Anda di halaman 1dari 14

14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Demam Berdarah Dengue
3.1.1. Definisi
Demam dengue (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
lifadenopati, dan trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok yang dapat
menyebabkan kematian.4
3.2.. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm, bulat, terdiri dari RNA tunggal dengan
berat molekul 4106 Da. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak dibandingkan dengan yang lain. Namun, ada yang
mengatakan serotipe DEN-2 lebih bersifat virulen.3
3.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat,
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayahnya. Insiden DBD di di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989-1995); dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.5

15

Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan


dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus
dengue yaitu: 1) vektor: perkembangbiakan, kebiasaan menggigit, kepadatan di
lingkungan, jenis serotipe, transportasi dari satu tempat ke tempat lain. 2) pejamu:
terdapat penderita di lingkungan keluarga, paparan terhadap nyamuk, status gizi,
usia (>12 tahun cenderung untuk DBD) dan jenis kelamin (perempuan > lakilaki). 3) lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.5
Penularan infeksi virus dengue terjadi mellaui vektor nyamuk genus Aedes
(Ae. aegypti dan Ae. albopictus). Dari kedua nyamuk ini yang paling dominan
untuk menjadi vektor adalah Ae. aegypti. Nyamuk betina paling sering mencari
makanan pada siang hari.2
Manusia merupakan hospes primer. Ketika nyamuk ini membawa virus
setelah menghisap darah dari pasien. Virus dengue dengan mudah dapat ditularkan
jika nyamuk tersebut menghisap darah orang lain. Hal ini disebabkan karena virus
berada dalam kelenjar ludah nyamuk. Sebelumnya virus akan bereplikasi dalam
kelenjar ludah nyamuk selama 8-12 hari. selain itu, nyamuk Aedes memiliki
waktu hidup yang cukup panjang sekitar 15-65 hari sehingga penularan masih
bisa terjadi.
Ketika virus telah masuk ke tubuh pejamu, virus akan memasuki periode
inkubasi selama 3-14 hari. Selama itu virus akan bereplikasi di target sel dendritik
dan belum menunjukkan onset. Infeksi pada sel target seperti, sel dendritik,
hepatosit, dan sel endotelial, mengakibatkan pembentukan respon imun seluler
dan humoral terhadap infeksi virus pertama dan berikutnya.2
3.4. Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.2

16

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

Respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibodi. Antibodi terhadap virus
dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag.

Ini

yang

disebut

dengan antibody

dependent

enhancement (ADE).

Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam


respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL6 dan IL-10.

Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi


antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

Selain itu terjadi juga aktivasi komplemen oleh kompleks imun.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous


infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

17

virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi


anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun
meninggi.

Kurane dan Ennis (1994) merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi
di dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag menyebabkan aktivasi Th dan Ts
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF
alfa, IL-1, PAF, IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Ini juga diperkuat oleh peningkatan C3a
dan C5a.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

Supresi sumsum tulang


Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

18

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas


vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. Jika penderita sudah
stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat,
menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor, yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi.6
3.5. Pemeriksaan Penunjang
3.5.1. Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan hematokrit, kadar
hemoglobin, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi. Diagnosis pasti
didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen RNA virus
dengue dengan teknik RT-PCR. Pemerkisaan antibodi spesifik dengue dapat
berupa antibodi total, IgG maupun IgM .7
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit: dapat normal atau turun.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
Protein/albumin: dap;at terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah dan uji cocok serasi
Pemeriksaan IgG dan IgM dengue:

IgM: terdeteksi mulai hari 5, meningkat sampai minggu ke3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

19

NS 1 : terdeteksi mulai hari 1-3, mulai menurun pada hari


ke 4 dan akan hilang pada hari ke 9 infeksi.

3.5.2. Pemeriksaan radiologi


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Asites pada efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.7
3.6. Diagnosis
Demam dengue biasanya menunjukkan gejala yang nonspesifik seperti
nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan persaan lelah. Tapi dapat berkembang
menjadi demam berdarah dengue jika terdapat manifestasi hemoragik atau syok
yang fatal (sindrom renjatan dengue). Infeksi asimptomatik terlihat pada 80% bayi
dan anak-anak. Penyakit menjadi lebih parah pada usia dewasa.7
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selam 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia/artralgia, ruam kulit, petechiae (manifestasi hemoragik), dan leukopenia.
Demam berdarah dengue (DBD) dapat ditegakkan bila 2 kriteria klinis
dan 2 kriteria laboratorium dibawah ini terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari
Terdapat minimal satu dari manifesatsi hemoragik seperti petekie,
ekimosis,

purpura,

epistaksis,

perdarahan

gusi,

melena,

hemetemesis, dll
Trombositopenia (<100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma)
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar umur dan
jenis kelamin

20

Penurunan hematokrit >20% setelah terapi cairan, dibandingkan


dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
Perbedaan DBD dan DD adalah pada DD tidak ada kebocoran plasma.
Setelah fase demam, pasien akan mengalami fase kritis selama 2-3 hari. Pada
waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk
terjadi renjatan/syok jika tidak ditangani dengan pengobatan yang adekuat.
Nyeri perut yang berkelanjutan disertai muntah, penurunan kesadaran,
hipotensi gelisah, nadi yang cepat dan lemah dan hipotermia merupakan gejala
dan tanda sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome).7
3.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana Tersangka DBD derajat I & II (tanpa syok)

Tatalaksana DBD Derajat I dan II

21

Tatalaksana DBD Derajat III

22

Tatalaksana DBD Derajat IV

Penatalaksanaan Infeksi Virus Dengue.

23

Periode febris
Apabila penderita infeksi Virus Dengue datang pada periode ini, dimana
belum / tidak dapat dibedakan apakah Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic
Fever, maka pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.8
Antipiretik
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg / BB / kali tidak lebih dari
4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen / ibuprofen, dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
Antibiotika tidak diperlukan
Makan disesuaikan dengan kondisi napsu makannya.
Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan
didapat keluhan dan tanda klinis seperti dibawah ini dianjurkan untuk segera
datang ke rumah sakit untuk pengobatan selanjutnya.
Gejala dan tanda yang dimaksud adalah :

Nyeri abdomen

Tanda perdarahan dikulit, petekiae dan ekimosis

Perdarahan lain seperti epistaksis dan perdarahan gusi

Penderita tampak loyo dan pada perabaan terasa dingin

Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan tetapi apabila penderita
tidak mau minum muntah terus, atau panas yang terlalu tinggi maka
pemberian cairan intravena menjadi pilihannya.

Apabila cairan intravena dijadikan pilihan terapi, maka dikenal formula


untuk memenuhi cairan rumatan yaitu formula HallidaySegar .

Berat Badan ( Kg )

Cairan Rumatan ( Volume )/ 24 jam

24

10
10-20
>20

100cc / kgBB
1000 cc + 50cc / KgBB diatas 10kg
1500 CC + 20 CC / Kg BB diatas 20 Kg
* Setiap derajat C kenaikan temperatur, cairan dinaikkan 12 % dari
kebutuhan rumatan .
`Untuk cairan rumatan ini dapat dipakai solutio D5 Saline atau D5
Saline tergantung umur penderita .

Periode afebris
Dengue Fever
Kebanyakkan penderita Dengue Fever, setelah panas turun, penderita
merasa / tampak lebih segar, timbul nafsu makan dan akan segera sembuh tanpa
disertai komplikasi, sehingga tidak ada pengobatan khusus . Kadang timbul gejala
klinis confalescence petechial rash pada tangan atau kaki dengan memberi
kesan seperti sarung tangan atau kaus kaki. Dalam prosentase yang kecil periode
konfalesence ini membutuhkan waktu agak panjang
Dengue Hemorrhagic fever
Setelah diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever dibuat oleh seorang dokter,
maka tetapkan terlebih dahulu derajatnya, apakah grade I / II yang tidak disertai
gangguan sirkulasi, ataukah grade III / IV yang sudah disertai shock.
Perlu

ditegaskan

bahwa

untuk

penatalaksanaan

penderita

Dengue

Hemorrhagic Fever yang harus dikuasai oleh seorang dokter adalah pemberian
cairan intravena,sebatas cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif
selama periode plasma leakage, disertai pengamatan yang teliti dan cermat
secara periodik seperti terpampang dalam diagram di atas. Cairan yang dipakai
dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline, Ringer Laktat , D5 Ringer
Laktat, D5 Ringer Asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul yang tinggi
seperti Plasma, Plasma pengganti ( Dextran, Haess dll ).
Demam

25

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal


Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti,
yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan
organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati
yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan
mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara
patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat
hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis
demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata
suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point
ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara
fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.9
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi
diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi
pada awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga
mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan
lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien.
Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran
(Tabel 1).
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat
pengukuran
Aksila
Sublingual
Rektal
Telinga

Jenis thermometer
Air raksa, elektronik
Air raksa, elektronik
Air raksa, elektronik
Emisi infra merah

Rentang;rerata
o

suhu normal ( C)
34,7 37,3; 36,4
35,5 37,5; 36,6
36,6 37,9; 37
35,7 37,5; 36,6

Demam (oC)
37,4
37,6
38
37,6

Etiologi Demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun

26

parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis,
bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis
media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011).
Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides
imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor lingkungan, suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, penyakit
autoimun, keganasan, efek imunisasi pada anak, dan gangguan sistem saraf pusat.9
Patofisiologi Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua
yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh
dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen
adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan
limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi.10
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk

27

kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi


hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari
suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme
volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan
aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan
merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu
yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan
berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan.10

Anda mungkin juga menyukai