badan
yang
tinggi
dapat
menyebabkan
gangguan
jadwal
waktu
pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih
berpengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu
maloklusi merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati
atau merupakan sekuel dari perawatan skoliosis yang berlangsung lama untuk
imobilisasi tulang belakang.
8. Alergi
Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan menanyakan pada
pasien atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu ditanyakan apakah ada
alergi terhadap obat-obatan, produk kesehatan, atau lingkungan.
9. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujud pada hipoplasia gigi.
Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan
Indeks untuk Dolikosefalik adalah < 0,75, sedangkan Brakisefalik > 0,80, dan
Mesosefalik antara 0,76 0,79.
2.
traumatic.
Adanya celah palatum diasosiasikan dengan diskontinuitas palatum.
The third rugae biasanya pada garis dengan caninus. Hal ini berguna
dan
lesi
mucogingival
bawah.
Ketidakteraturan gigi individual seperti rotasi, displacement, intruksi dan
ekstruksi
Lengkung atas dan bawah harus diperiksa secara individual untuk
mempelajari bentuk lengkungnya dan kesemetrisannya. Bentuk lengkung
2.
4.
jumlahnya: 28-36 mm, berarti normal, kurang dari 28 mm disebut mikrodonti dan bila
lebih dari 36 mm disebut makrodonti.
2. Diskrepansi model
Adalah selisih antara tempat yang tersedia dengan tempat yang dibutuhkan.
Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan adanya kekurangan atau kelebihan
tempat dari gigi geligi berdasarkan model studi yang akhirnya untuk menentukan
macam perawatan yang dilakukan pada maloklusi yang ada.
Kurve of spee
Adalah kurva dengan pusat pada titik di tulang lakrimal dengan radius pada
3.
orang dewasa 65-70 mm. kurva ini berkontak di 4 lokasi, yaitu permukaan anterior
kondili, daerah kontak distoklusal molar ketiga, daerah kontak mesioklusal molar
pertama, dan tepi insisal. Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang
oklusal molar terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak
melebihi 1,5 mm. Pada kurve spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam)
biasanya didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi
atau mungkin gabungan kedua keadaan tadi.
Kurva Spee
4.
Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan.
Adanya diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal, tetapi
adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk
mengetahui apakah keaadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.
Diastema Multiple
5.
Pergeseran gigi-gigi
6.
dapat direncanakan perawatan untuk meletakkan gigi-gigi tersebut pada letaknya yang
benar. Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya adalah sbb :
a. Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar gigi tidak
(misalnya mesioversi, distoversi, labioversi, linguoversi).
b. Infra oklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusal dibandingkan dengan
gigi lain dalam lengkung geligi.
c. Supra oklusi : gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi
lain dalam lengkung geligi.
d. Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bias sentries atau
eksentris.
e. Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya kaninus menempati
tempat insisiv lateral dan insisiv lateral menempati tempat kaninus.
f. Eksostema : gigi yang terletak di luar lengkung geligi (misalnya kaninus
atas).
Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara
individual adalah sbb :
a. Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi.
b. Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi.
c. Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi.
d. Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi.
e. Infraversi : inferior terhadap garis oklusi.
f. Supraversi : superior terhadap garis oklusi.
g. Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped).
h. Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi.
i. Transversi : perubahan urutan posisi gigi.
Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi :
a. Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya
terhadap garis maksila > 110 untuk rahang bawah sudutnya > 90
terhadap garis mandibula.
b. Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya
terhadap garis maksila < 110 untuk rahang bawah sudutnya < 90
terhadap garis mandibula.
c. Berdesakan : gigi yang tumpang tindih.
d. Diastema : terdapat ruangan diantara dua gigi yang berdekatan.
8.
yang diperiksa adalah molar pertama permanen, dan kaninus pertama permanen.
Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal, dan vertical.
a. Relasi jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah :
- Neutroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak
-
A. gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total luar rahang atas, C. gigitan
fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang total dalam rahang atas
c. Relasi dalam jurusan vertical
Kelainan dalan jurusan vertical dapat berupa gigitan terbuka yang berarti tidak
ada kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.
d. Relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah
Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertical. Relasi yang
normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak jarak gigit / overjet. Pada keadaan
normal gigi insisivi akan berkontak, insisivi atas di depan insisivi bawah dengan jarak
selebar ketebalan tepi insisal insisivi atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila
insisivi bawah lebih anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalik atau gigitan silang
anterior atau gigitan terbalik.
Pada jurusan vertical dikenal adanya tumpang gigit / over bite yang
merupakan vertical overlap of the incisors. Di klinik tumpang gigit diukur dari jarak
vertical insisal insisivi atas dengan insisal insisivi bawah, yang normal ukurannya 2
mm. Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada gigitan
terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertical, tumpang gigit ditulis dengan tanda
negative, misalnya -5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.
A. Gigitan dalam
B. Edge to edge
C. Gigitan terbuka
e. Klasifikasi maloklusi
Klasifikasi Angle:
1. Kelas I : terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi
molar pertama permanen (neutroklusi). Kelainan yang menyertai dapat berupa,
misalnya, gigi berdesakan, gigitan terbuka, protrusi, dll.
2. Kelas II : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke distal
daripada lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama permanen (distoklusi).
- Kelas II divisi 1 : insisivi atas protrusi sehingga didapatkan jarak gigit
-
Maloklusi kelas I Angle disertai A. Gigitan terbuka, B. Berdesakan dan pergeseran garis
median, C. Protrusi, D. Gigitan dalam, E. Berdesakan dan edge to edge.