Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran mukos
yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup
dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara
akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan
perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak.Berdasarkan hasil studi laringitis
terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya
terkena pada usia diatas 3 tahun.1
Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut adalah radang akut
laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut atau manifestasi dati radang
saluran nafas atas. Bila laringitis ini berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis
kronis. Laringitis kronis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi
dalam jangka waktu yang lama. Laringitis kronis terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang
terus menerus.1

BAB II
1

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Suku/Bangsa
Alamat
Tanggal Berobat

: Ny. S
: 38 tahun
: Perempuan
: Guru SD
: Indonesia
: Jl. Banjarsari
: 14 April 2016, Pukul 11.00 WIB.

2. ANAMNESA (Autoanamnesa)
a. Keluhan Utama :
Suara serak sejak 2 minggu yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kota Banjar pada tanggal 14 April 2016
dengan keluhan suara serak sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan adanya
batuk. Pasien mengaku jika batuk kadang kering kadang disertai dengan dahak berwarna
putih ketal. Pasien juga mengatakan batuk di pagi hari itu biasanya mengeluarkan dahak,
tetapi siang dan malam hari batuk kering. Pasien juga mengeluh tenggorokannya sakit dan
kadang nyeri saat menelan sejak sepuluh hari yang lalu. Pasien juga mengaku saat pertama
kali mengalami keluhan ini pasien mengalami demam.
Pasien memiliki kebiasaan berteriak setiap hari dengan suara keras dan lantang,
karena pasien adalah seorang guru SD, pasien mengajar anak kelas 1 SD. Pasien juga
jarang mengkonsumsi air putih. Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dokter umum
dan diberi obat penurun panas (paracetamol) dan obat batuk (OBH). Keluhan seperti
demam menghilang, tetapi pasien masih saja mengeluh batuk kering, tenggorokan sakit
dan suara masih serak. Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol. Pasien juga
menyangkal riwayat kencing manis, hipertensi,penyakit paru dan asma, riwayat alergi
makanan, debu, cuaca dan obat disangkal. Pasien juga menyangkal adanya riwayat
pengobatan intensive selama 6 bulan.
2

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
d. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya diberi obat paracetamol dan OBH
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Antropometri

BB = 48 Kg

TB = 158 cm

: 120/70 mmHg
: 82 x/menit
: 22 x/menit
: 36,5 0C

Status Generalis Internus


Kepala

Normocephal, simetris, rambut berwarna hitam,

Mata

distribusi rata dan tidak mudah dicabut.


Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
pupil (+), d = 2 mm, isokor kana-kiri, edema palpebral

Hidung
Telinga
Mulut
Leher

(-), pergerakan mata ke segala arah baik


Lebih lanjut pada pemeriksaan THT
Lebih lanjut pada pemeriksaan THT
Lebih lanjut pada pemeriksaan THT
Tidak terdapat pembersaran KGB ad regio colli

Thoraks

bilateral
Simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, suara
napas vesikuler (+/+), ronchi basah (-/-), wheezing
(-/-). Bunyi Jantung I dan II murni regular, murmur

Abdomen

(-), gallop (-)


Tidak terdapat pembesaran abdomen, abdomen supel,
3

BU (+), perkusi timpani, turgor kulit dalam batas


Perianal

normal.
Tidak terdapat ruam kemerahan di perianal, KGB

dan

inguinal bilateral tidak teraba.

Inguinal
Ekstremita

Akral hangat, sianosis (-/-), perfusi cukup, tidak

terdapat pembengkakan sendi.

a. Status Lokalis THT-KL


Telinga
AD
Normotia
Heliks Sign (-)
Tragus Sign (-)

Pemeriksaan
Aurikula

AS
Normotia
Heliks Sign (-)
Tragus Sign (-)

Kulit tenang (+)


Edema (-)
Serumen (-)
Sekret (-)
Massa (-)

CAE

Kulit tenang (+)


Edema (-)
Serumen (-)
Sekret (-)
Massa (-)

Intak (+)
Refleks cahaya (+)
Hiperemis (-)
Perforasi (-)
Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Benjolan (-)
Sikatriks (-)

Tes Garpu Tala


Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Membran Timpani

Intak (+)
Refleks cahaya (+)
Hiperemis (-)
Perforasi (-)

Retroaurikula

Edema (-)
Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-)
Benjolan (-)
Sikatriks (-)

Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
4

Hidung
CND
Deformitas (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (-)
Rinoskopi Anterior
Mukosa hiperemis(-)
Sekret (-)
Masa (-)
Hiperemis (-)
Furunkel (-)
Eutrofi
Deviasi (-)
Normal

Pemeriksaan
Hidung Luar

CNS
Deformitas (-)
Nyeri tekan (-)
Edema (-)

Cavum Nasi
Vestibulum Nasi
Konka Nasi
Septum Deviasi
Pasase Udara

Mukosa hiperemis(-)
Sekret (-)
Masa (-)
Hiperemis (-)
Furunkel (-)
Eutrofi
Deviasi (-)
Normal

Rinoskopi Posterior
Dextra
Normal
Hiperemis (-)
Tidak terlihat

Khoana
Mukosa khonkha
Muara tuba
eustachius
Massa

Tidak ada

Sinistra
Normal
Hiperemis (-)
Tidak terlihat
Tidak ada

Tenggorokan
1 Gigi
: Lengkap
2 Lidah
: Stomatitis (-), Geographic tongue (-)
3 Laringofaring
Pemeriksaan
Dinding pharynx
Arkus pharynx
Tonsil

Dextra
Hiperemis

Sinistra
(+), Hiperemis

(+),

granular (-)
granular (-)
Simetris, hiperemis Simetris, hiperemis
(-), edema (-)
(-), edema (-)
T1/T1, hiperemis (-), T1/T1, hiperemis (-),
permukaan mukosa permukaan mukosa
rata,

granular

(-), rata,

granular

(-),
5

kripta tidak melebar, kripta melebar (-),


detritus

(-), detritus

(-),

perlengketan (-)
perlengketan (-)
Letak di tengah,
hiperemis (-)
Hiperemis (+), massa/ nodul (-)

Uvula
Lharynx

Laringoskopi indirect
Valekula
Epiglotis
Plika ariepiglotika
Plika ventrikularis
Plika vokalis
Massa

Hiperemis, edema
Hiperemis, edema
Hiperemis, edema
Hiperemis, edema
Hiperemis, edema
Tidak ada

1
2
3
4

Maksilofasial
N. I
N. II
N. III, IV, VI
N. V

5
6
7
8
9

mengunyah/menggigit (+)
N. VII
:wajah simetris, senyum simetris, angkat alis simetris
N. VIII
:tinnitus (-/-), tes garpu tala tidak dilakukan
N. IX, X
:suara baik, refleks menelan baik, refleks faring (+)
N. XI
:mengangkat bahu (+/+), menoleh kanan dan kiri (+/+)
N. XII
:deviasi lidah (-), gerakan lidah normal

:hiposmia/normosmia
:tidak dilakukan
:diplopia (-/-), isokor (+/+)
:menggerakkan rahang (+),

Pembesaran KGB
1 Pre-auricular
2 Post-auricular
3 Submental
4 Submandibula
5 Cervical superficial
6 Jugular superior, media, inferior
7 Supraclavicula
8 Suprasternal

membuka

mulut

(+),

: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)

Daerah
frontalis
Daerah
maksilaris

sinus Tidak ada kelainan,


nyeri tekan (-)
sinus Tidak ada kelainan,
Nyeri tekan (-)

Tidak ada kelainan,


nyeri tekan (-)
Tidak ada kelainan,
Nyeri tekan (-)

RESUME
Seorang perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan suara serak sejak 2

minggu yang lalu. Keluhan disertai batuk (+) kering kadang disertai dengan dahak
berwarna putih ketal. batuk di pagi hari berdahak, siang dan malam hari batuk kering.
tenggorokan sakit(+), nyeri saat menelan (+) sejak sepuluh hari yang lalu. sebelumnya
pasien demam. Kebiasaan berteriak setiap hari dengan suara keras dan lantang, karena
pasien adalah seorang guru SD, Sudah berobat dan diberi obat penurun panas
(paracetamol) dan obat batuk (OBH). Keluhan seperti demam menghilang, keluhan lain
tidak membaik. tidak ada riwayat alergi.
5. Diagnosis Kerja
Laringitis Akut
6.

Diagnosis Banding
Rinofaringitis
Faringitis
Bronkitis

7.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari untuk mengetahui
kuman penyebab.

3.8. Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
- Menganjurkan pasien untuk tidak banyak bicara.
- Menganjurkan pasien untuk menjauhi faktor pemicu seperti penggunaan suara yang
berlebihan.
- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat
proses penyembuhan.

Menghindari iritasi pada laring dan faring ( misalnya merokok, makanan pedas,

atau minum es ).
b. Medikamentosa
- Antibiotik; Amoxicilin 3 x 500 mg tablet
- Ambroxol 3 x 30 mg tablet
9. Prognosis
a. Quo ad vitam
: ad bonam
b. Quo ad fungsionam : ad bonam
c. Quo ad sanationam : ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8

A. ANATOMI LARING

Gambar1. Anatomi Laring


Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuk laring
menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih
besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal
kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang
rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah
kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah
superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat mulut pada
dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri
dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah
kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat
penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk
piramid bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus
yakni prosessus vokalis anterior dan prosessusmuskularis lateralis. Pada prossesus vokalis akan
membentuk 2/5 bagian belakang dari korda vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk
9

bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan
superior korda vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis
tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan yang
ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua pasang kartilago kecil didalam
laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata dan kuneiformis.1

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik. Otot ekstinsik
bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus,
m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik
infrahioid (m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan
antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang membentuk
tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk teganagan korda vokalis, otot
krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda
vokalis. Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan
nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus
superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior
dan inferior. 1

B. FISOLOGI LARING

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan


suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu system
dalam laring sendiri. Selama pernafasan normal, pita suara akan terbuka lebar agar aliran
udara mudah lewat selama fonasi, pita suara menutup bersama-sama sehingga aliran udara
diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Laring berfungsi untuk proteksi,
respirasi, fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 2,3,4
1. Fungsi Proteksi

10

Untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan jalan
menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus
laring ialah karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik
laring. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang telah masuk kedalam trakea
dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal
dari paru dapat dikeluarkan.
2. Fungsi Respirasi
Mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi
akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga
rima glotis terbuka.
3. Fungsi fonasi
Membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada
diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan depan, menjauhi kartilago
aritenoid. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi
rendahnya nada.
C. LARINGITIS AKUT
1.

Definisi

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang
berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus
influenza(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain
adalah

Haemofilus

influenzae,

Branhamella

catarrhalis,

Streptococcus

pyogenes,

Staphylococcusaureus dan Streptococcus pneumoniae. 3,4

2.

Etiologi
11

Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza
ataucommon cold. infeksi virus influenza(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3),
rhinovirusdan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella
catarrhalis, Streptococcus

pyogenes, Staphylococcus

aureus

dan

Streptococcus

pneumoniae.
2

Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim /cuaca

Pemakaian suara yang berlebihan

Trauma

Bahan kimia

Merokok dan minum-minum alcohol

Alergi

3.Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder.
Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan
pemajanan terhadapperubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada
immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis
ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut
akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan
memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat

12

pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu
tubuh. 4

4. Gejala Klinis
1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkanpasien sebagai suara yang kasar atau
suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa /
normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita
suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai
tidakbersuara sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6.

Gejala

commmon coldseperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,

sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur
yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulitmenelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti
yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan
nyeri diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru

13

9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam
beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air
hunger,sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi
suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat
mengancam jiwa anak.

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign).
Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder,
leukosit dapat meningkat.
3.

Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.

Gambar3. Endoscopy of laringiti acute


6.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada pemriksaan fisik, dapat ditemukan suara serak, faring yang meradang dan
14

frekuensi pernafasana dan denyut jantung yang meningkat,disertai pernafasan cuping hidung,
retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal sertas stridor yang terus menerus, dan anak bisa
sampai megap-megap (air hunger). Bila terjadi sumbatan total jalan nafas maka didapatkan
hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan
tidak dapat beristirahat, atau dapat terjadi penurunan kesadaran atau bahkan bisa tampak erlihat
sianosis pada anak. Kegelisahan dan tangisan dari anak dapat memperburk stridor akibat dari
penekanan dunamik dari saluran nafas yang tersumbat. Dari penelitian didapatkan bahwa
frekuensi pernafasan merupakan indikator yang paling baik untuk menunjukkan keadaan
hipoksemia pada seseorang. Pada ausultasi suara pernafasan daapt terdengar normal tanpa
adanya suara nafas tambahan kecuali perambatan dari stridor. Kadang-kadang juga ditemukan
adanya mengi (whezing) yang menandakan adanya penyempitan dari saluran pernafasan bisa dari
bronkitis, atau asma yang sudah ada sebelumnya. 5

7. Diagnosa Banding
1. Benda asing pada laring
2. Faringitis
3. Bronkiolitis
4. Bronkitis
5. Pnemonia
8. Penatalaksanaan
Medikamentosa :

15

Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul
sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline

0,9 %) yang

dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray


Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila
ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat
diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin,
napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika yang
adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau
kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin
generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena
berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan

selama 1-2 hari.


Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil
maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan
nafas.

Non- Medikamentosa :

mengistirahatkan suara 1-2 hari.


Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering
dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan
mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena
berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasiabnormal pada pita suara, meningkatkan
pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih
banyak lendir.
16

9. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama
satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan
udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal
ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostom.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cohen JL, Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar Penyakit THT.Edisi
ke6.Jakarta:EGC,1997.

17

2.

Sulica L. Voice : Anatomy, Physiology And Clinical Evaluation. Head And Neck Surgery
-Otolaryngology, 4th ed. Lippincott Wiliam Wilkins. 2006. Chap. V.

3.

Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck Surgery Vol. 137
No. 6, June 2011.

4. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Ganguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Editor : Soepardi
EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
5. Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath Disease And
Head-Neck Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath Paul,1996:391-99

18

Anda mungkin juga menyukai