Anda di halaman 1dari 2

MITOS

&
FAKTA TEMBAKAU
Indonesian Tobacco Control Network - http://indotc.blogspot.com

Mitos 1.
Riset tentang dampak rokok
terhadap kesehatan belum tuntas.
FAKTA:
Lebih dari 70.000 artikel
ilmiah telah membuktikan secara
tuntas bahwa konsumsi
rokok dan paparan terhadap
asap rokok berbahaya bagi
kesehatan

Mitos 2.
Larangan merokok di tempat umum
melanggar hak asasi seorang.
FAKTA: Merokok di tempat
umum melanggar hak orang lain
untuk menikmati udara bersih
dan menyebabkan gangguan
kesehatan pada orang yang tidak
merokok.

Asap rokok mengandung 4000 bahan


kimia, dan 43 di antaranya
menyebabkan kanker. Seorang bukan
perokok yang menikah dengan perokok
memiliki resiko 20-30 % lebih tinggi
untuk terkena kanker paru.
Asap rokok meningkatkan resiko wanita
hamil melahirkan bayi berat badan lahir
rendah, kematian bayi dalam
kandungan dan adanya komplikasi
pada saat melahirkan.
Pada anak-anak,paparan asap rokok
meningkatkan kecenderungan
terjadinya gangguan saluran napas dan
menurunkan kapasitas Paru-paru

Factsheet 2/04/2007

Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik. Di dunia, Ada



sejumlah 4,9 juta kematian setiap tahunnya dimana 70%nya terjadi di


negara berkembang.
Separuh dari perokok jangka panjang mati karena kebiasaan tersebut yang
mengurangi kira-kira 20-25 tahun produktifnya.
Lebih dari 70,000 artikel ilmiah membuktikan bahwa konsumsi tembakau
dan paparan terhadap asap tembakau berdampak serius pada kesehatan
antara lain mengakibatkan penyakit kanker paru, kanker mulut dan organ
lain, penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronik dan kelainan
kehamilan. Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulainya merokok dan
timbulnya penyakit, menyebabkan dampak tersebut tidak disadari.
Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70%, sehingga memiliki
resiko kesehatan yang sama dengan produk tembakau Lainnya.

Mitos 3.
Mayoritas penduduk dewasa di
Indonesia merokok
.
FAKTA:
Mayoritas penduduk
dewasa Indonesia tidak merokok.

Mitos 4.
Orang memutuskan membeli produk
tembakau berdasarkan
pengetahuan yang memadai.
FAKTA:
Sebagian besar perokok
memulai kebiasaannya saat
masih remaja, di tengah
keluarganya.

Mitos 5.
Kebijakan pengendalian tembakau
secara komprehensif akan
melemahkan ekonomi Indonesia
FAKTA:
Uang yang tidak
digunakan untuk membeli
produk tembakau bisa digunakan
membeli barang dan jasa lainnya.

Tahun 2001, penduduk dewasa


di Indonesia yang merokok
berjumlah sekitar 31,5%.
Industri tembakau berusaha
meningkatkan jumlah
konsumennya dengan
menciptakan lingkungan dan
norma sosial yang menerima
kebiasaan merokok sebagai hal
biasa.

Sekitar 70% dari perokok di


Indonesia memulai
kebiasaannya sebelum berumur
19 tahun, karena terbiasa
melihat anggota keluarganya
yang merokok. Anak-anak dan
remaja tidak memiliki
kemampuan untuk memahami
secara penuh dampak
kesehatan produk tembakau dan
sifat nikotin yang adiktif.

Di Indonesia, diperkirakan
seorang perokok yang
berpendapatan rendah
mengeluarkan uang sekitar
Rp 1.440.000 tiap tahunnya
untuk rokok yang dibeli
batangan @ Rp 400. Jumlah ini
dapat digunakan membeli
produk lain yang tidak merusak
kesehatan dan lebih
menguntungkan bagi keluarga.
Dengan demikian, dalam jangka
panjang,penurunan jumlah
perokok akan memberikan
keuntungan ekonomi.

Indonesian Tobacco Control Network - http://indotc.blogspot.com

Factsheet 2/04/2007

Mitos 6.
Pengendalian tembakau
akan menyebabkan
pengangguran masal.

Mitos 7.
Pajak tembakau yang lebih tinggi
akan mengurangi pendapatan
pemerintah.

FAKTA:
Tenaga kerja formal yang
nafkahnya bergantung pada
penanaman tembakau dan
industri tembakau hanya
berkisar kurang dari 3%

FAKTA:
Secara historis,
menaikkan harga tembakau tidak
pernah menyebabkan penurunan
pendapatan pemerintah manapun
di dunia.

Pertanian. Data Departemen


Pertanian 2002 menunjukkan jumlah
petani tembakau sekitar 900.000
orang yang merupakan 2,3% dari
pekerja sektor pertanian atau 1% dari
pekerja sektor formal. Penanaman
tembakau bersifat musiman.
Jumlah pekerjanya adalah setara
dengan 0,5 juta pekerja purna waktu.
Selain itu, luas lahan untuk menanam
tembakau kurang dari 1% lahan
pertanian musiman yang 96%nya
terletak di propinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan NTB.
Industri. Ketergantungan tenaga kerja
pada industri tembakau adalah 1,2 %
pekerja sector industri atau 0,3% dari
seluruh pekerja sektor formal. Hampir
seluruhnya adalah perempuan yang
pendapatannya hanya 2/3 dari ratarata upah kerja industri pengolahan
lain.
Secara global, teknologi baru telah
meningkatkan efisiensi kerja hingga
jumlah pekerja di industri tembakau
bisa ditekan.
Mekanisasi produksi rokok di Indonesia
pada tahun 1970an telah menurunkan
penyerapan tenaga industri tembakau
dari 38% tahun 1970 menjadi 5,6% tahun
2000. Teknologi baru untuk meningkatkan
efisiensi akan menurunkan jumlah
pekerja. Proporsi biaya pekerja pada
Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah 12%
dibandingkan 0.4% pada Sigaret Kretek
Mesin (SKM).

Pajak yang tinggi memang menyebabkan


penurunan jumlah rokok terjual. Namun
pajak per bungkus yang tinggi
menghasilkan pendapatan negara yang
lebih besar. Peningkatan pajak tembakau
yang tinggi akan mengurangi konsumsi
sekaligus meningkatkan pemasukan
pemerintah.
Mitos 8.
Pajak tembakau yang tinggi akan
meningkatkan penyelundupan (dan
mengurangi pendapatan dari pajak)
FAKTA:
Penyelundupan terjadi
karena lemahnya penegakan
hukum, lemahnya sanksi
terhadap pelanggaran dan
distribusi tanpa lisensi.
Pajak hanyalah bagian kecil dari
penyebab penyelundupan. Faktor-faktor
lain yang lebih dominan adalah peran
industri tembakau dalam memfasilitasi
penyelundupan ke pasar yang baru,
adanya kelompok kriminal,distribusi tanpa
lisensi dan lemahnya penegakan UU anti
penyelundupan. Kenyataannya,
Singapura yang memberlakukan pajak
rokok tertinggi memiliki tingkat
penyelundupan yang paling rendah.
Sekitar 88% perokok Indonesia mengisap
kretek produksi dalam negeri sehingga
tidak berkaitan dengan penyelundupan.

Rujukan Online
- WHO 2002. The Tobacco Atlas. http://www5.who.int/tobacco/page.cfm?sid=84
- World Bank 2002. Indonesia country briefing http://www1.worldbank.org/tobacco/pdf/country%20briefs/Indonesia%20.pdf
- World Bank 1999. Curbing the Epidemic: Government and the Economics of Tobacco Control http://www1.worldbank.org/tobacco/reports.htm
- Prabhat Jha, Joy de Beyer dan Peter Heller, Death & Taxes: Economics of Tobacco Control, Finance & Development, December 1999: 36 (4)
http://www.imf.org/external/pubs/ft/fdand/1999/12/jha.htm
- Warner 1998. The economics of tobacco: mythsand realities. Www.health.usyd.edu.au/tob21c/resources/M12-1.doc

Dikutip dari Factsheet yang diterbitkan oleh Tim Penanggulangan Masalah Tembakau, DEPKES RI, 2004

Anda mungkin juga menyukai