa sulfur. Senyawa-senyawa sulfur dalam
minyak solar yang korosif dapat berupa hidrogen sulfida, merkaptan, tiofena.
Pada pembakaran bahan bakar senyawaan sulfur akan teroksidasi oleh
oksigen dalam udara menghasilkan oksida sulfur. Bila oksida sulfur ini
bereaksi dengan uap air akan menghasilkan asam sufat. Terbentuknya asam
sulfat ini dapat bereaksi dengan logam, terutama dalam gas buang.
Terdapatnya senyawaan sulfur dalam minyak solar dapat juga ditunjukkan
oleh tingkat keasaman minyak solar itu. Makin tinggi sifat keasaman sifat
pengkaratan makin besar terutama bila minyak solar terdapat strong acid
number.
Sifat Kebersihan (Cleanless)
Sifat kebersihan minyak solar yang berhubungan dengan ada / tidaknya
kotoran yang terdapat di dalam minyak solar, sebab kotoran ini akan
berpengaruh terhadap mutu, karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam
suatu operasi dan merusak mesin. Kotoran itu dapat berupa air, lumpur, atau
endapan atau sisa pembakaran yang berupa abu dan karbon. Untuk itu
makin kecil adanya kotoran di dalam minyak solar makin baik mutu bahan
bakar tersebut. Sifat kebersihan minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan
pada pengujian :

Bahan Bakar Solar

6.

Color ASTM, ASTMD 1500


Water content, ASTMD 96
CCR (10 % vol. bottom), ASTMD 189
Ash content, ASTMD 482
Sediment by Extraction, ASTMD 473
Sifat Viskositas
Sifat kemudahan mengalir minyak solar dinyatakan sebagai viskositas
dinamik dan viskositas kinetik. Viskositas dinamik adalah ukuran tahanan
untuk mengalir dari suatu zat cair, sedang viskositas kinetik adalah tahanan
zat cair untuk mengalir karena gaya berat. Bahan yang mempunyai
viskositas kecil menunjukkan bahwa bahan itu mudah mengalir, sebaliknya
bahan dengan viskositas tinggi sulit mengalir. Suatu minyak bumi atau
produknya mempunyai viskositas tinggi berarti minyak itu mengandung
hidrokarbon berat (berat molekul besar), sebaliknya viskositas rendah maka
minyak itu banyak mengandung hidrokarbon ringan. Viskositas minyak solar
erat kaitannya dengan kemudahan mengalir pada pemompaan, kemudahan
menguap untuk pengkabutan dan mampu melumasi fuel pump plungers.
Penggunaan bahan bakar yang mempunyai viskositas rendah dapat
menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakar. Apabila
bahan bakar mempunyai viskositas tinggi, berarti tidak mudah mengalir
sehingga kerja pompa dan kerja injektor menjadi berat. Sifat kebersihan
minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian :
Viskositas Kinematik, ASTMD 445
Pour Point, ASTMD 97

4.1 Karakteristik Bahan Bakar Minyak Solar Indonesia

Minyak solar berdasarkan CN dikategorikan menjadi tiga bagian, seperti tabel 3.


kategori 3 pada tabel 3 merupakan batasan yang tertinggi yang diharuskan pada
tahun 2005. Negara swedia sudah menerapkannya sejak tahun 2000.
Kebanyakan negara berkembang masuk kategori 1. Secara bertahap
karakteristik dari minyak solar ini harus bergeser menuju pada kategori 3
dengan minyak solar ber CN diatas 55.
Tabel 3. Kategori Minyak Solar
Sifat
Kategori 1
Kategori 2
Cetana Number
48
53
Cetana Index
45
50
Densitas 150C,
820-860
820-850
kg/m3
Viskositas
2-4.5
2-4.0
400C,mm2/s
Kandungan Sulfur
0.5
0.03
%wt
T95, 0C max
370
355
Sumber : Gaikindo, 2012

Kategori 3
55
52
820-840
2-4.0
Bebas
340

Minyak solar indonesia belum masuk kategori 1 karena CN minyak solar


Indonesia 45 (lihat Tabel 2.1), walaupun hal ini memenuhi baku mutu dari

Bahan Bakar Solar

pemerintah sesuai keputusan ditjend Migas No. 002/P/DM/MIGAS/1979.


Karakteristis minyak solar Indonesia menurut keputusan diatas dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Minyak Solar Indonesia
Unit
Spesifik
Grafite at
60/600F
Cetana
Number
Calculated
Cetana Index
Viscosity
Kinematik at
400C
Pour Point
Conradson
Carbon
Residue
Color ASTM
Flash Point
Sulfur
Content
Water
Content
Sediment
Ash Content
Total Acid
Number
Destilation :
recovery at
3000C

Min.
0.815

Max.
0.87

ASTM Method
D 1298

45

D613

48

D976

CSt

1.6

5.8

D445

F
%wt

65
0.1

D97
D189

F
%wt

140
-

3
0.5

D1500
D93
D1551

%vol

0.05

D95

%wt
%wt
MgKOH

0.01
0.01
0.6

D 473
D482
D 974

%vol

40

D86

5. Penggunaan Solar pada Industri


Solar merupakan jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat untuk keperluan transportasi dan industri. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
Lemigas telah diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya
tersisa 6 milliar barrel dan diproduksi sebanyak 1 juta barrel per hari yang
diperkirakan bakal habis dalam kurun waktu 12 tahun kedepan. Sehingga bila
pada 10 tahun kedepan masih belum ditemukan cadangan minyak bumi yang
baru maka akan terjadi kenaikan impor minyak mentah yang dapat mengurangi
devisa negara. Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil
khususnya bahan bakar solar juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon
dioksida , nitrogen oksida ,dan sulfur dioksida yang menyebabkan pencemaran
udara. Sehingga diperlukan upaya untuk meggunakan bahan bakar yang ramah

Bahan Bakar Solar

10

lingkungan. Dalam usaha pemerintah dan masyarakat untuk mengantisipasi


semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan semakin naiknya impor minyak
mentah serta semakin meningkatnya pencemaran udara maka dilakukan upaya
penelitian terhadap bahan bakar alternatif yang diharapkan bisa dipakai secara
luas bagi masyarakat, ramah lingkungan dan menguntungkan bagi
perekonomian negara. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dapat
diperbaharuhi dan ramah lingkungan yang terbuat dari minyak nabati atau
hewani yang diubah menjadi bahan bakar mesin diesel)(2CO)(NOx)(2SO).

6. Penggunaan Solar terhadap Transportasi


DKI Jakarta sangat tergantung pada sumber energi minyak bumi yang berupa
BBM. Pada tahun 2005 konsumsi BBM, yang terdiri dari bensin, minyak solar, dan
minyak tanah mencapai sekitar 68% dari total konsumsi energi. Data
penggunaan BBM di sektor transportasi di DKI Jakarta tidak tersedia secara
langsung, sehingga diperkirakan berdasarkan data penjualan BBM dari PT.
Pertamina Unit Pemasaran (UPMS) III (meliputi 3 propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat dan Banten), data jumlah dan pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI
Jakarta untuk tahun 2000 2005 yang diambil dari data statistik BPS DKI
Jakarta1) dan data perbandingan antara pangsa Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) per kapita DKI Jakarta dengan data PDRB per kapita wilayah lain di UPMS
III, yaitu Banten dan Jawa Barat. PDRB per kapita DKI Jakarta pada tahun 2005
mencapai 48,25 juta rupiah per kapita sedangkan Banten dan Jawa Barat
sebesar 9,45 juta rupiah per kapita. Berdasarkan perbandingan PDRB tersebut,
diperkirakan bahwa pangsa penggunaan energi DKI Jakarta mencapai 83% dari
total penggunaan di UPMS III. Dengan asumsi bahwa komposisi penggunaan
jenis-jenis bahan bakar untuk transportasi di tiga wilayah UPMS II adalah sama,
maka 83% dari masing-masing komposisi tersebut merupakan konsumsi di DKI
Jakarta, seperti ditampilkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar. Perkiraan penggunaan Energi di Sektor Transportasi DKI Jakarta

11

Bahan Bakar Solar

6.1 Pertumbuhan masing-masing Energi untuk masing-masing Jenis


Kendaraan

1) Model untuk Bus


2) Model untuk Mobil Beban
3) Model untuk Mobil Penumpang
4) Model untuk Sepeda Motor

6.2 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor


Perhitungan dilakukan dengan menggunakan 4 jenis model berdasarkan analisis
regresi untuk 31 negara yang dilakukan oleh BPPT dan KFA, Jerman2), yaitu:
Masing-masing model mempunyai rumus yang spesifik sesuai dengan hasil
analisis regresi dan tergantung pada data pertumbuhan PDB, laju pertumbuhan
nilai barang dan data lain terkait dengan faktor koreksi pertumbuhan untuk
setiap jenis kendaraan seperti ditunjukkan dalam persamaan 1 (contoh
persamaan untuk menghitung pertumbuhan mobil penumpang)

Berdasarkan data pertumbuhan kendaraan hingga tahun 2005 yang sudah


tersedia, maka dapat dibuat proyeksi jumlah kendaraan bermotor sampai tahun
2025 untuk masing-masing jenis kendaraan di DKI Jakarta seperti ditampilkan
pada Gambar 3. Mobil penumpang dan sepeda motor merupakan kendaraan
yang paling tinggi pertumbuhannya, masing-masing sebesar 6,24% dan 5,94%
per tahun. Sedangkan untuk bus dan truk masing-masing hanya tumbuh sebesar
3,44% dan 1,67% per tahun. Sepeda motor meningkat dari 4,647 juta pada
tahun 2005 menjadi 14,745 juta unit pada tahun 2025. Mobil penumpang
meningkat dari 1, 767 juta kendaraan pada tahun 2005 menjadi 5,933 juta pada
tahun 2025. Sedangkan bus dan mobil beban relatif kecil peningkatannya yaitu
masing-masing dari 317 ribu dan 500 ribu pada tahun 2005 menjadi 623 ribu
dan 696 ribu pada tahun 2025.

Bahan Bakar Solar

12

Gambar. Data dan Proyeksi Kendaraan Bermotor di Jakarta

7. Emisi dan Efek Lingkungan dari Solar


Bahan bakar minyak solar sebagai bahan bakar mesin diesel mengbasilkan gas
buang yang mengandung kadar soot yang tinggi. Maka timbul pemikiran untuk
menggunakan bahan bakar altematif sebagai bahan bakar utama mesin diesel.
Dari altematif yang ada, Compressed Natural Gas (CNG) memberikan cukup
banyak keuntungan baik dari segi lingkungan maupun harga. Untuk dapat
terbakar secara efisien, gas memerlukan rasio kompresi yang tinggi, karena
temperatur selfignition-nya yang tinggi. Mesin diesel dapat memenuhi
persyaratan ini, namun rasio kompresinya tidak cukup tinggi untuk
memungkinkan gas terbakar karena self ignition. Dual-fuel engine merupakan
salah satu solusi untuk permasalahan ini, dimana bahan bakar merupakan
campuran gas dan udara dengan penyalaan menggunakan bahan bakar diesel
sebagai pemantik awal.
Berbicara tentang polusi, maka bayangan kita segera akan tertuju pada banyak
macam dan jenis penyebab polusi tersebut. Seperti diketahui bahwa polusi atau
pencemaran dapat berupa polusi udara, tanah, dan air. Sebagai penyebabnya
dapat terjadi secara alami atau dari akibat kegiatan manusia. Namun dengan
berkembangnya teknologi, sat ini polusi lebih banyak disebabkan oleh kegiatan
manusia. Beberapa produk teknologi justru telah membuat pengaruh yang uruk
terhadap alam dan lingkungan serta kehidupan manusi pemakai teknologi itu
sendiri. Salah satu teknologi yang menyebabkan pencemaran tersebut adalah
kendaraan bermotor, sebagai salah satu sarana transportasi dan mobilitas
manusia. Sebagian besar polusi udara (70%) disebabkan oleh kegiatan
transportasi. Hingga saat ini pembicaraan tentang masalah polusi udara sudah
sangat sering didengar, baik dikalangan intelektual maupun orang awam,
bahkan masalah polusi udara ini telah menjadi masalah dunia, dimana semua
orang turut merasakan akhibatnya. Polusi udara adalah masuknya bahanbahan
pencemar kedalam udara ambien yang dapat mengakhibatkan rendahnya

13

Bahan Bakar Solar

bahkan rusaknya fungsi udara. Untuk masalah itu, Eropa sudah menerapkan
Euro 1 sejak tahun 1991, yang kemudian melangkah ke Euro 2 tahun 1996.
Kemudian Euro 3 tahun 2000 dan tahun 2005 memasuki masa Euro 4. Setiap
teknologi emisi Euro mempunyai batasan yang lebih ketat, misalnya dari Euro 1
ke Euro 2 mengharuskan penurunan tingkat emisi partikel. Untuk ambang batas
CO (karbon monoksida) dari 2,75 gm/km menjadi 2,20 gm/km, kemudian HC
(hidrokarbon) + NOx (nitrooksida) dari 0,97 gm/km menjadi 0,50 gm/km, dan
kandungan sulfur solar pada mesin diesel dari 1.500 ppm menurun ke 500 ppm.
Begitu pula pada Euro 3 mengharuskan penurunan tingkat emisi partikel yang
dibuang sebesar 20% dan pada Euro 4 menargetkan angka di bawah 10%.
Penerapan standar Euro-2 di Indonesia diatur Kepmen LH No. 141 Tahun 2003,
yang hanya berlaku untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan
bermotor yang sedang diproduksi. Ketentuan ini tidak berlaku bagi kendaraan
bermotor yang sudah digunakan masyarakat saat ini. Ketentuan emisinya
mengacu pada Kepmen No. 35 tahun 1993 tentang baku mutu bagi kendaraan
yang sudah berjalan. Adapun parameter emisi yang diukur hanya sisa
pembuangan CO dan HC. Gas buang umumnya terdiri dari gas yang tidak
beracun N2 (nitrogen), CO2 (Carbon Dioksida) dan H2O (Uap air) sebagian kecil
merupakan gas beracun seperti Nox, HC, dan CO. Yang sekarang sangat populer
dalam gas buang adalah gas beracun yang dikeluarkan oleh suatu kendaraan
yang sebagian besar gas buang terdiri dari 72% N2, 18.1% CO2, 8.2% H2O, 1.2%
Gas Argon (gas mulia), 1.1% O2 dan 1.1% Gas beracun yang terdiri dari 0.13%
Nox, 0.09% HC dan 0.9% CO. Selain dari gas buang unsur HC dan CO dapat pula
keluar dari penguapan bahan bakar di tangki dan blow by gas dari mesin. Pada
motor diesel, besarnya emisi dalam bentuk opasitas (ketebalan asap) tergantung
pada banyaknya bahan bakar yang disemprotkan (dikabutkan) ke dalam silinder,
karena pada motor diesel yang dikompresikan adalah udara murni. Dengan kata
lain semakin kaya campuran maka semakin besar konsentrasi Nox, CO dan asap.
Sementara itu, semakin kurus campuran konsentrasi Nox, CO dan asap juga
semakin kecil. 100% CO yang ada diudara adalah hasil pembuangan dari mesin
diesel sebesar 11% dan 8 mesin bensin 89% CO adalah Carbon Monoxida; HC
(Hydro Carbon); NOx adatah istilah dan Oxida-Oxida Nitrogen yang digabung dan
dibuat satu (NO. N02, N20). Polusi emisi gas buang dari mesin disel dapat
digolongkan berupa
Partikulat
Residu karbon
Pelumas tidak terbakar
Sulfat
Lain-lain
a. Partikulat
Gas buang mesin diesel sebagian besar berupa partikulat dan berada pada dua
fase yang berbeda, namun saling menyatu, yaitu fase padat, terdiri dari
residu/kotoran, abu, bahan aditif, bahan korosif, keausan metal, fase cair, terdiri
dari minyak pelumas tak terbakar. Gas buang yang berbentuk cair akan meresap

Bahan Bakar Solar

14

ke dalam fase padat, gas ini disebut partikel. Partikel-partikel tersebut berukuran
mulai dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron. Partikulat yang berukuran
kurang dari 10 mikron memberikan dampak terhadap visibilitas udara karena
partikulat tersebut akan memudarkan cahaya. Berdasarkan ukurannya, partikel
dikelompokkan menjadi tiga, sebagai berikut:
0,01-10 mm disebut partikel smog/kabut/asap;
10-50 mm disebut dust/debu;
50-100 mm disebut ash/abu.
Partikulat pada gas buang mesin diesel berasal dari partikel susunan bahan
bakar yang masih berisikan kotoran kasar (abu, debu). Hal itu dikarenakan
pemrosesan bahan bakarnya kurang baik. Bahan bakar diesel di Indonesia
banyak mengandung kotoran, misalnya solar.

Gambar. Komposisi emisi gas buang motor diesel


Biasanya solar tidak berwarna atau bening, namun yang ada di sini pasti
berwarna agak gelap. Ini menandakan adanya kotoran dalam bahan bakar.
Dengan demikian, pada saat terjadi pembakaran, kotoran tersebut terurai dari
susunan partikel yang lain dan tidak terbakar. Semakin banyak residu dalam
bahan bakar (dengan mesin secanggih apa pun) akan dihasilkan gas buang
dengan kepulan asap hitam. Selain partikulat gas buang motor diesel lain adalah
un-burn oil, komponen ini penyumbang terbesar dalam gas buang, sebesar 40%
berasal dari minyak pelumas dalam silinder yang tidak terbakar selama proses
pembakaran. Komponen ini menyumbangkan asap berwarna keputih-putihan.
Semakin banyak minyak pelumas yang ikut dalam proses pembakaran, semakin
banyak warna putih dalam gas buang. Minyak pelumas yang tidak terbakar

15

Bahan Bakar Solar

tersebut mengandung susunan karbon (C dan H). Sulfur pada bahan bakar yang
berasal dari fosil berbentuk sulfur organik dan nonorganik. Pembakaran pada
mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar fosil akan menghasilkan sulfur
dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) dengan perbandingan 30:1. Berarti,
sulfur dioksida merupakan bagian yang sangat dominan dalam gas buang diesel.
Sulfur dioksida yang ada di udara, jika bertemu dengan uap air akan membentuk
susunan molekul asam. Jika hal ini dibiarkan, bisa terjadi hujan asam yang
sangat merugikan. Gas buang diesel (8%) merupakan kumpulan dari bermacammacam gas beracun, di antaranya CO, HC, CO2, dan NOx. Gas buang tersebut
meskipun hanya dalam jumlah yang kecil (8%) tetap memberikan andil dalam
pencemaran udara. Gas beracun itu bisa dikurangi dengan membuat proses
pembakaran di dalam mesin menjadi lebih sempurna. Caranya dengan
meningkatkan kemampuan kompresi dan injeksi bahan bakar yang tepat waktu
dan jumlah dengan bahan bakar yang lebih sesuai. Bahan bakar yang tidak
terbakar setelah proses pembakaran ada 7% dari seluruh gas buang diesel.
Bahan bakar yang tidak terbakar ini berupa karbon (C) yang terpisah dari HC
akibat perengkahan selama terjadi pembakaran. Semakin banyak bahan bakar
tidak terbakar yang keluar, semakin hitam warna asap gas buang yang
dikeluarkan oleh mesin.

Gambar. Pengaruh campuran udara-bahan bakar terhadap emisi gas buang


motor diesel
b.

Pelumas Tidak terbakar


Komponen ini penyumbang terbesar dalam gas buang, sebesar 40% berasal
dari minyak pelumas dalam silinder yang tidak terbakar selama proses
pembakaran. Komponen ini menyumbangkan asap berwarna keputihputihan. Semakin banyak minyak pelumas yang ikut dalam proses
pembakaran, semakin banyak warna putih dalam gas buang. Minyak

Bahan Bakar Solar

c.

d.

e.

f.

16

pelumas yang tidak terbakar tersebut mengandung susunan karbon (C dan


H).
Residu/Kotoran
Partikulat pada gas buang mesin diesel berasal dari partikel susunan bahan
bakar yang masih berisikan kotoran kasar (abu, debu). Hal itu dikarenakan
pemrosesan bahan bakarnya kurang baik. Bahan bakar diesel di Indonesia
banyak mengandung kotoran, misalnya solar. Biasanya solar tidak berwarna
atau bening, namun yang ada di sini pasti berwarna agak gelap. Ini
menandakan adanya kotoran dalam bahan bakar. Dengan demikian, pada
saat terjadi pembakaran, kotoran tersebut terurai dari susunan partikel yang
lain dan tidak terbakar. Semakin banyak residu dalam bahan bakar, dengan
mesin secanggih apa pun---akan dihasilkan gas buang dengan kepulan asap
hitam.
Sulfat
Sulfur pada bahan bakar yang berasal dari fosil berbentuk sulfur organik dan
nonorganik. Pembakaran pada mesin diesel dengan menggunakan bahan
bakar fosil akan menghasilkan sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida
(SO3) dengan perbandingan 30:1. Berarti, sulfur dioksida merupakan bagian
yang sangat dominan dalam gas buang diesel. Sulfur dioksida yang ada di
udara, jika bertemu dengan uap air akan membentuk susunan molekul
asam. Jika hal ini dibiarkan, bisa terjadi hujan asam yang sangat merugikan.
Lain-Lain
Gas buang diesel (8%) merupakan kumpulan dari bermacam-macam gas
beracun, di antaranya CO, HC, CO2, dan NOx. Gas buang tersebut meskipun
hanya dalam jumlah yang kecil (8%) tetap memberikan andil dalam
pencemaran udara. Gas beracun itu bisa dikurangi dengan membuat proses
pembakaran di dalam mesin menjadi lebih sempurna. Caranya dengan
meningkatkan kemampuan kompresi dan injeksi bahan bakar yang tepat
waktu dan jumlah dengan bahan bakar yang lebih sesuai.
Bahan Bakar Tidak Terbakar
Bahan bakar yang tidak terbakar setelah proses pembakaran ada 7% dari
seluruh gas buang diesel. Bahan bakar yang tidak terbakar ini berupa karbon
(C) yang terpisah dari HC akibat perengkahan selama terjadi pembakaran.
Semakin banyak bahan bakar tidak terbakar yang keluar, semakin hitam
warna asap gas buang yang dikeluarkan oleh mesin.

8. Perkembangan harga Solar


Akhir-akhir ini harga minyak bumi di pasar internasional sangat fluktuatif dengan
kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2011 harga minyak dunia (minyak
Brent dan Indonesian Crude Oil Price atau ICP) berada pada level di atas batas
psikologis USD 100 per barel. Kenaikan harga mencapai ratarata sekitar USD 111
per barel atau meningkat sekitar 40% dibandingkan rata-rata harga minyak
tahun 2010 yang mencapai USD 79 per barel. Lonjakan harga minyak yang

17

Bahan Bakar Solar

sangat tinggi ini tentu saja menjadi perhatian hampir seluruh negara di dunia,
baik negara produsen (eksportir) minyak bumi maupun negara konsumen
(importir). Hal ini disebabkan karena peranan minyak yang sangat penting
sebagai bahan bakar yang menggerakkan perekonomian. Pasokan minyak bumi
merupakan input vital dalam proses produksi industri, terutama untuk
menghasilkan listrik, menjalankan mesin produksi dan mengangkut hasil
produksi ke pasar. Disamping itu, minyak bumi juga penting bagi pembangunan
ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Mengingat peranannya yang vital
tersebut, implikasi yang timbul akibat fluktuasi harga minyak juga akan
beragam. Berbagai studi yang pernah dilakukan paska krisis minyak (oil shocks)
pada dekade 1970-an mengkonfirmasi bahwa guncangan harga minyak
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Bahkan hasil studi tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar justifikasi bahwa
krisis minyak adalah penyebab resesi ekonomi, terutama yang terjadi di Amerika
Serikat dan sejumlah negara Eropa pada waktu itu (Hamilton, 1983, 1988, 1996).
Studi empiris lain juga telah dilakukan untuk melihat mekanisme transmisi oil
shocks terhadap perekonomian, mulai dari efek permintaan, penawaran, bahkan
efek nilai tukar perdagangan (terms of trade effect). Berangkat dari fakta harga
minyak internasional yang fluktuatif dan tinggi serta merujuk pada beberapa
hasil studi empiris terdahulu, kajian ini juga mencoba mengkaji bagaimana
dampak fluktuasi harga minyak di pasar internasional terhadap perekonomian
Indonesia. Beberapa variabel ekonomi makro yang dipilih untuk melihat
pengaruh fluktuasi harga minyak adalah pertumbuhan ekonomi, laju inflasi,
jumlah uang beredar, nilai tukar riil rupiah terhadap US dolar dan suku bunga.

8.1 Faktor Penentu Harga Minyak


Fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional pada prinsipnya mengikuti
aksioma yang berlaku umum dalam ekonomi pasar, dimana tingkat harga yang
berlaku sangat ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran (demand
and supply mechanism) sebagai faktor fundamental (Nizar, 2002). Faktor-faktor
lain dianggap sebagai faktor non-fundamental, terutama berkaitan dengan
masalah infrastruktur, geopolitik dan spekulasi. Dari sisi permintaan, perilaku
harga minyak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia.
Pengalaman menunjukkan bahwa peningkatan permintaan terhadap minyak
yang kemudian mendorong naiknya harga minyak didahului oleh pertumbuhan
ekonomi global yang cukup tinggi (Grafik 1). Sebelum terjadinya krisis minyak
(oil shock) pertama (tahun 1973) dan kedua (tahun 1978), laju pertumbuhan
ekonomi global yang tinggi, lebih dari 4% per tahun, diikuti dengan permintaan
minyak yang cukup kuat, masing-masing dengan pertumbuhan sekitar 8% dan
4% (Kesicki, 2010). Kenaikan permintaan minyak terjadi akibat dorongan
pertumbuhan ekonomi yang berlangsung dalam dekade 1960-an sampai tahun
1973, terutama berasal dari negara-negara maju yang tergabung dalam the
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Setelah krisis

Bahan Bakar Solar

18

harga minyak kedua, rata-rata tahunan konsumsi minyak tumbuh lebih dari 1
juta barel per hari, kecuali pada awal 1990- an, dimana konsumsi global stagnan
karena runtuhnya Uni Soviet. Namun, sejak tahun 2000, permintaan minyak
yang tinggi didorong oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan non-OECD, yaitu
Asia, terutama Cina dan India (Kesicki 2010 dan Breitenfellner et al., 2009). Dari
sisi penawaran fluktuasi harga minyak mentah dunia sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan atau pasokan minyak oleh negara-negara produsen, baik negaranegara yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries
(OPEC) maupun negara produsen non-OPEC. Ketersediaan atau pasokan minyak
sangat erat kaitannya dengan kapasitas produksi, kapasitas investasi dan
infrastruktur kilang (Kesicki, 2010 dan Breitenfellner et al., 2009).

Gambar. Pertumbuhan Ekonomi dan Harga Minyak Dunia


Sementara itu, faktor-faktor nonfundamental yang cukup menonjol pengaruhnya
terhadap kenaikan harga minyak dalam 30 tahun terakhir adalah faktor
geopolitik dan spekulasi. Faktor geopolitik meliputi situasi politik dan pengaruh
OPEC. Instabilitas politik di Timur Tengah dan Iran pada tahun 1973 dan 1978,
turut memicu terjadinya krisis harga minyak pada waktu itu. Demikian pula
kerusuhan yang terjadi di Nigeria telah menyebabkan merosotnya produksi
minyak selama satu kuartal, yang selanjutnya menimbulkan tekanan naik
terhadap harga minyak. Disamping itu, ancaman yang persisten dari sejumlah
pertikaian, misalnya konflik Amerika Serikat-Iran, juga turut memberikan
dorongan naiknya harga dalam periode yang panjang (Breitenfellner et al., 2009;
Kesicki, 2010; dan Bhar and Malliaris, 2011). Di lain pihak, pengaruh OPEC
sebagai kartel produsen minyak terutama dalam mengontrol pasokan
tambahan (marginal supply) minyak dunia juga turut mempengaruhi harga
minyak dunia. Demikian juga dengan ulah para spekulan yang dituding turut
memberikan andil terhadap perilaku harga minyak yang sangat fluktuatif.
Pembelian minyak mentah secara besarbesaran oleh para spekulan melalui

19

Bahan Bakar Solar

kontrak berjangka (futures contracts), telah mendorong naiknya permintaan


tambahan atas minyak, sehingga harga minyak untuk penyerahan kemudian
juga terdongkrak naik (Coleman and Levin, 2006; Breitenfellner et al., 2009 dan
Kaufman, 2011).

8.2 Mekanisme Transmisi Harga Minyak


Sedikitnya ada 6 (enam) saluran yang dapat mentransmisikan dampak
guncangan harga minyak (oil price shocks) terhadap aktivitas ekonomi. Pertama,
efek sisi penawaran (supplyside shock effect). Kenaikan harga minyak
menyebabkan penurunan output karena kenaikan harga memberikan sinyal
berkurangnya ketersediaan input dasar untuk produksi. Akibatnya, laju
pertumbuhan dan produktivitas menurun (Qianqian, 2011). Guncangan harga
minyak bisa menyebabkan naiknya biaya marjinal (marginal cost) produksi
industri sehingga mengurangi produksi dan meningkatkan pengangguran (Brown
and Ycel, 2002; Lardic and Mignon, 2006, 2008; dan Dogrul and Soytas, 2010).
Kedua, efek transfer kekayaan (wealth transfer effect), yang menekankan pada
pergeseran daya beli (purchasing power) dari negara importir minyak ke negara
eksportir minyak. Pergeseran daya beli menyebabkan berkurangnya permintaan
konsumen terhadap minyak di negara pengimpor dan bertambahnya permintaan
konsumen di negara pengekspor. Konsekuensinya, permintaan konsumen dunia
terhadap barang-barang yang dihasilkan negara pengimpor minyak berkurang
dan persediaan tabungan (supply of savings) dunia meningkat. Peningkatan
pasokan tabungan menyebabkan turunnya suku bunga riil. Penurunan suku
bunga dunia akan menstimulasi investasi, sebagai penyeimbang turunnya
konsumsi, sehingga permintaan agregat tidak berubah di negara pengimpor.
Apabila harga sulit turun, penurunan permintaan terhadap barang-barang yang
dihasilkan negara pengimpor minyak lebih lanjut akan menurunkan
pertumbuhan PDB. Jika tingkat harga tidak bisa turun, belanja konsumsi akan
turun lebih besar dari peningkatan investasi, sehingga menyebabkan penurunan
permintaan agregat dan lebih lanjut memperlambat pertumbuhan ekonomi
(Brown and Yucel, 2002; Berument and Tasci, 2002; Lardic and Mignon, 2006,
2008; dan Cologni and Manera, 2008). Ketiga, efek saldo riil (real balance effect).
Kenaikan harga minyak akan mendorong kenaikan permintaan uang. Apabila
otoritas moneter gagal meningkatkan jumlah uang beredar untuk memenuhi
pertumbuhan permintaan uang, maka saldo riil akan turun, suku bunga akan
naik dan laju pertumbuhan ekonomi melambat (Berument and Tasci, 2002;
Lardic and Mignon, 2006, 2008; Cologni and Manera, 2008 dan Tang et al.,
2010). Keempat, efek inflasi (inflation effect). Kenaikan harga minyak juga
menyebabkan meningkatnya inflasi. Harga minyak mentah yang lebih tinggi
akan segera diikuti oleh naiknya harga produk-produk minyak, seperti bensin
dan minyak bakar yang digunakan konsumen (Cologni and Manera, 2008). Lebih
lanjut, karena ada upaya mensubstitusi minyak dengan energi bentuk lain, harga
sumber energi alternatif juga akan meningkat. Disamping efek langsung

Bahan Bakar Solar

20

terhadap inflasi, terdapat efek tidak langsung berkaitan dengan respon


perusahaan dan perilaku pekerja (second round effects). Perusahaan
mengalihkan peningkatan biaya produksi dalam bentuk harga konsumen yang
lebih tinggi untuk barang-barang atau jasa non-energi, sementara pekerja akan
merespon peningkatan biaya hidup dengan menuntut upah yang lebih tinggi
(Lardic and Mignon, 2006, 2008 dan Berument and Tasci, 2002). Kelima, efek
konsumsi, investasi dan harga saham. Kenaikan harga minyak memberikan efek
negatif terhadap konsumsi, investasi dan harga saham. Pengaruh terhadap
konsumsi berkaitan dengan pendapatan disposibel yang berkurang karena
kenaikan harga minyak, sedangkan investasi dipengaruhi melalui peningkatan
biaya perusahaan (Sadorsky, 1999; Kilian, 2008, 2009 dan Henriques and
Sadorsky, 2011). Keenam, efek penyesuaian sektoral (sectoral adjustment
effect). Guncangan harga minyak akan mempengaruhi pasar tenaga kerja
melalui perubahan biaya produksi relatif industri. Jika harga minyak naik secara
berkelanjutan, maka struktur produksi akan berubah dan berdampak terhadap
pengangguran. Guncangan harga minyak bisa menambah biaya produksi
marjinal di banyak sektor yang intensif menggunakan minyak (oil intensive
sectors) dan bisa memotivasi perusahaan mengadopsi metode produksi baru
yang kurang intensif menggunakan minyak. Perubahan ini pada gilirannya
menghasilkan realokasi modal dan tenaga kerja antar sektor yang bisa
mempengaruhi pengangguran dalam jangka panjang. Karena pekerja memiliki
keahlian industri khusus dan pencarian kerja memerlukan waktu, proses
penyerapan tenaga kerja yang cenderung membutuhkan waktu akan menambah
jumlah pengangguran. Dengan kata lain, semakin tinggi penyebaran dari
guncangan sektoral, tingkat pengangguran semakin tinggi karena jumlah
realokasi tenaga kerja bertambah (Lardic and Mignon, 2006, 2008; Kilian, 2008;
dan Dogrul and Soytas, 2010).

9. Konsumsi Solar Dunia dan Per Negara


Indonesia memiliki beragam sumber daya energi. Sumber daya energi berupa
minyak, gas, batubara, panas bumi, air dan sebagainya digunakan dalam
berbagai aktivitas pembangunan baik secara langsung ataupun diekspor untuk
mendapatkan devisa. Sumber daya energi minyak dan gas adalah penyumbang
terbesar devisa hasil ekspor. Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri
juga meningkat seiring meningkatnya pembangunan. Sejumlah laporan
menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 80-an terjadi peningkatan
kebutuhan energi khususnya untuk bahan bakar mesin diesel yang diperkirakan
akibat meningkatnya jumlah industri, transportasi dan pusat pembangkit listrik
tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di Indonesia. Peningkatan ini
mengakibatkan berkurangnya devisa negara disebabkan jumlah minyak sebagai
andalan komoditi ekspor semakin berkurang karena dipakai untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, bahwa cadangan minyak yang dimiliki

21

Bahan Bakar Solar

Indonesia semakin terbatas karena merupakan produk yang tidak dapat


diperbaharui. Terlebih lagi, bahan bakar yang dipakai ini (bahan bakar fosil)
dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon yang menimbulkan efek rumah
kaca. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencari bahan bakar
alternatif.
(Andhika,dkk.2007)
Bahan bakar nabati (BBN), dalam bentuk bioetanol dan biodisel, menjadi
secercah harapan baru bagi pemerintah untuk meningkatkan devisa,
menciptakan lapangan kerja baru serta membantu mengurangi angka
kemiskinan. Pemanfaatan BBN juga diharapkan mengurangi pencemaran udara
serta menciptakan kemandirian energi dengan mengurangi ketergantungan
terhadap impor minyak bumi. Harapan ini tentu beralasan mengingat
sumberdaya alam Indonesia sangat potensial untuk pengembangan BBN.
Disamping itu, permintaan pasar internasional terhadap BBN selama beberapa
tahun terakhir juga meningkat tajam. Berdasarkan laporan yang dirilis analis
pasar Emerging Market Online pada bulan Oktober tahun lalu, produksi biodisel
dunia meningkat dari 1000 juta liter pada tahun 2001 menjadi 3500 juta liter
pada tahun 2005, artinya terjadi pertumbuhan produksi lebih dari 35 persen per
tahun. Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Apalagi bulan Maret
ini Uni Eropa telah mencanangkan target peningkatan porsi BBN hingga 10
persen untuk sektor transportasi pada tahun 2020. Trend peningkatan kebutuhan
BBN juga ditandai dengan rencana pemerintah Amerika Serikat untuk
meningkatkan produksi bioetanol hingga 5 kali lipat pada tahun 2017. Namun, di
tengah harapan cerah tersebut, program BBN juga menyimpan sejumlah potensi
bencana yang serius. Setidaknya ada tiga bencana atau kegagalan yang harus
diwaspadai, yaitu kerusakan hutan, kelangkaan pangan dan kegagalan
menciptakan pasar domestik. (Andhika,dkk.2007). Sebagai negara penghasil
minyak nabati terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk
mengembangkan biodiesel. Salah satunya adalah alga, didalam alga terkandung
bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga
senyawa bioaktif. Sejauh ini, pemanfaatan alga sebagai komoditi perdagangan
atau bahan baku industri masih relatif kecil jika dibandingkan dengan
keanekaragaman jenis alga yang ada di Indonesia. Padahal komponen kimiawi
yang terdapat dalam alga sangat bermanfaat bagi bahan baku industri makanan,
kosmetik, farmasi dan lain-lain. (www.energi.lipi.go.id).
Secara teoritis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang realistik
untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada feedstock lain yang cukup
memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi
minyak dalam volume yang besar. Tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacangkacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan
minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara. Hal ini
tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada
negara dengan luas wilayah yang kecil. (www.kamase.org)
Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1
acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti
seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com, 26/12/2006). Luas lahan
ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian
dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan alga mampu

Bahan Bakar Solar

22

menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan


penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dll) pada kondisi terbaiknya.
(www.kamase.org)
Minyak alga ini merupakan potensi bahan baku yang besar untuk tujuan
pengembangan BBM alternatif atau biodiesel. Di Indonesia sendiri belum ada
pabrik pembuatan biodiesel yang menggunakan alga sebagai bahan baku.
Newzeland, Norwegia, dan Italia merupakan sebagian negara yang telah
mengembangan algae untuk biodiesel dalam skala demo kecil.
Pemanfaatan Algae sebagai biodiesel memberikan peluang yang besar untuk
dapat menggantikan kebutuhan solar tanpa mengganggu rantai makanan,
mengingat sumber energi ini menggunakan bahan baku non pangan. Algae
memiliki berbagai keuntungan. Selain kandungan minyak yang tinggi juga
mampu menyerap CO2 sebanyak 2,88 metrik ton per 1 metrik ton algae.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lemigas, kandungan minyak nabati yang
terkandung pada algae sekitar 30- 40%. Sedangkan CPO (crude palm oil/minyak
sawit) hanya 25%. Sebanyak 5 kilogram ganggang basah diperkirakan dapat
hasilkan 2,5 liter biodiesel per hari. (www.esdm.go.id).
Subtitusi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) solar ke bahan bakar nabati
(BBN) atau biofuel berupa biosolar dapat menghemat tingkat konsumsi solar
sebanyak 19.750-20.000 ton kiloliter per tahun, dari total kebutuhan dalam
negeri 8 juta ton kl per tahun.
Menteri ESDM mengungkapkan sesuai hasil kajian Tim Kecil Biofuel antar
Departemen telah disusun kemampuan pasokan biodiesel. Untuk tahun 2008
sebesar 187 juta liter, tahun 2009 sebesar 377 juta liter, sebesar 1200 juta liter
tahun 2010 dan 1337 juta liter pada tahun 2011. Sehingga target substitusi
biodiesel untuk transportasi adalah sebesar 10 % pada tahun 2011 dapat
dipenuhi. (sumber : www.kabarbisnis.com)
Berikut ini disajikan tabel tentang perkembangan bahan bakar minyak diesel di
Indonesia.
Tabel I.1 Perkembangan Minyak Diesel di Indonesia

(Sumber : Directorate General of Oil and Gas)


Dari tabel di atas dapat ditentukan kapasitas produksi pabrik biodiesel ini.
Dengan menggunakan tabel I.1 diperoleh kenaikan impor per tahun adalah

23

Bahan Bakar Solar

5,29%, maka dapat diperkiraan impor minyak diesel pada tahun 2011 sebesar
15.000 ton liter/tahun. Sehingga jika pabrik berdiri, maka impor akan
diberhentikan, sedangkan ekspor diperkiran 60% dari kapasitas pabrik baru,
maka dapat ditentukan kapasitas pabrik yang akan dibangun ini memiliki
peluang kapasitas produksi sebesar 20.000 ton/tahun atau setara dengan 62.500
kg/hari nya biodiesel dari alga yang dapat dihasilkan.

10. Perkembangan Produksi Solar


Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang
minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar
minyak (BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan
di Indonesia.. Selain itu juga dikenal minyak diesel atau Industrial Diesel Oil (IDO)
yang digunakan untuk bahan bakar di sektor industri, termasuk untuk
pembangkit listrik. Penyediaan minyak solar selain dapat diperoleh dari produksi
kilang minyak di dalam negeri, juga diperoleh dari impor yang saat ini sudah
mencapai angka yang hampir sama dengan produksi dalam negeri. Dengan
kondisi tersebut, kenaikan harga minyak mentah dunia yang berakibat pada
kenaikan harga produk kilang seperti minyak solar akan menambah beratnya
beban Pemerintah dalam penyediaan BBM terutama untuk bahan bakar yang
disubsidi. Mengingat minyak solar sangat berperan dalam transportasi, baik
transportasi orang maupun barang, maka penyediaan minyak solar di masa
mendatang sulit untuk dihilangkan dan harus dipenuhi. Oleh karena itu perlu
dicari langkah-langkah untuk mengurangi maupun menggantikan pemakaian
minyak solar tersebut dengan bahan bakar alternatif. Indonesia sebagai negara
tropis memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan
baku untuk produksi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar minyak,
baik berupa bio-ethanol sebagai pengganti premium maupun bio-diesel sebagai
pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat
serupa dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin
berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah mesin (Columbia University
Press, 2004). Biodiesel dapat dibuat dari bahan hayati yang ramah lingkungan
seperti: kelapa sawit, jarak pagar, dan kacang kedelai. Biodiesel di Amerika
Serikat umumnya dibuat dengan bahan baku kacang kedelai sesuai dengan
kondisi wilayahnya. Di samping Malaysia, Indonesia saat ini merupakan
penghasil CPO terbesar di dunia, sehingga dilihat dari kesiapan dalam
penyediaan, CPO dari kelapa sawit mempunyai potensi yang besar untuk dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama produksi bio-diesel. Sumber yang lain
seperti jarak pagar potensinya relatif terbatas, karena sampai saat ini belum
banyak dibudi dayakan. Perkebunan kelapa sawit yang pengelolaannya terdiri
atas perkebunan rakyat, perkebunan negara atau Badan Umum Milik Negara
(BUMN), dan perkebunan swasta mencapai luas 5,4 juta hektar. Total produksi
pada tahun 2004 mencapai 11,78 juta ton Crude Palm Oil (CPO) atau produksi

Bahan Bakar Solar

24

rata-rata dari setiap hektar perkebunan sawit adalah 2,17 ton (Statistik
Perkebunan, Ditjen Bina Produksi Perkebunan 2004). Sebagian besar dari
perkebunan kelapa sawit berada di Sumatera sekitar 4 juta hektar, sedangkan
sisanya secara berturut-turut tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa.
Produksi CPO tersebut biasanya dipergunakan untuk bahan baku pembuatan
minyak goreng, dan sabun. Oleh karena itu, masalah-masalah teknis, ekonomis,
dan sosial dari pengembangan perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku
biodiesel tersebut perlu diperhatikan, sehingga hasilnya dapat lebih berdaya
guna. Berdasarkan ketersediaan lahan, Kalimantan dan Papua mempunyai
potensi yang besar dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor
transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula
yang dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan
pembangkit listrik. Sesuai dengan perkembangan penduduk, kebutuhan minyak
solar untuk sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik dari tahun ke
tahun semakin meningkat seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Selama sepuluh
tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 total
kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan pertumbuhan
rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau
penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama
periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari
minyak solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor
industri dan pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar
untuk sektor pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar
pada sektor tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih
dari sembilan persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor
transportasi dan industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69
persen per tahun. Rendahnya pertumbuhan kebutuhan minyak solar pada sektor
transportasi, menyebabkan pangsa penggunaannya cenderung menurun,
sedangkan pangsa penggunaan minyak solar pada sektor-sektor lainnya
cenderung meningkat.
Tabel. Kebutuhan Minyak Solar Menurut Sektor 1994-2004

25

Bahan Bakar Solar

Kecenderungan meningkatnya penggunaan minyak solar pada sektor lain selain


transportasi tersebut kemungkinan disebabkan kemudahan dalam memperoleh
minyak solar karena tersedia di seluruh Depot di Indonesia, serta perubahan
dalam pola industri. Perubahan ini dapat terjadi akibat pergeseran jenis industri
yang dahulu memakai jenis energi lain seperti minyak bakar, batubara serta
listrik, berubah menjadi pemakai minyak solar yang mungkin dipakai untuk
pembangkit listrik diesel sendiri. Sektor industri maupun pembangkit listrik
dapat lebih mudah memperoleh walaupun dengan harga yang berbeda dengan
solar untuk transportasi. Harga minyak solar untuk transportasi karena masih
diatur secara tersendiri lebih murah dibandingkan harga minyak diesel industri
terutama sebelum tahun 2004. Meskipun terjadi penurunan pangsa penggunaan
minyak solar pada sektor transportasi, tetapi sektor transportasi masih tetap
paling dominan dalam penggunaan minyak solar dibandingkan dengan sektorsektor lainnya. Mengingat jenis penggunaaannya sektor transportasi sulit untuk
menggantikan kebutuhan bahan bakarnya (BBM) dengan jenis bahan bakar yang
lain, sehingga jumlah konsumsi sektor transportasi akan sensitif terhadap
fluktuasi harga minyak.

10.1 Potensi Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku BioDiesel

Semakin meningkatnya konsumsi minyak solar yang berasal dari sumber energi
fosil atau sumber energi yang tak terbarukan, dan semakin terbatasnya
cadangan minyak, telah menyebabkan peningkatan impor minyak solar yang
makin meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan
ketahanan energi nasional sebagai salah satu negara tropis yang memiliki
berbagai jenis tanaman, Indonesia perlu memanfaatkan sumber energi
terbarukan biomasa yang ada sebagai pengganti minyak. Disamping itu,
semakin meningkatnya harga minyak mentah dunia ikut mendorong
pemanfaatan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak karena
secara ekonomi akan makin layak. Biomasa yang dapat dikembangkan menjadi
bio-diesel terdiri dari berbagai jenis tanaman yang mencapai sekitar 54 jenis
tanaman yang dapat dimakan maupun yang tidak dapat dimakan. Tabel 3
menunjukkan berbagai jenis tanaman yang dapat dipergunakan sebagai bio-fuel
berdasarkan sumber minyaknya, berapa persen kandungan minyak terhadap
berat biji kering serta yang dapat dapat atau tidak dapat dimakan. Diantara
berbagai jenis tanaman pada Tabel 3, kelapa sawit merupakan tanaman yang
telah dibudidayakan secara intensif di Indonesia, khususnya dalam pembuatan
CPO (crude plam oil) sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, sabun di
dalam negeri atau dieskpor. Oleh karena itu, bila ditinjau terhadap kesiapan
ketersediaan bahan baku, maka kelapa sawit merupakan bahan yang paling
potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Hanya
pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu
dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagai
bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Mungkin akan lebih

Bahan Bakar Solar

26

baik bila dikembangkan lahan kelapa sawit untuk produksi biodiesel, diluar
terpisah lahan kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku
minyak goreng, kosmetik dan ekspor.
Tabel. Jenis Tanaman Penghasil Biofuel

10.2 Perkiraan Produksi Biodiesel dari Total Produksi CPO

CPO yang berasal dari kelapa sawit merupakan sumber bahan baku biodiesel
yang sudah tersedia, meskipun saat ini CPO tersebut diperuntukkan untuk
keperluan non energi seperti minyak goreng dan sabun. Namun mengingat
ketersediaan CPO maka perlu dipertimbangkan pengembangannya sebagai

27

Bahan Bakar Solar

bahan baku pembuatan biodiesel, sehingga CPO dari kelapa sawit bukan saja
bermanfaat sebagai sumber makanan dan sumber devisa, tetapi juga
bermanfaat sebagai sumber energi. Sebagai gambaran, potensi produksi
biodiesel dengan menganggap seluruh CPO dipakai sebagai bahan baku produksi
bio-diesel yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yang ada dapat dilihat
pada Tabel 4. Perkiraan besarnya produksi biodiesel pada Tabel dibawah dibuat
berdasarkan asumsi bahwa dari setiap ton CPO dapat menghasilkan 0,9 ton
biodiesel dan setiap ton biodiesel diperkirakan mempunyai nilai kalor sebesar
0,03955 PJ. Selain itu, produksi biodiesel pada tabel tersebut juga dibuat
berdasarkan asumsi bahwa semua produksi CPO dari seluruh wilayah di
Indonesia dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel. Produksi CPO pada tahun
2004 diperkirakan dapat menghasilkan lebih dari 10 juta ton biodiesel atau
setara dengan 419 PJ (Peta Joule) atau 12,57 juta kiloliter biodiesel. Sementara
itu pada tahun yang sama kebutuhan minyak solar setiap tahun mencapai 800 PJ
yang setara dengan sekitar 24 juta kiloliter.
Tabel. Perkiraan Produksi Biodiesel dari Kelapa Sawit

Mengingat CPO Gambaran diatas menunjukkan bahwa produksi CPO, sekitar


50% dipergunakan untuk produksi minyak goreng dalam negeri dan sisanya di
ekspor. Dengan menganggap CPO yang diekspor dipakai sebagai bahan bakar
biodiesel, maka maksimum hanya sekitar 6 juta kilo liter yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan sebagai biodiesel. Berdasarkan perhitungan
tersebut diatas, maka bila ditargetkan penggunaan biodiesel sejumlah 2% atau
campuran 98 persen minyak solar dengan 2 persen biodiesel, akan memerlukan
sekitar 16 PJ biodiesel yang diperkirakan sama dengan sekitar 4 persen dari total
perkiraan produksi biodiesel. Namun potensi yang ada tersebut harus
memperhitungkan kebutuhan CPO baik untuk memenuhi produksi minyak
goreng di dalam negeri dan pasar internasional yang telah dirintis dan telah
pasti juga mempertimbangkan pengembangan kebutuhan dalam negeri serta
ekspor. Untuk jumlah prosentase campuran yang besar perlu dipikirkan untuk
mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang peruntukkannya khusussebagai
bahan baku biodiesel, agar tidak mengganggu pasar CPO yang telah ada saat
ini. Sementara itu, dapat diperkirakan bahwa produksi CPO yang dapat

Bahan Bakar Solar

28

dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel tanpa mengganggu pasokan CPO


untuk keperluan non energi adalah sekitar 1 sampai 2 persen saja dari produksi
CPO. Disamping itu biodiesel juga dapat diproduksi dari limbah produksi CPO
yang disebut sebagai CPO parit (PTPN VIII, 2004).

11. Produksi dan Reformula Solar yang akan datang


Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak
semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri
Indonesia harus mengimpor minyak baik dalam bentuk minyak mentah maupun
dalam bentuk produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak
solar atau ADO (Automotive Diesel Oil), premium atau bensin, minyak bakar atau
FO (Fuel Oil) dan minyak tanah. Semakin meningkatnya import minyak dan
semakin meningkatnya harga minyak dunia diperkirakan akan semakin berat
beban dan biaya yang ditanggung pmerintah Indonesia dalam pengadaan
minyak dalam negeri. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan penggunaan
sumber energy selain minyak, untuk mengurangi tekanan besarnya konsumsi
minyak.
Biofuel yang terdiri atas biodiesel dan bioethanol merupakan pilihan untuk
dipergunakan sebagai sumber energy pengganti minyak. Biofuel tersebut dapat
dibuat dari sumber hayati atau biomassa, seperti kelapa sawit, jarak pagar, dan
kedelai untuk bahan baku biodiesel, serta ubi kayu (singkong), ubi jalar dan
jagung untuk bahan baku ethanol. Semua bahan baku biofuel tersebut
merupakan tanaman yang sudah dikenal dan dapat tumbuh dengan baik di
Indonesia. Namun berdasarkan ketersediaan dan efisiensi penggunaan lahan,
diperkirakan kelapa sawit dan ubi kayu dapat merupakan sumber bahan baku
biofuel yang paling potensial di indonsia. Saat ini, tanaman-tanaman tersebut
lebih banyak diperuntukkan untuk keperluan bukan energy, sehingga
pengembangan tanaman-tanaman tersebut untuk bahan baku biofuel
merupakan suatu tantangan dan diperkirakan akan memerlukan pengembangan
lahan dan penelitian lebih lanjut.
Biofuel dalam bentuk biodiesel sebagai pengganti atau campuran minyak solar
(ADO), maupun dalam bentuk bioethanol sebagai pengganti atau campuran
bensin atau premium dapat dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor sejak tahun 1880an, tapi sejak ditemukannya minyak yang berasal dari
fosil yang harganya lebih murah, biofuel secara ekonomis tidak dapat bersaing
dan brkembang. Oleh karena itu, semakin terbatasnya penyediaan minyak dan
semakin tingginya harga minyak, diperkirakan akan mendorong pemanfaatan
biofuel sebagai sumber energy alternative pengganti minyak.
Pemanfaatan biofuel, selain dipergunakan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap minyak, juga mempunyai keuntungan lain terutama dari segi dampak
lingkungan, karena biofuel merupakan bahan bakar yang rendah emisi bahan
pencemar (polutan), biodegradable dan tidak beracun.

29

Bahan Bakar Solar

Penggunaan biofuel juga mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sampai
90%. Keuntungan lain dari pemanfaatan energy terbarukan yang bersumber dari
biomassa tersebut adalah dapat mendorong penciptaan lapangan kerja di
pedesaan, sebagai contoh produksi ethanol di brazil diperkirakan telah mencapai
sekitar 700.000 lapangan pekerjaan, termasuk untuk pekerjaan yang tidak
memerlukan skill. Prospek pemanfaatan biofuel, baik dalam bentuk biodiesel
sebagai bahan bakar pengganti ataupun campuran minyak solar atau
Automobile Diesel Oil (ADO), maupun dalam bentuk bioethanol sebagai bahan
bakar pengganti ataupun campuran bensin atau premium pada sector
transportasi ditentukan berdasarkan hasil model MARKAL (Market Allocation),
yaitu suatu model optimasi penggunaan energy berdasarkan biaya terendah.
Sebagai tantangan adanya kebutuhan biofuel pada harga minyak mentah tinggi
tersebut, antisipasi penyiapan lahan untuk media tumbuh bahan baku biofuel
seperti kelapa sawit untuk bahan baku biodiesel, dan ubi kayu untuk bahan baku
ethanol perlu dilakukan, sehingga pemanfaatan biomassa sebagai sumber
energy alternative pengganti minyak dapat lebih optimal, efisien dan berdaya
guna.
Banyak penelitian mengenai pmanfaatan bahan bakar biodiesel yang telah
dilakukan, terutama sejak terjadinya krisis energy tahun 1973. Penelitianpenelitian tersebut dilakukan terhadap sifat fisik dan kimia dari bahan bakar
biodiesel yang meliputi angka setana, viskositas, lubrisitas, stabilitas thermal,
kotoran dan lain-lain. Beberapa kesimpulan dari banyak penelitian yang
berkaitan dengan penggunaan bahan bakar biodiesel seperti yang terdapat pada
Biodiesel World Status oleh Borgelt S.C., et al dan The Biodiesel Handbook oleh
Knothe Gerhard et al adalah sebagai berikut :
Daya mesin menurun pada penggunaan bahan bakar biodiesel
dibandingkan menggunakan bahan bakar solar yang diakibatkan oleh
nilai kalor/kandungan energy yang lebih rendah dari pada bahan bakar
biodiesel.
Konsumsi bahan bakar meningkat pada penggunaan bahan bakar
biodiesel dibandingkan bahan bakar solar seiring dengan nilai
kalor/kandungan energy yang lebih rendah pada bahan bakar biodiesel.
Emisi gas buang nitrogen oksida (NOx) umumnya meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi biodiesel dibandingkan bahan bakar
solar.
Kekotoran gas asap, hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO) yang
tidak terbakar umumnya menurun seiring dengan peningkatan
konsentrasi biodiesel dibandingkan bahan bakar solar
Terdapat kontaminasi pada minyak pelumas untuk penggunaan bahan
bakar biodiesel 100%. Hal ini mengakibatkan semakin pendeknya
interval penggantian minyak pelumas.
Pengujian yang dilakukan oleh Prateepchaikul gumpon, et al terhadap
pemanfaatan palm oil sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pertanian
menyimpulkan bahwa :

Bahan Bakar Solar

30

Penggunaan bahan bakar palm oil 100% pada beban kontinu 75%
dari beban maksimum, tidak menimbulkan problem yang serius.
Ditemukan kesulitan start mesin yang diakibatkan oleh viskositas
dan titik nyala yang tinggi pada bahan bakar palm oil
Konsumsi bahan bakar spesifik meningkat pada penggunaan bahan
bakar palm oil dibandingkan solar. Hal ini disebabkan kandungan
nilai kalor palm oil yang lebih rendah dibandingkan solar.
Tingkat keausan piston ring dan cylinder liner lebih cepat pada saat
menggunakan bahan bakar palm oil dibandingkan bahan bakar solar

12. Prospek Penggunaan Solar yang akan datang


Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama ini bauran energi nasional
memang didominasi oleh penggunaan BBM sebagai sumber energi primer
utama. Sebagaimana terlihat dalam Gambar-2, komposisi BBM dalam bauran
energi nasional stabil sangat tinggi, mencapai 50%-60% sepanjang tahun 2000
hingga 2005. Dengan dikeluarkannya kebijakan energi nasional dalam Perpres
No. 5/2006 tersebut, diharapkan Pemerintah dapat menyusun langkah-langkah
strategis dan teknis untuk mengurangi porsi BBM dalam komposisi energy mix
secara bertahap. Apabila kebijakan tersebut berjalan dengan baik, publik akan
merasakan dampaknya berupa pengurangan ketergantungan terhadap minyak.
Sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2010, komposisi minyak sedikit menurun
dari 51,3% menjadi 47,1% atau turun sekitar 1% per tahun. Namun tren
penurunan porsi minyak tersebut terhenti dan kembali meningkat kembali di
tahun 2011 menjadi 47,7% dari energy mix nasional. Kondisi ini mengindikasikan
langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah tidak berjalan efektif dan
meningkatnya risiko ketahanan energi. Di tengah tingginya harga minyak dunia
dan fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, penyediaan energi
nasional melalui BBM jelas beresiko. Risiko yang paling utama adalah kelangkaan
BBM di tengah masyarakat akibat kuota dan nilai subsidi BBM dalam APBN telah
terlampaui.

Gambar. Perkembangan dan Target Bauran Energi Nasional


Salah satu target Perpres No. 5/2006 yang juga belum terlihat implementasinya
adalah penyesuaian harga BBM menuju tingkat keekonomiannya. Dapat
dikatakan bahwa kebijakan harga premium dan solar hanya bersifat responsif,

31

Bahan Bakar Solar

yaitu disesuaikan ketika realisasi subsidi minyak jauh melampaui alokasi di


APBN. Sejak diberlakukannya Perpres No. 5/2006 tercatat harga eceran premium
dan solar telah beberapa kali mengalami perubahan. Sebagaimana terlihat pada
Gambar-3 penyesuaian tersebut tidak hanya berupa kenaikan namun juga
berupa penurunan harga eceran. Untuk merespon penurunan harga minyak
dunia, dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2009 Pemerintah telah
menurunkan harga eceran kedua BBM jenis tertentu tersebut sebanyak dua kali,
yaitu dari Rp6.000/liter menjadi Rp4.500/liter untuk premium dan dari
Rp5.500/liter menjadi Rp4.500/liter untuk minyak solar.

Gambar. Perkembangan harga minyak mentah dan BBM tertentu


Harga eceran BBM, khususnya premium dan solar yang mendapat subsidi
Pemerintah memberikan dorongan untuk konsumsi lebih dari yang dibutuhkan.
Semakin besar selisih antara harga keekonomian dan harga eceran, semakin
besar insentif untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Tidak heran target
penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional tidak sesuai dengan yang
diharapkan karena tidak ada insentif ekonomi bagi konsumen kendaraan
bermotor untuk mengurangi penggunaan BBM. Kita juga tidak melihat
penurunan porsi BBM bisa tercapai dalam tahun 2025 atau kurang 0 20 40 60 80
100 120 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 2004 2005 2006 2007
2008 2009 2010 2011 2012 Premium (Rp/liter) Solar (Rp/liter) ICP (USD/barrel)
dari 11 tahun lagi jika Pemerintah belum memiliki keberanian untuk menaikkan
harga eceran BBM secara bertahap.
Dalam melaksanakan amanat Perpres No. 5/2006 terdapat beberapa tantangan
yang perlu diantisipasi oleh Pemerintah. Pertama, Pemerintah harus
mengantisipasi tingginya permintaan energi nasional. Berdasarkan estimasi
World Energy Outlook (2013), konsumsi energi Indonesia diperkirakan tumbuh
sekitar 2,5% per tahun dari tahun 2011 hingga 2035. Konsumsi energi
diperkirakan melonjak hampir dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut dari
196 juta ton setara minyak (Mtoe) menjadi 358 Mtoe. Dalam proyeksi tersebut,
diperkirakan bauran energi belum mencapai target yang sudah dicanangkan

Bahan Bakar Solar

32

oleh Pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai 30% energy mix disusul oleh
batubara sebanyak 28%. Proyeksi ini menjadi cambukan bagi Pemerintah bahwa
target penurunan BBM dan optimalisasi batubara yang disusun dalam Perpres
No. 5/2006 belum dapat diyakini keberhasilannya. Kedua, terkait dengan
optimalisasi batubara, meskipun Pemerintah sudah melaksanakan Fast Track
Project (FTP) Tahap 1 dan sedang membangun FTP Tahap 2, tingkat kehandalan
pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut perlu diuji lebih lanjut
mengingat masih rendahnya capacity factor2 pembangkit FTP Tahap 1.
Akibatnya konversi energi dari pembangkit listrik tenaga diesel yang lebih mahal
kepada batubara menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi
ekspor batubara. Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari
produksi tambang batubara, Pemerintah harus menyadari bahwa batubara
bukan merupakan energi yang terbarukan, sehingga eksploitasi berlebihan atas
cadangan tambang batubara akan meningkatkan opportunity cost3 terhadap
penggunaan batubara di masa yang akan datang. Adapun menyangkut bahan
bakar gas, kendala utama adalah kurang tersedianya infrastruktur
distribusi/pengangkutan. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pipanisasi gas
yang menghubungkan ladang gas dan sentra industri nasional. Selama ini
pembangunan pipa gas selalu berorientasi pada ekspor dan kurang
memperhatikan kawasan industri, terutama yang berlokasi di dekat wilayah
eksplorasi gas alam. Salah satu contohnya ialah kasus kekurangan gas yang
terjadi pada pembangkit listrik gas di Belawan. Kurangnya pasokan harusnya
tidak terjadi apabila dari dulu Pemerintah telah menetapkan rencana dan
strategi untuk menyambungkan pipa dari lapangan gas Arun di Aceh ke
pembangkit tersebut. Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga harus
mencakup pembangunan kilang gas alam cair dan terminal regasifikasi yang
berdekatan dengan pusat industri dan pembangkit listrik. Misalnya
pembangunan terminal regasifikasi terapung (FRSU) di Jawa Barat dapat
dikatakan terlambat dalam merespon kebutuhan pembangkit listrik PT PLN.
Padahal biaya input gas jauh lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya.
Hanya tenaga air yang biaya inputnya bisa mengalahkan gas. Kurangnya
infrastruktur pengangkutan gas tersebut menyebabkan hilangnya kesempatan
memanfaatkan energi yang berbiaya rendah. Pemerintah juga harus
menyelesaikan permasalahan yang menghalangi eksploitasi energi terbarukan.
Beberapa permasalahan tersebut mencakup perijinan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Air dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dianggap
dapat merusak lingkungan terutama wilayah hutan. Insentif Pemerintah kepada
pelaku usaha dalam menurunkan tingkat ketidakpastian keberhasilan eksplorasi
panas bumi dan kompensasi besarnya biaya investasi dan alat penyimpanan
energi untuk tenaga angin dan tenaga surya juga menjadi area kebijakan yang
perlu diatur oleh Pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan. Beberapa
fakta tersebut di atas mengindikasikan bahwa Indonesia telah memiliki rencana
yang baik untuk menjaga ketahanan energi sebagaimana telah dinyatakan

33

Bahan Bakar Solar

dalam bentuk roadmap bauran energi nasional sejak 2006, namun demikian
progres selama periode tahun 2006-2011 menunjukkan bahwa progresnya
belum menggembirakan. Sementara pada periode yang sama tekanan risiko
ketahanan energi sebagai akibat terlalu menggantungkan pada sumber daya
energi BBM mengalami peningkatan. Ini menjadi lampu kuning bagi
pembangunan sektor keenergian nasional. Sebagai tahap awal perlu segera
direformulasi pola subsidi BBM (termasuk listrik) yang ada; bukan hanya untuk
mengurasi eksposur risiko subsidi BBM namun juga untuk membuka jalan
(necessary
condition)
penciptaan
lingkungan
yang
kompetitif
bagi
pengembangan sumber energi baru-terbarukan. Menunda setiap langkah kritis
ini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan energi Indonesia di
masa yang akan datang.

13. Ketersediaan Solar


Motor adalah gabungan dari alat-alat yang bergerak yang bila bekerja dapat
menimbulkan tenaga/ energi. Sedangkan pengertian motor bakar adalah suatu
mesin kalor dimana tenaga/ energi dari hasil pembakaran bahan bakar didalam
silinder akan diubah menjadi energi mekanik. Pada mulanya perkembangan
motor bakar ditemukan oleh Nichollus Otto pada tahun 1876 dengan bentuk
yang kecil dan tenaga yang dihasilkan besar. Motor bakar dibagi menjadi dua
yaitu, motor pembakaran luar (external combustion engine) dan motor
pembakaran dalam (internal combustion engine), sedangkan mesin diesel
merupakan motor pembakaran dalam. Tenaga yang dihasilkan oleh motor
berasal dari adanya pembakaran gas didalam ruang bakar. Karena adanya
pembakaran gas, maka timbulah panas. Panas ini mengakibatkan gas
mengembang/ ekspansi. Pembakaran dan pengembangan gas ini terjadi didalam
ruang bakar yang sempit dan tertutup (tidak bocor) dimana bagian atas dan
samping kiri kanan dari ruang bakar adalah statis/ tidak bisa bergerak,
sedangkan yang dinamis atau bisa bergerak adalah bagian bawah, yakni piston
sehingga piston dengan sendirinya akan terdorong kebawah oleh gaya dari gas
yang terbakar dan mengembang tadi. Pada saat piston terdorong kebawah ini
akan menghasilkan tenaga yang sangat besar dan tenaga inilah yang disebut
dengan tenaga motor.

13.1 Motor Diesel


Motor diesel adalah motor bakar torak yang proses penyalaannya bukan
menggunakan loncatan bunga api melainkan ketika torak hampir mencapai titik
mati atas (TMA) bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar melalui nosel
sehingga terjadilah pembakaran pada ruang bakar dan udara dalam silinder
sudah mencapai temperatur tinggi. Syarat ini dapat terpenuhi apabila

Bahan Bakar Solar

34

perbandingan kompresi yang digunakan cukup tinggi, yaitu berkisar 16-25.


(Arismunandar. W,1988).

Gambar. Motor Diesel


Motor diesel adalah salah satu dari internal combustion engine (motor dengan
pembakaran didalam silinder), dimana energi kimia dari bahan bakar langsung
diubah menjadi tenaga kerja mekanik. Pembakaran pada motor diesel akan lebih
sempurna pada saat unsur karbon (C) dan hidrogen (H) dari bahan bakar diubah
menjadi air (2) dan karbon dioksida (2), sedangkan gas karbon
monoksida (CO) yang terbentuk lebih sedikit dibanding dengan motor bensin.
(Mulyoto Harjosentono, 1981).

13.2 Ketersediaan Solar

Sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi selama ini semakin
terkuras, karena sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya
alam yang tidak terbarukan. Sementara itu, konsumsi energi terus meningkat
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk (Anonim,
2004). Energi fosil sebagai sumber energi tidak terbarukan merupakan sumber
energi utama di dunia. Permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara
berkembangan saat ini adalah jumlah bahan bakar fosil yang sangat terbatas
sementara kebutuhan terus meningkat (Budi et al., 2009), sehingga terjadi krisis
energi. Ketersediaan energi fosil Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut
ini:
Tabel. Persediaan Energi Fosil Indonesia

35

Bahan Bakar Solar

Salah satu yang mendasari terjadinya kelangkaan energi adalah pemakaian


kendaraan bermotor berbahan bakar bensin yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Menurut data Statistik Kepolisian Indonesia (2009) pada tahun 2009
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berjumlah 61.956.009 kendaraan. Hal
ini mengakibatkan pemakaian bahan bakar minyak bumi meningkat. Menurut
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2009), cadangan energi bahan
bakar yang ada saat ini tidak dapat diharapkan untuk jangka waktu yang lama.
Lebih lanjut menurut Umi (2009), apabila tidak ditemukan cadangan baru,
minyak bumi diperkirakan akan habis dalam waktu kurang dari 10 tahun, gas
bumi 30 tahun, dan batubara akan habis sekitar 50 tahun. Diprediksikan pada
tahun 2012, jumlah impor bahan bakar minyak (BBM) akan meningkat menjadi
sekitar 60%-70% dari kebutuhan dalam negeri. Fakta itu akan menjadikan
Indonesia pengimpor BBM terbesar di Asia (Suara Merdeka, 23 Oktober 2008).
Pemanasan global yang diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil semakin
terasa dan mengakibatkan ancaman lingkungan (Budi et al., 2009). Hal ini
semakin mendorong dikembangkannya bahan bakar alternatif yang bersifat
terbarukan dan konservasi energi. Ancaman lingkungan yang berpotensi untuk
terjadi adalah polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil. Polusi yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan bagi
manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya,
seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti
timbal (Pb). Bahkan ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada
pemanasan global (Global Warming Potential) (Dunan, 2009). Kesadaran
terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang
bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun
pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya
(sustainable) dan lebih ramah lingkungan. Salah satu bentuk dari energi
terbarukan adalah energi biomassa. Energi biomassa berasal dari bahan organik
dan sangat beragam jenisnya (Gusmarwani, 2009). Sumber energi biomassa
dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, atau bahkan

Bahan Bakar Solar

36

limbah, baik limbah domestik maupun limbah pertanian. Biomassa dapat


digunakan untuk sumber energi langsung maupun dikonversi menjadi bahan
bakar (Gusmarwani, 2009). Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini
tidak akan menyebabkan terjadinya penumpukan gas CO2 karena menurut
Surambo (2010) gas CO2 yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk
pembentukan biomassa itu sendiri. Teknologi pemanfaatan energi biomassa
yang telah dikembangkan terdiri dari pembakaran langsung dan konversi
biomassa menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa langsung sebagai bahan
bakar kurang efisien (Notodimedjo dalam Lestrai dan Soedjono, 2003, sehingga
konversi biomassa dianggap lebih baik dalam pemanfaatannya. Hasil konversi
biomassa ini dapat berupa biogas, bioetanol, biodiesel, arang dan sebagainya.
Bioetanol dan biodiesel dalam jangka panjang diharapkan dapat digunakan
sebagai pengganti bahan bakar minyak (Megawati, 2007).
Ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Sejak
tahun 2005, Indonesia telah merubah statusnya dari eksportir menjadi importer
(Sudrajat, 2006). Hal ini dikarenakan produksi dalam negeri tidak dapat lagi
memenuhi permintaan pasar yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan
penduduk dan industri (Hendartomo, 2006). Oleh karena itu diperlukan bahan
bakar alternatif yang bersifat dapat diperbarui dalam upaya mengurangi
kuantitas impor bahan baku tersebut. Biodiesel merupakan salah satu bahan
bakar minyak alternatif dari bahan baku yang dapat diperbarui (Soerawidjaja,
2006). Minyak nabati dan lemak hewani adalah sumber biomassa yang dapat
diperbaharui (Zheng, S. et al.,2006). Contoh minyak nabati yaitu minyak kelapa
sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih ada
lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang berpotensial untuk dijadikan
biodiesel. Lemak hewani ada yang berbentuk padat yang biasanya berasal dari
lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak sapi, dan lemak babi. Lemak
hewan laut yang berbentuk cair biasanya disebut minyak, contohnya adalah
minyak ikan paus dan minyak ikan Cod (Winarno, 1997). Bahan bakar biodiesel
mempunyai kelebihan diantaranya bersifat biodegradable, non toksik,
mempunyai angka emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah
terhadap lingkungan (Marchetti dan Errazu, 2008). Beberapa alasan lain yang
mendukung penggunaan biodiesel antara lain, biodiesel mempunyai sifat-sifat
fisik yang hampir sama dengan minyak solar, mempunyai angka setana lebih
baik dari minyak solar, dapat dicampur dalam segala komposisi dengan minyak
solar, dan dapat diaplikasikan pada mesin diesel yang ada tanpa perlu
modifikasi. Adapun secara teknologi, mulai dari penanaman, penyiapan bahan
baku sampai produksi menjadi biodiesel tidak menuntut teknologi yang tinggi
dan mahal, prosesnya tidak membahayakan, pabriknya dapat diadakan dalam
skala kecil, sehingga modalnya tidak terlalu besar dan keuntungannya dapat
mengangkat perekonomian setempat . Secara kimia, biodiesel merupakan metil
ester asam lemak (Demirbas, 2008). Metil ester dapat disintesis dengan
beberapa proses, misalnya proses mikro emulsi, pirolisis, esterifikasi, dan

37

Bahan Bakar Solar

transesterifikasi. Namun proses yang sering digunakan dalam mensintesis metil


ester adalah proses reaksi transesterifikasi (Ma and Hanna, 1999).
Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester
melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol.
Diantara alkoholalkohol monohidrik yang menjadi kandidat pemasok gugus alkil
adalah metanol sehingga reaksi ini disebut metanolisis. Hal ini menyebabkan di
sebagian besar dunia, biodiesel identik dengan metil ester asam lemak (Fatty
Acid Methyl Ester, FAME) (Soerawidjaja, 2006). Trigliserida dapat bersumber dari
minyak nabati dan lemak hewani. Minyak nabati dapat diperoleh dari biji-bijian
palawija (minyak jagung, biji kapas, kacang dan bunga matahari), kulit buah
tanaman (minyak zaitun dan kelapa sawit), dan biji-bijian dari tanaman (kelapa
dan cokelat).lemak hewani dapat diperoleh dari susu hewan peliharaan, daging
hewan (lemak sapid an babi), dan hasil laut (minyak ikan sardine dan ikan paus)
(Ketaren, 1986). Bakteri juga merupakan salah satu sumber lemak. Dalam
struktur seluler, lemak sering disebut dengan lipid. Bakteri memiliki lapisan
pembungkus sel berupa membran plasma yang mengandung 60-70% protein,
30-40% lipid, dan sejumlah kecil karbohidrat. Lipid bakteri inilah yang dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan metil ester. Trigliserida dapat
berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang
menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena
mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat, atau
asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya
berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak
jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi
(Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak tersebut dapat dijadikan sebagai kontrol
taksonomi. Klasifikasi dan taksonomi mikroorganisme mempunyai sejarah yang
panjang. Pada tahun 1750-an Carl Linn (latin : Carolus linneous) seorang
naturalis Swedia membagi organisme menjadi kelompok-kelompok tertentu yang
lebih kecil. Banyak bakteri yang apabila diamati dengan menggunakan
mikroskop menunjukan bentuk morfologi yang sama persis, akan tetapi sifatsifat
fisiologinya dapat sangat berbeda, sehingga klasifikasi bakteri ini yang
didasarkan kepada sifat morfologinya saja tidak akan dapat menempatkan
bakteri ke dalam takson tertentu. Banyak sekali bakteri yang bentuknya sama,
akan tetapi golongan yang satu dapat memanfaatkan asam amino tertentu,
sedangkan golongan yang lain tidak dapat memanfaatkan asam amino tersebut.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa untuk menetapkan takson bakteri tertentu yang
hanya didasarkan kepada sifat-sifat morfologinya akan mengalami kesulitan dan
tidak akan secara tegas menempatkannya dalam suatu takson tertentu.
Castenholz dan Waterbury (1989), menyatakan bahwa untuk menentukan
spesies dari plankton Anabaena memerlukan studi-studi taksonomi secara lebih
mendalam, tidak hanya karakter-karakter morfologi tetapi juga fisiologis, kimiawi
dan ciri-ciri genetik. Komposisi asam lemak adalah suatu alat analitis bermanfaat
dalam taksonomi bakteri (Welch, 1991). Pada penelitian kali ini akan digunakan

Bahan Bakar Solar

38

lipid bakteri Bacillus stearothermophilus sebagai sumber pembuatan metil ester.


Metil ester hasil sintesis kemudian dianalisa untuk mengetahui komposisi asam
lemaknya untuk dijadikan sebagai kontrol taksonomi.

14. Mesin Diesel/Solar


Motor diesel adalah salah satu dari internal combustion engines (mesin
pembakaran dalam). Berdasarkan penelitian dan pengalaman motor diesel
cenderung lebih rendah polusinya dibanding dengan motor bensin. Umumnya
bahan bakar tersebut berasal dari sumber daya alam (SDA) seperti minyak bumi,
batu bara dan gas alam. Tingginya konsumsi bahan bakar dan kadar polusi dari
kendaraan bermotor pada dasarnya dapat dikendalikan dan dikurangi. Salah satu
cara yang paling tepat adalah dengan cara memperbaiki proses pembakaran
yang terjadi di dalam mesin. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain dengan
perbaikan mutu bahan bakar, homogenitas campuran bahan bakar dan
mengatur saat pembakaran yang tepat. Salah satu syarat agar campuran lebih
homogen adalah bahan bakar harus mudah menguap. Selain memperbaiki
sistem pembakaran, kualitas dari bahan bakar dapat ditingkatkan dengan cara
mencampur bahan bakar solar, minyak kelapa dan minyak kemiri. Beberapa
karakteristik kandungan minyak kelapa dan minyak kemiri sebagian lebih tinggi
dan sebagian yang lain lebih rendah dari spesifikasi yang terdapat pada minyak
solar sehingga apabila dilakukan penyampuran dengan perbandingan tertentu
akan terdapat perbedaan performa/prestasi mesin berupa: daya, torsi dan
konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) pada motor diesel. Pentingnya penghematan
terhadap bahan bakar motor diesel yang menghasilkan pembakaran yang ideal
dan rendah emisi berarti turut mengurangi pemborosan energi dan melindungi
lingkungan hidup dari pencemaran. Motor diesel dalam pembakarannya sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi campurannya. Minyak solar yang pada umumnya
digunakan sebagai bahan bakar utama pada motor diesel dicampur dengan
minyak kelapa dan minyak kemiri dengan prosentase perbandingan tertentu
maka akan memperoleh hasil dari performa/prestasi mesin diantaranya adalah
besarnya daya, torsi, dan konsumsi bahan bakar spesifik (sfc).
Motor bakar adalah mesin kalor dimana gas panas diperoleh dari proses
pembakaran didalam mesin itu sendiri dan langsung dipakai untuk melakukan
kerja mekanis, yaitu menjalankan mesin tersebut (Arismunandar dan Tsuda;
2008; 5). Motor diesel (diesel engines) merupakan salah satu bentuk motor
pembakaran dalam (internal combustion engines) di samping motor bensin dan
turbin gas. Motor diesel disebut dengan motor penyalaan kompresi (compression
ignition engines) karena penyalaan bahan bakarnya diakibatkan oleh suhu
kompresi udara dalam ruang bakar. Cara pembakaran dan pengatomisasian

39

Bahan Bakar Solar

(atomizing) bahan bakar pada motor diesel tidak sama dengan motor bensin.
Prinsip Kerja Motor Diesel 4 Langkah Pada motor diesel 4 langkah, katup masuk
dan katup buang digunakan untuk mengontrol proses pemasukan dan
pembuangan gas dengan membuka dan menutup saluran masuk dan saluran
buang.
1. Langkah Isap Pada langkah ini, piston bergerak dari TMA ke TMB, katup isap
membuka dan katup buang menutup sehingga udara segar masuk ke dalam
silinder akibat adanya kevakuman melalui intake manifold.
2. Langkah Kompresi Pada langkah kompresi, katup masuk dan katup buang
tertutup, udara yang sudah masuk kedalam silinder akan ditekan oleh piston
yang bergerak dari TMB ke TMA. Perbandingan kompresi pada motor diesel
berkisar antara 1:15 sampai 1:22. Akhir langkah kompresi injektor
menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara panas yang tekanannya dapat
mencapai 40 bar.
3. Langkah Usaha Diikuti oleh pembakaran tertunda, pada awal langkah usaha
bahan bakar yang sudah teratomisasi akan terbakar sebagai hasil
pembakaran langsung dan membakar hampir seluruh bahan bakar. Tenaga
yang dihasilkan pada langkah usaha ini sebagian disimpan dalam flywheel
untuk melanjutkan proses kerja motor selanjutnya.
4. Langkah Buang Katup masuk masih tertutup dan katup buang terbuka.
Piston bergerak dari TMB menuju TMA sehingga mendorong gas sisa
pembakaran (gas buang) keluar melalui katup buang yang terbuka. Akhir
langkah buang katup masuk terbuka sehingga udara segar masuk ke dalam
silinder dan ikut mendorong gas buang keluar.
Motor diesel dan motor bensin tidak banyak berbeda dalam hal layoutnya,
keduanya mempunyai engkol penggerak, mekanisme katup, rangka pendingin,
sistem pelumasan dan lain sebagainya. Perencanaan motor diesel dibagi dalam
dua model, dilengkapi dengan peralatan injeksi bahan bakar dan perencanaan
komponen yang besar untuk dapat menahan muatan besar yang diakibatkan
tekanan pembakaran yang besar, motor diesel sering lebih berat dalam
hubungan ke tenaga motor, sekitar 7 kg membangun per kW kira-kira setengah
untuk motor bensin, menjaga ukuran dan pengurangan berat komponen
tersendiri motor diesel dibuat bahan yang kuat ( Daryanto; 2008; 138). Suhu dan
tekanan udara dalam silinder yang cukup tinggi maka partikelpartikel bahan
bakar akan menyala dengan sendirinya sehingga membentuk proses
pembakaran. Agar bahan bakar solar dapat terbakar sendiri, maka diperlukan
rasio kompresi 15-22 dan suhu udara kompresi kira-kira 600 pada tekanan
kompresi 20- 40 bar. Dibandingkan dengan motor bensin, gas buang motor
diesel tidak banyak mengandung komponen yang beracun sehingga banyak
diminati oleh masyarakat.
1. Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia dari unsur-unsur bahan bakar dengan zat
asam yang kemudian menghasilkan panas yang disebut heat energy. Oleh
karena itu pada setiap pembakaran diperlukan bahan bakar, zat asam dan

Bahan Bakar Solar

40

suhu yang cukup tinggi untuk awal mulanya pembakaran. Proses


pembakaran pada motor diesel tidak berlangsung sekaligus melainkan
membutuhkan waktu dan berlangsung dalam beberapa tahapan. Disamping
itu penyemprotan bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus,
tetapi berlangsung antara 30-40 derajat sudut engkol. Dalam hal ini tekanan
udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung (Kristanto dan
Tirtoatmodjo, 2000; 8). Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi
(oksidasi) yang berlangsung sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai
pelepasan energi. Ada tiga klasifikasi kecepatan pembakaran, yaitu:
1) Explosive adalah proses pembakaran dengan laju pembakaran sangat
cepat dan tidak menampakkan adanya gelombang 10 ledakan,
2) Deflagration yaitu pembakaran dengan perambatan api subsonic.
3) Detonation adalah pembakaran dengan perambatan api supersonic

Gambar. Diagram Pembakaran Motor Diesel


Tahapan Pembakaran Pada Motor Diesel :
a. Pembakaran Tertunda (A-B)
Tahap ini merupakan tahap persiapan pembakaran. Bahan bakar
disemprotkan oleh injektor berupa kabut ke udara panas dalam ruang
bakar sehingga menjadi campuran yang mudah terbakar. Tahap ini
bahan bakar belum terbakar atau dengan kata lain pembakaran belum
dimulai. Pembakaran dimulai pada titik B, peningkatan tekanan terjadi
secara konstan, karena piston terus bergerak menuju TMA.
b. Rambatan Api (B-C)
Campuran yang mudah terbakar telah terbentuk dan merata diseluruh
bagian dalam ruang bakar. Awal pembakaran mulai terjadi di beberapa
bagian dalam silinder. Pembakaran ini berlangsung sangat cepat
sehingga terjadilah letupan (explosive). Letupan ini berakibat tekanan
dalam silinder meningkat dengan cepat. Akhir tahap ini disebut tahap
pembakaran letupan dengan tekanan 30 kg/cm.
c. Pembakaran Langsung (C-D)

Bahan Bakar Solar

41

d.

Injektor terus menyemprotkan bahan bakar dan terakhir pada titik D


karena injeksi bahan bakar terus berlangsung didalam udara yang
bertekanan dan bersuhu tinggi, maka bahan bakar yang di injeksi akan
langsung terbakar. Tahap ini pembakaran dikontrol oleh jumlah bahan
bakar yang diinjeksikan, sehingga tahap ini disebut tahap pengontrolan
pembakaran.
Pembakaran Lanjutan (D-E)
Dititik D, injeksi bahan bakar berhenti, namun bahan bakar masih ada
yang belum terbakar. Periode ini sisa bahan bakar diharapkan akan
terbakar seluruhnya. Apabila tahap ini terlalu panjang akan
menyebabkan suhu gas buang meningkat dan efisiensi pembakaran
berkurang (Rabiman dan Arifin; 2011: 8). Beberapa penyebab terjadinya
tertundanya pembakaran disebabkan jenis dan kualitas bahan bakar,
temperatur udara yang dikompresikan, turbulensi udara, sistem
pengabutan yang tidak sempurna, kondisi injektor yang tidak layak
pakai, dan kerja pompa injeksi yang kurang baik.

2. Minyak Solar
Minyak solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi
mentah, bahan bakar ini mempunyai warna kuning cokelat yang jernih.
Minyak solar ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada semua jenis
motor diesel dan juga sebagai bahan bakar untuk pembakaran langsung
didalam dapur-dapur kecil yang menghendaki hasil pembakaran yang bersih.
Minyak ini sering disebut juga sebagai gas oil, ADO, HSD, atau Dieseline.
Temperatur biasa, artinya pada suhu kamar tidak menguap dan titik
nyalanya jauh lebih tinggi dari pada bahan bakar bensin. Kualitas solar
dinyatakan dengan angka setana atau cetane number (CN). Bilangan setana
yaitu besar prosentase volume normal cetane dalam campurannya dengan
methylnaphthalene yang menghasikan karakteristik pembakaran yang sama
dengan solar. Secara umum solar dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
(1) Light Diesel Fuel (LDF) mempunyai CN=50,
(2) Medium Diesel Fuel (MDF) mempunyai CN=50, dan
(3) Heavy Diesel Fuel (HDF) mempunyai CN=35.
LDF dan MDF sering dikatakan sebagai solar no.1 dan 2. Kedua jenis solar ini
sebenarnya letak perbedaanya adalah pada efek pelumasannya saja. LDF
dalam hal ini lebih encer, jernih, dan ringan, sedang MDF lebih gelap, berat
dan dalam pemakaiannya dalam motor bakar diperlukan syarat-syarat
khusus. Bahan bakar diesel biasa juga disebut dengan light oil atau solar,
yaitu suatu campuran dari hidrokarbon yang telah didestilasi setelah bensin
dan minyak tanah dari minyak mentah pada temperatur 200 sampai
340. Bahan bakar jenis ini atau biasa disebut sebagai bahan bakar solar
sebagian besar digunakan untuk menggerakan motor diesel. Bahan bakar
diesel (solar) mempunyai sifat utama sebagai berikut:
(1) Tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau,
(2) Encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal,

Bahan Bakar Solar

42

(3) Titik nyala tinggi 40 sampai 100 ,


(4) Terbakar spontan pada 350, sedikit di bawah bensin,
(5) Berat jenis 0,82 s/d 0,86,
(6) Menimbulkan panas yang besar (10.917 kkal/kg), dan
(7) Mempunyai kandungan sulphur yang lebih besar dibanding dengan
bensin.
Syarat-syarat penggunaan solar sebagai bahan bakar harus memperhatikan
kualitas solar, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Mudah terbakar, artinya waktu tertundanya pembakaran harus
pendek/singkat, sehingga mesin mudah dihidupkan. Solar harus
memungkinkan kerja mesin yang lembut dengan sedikit knocking,
(2) Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku), menunjukan solar
harus tetap cair pada suhu rendah sehingga mesin akan mudah dihidupkan
dan berputar lembut,
(3) Daya pelumasan, artinya solar juga berfungsi sebagai pelumas untuk
pompa injeksi dan nossel. Oleh karena itu harus mempunyai sifat dan daya
lumas yang baik,
(4) Kekentalan, berkait dengan syarat melumas dalam arti solar harus
memiliki kekentalan yang baik sehingga mudah untuk dapat di semprotkan
oleh injektor,
(5) Kandungan sulphur, karakteristik sulphur yang dapat merusak pemakaian
komponen mesin sehingga mempersyaratkan kandungan sulphur solar harus
sekecil mungkin (< 1 %), dan
(6) Angka setana, yaitu suatu cara untuk mengontrol bahan bakar solar
dalam kemampuan untuk mencegah terjadinya knoking, tingkat yang lebih
besar memiliki kemampuan yang lebih baik (Supraptono; 2004; 19-20).
Bahan bakar diesel dari proses destilasi belum dapat langsung dikonsumsi
atau dipergunakan.
Diperlukan pengolahan lebih lanjut hingga mencapai karakteristik bahan
bakar diesel yang diperlukan. Karakteristik bahan bakar diesel meliputi:
a. Nilai pembakaran (heat value)
Nilai pembakaran merupakan karakteristik utama dari setiap bahan
bakar, yaitu karakteristik seberapa banyak power yang dihasilkan
sewaktu bahan bakar tersebut dibakar. Nilai pembakaran bahan bakar,
menunjukan seberapa besar energi yang terkandung di dalamnya.
Seperti diketahui bahan bakar terdiri dari senyawa antara carbon,
hydrogen dan unsur lain yang tak terbakar yang memang sulit
terpisahkan dari minyak mentah. Pengukuran nilai pembakaran bahan
bakar dipergunakan sebuah peralatan yang disebut dengan kalorimeter
(Sukoco dan Arifin; 2008; 48).
b. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis bahan bakar adalah perbandingan kepadatan bahan bakar
dengan kepadatan air. Berat jenis diukur menggunakan hidrometer.
Berat jenis bahan bakar diesel berpengaruh pada daya penetrasinya saat

Bahan Bakar Solar

43

c.

d.

e.

f.

g.

h.

bahan bakar diinjeksikan kedalam ruang pembakaran, semakin berat


bahan bakar semakin besar nilai pembakarannya.
Titik Nyala (flash Point)
Flash point atau titik nyala adalah temperatur dimana bahan bakar telah
siap dinyalakan apabila bersinggungan dengan api. Titik api berada
diatas titik nyala yaitu sekitar 10 sampai dengan 20. Flash point
bahan bakar menjadi indikator besarnya bahaya kebakaran, bahan bakar
yang flash pointnya rendah akan sangat berbahaya terhadap terjadinya
kebakaran.
Titik Beku (Pour Point)
Karakteristik ini relatif tidak diperlukan di daerah yang panas, namun
sangat diperlukan pada daerah yang dingin. Temperatur puor point yang
tinggi ditandai dengan sulitnya bahan bakar mengalir dan bentuk
kabutan yang kasar.
Kekentalan (Viscosity)
Viskositas bahan bakar diesel berfungsi sebagai pelumas komponen
sistem bahan bakar, namun perlu di ingat bila viskositas bahan bakar
terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya kabutan yang kasar.
Dampaknya proses pembakaran mesin tidak akan dapat menghasilkan
energi panas yang optimal, dan asap gas buang akan semakin pekat.
Terjadinya asap yang tebal pada kendaraan, bisa disebabkan karena
kondisi mesin namun juga bisa disebabkan oleh kualitas bahan bakar.
Titik Uap (Volatility)
Volatility bahan bakar ditunjukan dengan perbandingan udara dan uap
bahan bakar yang dapat dibentuk pada temperatur tertentu. Bahan
bakar diesel (solar), volatility ditunjukkan dengan 90 % temperatur
destilasi. Artinya pada temperatur destilasi 90 % bahan bakar telah
dapat didestilasikan dari minyak mentah (Sukoco dan Arifin; 2008: 49).
Kualitas Penyalaan (Cetane Number)
Semakin tinggi angka setana bahan bakar, maka akan semakin pendek
waktu yang diperlukan untuk mulai terbakar. Hal ini berarti kebalikan
dengan kualitas penyalaan bensin yang dinyatakan dengan angka
oktana, dimana semakin tinggi angka oktana, maka semakin lambat
bahan bakar terbakar. Angka setana bahan bakar diesel biasanya
ditetapkan antara 20 60, angka setana bahan bakar 50 berarti 50 %
Polyolifin dan 50 % Alpha Methil Napthalene. Untuk menaikkan besarnya
angka setana dapat dipergunakan senyawa Oxyorganik yang biasanya
dikenal dengan istilah Diesel Dope (Sukoco dan Arifin; 2008; 50-51).
Karbon Residu
Karbon residu bahan bakar diesel yang ditunjukkan dengan sejumlah
deposit yang tertinggal diruang pembakaran. Mengukur jumlah
kandungan karbon residu pada bahan bakar, dapat dilakukan di
laboraturium dengan mengambil sampel bahan bakar dan dipanaskan
dalam sebuah media yang tidak ada udara. Dengan cara demikian akan
terlihat karbon residu yang tertinggal.

Bahan Bakar Solar

i.

j.

44

Kandungan Sulphur
Sulphur atau belerang yang ada didalam bahan bakar, pada saat
terbakar akan menghasilkan gas yang sangat korosif terhadap logam
yang bersinggungan, baik gas tersebut masih dalam bentuk gas maupun
saat dalam bentuk cairan setelah dingin. Cairan sulphur yang masuk
dalam minyak pelumas akan merusak struktur minyak dan komponen
sistem pelumasan. Oleh karena itu, dalam bahan bakar kandungan
sulphur yang diizinkan tidak boleh melebihi 0,5 sampai dengan 1,5 %.
Oksidasi dan Air
Oksidasi (endapan) dan air dapat menjadi sumber permasalahan pada
motor diesel. Endapan kotoran yang masih terbawa pada bahan bakar
akan menjadi bahan yang mengakibatkan keausan, dan kemungkinan
akan menyumbat saluran bahan bakar. Kandungan abu dan air pada
bahan bakar yang diizinkan adalah 0,01 % abu, dan 0,05 % untuk abu
dan air secara bersama.

Sejak diperkenalkan pertama kali oleh Rudolf Diesel pada 1892 di Jerman, mesin
diesel telah mengalami perkembangan yang sangat pesat mulai penggunaan
bahan bakar hingga peningkatan kinerja yang berhubungan dengan teknologi
mekanis hingga improvement power, dan konsumsi bahan bakar agar lebih
bersahabat dengan lingkungan. Motor diesel sebagai sebuah sumber tenaga
penggerak memiliki prinsip yang hampir sama dengan motor bensin (gasoline
engine) dimana energi dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar, Ada beberapa
perbedaan utama antara karakteristik mesin bensin dan mesin diesel. Mesin
diesel menggunakan prinsip auto-ignition (terbakar sendiri). Sedangkan mesin
bensin menggunakan prinsip spark-ignition (pembakaran yang dipicu oleh
percikan api pada busi). Oleh karenanya motor diesel sering juga disebut dengan
compression ignition engine. Agar dapat mencapai suhu dan tekanan
pembakaran, tekanan kompresi pada mesin diesel diusahakan mampu mencapai
30-45kg/cm2, agar temperatur udara yang dikompresikan mencapai 500 derajat
celsius, sehingga bahan bakar mampu terbakar dengan sendirinya tanpa dipicu
oleh letikan bunga api dari busi. Untuk dapat mencapai tekanan dan temperatur
yang demikian, pada motor diesel harus memiliki perbandingkan kompresi yang
lebih tinggi kira-kira mencapai 25:1 dan membutuhkan gaya yang lebih besar
untuk memutarnya.
Sehingga motor diesel memerlukan alat pemutar seperti motor starter dan
baterai yang berkapasitas besar pula. Disamping itu motor diesel memiliki
efisiensi panas yang sangat tinggi, hemat konsumsi bahan bakar, memiliki
kecepatan lebih rendah dibanding mesin bensin, getarannya sangat besar dan
agak berisik, momen yang didapatkan lebih besar, sehingga motor ini umumnya
digunakan pada kendaraan niaga, kendaraan penumpang dan sebagai motor
penggerak lainnya Karena tekanan pembakaran yang tinggi, maka mesin diesel
harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap tekanan tinggi dan harus
mempunyai struktur yang sangat kuat. Disamping itu getaran motor yang

Bahan Bakar Solar

45

dihasilkan sangat besar, ini diakibatkan oleh tekanan pembakaran maksimum


yang dicapai hampir dua kali lipat lebih besar dari pada motor bensin, sehingga
suara dan getaran mesin diesel menjadi lebih besar. Teknologi mesin diesel terus
mengalami penyempurnaan sehingga menjadi lebih ramah lingkungan. Di
pameran North America International Auto Show 2007 (NAIAS) yang sedang
berlangsung di AS, diperkenalkan teknologi baru mesin diesel berstandar emisi
gas buang Euro 5. Sedangkan di Indonesia mulai 1 Januari 2007, mesin diesel
mutlak berstandar Euro 2. Teknologi terbaru yang diperkenalkan perusahaan
otomotif Jerman, Mercedes Benz di NAIAS 2007, tidak hanya mampu
menghilangkan asap berwarna hitam, tetapi juga partikel yang berukuran kecil
kurang dari 1 mikron. Mesin diesel lebih populer di negara-negara Eropa karena
tingkat efisiensi pembakarannya yang lebih tinggi dibandingkan mesin berbahan
bakar bensin. Di Prancis penjualan mesin diesel lebih besar daripada mesin
bensin, sedangkan di Italia penjualan mobil berbahan bakar solar mencapai
angka 33% dari total penjualan. Produsen mobil yang membuat kendaraan diesel
pun semakin banyak, tidak hanya pabrikan kelas sedang, tetapi juga mewah, 2
seperti Jaguar. Bahkan pabrikan Jepang, seperti Honda memasarkan Civic diesel
di Eropa. Alasannya, penelitian mesin diesel banyak dilakukan di Eropa.

14.1 Ruang Bakar Motor Diesel


Pada umumnya ada 2 macam ruang bakar motor diesel yaitu: ruang bakar
injeksi langsung (direct injection combustion chamber) dan ruang bakar tidak
langsung (in-direct injection combustion chamber). Jenis ruang bakar injeksi
langsung adalah mesin yang lebih efisien dan lebih ekonomis dari pada mesin
yang menggunakan ruang bakar tidak langsung (prechamber), oleh karena itu
mesin diesel injeksi langsung lebih banyak digunakan untuk kendaraan
komersial dan truk, selain dari itu dapat menghasilkan suara dengan tingkat
kebisingan yang lebih rendah.

3.

Gambar . Ruang bakar injeksi tidak langsung (in direct injection combustion
chamber)

Bahan Bakar Solar

46

Pada ruang bakar injeksi tidak langsung tampak bahwa bahan bakar diinjeksikan
oleh pengabut (nozzle) tidak secara langsung pada ruang bakar utama
(combustion chamber), namun diinjeksikan dalam ruang pembakaran awal (prechamber). Dalam pemakaiannya ruang pembakaran awal ini terdapat beberapa
jenis diantaranya controlled air swirl chamber, comet air swirl chamber , Suarer
dual-turbulence system, dan prechamber system. Masing-masing bentuk dan
sistim yang dikembangkan memiliki keunggulan dan kelemahan, namn pada
umumnya tipe ruang bakar ini dipasangkan pada kendaraan penumpang dimana
kenyamanan lebih penting dari pada kendaraan komersial, disamping itu mesin
diesel dengan ruang bakar prechamber menghasilkan sangat rendah racun emisi
(HC dan NOx) dan biaya pembuatan lebih rendah daripada mesin injeksi
langsung. Berdasarkan kenyataan itulah mesin diesel dengan ruang bakar injeksi
tidak langsung (prechamber) pemakaian bahan bakarnya lebih hemat dari pada
mesin injeksi langsung (10 - 15%).

Gambar . Ruang bakar injeksi langsung (Direct Injection)


Berbeda dengan tipe pembakaran tidak langsung, pada motor diesel
pembakaran langsung, injeksi bahan bakar langsung ditujukan kedalam ruang
bakar utama (combustion chamber), sehingga konstruksinya lebih sederhana.
Disamping itu tenaga yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan dengan
tipe pembakaran tidak langsung, namun karena membutuhkan tekanan
kompresi yang lebih besar, maka suara yang ditimbulkan akan lebih besar,
disamping itu membutuhkan material yang lebih kuat pula.

14.2 Proses Pembakaran dalam Motor Diesel


Syarat-sayarat yang sangat penting dari proses pembakaran motor diesel
diantaranya adalah emisi yang rendah, suara pembakaran yang rendah, dan
pemakaian bahan bakar yang hemat. Mesin diesel menggunakan bahan bakar
yang memerlukan perhatian khusus. Bahan bakar tersebut harus bisa terbakar
dengan sendirinya ketika diinjeksikan ke dalam udara bertekanan tinggi. Makin
rendah titik nyala sendiri dari bahan bakar akan menghasilkan peningkatan
kinerja pembakaran bahan bakar dan berarti meningkatkan kinerja mesin. Untuk
mengukur kemampuan bahan bakar menyala dengan sendirinya digunakan

47

Bahan Bakar Solar

angka cetane number. Rata-rata mesin diesel membutuhkan bahan bakar


dengan bilangan cetane antara 40 hingga 45. Cetane number atau bilangan
cetane adalah sebuah angka yang menentukan titik bakar dari bahan bakar.
Angka ini diperlukan sebagai batasan pemakaian bahan bakar terhadap mesin.
Apabila angka cetane yang dipergunakan tidak sesuai dengan rancangan mesin,
timbul masalah sebagai berikut.
Jika terlalau tinggi, timbul efek panas yang berlebihan terhadap mesin
sehingga komponen mesin cepat rusak.
Jika terlalu rendah, mengakibatkan timbulnya gejala ngelitik/knocking,
sehingga opasitas gas buang akan berlebihan karena pembakaran mesin
tidak terjadi dengan sempurna. Asap gas buangan mesin menjadi hitam
pekat.

14.3 Sistem Bahan Bakar Motor Diesel


Sistim bahan bakar (fuel system) pada motor diesel memiliki peranan yang
sangat penting dalam menyediakan dan mensupply sejumlah bahan bakar yang
dibutuhkan sesuai dengan kapasitas mesin, putaran motor dan pembebanan
motor. Oleh karenannya performance fuel system sangat menentukan kinerja
dari motor diesel. Seperti tampak pada gambar 8, sistim bahan bakar pada
motor diesel terdiri dari beberapa komponen utama diantaranya tanki bahan
bakar, feed pump atau pompa penyalur, filter bahan bakar, pompa injeksi dan
pengabut (nozzle).

Gambar. Sistem bahan bakar motor diesel


Dalam sistim bahan bakar motor diesel dikenal beberapa macam sistim
penyaluran bahan bakar berdasarkan jenis pompa injeksinya diantaranya
terdapat sistim penyaluran bahan bakar dengan pompa injeksi in-line dan pompa
injeksi distributor. Pemilihan sistim penyaluran bahan bakar ini didasarkan pada
konstruksi ruang bakar dan besarnya tekanan bahan bakar yang dibutuhkan.
Oleh karenanya banyak idtemukan penggunaan pompa injeksi in-line digunakan

Bahan Bakar Solar

48

pada kendaraan komersial (bus dan truk) yang memiliki kapasitas silinder lebih
besar, sementara pompa injeksi distributor digunakan pada kendaraan
penumpang yang memiliki kapasitas kecil dan membutuhkan kenyamanan lebih
tinggi. Namun dalam perkembangan selanjutnya penggunaan teknologi
elektronik telah mampu meningkatkan performance pompa distributor.
1. Penyaluran bahan bakar dengan pompa injeksi in-line Pada sistim pengaliran
bahan bakar menggunakan pompa injeksi in-line seperti terlihat pada
gambar 9 terdiri dari beberapa komponen diantaranya :
1) Tangki bahan bakar yang mempunyai fungsi untuk menyimpan bahan
bakar sementara yang akan digunakan dalam penyaluran
2) Feed pump (priming pump) atau pompa penyalur berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar dengan cara memompa bahan bakar dari
tangki dan mengalirkannya ke pompa injeksi
3) Fuel filter biasanya terdapat 2 (dua) yaitu pada bagian sebelum feed
pump yang dilengkapi pula dengan water separator yang berfungsi
untuk memisahkan air dalam sistim dan setelah feed pump yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang terdapat pada bahan bakar
untuk menjaga kualitas bahan bakar
4) Pompa injeksi yang berfungsi untuk menaikkan tekanan sehingga bahan
bakar dapat dikabutkan oleh nozzle, menakar jumlah bahan bakar yang
dibutuhkan oleh engine dan mengatur saat injeksi sesaui dengan
putaran motor
5) Automatic timer yang terpaang pada bagian depan pompa injeksi yang
berhubungan dengan timing gear berfungsi untuk memajukan saat
injeksi sesuai dengan putaran motor
6) Governor terpasang pada bagian belakang pompa injeksi yang berfungsi
sebagai pengatur jumlah injeksi bahan bakar sesuai dengan
pembebanan motor.
7) Pengabut (Nozzle) berfungsi untuk mengabutkan bahan bakar agar
mudah bercampur dengan oksigen sehingga mudah terbakar dalam
silinder
8) Pipa tekanan tinggi terbuat dari bahan baja yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar bertekanan tinggi dari pompa injeksi ke
masing-masing pengabut
9) Busi pijar atau busi pemanas (glow plug) berfungsi untuk memanaskan
ruangan pre chamber pada saat mulai start. Dengan merubah energi
listrik dari battery menjadi energi panas
10) Battery (aki) berfungsi sebagai sumber energi listrik yang mensupply
energi yang dibutuhkan oleh busi pijar untuk memanaskan ruangan pre
chamber
11) Kunci kontak (ignition switch) berfungsi sebagai saklar utama pada
ssistim kelistrikan kendaraan
12) Relay yang berfungsi sebagai pengaman dan pengatur saat pemanasan
ruang pre chamber

49

Bahan Bakar Solar

15. Kesimpulan
1) Solar merupakan jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat untuk keperluan transportasi dan industri.
2) Menurut Ensiklopedia Britannica, penemuan minyak bumi diperkirakan
pertama kali sekitar 5000 tahun sebelum masehi oleh bangsa Sumeria,
Asyiria, dan Babilonia kuno.
3) Bahan bakar pada umumnya merupakan suatu senyawa yang mengandung
unsur hidrokarbon. Hampir semua jenis bahan bakar yang beredar di
pasaran berasal dari minyak bumi beserta turunannya yang kemudian diolah
menjadi berbagai macam dan jenis bahan bakar.
4) Bahan bakar yang digunakan motor bakar harus memenuhi kriteria sifat fisik
dan sifat kimia, antara lain :
- nilai bakar bahan bakar itu sendiri
- densitas energi yang tinggi
- tidak beracun
- stabilitas panas
- rendah polusi
- mudah dipakai dan disimpan
5) Minyak solar berasal dari Gas Oil, yang merupakan fraksi minyak bumi
dengan kisaran titik didih antara 250 0 C sampai 3500 C yang disebut juga
midle destilat. Komposisinya terdiri dari senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang ditemukan dalam minyak solar
seperti parafinik, naftenik, olepin dan aromatik.
6) Bahan bakar solar mempuyai sifat sifat utama, yaitu :
Tidak mempunyai warna atau hanya sedikit kekuningan dan berbau
Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal
Mempunyai titik nyala yang tinggi (40C sampai 100C)
Terbakar secara spontan pada suhu 350C
Mempunyai berat jenis sekitar 0.82 0.86
Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)
Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar daripada bensin
7) Solar merupakan jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat untuk keperluan transportasi dan industri. Berdasarkan data
yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minyak dan
Gas Bumi Lemigas telah diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi
Indonesia hanya tersisa 6 milliar barrel dan diproduksi sebanyak 1 juta barrel
per hari yang diperkirakan bakal habis dalam kurun waktu 12 tahun
kedepan.
8) Bahan bakar minyak solar sebagai bahan bakar mesin diesel mengbasilkan
gas buang yang mengandung kadar soot yang tinggi. Maka timbul pemikiran
untuk menggunakan bahan bakar altematif sebagai bahan bakar utama
mesin diesel.

Bahan Bakar Solar

50

9) Motor diesel adalah salah satu dari internal combustion engines (mesin
pembakaran dalam). Berdasarkan penelitian dan pengalaman motor diesel
cenderung lebih rendah polusinya dibanding dengan motor bensin.
10) Motor bakar adalah mesin kalor dimana gas panas diperoleh dari proses
pembakaran didalam mesin itu sendiri dan langsung dipakai untuk
melakukan kerja mekanis, yaitu menjalankan mesin tersebut (Arismunandar
dan Tsuda; 2008; 5). Motor diesel (diesel engines) merupakan salah satu
bentuk motor pembakaran dalam (internal combustion engines) di samping
motor bensin dan turbin gas.

51

Bahan Bakar Solar

16. Daftar Pustaka


Katalog BPS:1403.31. 2007. Jakarta dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi
DKI Jakarta
RPC. 2006. Survei Pemakaian Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Jakarta dan
Surabaya. Laporan Resource Productivity Center untuk Pusat Data dan Informasi.
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta
BPPT-KFA. 1992. Environmental Impact of Energy Strategies for Indonesia: Air
Quality Model for the Traffic Sector, Data, Modeling and Result. March 1992.
ITB. 2001. Study on the Assessment of Fuel Consumption in Indonesia on 2002.
Final Report. Institut Teknologi Bandung.
Wirawan, S.S. Tambunan, A.H. Djamin, M. and Nabetani, H. 2008. The Effect of
Palm Biodiesel Fuel on the Performance and Emission of the Automotive Diesel
Engine. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript EE
07 005. Vol. X. April. 2008.
Berument, H. and H. Tasci. (2002). Infationary Effect of Crude Oil Prices in Turkey.
Physica A (316). pp. 568 580.
Bhar, R. and A.G. Malliaris. (2011). Oil Prices and the Impact of the Financial
Crisis of 20072009. Energy Economics (33).
Dorul, H. G. and U. Soytas. (2010). Relationship between Oil Prices, Interest
Rate, and Unemployment: Evidence from an Emerging Market. Energy Economics
(32), pp. 1523 1528.

Bahan Bakar Solar

52

Henriques, I. and P. Sadorsky. (2011). The Effect of Oil Price Volatility on Strategic
Investment. Energy Economics (33), pp. 7987.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2012). Data Harga
Minyak Mentah Indonesia (ICP) periode 2000 2011.
Qianqian, Z. (2011). The Impact of International Oil Price fluctuation on Chinas
Economy. Energy Procedia (5), pp. 13601364.
Ditjen. Perkebunan. Buku Statistik Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit 19902004, 2005.
Wirawan, S.S. Perkiraan Reference Energy System Biodiesel. BPPT. 2004.
Tatang H.S., Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, Seminar
Business opportunities of Biodiesel into the fuel market in Indonesia, BPPT,
Jakarta, 8 Maret 2006.

Anda mungkin juga menyukai