Anda di halaman 1dari 3

SINDROMA KORONER AKUT PART2

Terdiri atas angina pectoris tak stabil, infark miokard dengan ST elevasi dan infark miokard tanpa ST
elevasi.
INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner dejarat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga menjadi trombus mural
pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid
rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya
menjadi alasan STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yanng larut seperti faktor non Willebrand dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda
secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel ang rusak. Faktor VII
dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus
yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan
oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2
mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya bersal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang bersal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis juga
perlu dibedakan apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemis, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga.
Pemeriksaan fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardi dan atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infarks inferior menunjukkan
hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau
late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Biomarker kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan Cardiac spesific Troponin (cTn)
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I . Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain : mioglobin, Creatinin Kinase dan Lactic dehydrogenase (LDH).
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.
Oksigen, diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG), dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain untuk mengurangi nyeri dada, NGT dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload, meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner
yang terkena infark. Terpi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
Morfin, untuk mengurangi nyeri dada, dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis totaal 20 mg.
Aspirin, dosis 160-325 mg di ruang emergensi, dan selanjutnya 75-162 mg.
Beta blocker, diberikan jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada. Metoprolol 5 mg tiap 2-5
menit sampai total 3 dosis dengan syarat frek jantung > 60 permenit, TD sistolik > 100 mmHg, interval
PR <0,24 detik dan ronki tidak boleh lebih dari 10 cm dari diafragma.
Reperfusi
1.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang teroklusi. PCI lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik, risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya
2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.
2.
Reperfusi farmakologis
Streptokinase, Tissue Plasminogen Activator (ateleptase, Tpa), reteleptase (retavase), tenekteplase
(TNKase)

Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Obat bekerja dengan memicu
konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin.
KOMPLIKASI STEMI
Disfungsi ventrikular, Gangguan haemodinamik kongesti paru (ditandai dengan adanya ronkhi
basah diparu dan bunyi jantung S3 dan S4), Syok kardiogenik, Infark ventrikel kanan, Aritmia pasca
STEMI, Ekstrasistol ventrikel, Takikardi dan fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Fibrilasi ventrikel,
Fibrilasi atrium, Aritmia supraventrikular, Asistol ventrikel, Bradiaritmia dan blok.
KOMPLIKASI MEKANIK
Ruptur musculus papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
Penatalaksanaan : operasi

Anda mungkin juga menyukai