Anda di halaman 1dari 6

JUMP 3

1. Perubahan pada Sistem Sensoris

Persepsi

sensoris

mempengaruhi

kemampuan

seseorang

untuk

saling

berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk


hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan
sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pada lansia yang mengalami
penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena
kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan
kesatuan integrasi dari persepsi sensori.
1) Perubahan pada Indera Penglihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses
penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi,
konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa
mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di
sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di
antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan
pada lansia.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses
menua:
Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi.
Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan
kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan
elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat.
Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam membaca huruf huruf yang

kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang dekat.


Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil
mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang

pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.


Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat enimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah
penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam
membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas
terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan

dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian

ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.


Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata

berpotensi terjadi sindrom mata kering.


2) Perubahan pada Indera Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dapat
mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia disebut
presbikusis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses
menua:
Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal
ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak
berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi
dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak
mampuan untuk mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam
mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan

(misal f, s, sk, sh, l).


Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi

lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.
Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit
menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari
hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada

gangguan konduksi suara.


3) Perubahan pada Indera Perabaan
Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungisional
apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan
kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan
orang yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan
tidak mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum
terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.
4) Perubahan pada Indera Pengecapan
Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat
seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah satu
keniknatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat
proses menua yaitu penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-

kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa
(manis, asam, asin, dan pahit) berkurang.
5) Perubahan pada Indera Penciuman
Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat
kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat
proses menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi penciuman kerena
penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga dianggap sebagai pendukung
terjadinya kehilangan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok,
obstruksi hidung, dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan sensitivitas terhadap bau.
2. Penyebab jatuh pada lansia
Kecelakaan, misal kepleset, tersandung.
Nyeri kepala/ vertigo
Hipotensi ortistatik
Obat-obatan, seperti diuretik, antihipertensi, sedativa, psikotik, obat

hipoglikemik, alkohol
Proses penyakit, seperti penyakit kardivaskuler, neurologi.
Idiopatik
Sinkop

JUMP 7
1. POLIFARMAKA PADA LANSIA
1. Perubahan pada lansia dalam hubungannya dengan obat
Pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ & sistema tubuh akan
mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Terjadi perubahan dalam hal
farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku obat
dalam tubuh.
2. Farmakokinetik
Tabel 1. Perubahan farmakokinetik obat akibat proses menua
Parameter
Absorbsi

Perubahan akibat proses menua


Penurunan: permukaan absorbsi, sirkulasi darah splanchnic,

Distribusi

motilitas gastrointestinal.
Peningkatan pH lambung.
Penurunan: curah jantung, cairan badan total, massa otot

Metabolisme

badan, serum albumin.


Peningkatan lemak badan.
Peningkatan alfa-1 asam glikoprotein.
Perubahan pengikatan terhadap protein.
Penurunan: aliran darah hepar, massa hepar, aktivitas enzim,

Ekskresi

penginduksian enzim.
Penurunan: aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi

Sensitifitas jaringan

tubuler.
Perubahan pada jumlah reseptor, afinitas reseptor, fungsi
pembawa kedua, respon seluler dan nuklear.

Poin-poin yang harus diingat:


a) Dengan pemberian dosis yang lazim Kadar Obat Plasma (KOP) akan lebih tinggi
karena sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal akan menurun.
b) Dengan KOP yang sama dapat terjadi Fraksi Obat Bebas (FOB) lebih tinggi dari
yang lazim karena kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-lebih waktu
sakit atau karena pengangsuran tempat (silent reseptor) dari ikatan albumin oleh
obat lain (polifarmasi).
3. Farmakodinamik
Adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi
dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Di dalam sel terjadi proses
biokimiawi yang menghasilkan respon seluler. Respon seluler pada lansia secara
keseluruhan menurun. Penurunan ini sangat menonjol pada mekanisme respon
homeostatik yang berlangsung secara fisiologis dan penurunan tidak dapat diprediksi
dengan ukuran-ukuran matematis seperti pada farmakokinetik.
4. Efek Samping Obat (ESO)
Kejadian pada lansia meningkat 2-3 kali lipat. Problem ini paling banyak menimpa
sistem gastrointestinal dan sistem haemopoetik. Penelitian atau pengukuran fungsi
hepar, ginjal, kadar obat dalam plasma darah terlebih-lebih dalam terapi polifarmasi
sangat membantu dalam mengendalikan atau menurunkan angka kejadian ESO.
5. Perubahan fisiologik dalam komposisi tubuh dan kaitannya dengan polifarmaka
a) Berat badan total: akan menurun pada usia lanjut akibat penurunan jumlah cairan
intraseluler sesuai dengan meningkatnya usia. Keadaaan ini akan berakibat
menurunnya distribusi obat yang sebagian terikat air (misalnya litium).
b) Penurunan massa otot: yang secara umum terdapat pada usia lanjut akan
menyebabkan distribusi obat yang sebagian besar terikat otot akan menurun,
misalnya digoksin (konsentrasi obat bebas meningkat).
c) Peningkatan kadar lemak tubuh: akan mengakibatkan peningkatan kadar obat
yang larut lemak (misalnya diazepam), terutama pada wanita lansia.
d) Penurunan kadar albumin: terutama pada penderita lansia yang sakit,
menyebabkan penurunan ikatan obat dengan protein, dan meningkatnya proporsi
obat bebas di sirkulasi (antara lain salisilat, tiroksin, warfarin dan obat AINS)

e) Kekambuhan penyakit yang sebelumnya laten: beberapa obat dapat membuat


kambuh berbagai penyakit yang sebelumnya tidak terlihat misalnya:
1) Menurunnya stabilitas postural yang meningkatkan kemungkinan jatuh, antara
lain akibat obat hipertensi, diuretika, hipnotika, sedativa dan vasodilator.
2) Konstipasi: antidepresan, antikolinergik, garam besi.
3) Hipotermia: fenotiasin, hipnotika, sedativa, dan antidepresan.
6. Rasionalisasi obat pada usia lanjut
a) Regimen pengobatan: 1) periode pengobatan jangan dibuat terlalu lama; 2)
jumlah/jenis obat harus dibuat seminimal mungkin; 3) obat harus diberikan atas
diagnosis pasti; 4) harus diketahui dengan jelas efek obat, mekanisme kerja, dosis
dan efek samping yang mungkin timbul; 5) apabila diperlukan pemberian
polifarmasi, prioritaskan pemberian obat yang ditujukan untuk mengurangi
gangguan fungsional; 6) pemberian obat harus dimulai dari dosis kecil, kemudian
dititrasi setelah berapa hari (kecuali anti-infeksi harus dosis optimal; 7) frekuensi
pemberian obat diupayakan sesedikit mungkin, kalau mungkin sekali sehari.
b) Pengurangan dosis: dosis awal obat adalah kira-kira lebih sedikit dari separuh
dosis yang diberikan pada usia muda.
c) Peninjauan ulang: perlu dilaksanakan pada setiap kunjungan ulang atau bila terjadi
episode penyakit akut.
d) Kepatuhan penderita: harus diupayakan penjelasan pada penderita, pemilihan
preparat dan wadah obat yang tepat, diberi label, bantuan mengingat, dan
pengawasan minum obat oleh keluarga dan lain-lain. Setiap efek samping
hendaknya harus diminta untuk dilaporkan.
2. ANEMIA
Patofisiologi anemia pada lansia :
1. Lansia secara progresif kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan
menyebabkan distorsi metabolic dan structural yang disebut penyakit degenerative.
Banyaknya distorsi dan cadangan sistem fisiologis akan menyebabkan gangguan
sistem hematopoiesis.
2. Menurunnya kinerja sumsum tulang sehingga daya replikasi sumsum tulang
berkurang. Akan menyebabkan stroma oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sl
induk (pluripoten) maupun kecepatan diferensiasi sel-sel progenitor untuk mencapai
maturitas berkurang sehingga mengakibatkan sintesis sel darah merah berkurang.
3. Penyakit kronis
Manifestasi dari penyakit kronis adalah pendarahan. Karena imunitas berkurang
sehingga penyembuhan akan semakin lama mengakibatkan pendarahan menjadi
semakin lama dan terjadilah anemia.
4. Berkurangnya sintesi eritropoietin

Lansia mengalami penurunan fungsi ginjal termasuk fungsinya eritropoietin sehingga


akan menyebabkan progenitor eritroid tidak mengalami mengalami diferensiasi jadi
sel darah merah, dan pada akhirnya jumlah sel darah merah akan berkurang
5. Proses autoimun
Sel-sel parietal lambung akibat autoimun akan menjadi atrofi dan mengakibatkan
lambung menjadi tipis dengan infiltrasi sel plasma dan limfosit sehingga
mengakibatkan menurunnya cadangan factor intrinsic di parietal lambung. Ileum akan
menyerap sedikit vitamin B12 dan terjadi anemia megaloblastik atau pernisiosa.
6. Berkurangnya intake makanan.

Anda mungkin juga menyukai