MAKALAH
Oleh:
Kelompok 9
MAKALAH
oleh:
Mila Yuni Sahlia
NIM 142310101090
NIM 142310101096
NIM 142310101097
NIM 142310101105
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan pada Pada Pasien Luka dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
disusun sebagi salah satu tugas matakuliah Keperawataan Klinik IV A.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Implikasi Keperawatan
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Tanda dan Gejala
2.5 proses penyembuhan
2.6 Kompilkasi dan Prognosis
2.7 penatalaksaan
2.8 pencegahan
BAB 3. Pathway
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
4.2 Diagnosa
4.3 Perencanaan
4.4 Pelaksanaan
4.5 Evaluasi
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau
pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang (Widhiastuti,
2008). Berdasarkan sifat kejadian, luka di bagi menjadi dua yaitu luka di sengaja dan
luka yang tidak di sengaja. Luka di sengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,
sedangkan luka tidak di sengaja contohnya adalah luka terkena trauma. Luka yang tidak
di sengaja (trauma) juga dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Disebut
luka tertutup jika tidak ada robekan, sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan dan
keliatan seperti luka abrasion (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan),
dan hautration (luka akibat alat perawatan luka) (hidayat, 2006).
Penyembuhan luka adalah adalah suatu proses yang terjadi secara normal.
Artinya, tubuh yang sehat mempunya kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak membersihkan sel
dan benda asing dan perkembangan awal prose penyembuhan. Meskipin demikian,
terdapat beberapa perawatan yang membantu untuk mendukung proses penyembuhan
luka. Seperti melindungi area yang luka terbebas dari kotoran dengan menjaga
kebersihan untuk membantu meningkatkan penyembuhan jaringan (Maryunani, 2013).
1.2 Tujuan
1.2.1 Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah Untuk mngetahui dan
memahami tentang asuhan keperawatan luka.
1.2.2 Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian luka.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang etiologi dari luka.
c. Untuk mengetahui dan memahami tentang pathway dari luka
d. Untuk mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis dari luka.
e. Untuk mengetahui dan memahami tentang klasifikasi dari luka.
f. Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaiman proses penyembuhan luka.
g. Untuk mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan luka.
h. Untuk mengetahui dan memahami tentang komplikasi dan prognosis dari luka.
i. Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan luka.
risiko
yang
menyebabkan
ulkus
tekan
adalah
hambatan
mobilitas
ketebalan penuh yang mengakibatkan kehilangan jaringan dalam jumlah besar, bahkan
dapat meluas hingga menembus jaringan subkutan dan ke dalam fasia, mengenai otot,
tulang, ligamen atau tendon.
Ulkus tugkai adalah luka kronis yang sering ditemui pada pasien dengan
penyakit kritis dengan masalah yang mendasarinya, seperti ulkus stasis vena, ulkus
arteri, dan ulkus kaki diabetik. Pasien yang mengalami ulkus tungkai dapat memiliki
risiko tinggi untuk mengalami ulkus tekan, namun ulkus tungkai bukanlah ulkus tekan
dan tidak memiliki derajat.
Ulkus stasis vena biasanya ditemukan pada aspek medial tungkai bawah, bagian
atas maleous medial. Batas luka tidak teratur dan terlihat seperti kawah yang dangkal.
Drainase dari ulkus stasis vena beragam dari ringan sampai berat. Penanganan primer
ulkus stasis vena adalah terapi kompresi. Terapi kompresi diberikan dengan
menggunakan sepatu boots Unna atau menggunakan balutan pembungkus multiple.
Posisi tungkai yang terkena ditinggikan diatas ketinggian jantung untuk mengurangi
edema (edema menghambat proses penyembuhan).
Ulkus arteri (ulkus iskemik) biasanya ditemukan pada tungkai distal, maleous
medial, dan aspek dorsal kaki dan jari-jari kaki. Batas luka dari ulkus arterial berbentuk
bundar, halus (tidak teratur), dan sering kali terlihat seperti bekas ditekan. Ulkus arteri
memiliki dasar luka berwarna pucat dan dapat dangkal atau dalam. Tungkai yang
terkena akan terasa dingin saat disentuh, sianosis, dan pucat dengan distribusi rambut
minimal. Pasien mengalami peningkatan nyeri ke area yang terkena jika tungkai
ditinggikan. Balutan primer untuk ulkus kaki arteri adalah balutan oklusif.
Penyembuhan tidak akan terjadi kecuali defisit vaskular telah diperbaiki dengan
pembedahan.
Ulkus kaki diabetik ditemukan pada pasien diabetes dan sering kali tidak dikenali
secara dini, karena pasien disertai neuropati. Lokasi primer terjadinya ulkus kaki
diabetik adalah aspek plantar kaki, tumit, dan metatarsal. Pemulihan luka dapat
ditingkatkan dengan balutan yang memberikan lingkungan lembab pada daerah luka.
Area ulkus biasanya memerlukan derimen dan harus dikaji secara cermat untuk
mengetahui adanya infeksi. Osteomielitis merupakan resiko yang perlu diwaspadai pada
ulkus kaki diabetik. Penyembuhan ulkus kaki diabetik merupakan proses yang panjang
karena adanya diabetes.
2.2 Epidemiologi
Sebuah penilitian di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka
adalah 3,50 per 1000 populasi penduduk. Pada tahun 2009, MedMarket Diligence,
melakukan penelitian tentang kejadian luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Data
yang diperoleh adalah luka bedah 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta, luka lecet
20.40 juta kasus, dan luka bakar 10 juta kasus. (Diligence, 2009).
Berdasarkan waktu penyembuhan, luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi.
Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi. Luka
akut dapat ditemui pada luka jahit akibat pembedahan, sedangkan di Indonesia angka
infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan 18.30% (Depkes RI, 2001).
2.3 Etiologi
Luka sering diklasifikasikan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka dan
bagaimana menunjukkan derajat keparahan luka. Ada beberapa jenis luka, berikut
adalah pembagiannya:
2.3.1 Luka berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wound (Luka Bersih), yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak
terdapat peradangan atau inflamasi serta tidak ada kontak dengan sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari. Biasanya kondisi luka tetap dalam
keadaan bersih, dan kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka Bersih Terkontaminasi), yaitu luka bedah
yang membuat kondisi saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam keadaan terkontrol. Proses terkontaminasi tidak selalu terjadi. Proses
penyembuhan luka akan lebih alam namun luka tidaak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan terjadi infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka Terkontaminasi), yaitu luka yang memiliki
kemungkinan untuk terinfeksi saluran pernafasan, pencernaan dan saluran kemih.
Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka, inflamasi nonpurulen, insisi akut,
luka akibat trauma atau kecelakaan, kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka Kotor atau Infeksi), yaitu luka lama, luka
kecelakaan yang terdapat jaringan mati didalamnya atau didalamnya terdapat
mikroorganisme, dan ditandai dengan infeksi cairan purulen. Luka ini bisa timbul
akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
2.3.2 Luka berdasarkan kedalaman dan luas luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema), yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis, memiliki tanda klinis seperti abrasi, blister
atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka Full Thickness, yaitu hilangnya kulit secara kesuluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luas luka sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness, yaitu luka dengan luas yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya desktruksi atau kerusakan yang
luas.
2.3.3 Luka berdasarkan waktu penyembuhan
a. Luka Akut, luka dengan lama penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
b. Luka Kronis, luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen.
2.3.4 Luka berdasarkan penyebabnya
10
a. Luka lecet atau gores, yaitu luka pada permukaan epidermis karena bergesekan
dengan benda tidak tajam. Luka lecet sering dijumpai pada kecelakaan lalu lintas,
terjatuh dan benturan dengan benda kasar atau tumpul.
b. Luka sayat atau iris, yaitu luka yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus
dan berarturan. Luka sayat biasanya didapatkan dalam kehidupan sehari-hari
seperti terkena pisau dapur atau luka yang disebabkan oleh instrument tajam
(pisau bedah) saat dilakukan operasi.
c. Luka robek, yaitu luka yang bentuknya tidak beraturan biasanya disebabkan oleh
tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini bisa ditemui pada kecelakaan lalu
lintas, bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus
lapisan mukosa hingga lapisan otot.
d. Luka tusuk, yaitu luka akibat benda tajam dan runcing, kedalaman luka tusuk
lebih dari lebarnya. Luka ini biasanya ditemui akibat tusukan pisau atau
peluruyang menembus otot.
e. Luka gigitan, yaitu luka akibat gigitan binatang. Bentuk dan kedalaman luka
gigitan menyesuaikan dengan bentuk gigi dari binatang yang menggigit.
f. Luka bakar, yaitu luka karena terbakar oleh api atau cairan panas dan sengatan
listrik. Bentuk luka bakar adalah tidak beraturan, biasanya meluas dan warna kulit
yang terbakar akan menghitam.
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada luka ada lima yaitu rubor, kalor, tumor,
dolor, fungsio laesa yang sering disingkat dengan singkatan RKTDF. Penjelasannya
adalah sebagai berikut:
a. Rubor adalah terjadinya perubahan warna kemerahan pada kulit, terutama area
sekitar luka atau yang mengalami infeksi. Hal tersebut terjadi karena adanya
peningkatan aliran darah ke area yang terluka sehingga menimbulkan warna
merah.
b. Kalor adalah teraba rasa panas di sekitar area yang mengalami infeksi. Hal ini
dapat terjadi karena tubuh melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
11
aliran darah ke area yang mengalami luka atau infeksi. Tujuannya adalah untuk
mengirim lebih banyak antibodi dalam melawan antigen atau penyebab luka.
c. Tumor adalah adanya pembengkakan pada area yang mengalami luka atau infeksi.
Hal ini terjadi karena tubuh melakukan kompensasi dengan meningkatkan
permeabilitas sel dan meningkatkan aliran darah.
d. Dolor adalah rasa nyeri yang timbul pada area yang mengalami luka atau infeksi.
Rasa nyeri yang muncul merupakan sebuah tanda bahwa terdapat gangguan pada
daerah tersebut serta merupakan salah satu bentuk mekanisme kompensasi tubuh.
e. Fungsio laesa adalah perubahan fungsi pada jaringan yang mengalami infeksi.
2.5 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap kerusakan jaringan
atau organ serta salah satu usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga mencapai
kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit ditandai dengan terbentuknya
epitel fungsional yang menutupi luka. Penyembuhan luka optimal terjadi pada
lingkungan yang lembap (tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering). Proses
penyembuhan luka terdiri dari tiga fase tanpa memandang penyebabnya, yaitu fase
inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi.
Fase inflamasi adalah fase pertama dalam proses penyembuhan luka yang
terjadi sesaat setelah terjadinya luka. Pada saat cedera segera terjadi vasokontriksi, hal
ini merupakan cara tubuh untuk mengontrol perdarahan. Setelah terjadi vasokontriksi,
trombosit berkumpul ditempat tersebut dan menumpuk fibrin untuk membentuk bekuan.
Vasokontriksi menahan luka untuk merapat dan trombosit dengan formasi bekuan
fibrinnya pada intinya menyumbat lubang. Fagositosis juga terjadi selama fase
inflamasi.
Fagositosis
adalah
pelepasan
makrofag
di
tempat
cedera
untuk
menghancurkan setiap bakteri yang mungin ada dan untuk menghilangkan debris selular
luka. Hal ini merupakan cara tubuh untuk menyediakan lingkungan optimal guna
penyembuhan luka (dasar luka yang bersih). Pada saat ini faktor pertumbuhan juga ada
ditempat cedera. Secara keseluruhan, fase inflamasi deiperkirakan berlangsung antara 4
sampai 6 hari. Pengkajian luka secara visual selama fase inflamasi memperlihatkan luka
dengan eritema, edema dan nyeri.
12
13
14
penyembuhan luka dan tekanan negatif mengeluarkan drainase luka yang berlebihan,
membantu menarik tepi luka sehingga saling merapat. Pada sistem VAC, jaringan
granulasi distimulasi, infeksi dan kolonisasi bakteri dapat berkurang, dan penutupan
luka terjadi dalam lingkungan yang lembab. Sistem VAC juga mengurangi frekuensi
penggantian balutan, sehingga mengurangi ketidaknyamanan pasien dan waktu
intervensi keperawatan.
Cara kerja vakum adalah sleng penghisap ditempatkan ke balutan busa khusus.
Busa khusus dibentuk sesuai dengan ukuran luka. Spons berbentuk gulungan dan slang
kemudian ditutup dengan balutan transparan oklusif. Slang kemudian dihubungkan ke
unit vakum. Tekanan negatif berfungsi menarik tepi luka sehingga saling merapat
dengan
mengempiskan
balutan
busa
dan
mengeluarkan
cairan
luka
serta
terbuka. Sistem VAC harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengalami
perdarahan aktif, pasien yang sedang menjalani terapi antikoagulan, dan pasien yang
mengalami riwayat perdarahan tidak
15
terkontrol.
b. Jahitan dan perekat luka
Jahitan pada luka harus secara rutin dibersihkan dengan cairan pembersih luka.
Setelah dilakukan pembedahan hendaknya luka segera ditutup dengan balutan steril
yang kering. Perekat luka dapat digunakan pada luka bedah atau traumatik untuk
merapatkan tepi luka. Pada kedua kondisi tersebut jahitan digunakan secara untuk
menutup luka secara topikal ke batas luka, saat batas luka tersebut saling didekatkan.
Perekat luka memiliki lapisan yang berkilau dan bening diatas insisi. Pemakaian perekat
harus hati-hati karena kondisi perekat yang cair.
16
meningkatkan resiko infeksi. Jika drainase dari sumber lain berpotensi membasahi
balutan (di atas tempat terpasangnya drain), maka harus menggunakan balutan oklusif.
Pengeluaran drain secara tidak sengaja dapat menimbulkan nyeri dan meningkatkan
resiko infeksi serta berisiko mengubah luka akut menjadi luka kronis.
Bactriacin dapat digunakan dalam perawatan drainase luka, namun sebaiknya
salep hidrogen peroksida dan povidone-iodine dihindari karena dapat menghambat
proses penyembuhan. Cairan normal salin bersifat aman, tidak merusak jaringan serta
terjangkau harganya. Penggunaan kassa yang mengandung obat untuk membalut dan
berbagai larutan (Betadine dan larutan Dakin) dapat digunakan pada luka infeksi,
namun sebaikanya tidak digunakan sebagai obat luka rutin dalam jangka panjang karena
dapat merusak jaringan granulasi dan menghambat proses penyembuhan.
17
a. Balutan basah-kering
Balutan basah kering merupakan penyembuhan luka dengan cara sekunder.
Penggantian balutan basah kering setiap 8 sampai 12 jam dapat menyebabkan luka
menjadi sangat kering. Saat dilepaskan dapat terjadi debridemen pada jaringan nekrotik
dan granulasi. Debrimen luka dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien,
meningkatkan infeksi dan memperlambat proses penyembuhan. Balutan basah kering
masih sering digunakan dalam praktik klini, namun penelitian telah membuktikan
bahwa balutan basah kering sebenarnya merusak luka. Metode yang seharusnya
digunakan adalah balutan basah lembap, mengganti setiap 4 jam dan menutup dengan
balutan basah kering.
b. Balutan busa dan agar-agar kalsium
Agar-agar kalsium yang digunakan terbuat dari ganggang cokelat. Agar-agar
kalsium memiliki kualitas absortif dan dapat menahan berat drainase luka sampai 20
kali atau lebih dari aslinya. Bentuk agar-agar kalsium berubah dari serat yang kering
dan lembut menjadi agar-agar yang mudah dilepaskan dari luka. Agar-agar kalsium
dapat ditutup dengan balutan hidrokoloid atau balutan transparan.
Balutan busa adalah balutan yang memiliki daya serap yang sangat tinggi. Balutan
busa tersedia dalam berbagai bentuk, ukuran dan ditempatkan diatas luka. Balutan busa
juga memiliki kelebihan yang sama dengan agar-agar kalsium yaitu memberikan
lingkungan luka yang lembap. Kontraindikasi penggunaan balutan busa dan agar-agar
dapat disesuaikan dengan prosedur pabrik pembuatnya.
18
c. Hidrokoloid
Hidrokoloid paling sering digunakan dalam perawatan dan penanganag ulkus
tekan derajat I dan II. Hidrokoloid bersifat menyumbat, merekatkan dan menyerap,
namun daya serapnya tidak sebaik agar-agar kalsium atau balutan busa. Kelebihan
hidrokolid adalah penggantiannya hanya setiap 3 sampai 5 hari. Kontraindikasi pada
hidrokolid bergantung pada prosedur pebrik pembuatnya.
19
b. Debridemen kimia
Debridemen kimia menggunakan enzim atau obat-obatan yang mengandung
kolagen yang dioleskan secara topikal ke luka. Contohnya adalah Collagenase Santyl,
Accuzyme dan Panafil. Agens debridemen kimia dapat melarutkan jaringan yang telah
mati. Beberapa agen enzim dapat merusak jaringan sehat saat mengangkat luka yang
mengalami nekrosis atau jaringan yang lemah, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam
penggunaannya.
c. Debridemen mekanis
Debridemen mekanis dapat dilakukan dengan balutan basah-kering, whirpool,
atau penggunaan benda tajam. Balutan basah-kering merupakan metode yang efektif
namun masih menjadi pertentangan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan tindakan
tersebut. Penggunaan whirpool masih dipertentangkan, karena dapat meningkatkan
infeksi pada bebrapa pasien. Penggunaan whirpool juga menyebabkan tepi luka
mengalami miserasi, meningkatkan kehilangan jaringan, menghambat penutupan luka.
Debrimen dengan menggunakan benda tajam (pisau bedah atau gunting) untuk
merupakan tindakan pembedahan yang memerlukan anatesi.
d. Debrimen laser
Debrimen laser dapat digunakan untuk membersihkan dasar luka. Debrimen laser
tidak sering dilakukan seperti debrimen otolitik, kimia dan mekanis. Seiring
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, debrimen laser juga akan digunakan
secara umum.
20
21
tungkai bagaian bawah. Jadwal mengubah posisi adalah tindakan yang efektif, mudah
diimplementasikan dan berbiaya murah. Alat pereda tekanan lain adalah VollmanTurner merupakan alat yang ditempelkan di kerangka tempat tidur khusus.
Keuntungannya adalah minimal untuk memindahkan pasien saat alat digunakan.
2.7.7 Penatalaksanaan nyeri
Perawat melakukan semua aspek perawatan luka (mengkaji, membersihkan dan
mengganti balutan) pada area yang terluka. Perawat juga perlu melakukan pengkajian
dan pengontrolan nyeri. Pengkajian luka dan perawatan luka harus dihentikan jika perlu
untuk memastikan bahwa nyeri pasien terkontrol. Setelah nyeri terkontrol, perawat
dapat melanjutkan perawatan luka. Pilihan obat nyeri dan metode pemberiannya
(misalnya pemasangan infus, anastesi epidural, pompa PCA, anatesi lokal) dapat
disesuaikan dengan kondisi pasien.
2.7.8 Farmakoterapi
Farmakoterapi dalam perawatan luka melibatkan penggunaan obat nyeri, hormon
pertumbuhan, dan steroid. Obat nyeri biasanya digunakan untuk mengendalikan nyeri
selama pengkajian luka, pembersihan luka, dan penggantian balutan.
Hormon
22
b. Luka bakar
Tujuan perawatan dalam luka bakar adalah luka bakar terbebas dari infeksi. Luka
bakar dibersihkan dengan normal salin steril. Salep topikal seperti basitrasin,
polimiksin, atau sulfadiazin perak dapat digunakan. Setelah membersihkan luka, balutan
dapat dipasang disesuaikan dengan jenis luka bakar, jumlah jaringan yang terkena,
kebijakan institusi dan pilihan dokter. Terapi antibiotik spektrum luas tidak digunakan
secara rutin. Infeksi hanya ditangani jika terjadi dan terdokumentasi hasil kultur positif.
2.8 Pencegahan
Cara mencegah infeksi pada luka adalah sebagai berikut:
a. Jaga luka agar tidak terkena air atau basah karena dapat meningkatkan
kelembapan, sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman dan
bakteri.
b. Mengganti balutan luka minimal sehari sekali. Saat mengganti balutan luka
pastikan alat dan baahn yang digunakan dalam keadaan bersih dan steril. Jangan
lupa untuk mencuci tangan sebelum dan setelah mengganti balutan.
c. Konsumsi makanan yang sehat (TKTP) untuk mempercepat proses penyembuhan
luka. Jika mendapat resep obat seperti antibiotik harap di konsumsi secara rutin
dan teratur sesuai anjuran dokter.
23
BAB 3
PATHWAYS
Faktor Internal
Faktor
Eksternal:
Insisi bedah,
kebakaran,
bahan
Perawatan luka
Kurangnya
Pengetahuan
Kontak
dengan
permukaan
Kerusakan integritas
kulit/ jaringan
Ansietas
Terputusnya
kontinuitas
jaringan
24
Penyembuhan luka
yang tidak sempurna
Pemajanan
ujung saraf
Resiko infeksi
Jaringan parut
Nyeri
Gangguan citra
tubuh
Intoleransi
Aktifitas
Fungsi
tubuh
terganggu
Imobilisasi dan
kelemahan fisik
BAB 4.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Luka
1. Anamnesa
1) Tanggal dan waktu pengkajian Mengetahui perkembangan penyakit
2) Biodata nama,umur,jenis kelamin,pekerjaan,alamat
3) Keluhan utama
4) Riwayat kesehatan kesehatan sekarang (PQRST), riwayat penyakit
dahulu, status kesehatan keluarga dan status perkembangan
5) Aktivitas sehari-hari
6) Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan kulit
Menurut Bursaids (1998), teknik pemeriksaan kulit dapat dilakukan melalui
metode inspeksi dan palpasi
25
mengeluarkan
kolagen
yang
membentuknya
serta
26
3.2 Ukuran
Secara garis besar ada 4 parameter yang digunakan dalam pengukuran luka,
yaitu; panjang, lebar, kedalaman, dan diameter. Pengukuran luas luka merupakan bagian
terpenting dari pengkajian luka, pengukuran luka juga sabagai alat evaluasi kemajuan
proses penyembuhan. Agar pengukuran menjadi lebih akurat maka sebaiknya titik pada
tepi luka pengukuran ditandai sehingga pengukuran tetap konsisten.
1. Two dimensional assessment.
Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar dengan
mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur lingkaran luka dapat menggunakan plastic
transparan yang diletakkan diatas luka kemudian dilakukan tracing mengikuti tepi luka.
Yang perlu diperhatikan adalah menjaga jangan sampai alat ukur menjadi contaminated
agent.
2. Three dimensional assessment.
Pada luka yang dalam, partial dan full thickeness atau adanya sinus dan/atau
undemining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi. Pengukuran diarahkan
untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman. Panjang merupakan jarak terjauh pada
arah head to toe, lebar merupakan jarak terjauh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan
kedalaman merupakan jarak terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit. Untuk
mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian diletakkan pada
bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit ditandai dengan ibu jari
pemeriksa.
Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril dituangkan
diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian diaspirasi lalu diukur volume
cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan cairan yang digunakan tidak menimbulkan
trauma dan wound-friendly pada luka. Metode ini juga tidak cocok pada luka dengan
fistula.
27
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak
metode untuk pengukuran luka, antara lain:
1. Photografy (baik itu kamera konventional, polaroid atapun digital).
2. Wound Tracing. Menggunakan plastik transparan dan spidol transparan, kemudian
diletakkan diatas luka lalu tepi luka digambar (dijiplak).
3. Stereophotogrammetry (SPG). Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam
kemudian didownload ke komputer. Dengan menggunakan bantuan software luas
permukaan luka dapat dikalkulasi.
4. Wound Molds. Alginate diletakkan pada permukaan luka, bila telah menebal maka
ditmbang beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat menggambarkan status
penyembuhan luka.
3.3 Kedalaman
1. Superficial Thickness:
a. Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.
b. Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi perubahan
warna lainnya.
c. Tidak disertai adanya eksudat.
2. Partial Thickness.
a. Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.
b. Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas dan
edema.
Eksudat minimal hingga sedang.
28
1. Full Thickness.
a. Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.
b.
3.4 Lokasi
Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga
memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi dan
bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. Begitu juga
dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti pada daerah
sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik tidaknya
vascularisasi daerah yang terkena.
3. Adanya drainase atau exudate, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan nyeri
pada daerah luka
4.1 Eksudat
Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya
vasodilatasi pada fase inflamasi yang difasilitasi oleh mediator infalamasi seperti
histamine dan bradikinin. Pada luka akut sifat eksudat serous dan merupakan bagian
normal dalam proses penyembuhan luka akut. Namun apabila luka berubah menjadi
kronis dan sulit sembuh maka jenis eksudat berubah dan banyak mengandung
proteolytic enzim dan komponen-komponen lainnya yang tidak terdapat pada luka akut.
29
2. Jenis Eksudat:
1. Volume Eksudat:
30
2. Konsistensi Eksudat:
31
digunakan skala nyeri (0-10) atau skala ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeri
tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jenis dressing yang
akan digunakan termasuk dosis analgetik yang akan diberikan.
Menurut Suriadi (2007), beberapa hal yang perlu dikaji dalam anamnesa antara
lain:
1. Dimana lokasi nyeri?
2.
3.
4.
5.
6.
Diagnosa Keperawatan
33
Intervensi
N
Diagnosa
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
o
1
Resiko
Setelah
infeksi
dilakukan
berhubun
perawatan
balutan dalam
gan
selama 12x24
dengan
jam tidak
kurangny
terjadi infeksi
kering
Lakukan perawatan
dan terjadi
perawatan
perbaikan pada
pada
jaringan lunak
daerah
dengan kriteria
luka
hasil:
a. Pada hari
a. Menentukan
intervensi yang
tepat sesuai dengan
jenis luka
b. Menghindari
kontaminasi
luka:
Lakukan
perawatan luka
respon inflamasi
steril
Bersihkan luka
dengan cairan
antiseptik jenis
iodine providum
penyembuhan luka
c.
Perawatan luka
34
ke-12
dengan cara
sebaiknya tidak
terlihat tidak
swabbing dari
dilakukan setiap
ada tanda-
arah dalam ke
hari untuk
tanda infeksi
luar
Bersihkan bekas
menurunkan
peradangan
sisa iodine
pada area
providum dengan
dalam kondisi
steril sehingga
normal salin
mencegah
dengan cara
kontaminasi
swabbing dari
kuman ke luka
dan
luka
b. Leukosit
dalam batas
normal
c. TTV dalam
kontak tindakan
arah dalam ke
batas normal
luar
Tututp luka
bedah
Pembersihan
debris (sisa
fagositosis,
plester adhesif
kuman di sekitar
yang menutupi
luka dengan
kasa secara
antiseptik dengan
menyeluruh
Kolaborasi
penggunaan
mencegah
antibiotik
kontaminasi
kuman ke jaringan
luka
Antiseptik iodine
providum
mempunyai
kelemahan dalam
menurunkan
proses epitelisasi
35
jaringan sehingga
harus dibersihkan
dengan alkohol
36
Nyeri
Setelah
berhubun
dilakukan
karakteristik,
gan
perawatan
onset/durasi,
dialami pasien
dengan
selama 3x24
frekuensi dan
sehingga dapat
terputusn
jam pasien
tingkat keparahan
menentukan obat
ya
menunjukkan
kontinuita
respon nyeri
s jaringan
yang berkurang
dengan kriteria
hasil:
a. Pasien
mengatakan
rasa
nyerinya
nyeri
b. Observasi tandatanda nyeri
nonverbal
c. Kaji faktor yang
a. Untuk mengetahui
sudah mulai
mengoptimalkan
indikator mengukur
berkurang
menghilangkan
derajat nyeri
b. Pasien dapat
rasa nyeri
c. Penting untuk
menggunaka
mengetahui
n teknik
penyebab nyeri
manajemen
sehingga penyebab
nyeri
37
tidak selalu
menggunakan obat
analgesik untuk
meredakan nyeri.
e. Obat analgesik
penting diberikan
kepada pasien untuk
mengurangi rasa
nyeri
3
Ansietas
Setelah
yang
dilakukan
fisisk, seperti
mengevaluasi
berhubun
perawatan
kelemahan
derajat/tingkat
gan
selama 1x24
perubahan TTV,
kesadaran,
dengan
jam keluarga
gerakan yang
konsentrasi,
kurangny
dan pasien
berulang-ulang,
khususnya ketika
secara subjektif
catat kesesuaian
melakukan
pengetahu
melaporkan
an
rasa cemas
nonverbal selama
mengenai
berkurang
perawatan
dengan kriteria
luka
hasil:
a. Pasien
mampu
mengungka
pkan
perasaannya
kepada
perawat
b. Pasien dapat
mendemonst
a. Monitor respon
komunikasi
b. Anjurkan pasien
a. Digunakan untuk
komunikasi verbal
b. Memberikan
kesempatan untuk
berkonsentasi,
untuk
mengungkapkan
takut, dan
dan
mengurangii cemas
mengekspresikan
rasa takutnya
c. Beri edukasi
tentang perawatan
luka
d. Kolaborasi
yang berlebihan
c. Agar pasien dapat
melakukan
perawatan luka
dengan benar..
d. Meningkatkan
pemberian
relaksasi dan
anticemas sesuai
menurunkan
38
rasikan
indikasi contohnya
ketrampilan
diazepam
kecemasan.
pemecahan
masalah dan
perubahan
koping yang
digunakan
sesuai
situasi yang
dihadapi
c. Pasien dapat
rileks dan
tidur/istiraha
t dengan
baik
Kerusaka
Setelah
dilakukan
tetap bersih
luka tergantung
integritas
perawatan
dan kering
pada keadaan
kulit yang
selama 12x24
berhubun
jam kerusakan
sesuai program
lembab untuk
gan
integritas pada
termasuk
proses
dengan
kulit membaik
debridemen
epitelialisasi
insisi
dengan kriteria
dan pemberian
dan deposisi
bedah,
hasil:
obat-obatan
jaringan
cedera
akibat zat
kimia
a. Tidak
ada luka
lecet/
lesi
pada
b. Ganti balutan
c. Instruksikan
klien atau
orang yang
a. Penyembuhan
granulasi
(Cooper, 1992)
b. Pengkajian luka
penting bagi
dan kulit
klien untuk
disekitarnya
mengkaji dan
secara teratur
39
kulit
b. Perfusi
merawat luka
d. Minta klien
dan akurat
merupakan hal
jaringan
untuk
yang penting
baik
mendemonstras
dalam rencana
ikannya
asuhan
kembali
keperawatan
c. TTV
dalam
batas
untuk
normal
manajemen
luka (Cooper,
a. Berikan
1992)
a. Memberi
Gangguan
Setelah
citra
dilakukan
stimulasi
dukungan yang
tubuh
perawatan
positif
besar kepada
yang
selama 3x24
mengenai
klien perlahan-
berhubun
jam klien
penerimaan
lahan menerima
gan
mampu
klien terhadap
keadaannya
dengan
menerima atau
dirinya
jaringan
dapat
parut
melakukan
kepada klien
merupakan satu
kulit
adaptasi
mengenai
tindakan positif
terhadap
tingkat
klien dalam
perubahan citra
kemajuan
penerimaan
tubuh yang
positif yang
klien terhadap
dialami klien
dialami klien
dirinya dan
b. Berikan pujian
dengan kriteria
hasil :
a. Klien
mampu
meneri
ma
keadaan
c. Dorong klien
b. Kemajuan yang
dialami klien
dalam
untuk merawat
meningkatkan
diri dan
kepercayaan
berperan serta
diri klien
dalam asuhan
c. Menyertakan
klien secara
klien dalam
bertahap
memberikan
40
ya
perawatan diri
b. Body
dapat
image
meningkatkan
positif
kemandirian
c. Klien
dan penerimaan
mulai
klien
menunu
kkan
interaksi
dengan
orang
lain
d. Klien
mampu
mening
katkan
keperca
yaan
dirinya
secara
bertahap
6
Intolerans
Setelah
a. Kaji respon
i aktivitas
dilakukan
terhadap
parameter untuk
berhubun
perawatan
aktivitas
menentukan
gan
selama 3x24
pasien
tingkat
dengan
jam klien
nyeri,
mampu
imobilisas
melakukan
i,
aktivitas sehari-
keluhan
kelemaha
hari dengan
pasien
indikator
n fisik
kriteria hasil :
selama
terhadap
a. Sebagai
kemampuan
pasien dalam
beraktifitas
b. Sebagai
41
a. Klien
dapat
beraktifitas
d. Anjurkan
perubahan TTV
akibat aktivitas
melakuk
pasien
c. Indikator untuk
an
untuk
melakukan
aktifitas
menggunak
intervensi
selama
an teknik
selanjutnya
masa
relaksasi
perawat
an
e. Jelaskan
d. Mengurangi
kelelahan otot
pada pasien
dapat
tentang
membantu
tampak
teknik
mengurangi
rileks
penghemat
nyeri, spame
an energi
dan kejang
b. Pasien
c. TTV
dalam
e. Mengurangi
batas
dan menghemat
normal
penggunaan
d. Mampu
energi, juga
berpind
membantu
ah :
keseimbangan
dengan
antara suplai
atau
oksigen dan
tanpa
kebutuhan O2
bantuan
alat
IMPLEMENTASI
N
Diagnosa
Implementasi
Resiko infeksi
o
1
berhubungan dengan
42
dan kering
c. Melakukan perawatan luka:
Melakukan perawatan luka steril
Membersihkan luka dengan cairan antiseptik
jenis iodine providum dengan cara swabbing
Nyeri berhubungan
dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
Ansietas yang
berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan
selama komunikasi
b. Menganjurkan pasien untuk mengungkapkan
dan mengekspresikan rasa takutnya
c. Memberi edukasi mengenai perawatan luka
d. Ber kolaborasi dengan petugas kesehatan lain
mengenai pemberian anticemas sesuai indikasi
contohnya diazepam
zat kimia
obatan
c. Menginstruksikan klien atau orang yang
penting bagi klien untuk mengkaji dan
merawat luka
d. Meminta klien untuk
mendemonstrasikannya kembali
a. Memberikan stimulasi positif mengenai
penerimaan klien terhadap dirinya
b. Memberikan pujian kepada klien mengenai
tingkat kemajuan positif yang dialami klien
c. Mendorong klien untuk merawat diri dan
berperan serta dalam asuhan klien secara
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
bertahap
a. Mengkaji respon terhadap aktivitas
pasien
nyeri, imobilisasi,
kelemahan fisik
EVALUASI
44
Diagnosa
Evaluasi
S : Pasien mengatakan
o
1
terputusnya kontinuitas
jaringan
kurangnya pengetahuan
tidak cemas.
S:-
45
obat-obatan
S : Pasien mengatakan paham dengan
kondisinya
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan nyeri,
imobilisasi, kelemahan fisik
46
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
luka adalah suatu keadaan gangguan pada kulit berupa kerusakan kontinuitas
jaringan pada kulit atau organ lainnya, baik disengaja atau tidak disengaja akibat dari
trauma. Luka dapat bersifat akut dan kronis. Tanda dan gejala luka ialah rubor, kalor,
tumor,
dolor dan fungsio. Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase tanpa
memandang penyebabnya, yaitu fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi.
Komplikasi yang terjadi pada saat luka adalah infeksi, perdarahan, Dehiscence dan
Eviscerasi (komplikasi yang terjadi pada saat post operasi yang serius). Prioritas
penatalaksanaan luka adalah mengatasi perdarahan (hemostasis), mengeluarkan benda
asing yang menyebabkan infeksi; melepaskan jaringan yang devitalisasi, krusta yang
tebal dan pus; menyediakan temperatur, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel
yang berperan dalam proses penyembuhan.
5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini perawat diharapkan mampu memberikan perawatan
pada pasien luka dengan seoptimal mungkin baik terhadap luka tertutup maupun luka
terbuka. dan juga perawat mampu memberikan edukasi kepada pasien atau masyarakat
sedini mungkin akan terjadinya luka, karena karena bnyak sekali faktor-faktor yang
dapat menyebabkan luka.
47
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39797/5/Chapter%20I.pdf (diakses pada
tanggal 14 April 2016 pukul 07.00 WIB)
http://www.ichrc.org/932-prinsip-perawatan-luka (diakses pada tanggal 15 April pukul
09.23 WIB)
http://global-help.org/publications/books/help_basicwoundcareindonesian.pdf (diakses
pada tanggal 8 April 2016 pukul 11.13 WIB)
Mortin, dkk. 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik, Ed. 8, Vol. 2.
USA: EGC
Kurnianingsih, sari. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC
Aquilino, Mary Lober. Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth Edition.
United State of America: Mosby Elsevier
Dochterman, Joanne Mc Closkey dan Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Intervention
Classification. Fifth edition. United State of America: Mosby Elsevier
Carpenito, Lynda Juall.(1995).
DiagnosaKeperawatanAplikasiPadaPraktekKlinik.Edisi6, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
MarisonMoya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.
Yusuf Saldy. 2009. E-book Pengkajian Luka di Indonesia. Makassar
48