Bab 2 Proposal
Bab 2 Proposal
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Aedes aegypti
Filum:
Arthropoda
Kelas:
Insecta
Ordo:
Diptera
Famili:
Culicidae
Genus:
Aedes
Upagenus:
Stegomyia
Spesies:
Ae. Aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis
ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai
pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector)
dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan
kota.
Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu
mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan nyamuk jenis ini untuk
membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
10
a.
Morfologi
1). Telur
11
2). Larva
Ada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 821
atau berjejer 1 sampai 3.
Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan
adanya sepasang rambut di kepala.
12
Telur yang telah menetas akan melalui 4 fase pengelupasan kulit (instar). Larva
instar I yang berukuran 1-2 mm, setelah 2 hari akan menjadi larva instar II dengan
panjang tubuh menjadi 2,3-3.9 mm. Setelah 2-3 hari kemudian akan menjadi larva
instar III dengan panjang tubuh 5 mm dengan ciri ciri duri pada thorak mulai
terlihat jelas dengan warna sifon menghitam.
3). Pupa
13
Pupa merupakan stadium tidak makan dan sebagian besar waktunya dihabiskan
dipermukaan air untuk mengambil udara melalui terompet respirasinya. Periode
pertumbuhan pupa menjadi dewasa di daerah tropik selama 2-3 hari, sedangkan di
daerah subtropik dapat mencapai 9-12 hari.
4). Dewasa
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai
gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Nyamuk
Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih
keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung
vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik
pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua.
14
Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari
kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan.
Nyamuk jantan dan betina memiliki perbedaan dalam hal ukuran. Nyamuk jantan
pada umumnya lebih kecil dari betina dan terdapat banyak rambut-rambut tebal
pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
b.
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
menghisap darah. Hal itu dilakukan untuk memperoleh asupan protein yang
diperlukan untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah,
dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. A. aegypti
menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.
15
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang
mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk
menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal
dalam menghisap darah, berulang kali menusukkan proboscisnya, namun tidak
berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang
lain, akibatnya risiko penularan virus menjadi semakin besar.
16
Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya,larva
sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat
berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan.
Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
Tempat perindukan utama Ae.aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang
berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500
meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan
manusia; seperti tempayan/ gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi,
pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat dihalaman rumah atau di
kebun yang berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti
kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu dan
lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Ae.aegypti seringkali
ditemukan larva Ae.albopictus yang hidup bersama-sama.
17
c.
Pada saat ini pemberantasan Ae.aegypti merupakan cara utama yang dilakukan
untuk memberantas DBD (Demam Berdarah Dengue), karena vaksin untuk
mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Pemberantasan
Ae.aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Program yang
sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan
mengubur.
Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk
yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada
dinding bak mandi.
Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang
memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan
dijadikan tempat nyamuk bertelur.
Karbamat
18
19
Ordo:
Famili:
Asterales
Asteraceae
Bangsa:
Eupatorieae
Genus:
Ageratum
Spesies:
A. conyzoides
20
a. Morfologi
Terna berbau keras, berbatang tegak atau berbaring, berakar pada bagian yang
menyentuh tanah, batang gilig dan berambut jarang, sering bercabang-cabang,
dengan satu atau banyak kuntum bunga majemuk yang terletak di ujung, tinggi
hingga 120 cm. Daun-daun bertangkai, 0,55 cm, terletak berseling atau
berhadapan, terutama yang letaknya di bagian bawah. Helaian daun bundar telur
hingga menyerupai belah ketupat, 210 0,55 cm; dengan pangkal agak-agak
seperti jantung, membulat atau meruncing; dan ujung tumpul atau meruncing;
bertepi beringgit atau bergerigi; kedua permukaannya berambut panjang, dengan
kelenjar di sisi bawah.
Bunga-bunga dengan kelamin yang sama berkumpul dalam bongkol rata-atas,
yang selanjutnya (3 bongkol atau lebih) terkumpul dalam malai rata terminal.
Bongkol 68 mm panjangnya, berisi 6070 individu bunga, di ujung tangkai yang
berambut, dengan 23 lingkaran daun pembalut yang lonjong seperti sudip yang
meruncing. Mahkota dengan tabung sempit, putih atau ungu. Buah kurung
(achenium) bersegi-5, panjang lk. 2 mm; berambut sisik 5, putih.
b. Distribusi
21
1) Saponin
22
2) Flavanoid
23
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya
tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari
tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari,
yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos ,
bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di
bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai
bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar.
Flavanoid sering terdapat di sel epidermis.
Sebagian besar flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat
sintesisnya ada di luar vakuola (Wikipedia, 2011). Flavanoid merupakan
subgolongan polifenol yang terdistribusi luas diberbagai tanaman dengan aktivitas
yang sangat beragam dan seringkali mendukung aktivitas senyawa utama atau
bersifat sinergisme (Saifudin, 2011).
3) Polifenol
24
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna
daun saat musim gugur (Wikepedia, 2010).
Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang terkandung di dalam
tumbuhan dan bersifat antioksidan kuat. Polifenol adalah kelompok antioksidan
yang secara alami ada di dalam sayuran (brokoli, kol, seledri), buah-buahan (apel,
delima, melon, ceri, pir, dan stroberi), kacang-kacangan (walnut, kedelai, kacang
tanah), minyak zaitun, dan minuman (seperti teh, kopi, cokelat dan anggur
merah/red wine) (Purwadiastuti,2009).
Senyawa polifenol terdiri dari beberapa subkelas yakni, flavonol, isoflavon
(dalam kedelai), flavanon, antosianidin, katekin, dan biflavan. Turunan dari
katekin seperti epikatekin, epigalo-katekin, apigalo-katekin galat, dan quercetin
(Purwadiastuti,2009). Fenolat memilik berbagai macam aktivitas misalnya
antibakteri, antijamur, antioksidan kuat, sedatif dan lain-lain. Hampir semua
tanaman memiliki polifenol (Saifudin, 2011).
25
3. INSEKTISIDA
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan
untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai sifat sebagai
berikut : 1) mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya
bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak; 2) murah harganya dan
mudah didapat dalam jumlah yang besar; 3) mempunyai susunan kimia yang
stabil dan tidak mudah terbakar; 4) mudah dipergunakan dan dapat dicampur
dengan berbagai macam bahan pelarut dan 5) tidak berwarna dan tidak berbau
yang tidak menyenangkan.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah : 1) Ovisida =
Insektisida untuk membunuh stadium telur; 2) larvasida = insektisida untuk
membunuh stadium larva/nimfa; 3) adultisida = insektisida untuk membunuh
stadium dewasa; 4) akarisida (mitisida) = insektisida untuk membunuh stadium
tungau; 5) pedikulisida (lousisida) = insektisida untuk membunuh tuma.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya membunuh serangga dengan
insektisida adalah mengetahui spesies serangga yang akan dikendalikan,
ukuranya, susunan badannya, stadiumnya, sistem pernafasan dan bentuk
mulutnya. Juga penting mengetahui habitat dan perilaku serangga dewasa
termasuk bentuk kebiasaan makannya (Soedarto,1992).
a. Pembagian Insektisida
26
Menurut bentuknya, insektisida dapat berupa bahan padat, larutan dan gas. Bahan
padat : 1) Serbuk (dust), berukuran 35200 mikron dan tembus 20 mesh screen, 2)
granula (Granules), berukuran sebesar butir-butir gula pasir dan tidak tembus 20
mesh screen, 3) pellets, berukuran kira-kira 1 cm3.
Larutan ; 1) Aerosol dan fog, berukuran 0,150 mikron; 2) kabut (mist), berukuran
50100 mikron; 3) semprotan (spray), berukuran 100500 mikron. Gas : 1) asap
(fumes dan smokes), berukuran 0,0010,1 mikron; 2) uap (Vapours), berukuran
kurang dari 0,001 mikron.
27
28
Insektisida Organik sintetik terdiri dari golongan organik klorin (DDT, dieldrin,
feniltrotion, abate, DDVP, diptereks), golongan organik nitrogen (dinitrofenol),
golongan sulfur (karbamat) (Baygon, Sevin) dan golongan tiosianat (Letena,
Tanit) (Gandahusada, 1998).
b. Metoda Penggunaan Insektisida
Untuk memilih jenis insektisida dalam usaha memberantas serangga, maka harus
dipertimbangkan berbagai faktor yaitu spesies serangga yang dituju, stadium
serangga yang ingin diberantas apakah stadium telur, larva atau dewasa,
lingkungan hidup di daerah yang akan diberantas serangganya (apakah di air,
apakah pemberantasannya ditujukan terhadap serangga yang terbang di udara,
apakah serangga tersebut berada pada tumbuhan atau di dalam tanah) dan
bagaimana sifat-sifat biologik serangga yang akan diberantas agar dapat dipilih
insektisida yang paling mudah masuk ke dalam tubuh serangga,
misalnya dengan mengetahi cara hidup, cara makan dan sistem pernafasan
serangga yang dituju.
Dengan demikian maka dapat dipilih jenis-jenis insektisida yang tepat dan
dilakukan pemberantasan dengan cara metode yang benar (Soedarto, 1992).
c. Resistensi Terhadap Insektisida
Suatu artropoda dikatakan telah kebal (resisten) terhadap sejenis insektisida bila
dengan menggunakan dosis yang biasa digunakan, artropoda tidak dapat dibunuh.
Resistensi dapat terjadi oleh karena berbagai sebab yaitu serangga memiliki
29
sistem enzim yang mampu menetralisi racun (insektisida), selain itu terdapatnya
timbunan lemak di dalam tubuh serangga dapat menyerap insektisida yang masuk
dan hambatan-hambatan lain yang mencegah penyerapan insektisida ke dalam
tubuh meningkatkan daya resistensi artropoda terhadap insektisida.
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resistensi artropoda terhadap
insektisida adalah stadium serangga, generation time dan kompleksitas gen dari
artropoda. Insektisida yang bekerja terhadap semua stadium serangga, artinya
dapat membunuh baik stadium telur, larva, pupa, dan stadium dewasa misalnya
akan lebih cepat terjadi resistensi terhadapnya dibandingkan dengan insektisida
yang hanya bekerja terhadap satu stadium serangga. Serangga-serangga yang
mempunyai beberapa generasi dalam satu tahun, akan lebih cepat menjadi resisten
terhadap insektisida dibandingkan dengan serangga-serangga yang hanya
mempunyai satu generasi dalam satu tahunnya. Dalam hal kompleksitas dari gen,
semakin banyak gen yang mengatur kemampuan resistensi serangga terhadap
insektisida, makin lambat terjadinya reaksi.
Bila terjadi resistensi terhadap insektisida, maka selain dosis harus ditingkatkan,
juga harus diciptakan insektisida baru untuk memberantas serangga tersebut oleh
karena jika dosis terus ditingkatkan, pada suatu saat akan membahayakan
kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan (Soedarto, 1992).
4. ETANOL
Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan
merupakan bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir,
30
anggur, wiski maupun minuman lainnya. Etanol merupakan cairan yang jernih
tidak berwarna, terasa membakar pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan.
Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk menghambat
sistem saraf pusat terutama dalam aktivitas sistem retikuler.
Aktivitas etanol sangat kuat dan setara dengan bahan anastetik umum. Tetapi
toksisitas etanol relatif lebih rendah dari pada metanol ataupun isopropanol
(Darmono, 2005).
5. EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrasi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Farmakope, 1995).
Kecuali dinyatakan lain pelarut yang diperbolehkan dalam pembuatan ekstrak
adalah etanol. Pelarut organik selain etanol memiliki potensi toksisitas yang lebih
tinggi. Etanol memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai
senyawa non polar sampai dengan polar. Sedangkan peyari air cukup sulit
diuapkan pada suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif
atau terbentuknya senyawa lain karena pemanasan. Ekstraksi dengan non pelarut
seperti superkritikal gas diperkenankan namun yang menjadi masalah adalah
aplikasi untuk industri masih sangat terbatas karena peralatan yang cukup mahal
(Saifudin, 2011).
31
a. Tekhnik Ekstrasi
Dalam pembuatan ekstrak terkait dengan tekhnik ekstraksi yang
dilakukan, pemilihan metode dalam pembuatan ekstrak juga
penting untuk dicermati. Metode ekstraksi seperti maserasi,
perkolasi, perkolasi berkesinambungan, atau Advande extractor
seperti superkritikal gas perlu disesuaikan dengan kemampuan
baik segi bahan baku, peralatan, efisiensi, dan hasil akhir yang
diinginkan (Saifudin, 2011).
1) Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin maserare yang berarti merendam. Dalam proses
ini bahan baku yang telah dihaluskan direndam dalam cairan penyari hingga
jaringan-jaringan melunak dan penyari masuk kedalamnya melarutkan zat-zat
aktif darinya. Dalam proses ini bahan baku yang akan disari dimasukkan kedalam
botol bermulut lebar bersama-sama dengan penyari atau menstrum, kemudian
ditutup rapat (Ardani, 1990).
Selama 2 sampai 14 hari dibiarkan dalam botol tertutup tersebut sambil berulangulang dikocok. Pengocokan ini dimaksudkan supaya setiap kali ada penyari baru
pada permukaan bahan baku tersebut akan di ekstraksi kembali dengan pelarut.
Pada umumnya maserasi dilakukan pada suhu 150-200 C atau pada suhu kamar
selama 3 hari sampai semua zat yang dapat larut dalam penyari terlarut semua.
Cara pembuatan Maserasi menurut Farmakope yakni, kecuali dinyatakan lain, 10
bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam sebuah
32
bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari lalu ditutup. Dibiarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil berulang kali dilakukan pengocokan. Setelah
itu diserkai dan disaring. Filtrat hasil saringan pertama kembali direndam dengan
penyari hingga diperoleh 100 bagian.
Maserat atau hasil proses filtrasi akhir disuling atau diuapkan pada tekanan rendah
pada suhu 500 C hingga konsistensi yang dikehendaki (agak kental), konsistensi
viskositas ekstrak dibandingkan dengan aquadest menggunakan pipet tetes
(Ardani, 1990). Pengentalan umumnya menggunakan tangas air, vacuum oven,
freeze bulk dryer. Untuk pengentalan secara sederhana dapat mengunakan tangas
air atau panci logam berisi air yang diatasnya digunakan panci stainless steel yang
berisi ekstrak cair (Saifudin, 2011). Cairan kental yang diperoleh dipindahkan ke
bejana tertutup, dibiarkan selama 2 hari di tempat yang sejuk terlindung dari
cahaya dan selanjutnya dapat digunakan.
B. Kerangka Teori
33
C. Kerangka Konsep
Larva nyamuk instar III
Aedes aegypti ditaruh
pada media air
34
Ekstrak daun
Babadotan dengan
konsentrasi 10.0%,
12.5%, 15.0%,
D. Definisi Operasional
35
N
O
1
Variabel
Penelitian
Variabel
Bebas :
Ekstrak
daun
babadotan
Variabel
Terikat:
Kematian
larva
Instar III
Aedes
aegypti
Definisi
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Ekstrak
yang dibuat
dari
simplisia
daun
babadotan,
yang telah
dikeringkan
pada cahaya
matahari
untuk
dihilangkan
kadar
airnya.
Pembuatan
ekstrak
(100%)
dilakukan
dengan cara
merendam
simplisia
dalam
etanol 70%
menggunak
an metode
maserasi.
Larva Aedes
aegypti yang
mati karena
terpajan
dengan
ekstrak
daun
babadotan
pada media
air.
Ekstrak
dibuat
tingkat
konsentrasi
yang
berbedabeda
menggunaka
n rumus
pengenceran
.
Labu
ukur
Kematian
larva
dihitung
dalam
kurun
waktu
selama 12
jam. Dengan
pencatatan
jumlah
kematian
setiap 2 jam
sekali dari
setiap
Observasi - Adanya
Kematian
Larva
Instar III
Aedes
aegypti
- Tidak
adanya
kematian
Larva
Instar III
Aedes
aegypti
Pengenceran
Ekstrak
dengan
Konsentrasi
10.0%,
12.5%,
15.0%,
17.5%, dan
20.0%.
Skala
ukur
Interva
l
Ratio
36
konesentrasi
ekstrak.
E. HIPOTESIS
Ekstrak daun babadotan mampu membunuh Larva Nyamuk Instar III Aedes
aegypti penyebab Demam Berdarah Dengue.