Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul
Penatalaksanaan Uveitis Anterior ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk
memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Mata
di RSUD Dr. Slamet Garut. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini
tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Hj. Elfi Hendriati Budiman, Sp.M, selaku dokter pembimbing penulisan
referat.
2. Dr. H. Syahruddin Hasyamin, Sp.M sselaku dokter pembimbing penulisan
referat.
3. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Mata RSUD Dr. Slamet Garut.
4. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik
dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir
penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat
menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam
menjalani aplikasi ilmu.
Garut, April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................... 3
BAB II
BAB III
2. Epidemiologi
3. Etiologi
10
5. Diagnosis
12
6. Diagnosis Banding
13
7. Tatalaksana........................................................................... 14
8. Komplikasi .......................................................................... 18
9. Prognosis ............................................................................. 19
BAB IV
KESIMPULAN............................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
Uveitis adalah peradangan pada uvea yang dapat mengenai hanya bagian
depan jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut iritis. Bila
mengenai bagian tengan uvea maka keadaan ini disebut siklitis. Biasanya iritis disertai
dengan siklitis yang akan disebut dengan uveitis anterior. Bila mengenai selaput hitam
belakang mata maka akan disebut koroiditis. Uveitis anterior adalah peradangan
mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset
akut.1
Uveitis biasanya terjadi pada usia dainatar 20-50 tahun dan berpengaruh pada
10-20% kasus-kasus kebutaan yang tercatat pada negara-negara maju. Uveitis lebih
banyak ditemukan dinegara-negara berkembang dibandingkan pada negara maju, hal
ini berkaitan dengan lebih tingginya tingkat prevalensi infeksi yang mempengaruhi
mata, seperti toksoplasmosis, dan tuberkulosis dinegara-negara berkembang.2
Keluhan pada pasien dengan uveitis anterior akut berupa mata sakit, merah,
fotofobia, penglihatan turun ringan, mata berair dan mata merah. Bisa saja terjadi
keluhan sukar melihat dekat pada pasien dengan uveitis anterior hal ini dikarenakan
ikut meradangnya otot-otot akomodasi.1
Diperlukan pengobatan segera untuk mencegah kebutaan. Pengobatan pada
uveitis anterior adalah steroid yang diberikan pada siang hari dalam bentuk tetes, dan
malam hari dalam bentuk salep. Steroid sistemik bila diperlukan dalam dosis tunggal
seling sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai mencapai dosis efektif.
Steroid juga dapat diberikan dengan cara subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian
steroid untuk jangka lama dibagi dapat mengakibatkan timbulya katarak, glaukoma
dan midriasis pada pupil. Siklopegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas
sinekia yang terjadi, memberi efek istirahat pada pupil yang meradang. Pengobatan
spesifik diberikan jika kuman penyebab diketahui.1
BAB II
ANATOMI UVEA
2.1.1 Iris
Iris adlaah perpajangan korpus siliaris kearah anterior. Iris merupakan
permukaan pipih dengan apertura bulat yang berada di tengah, yang disebut dengan
pupil. Iris bersambungan dengan letak anterior lensa, memisahkan bilik mata depan
dan bilik mata belakang, yang masing masing berisikan aquos humour. Didalam
stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada
permukaan posterior iris merupakan neuroretina dan lapisan epitel epitel pigmen
retina kearah anterior.2
Perdarahan iris didapatkan dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris
memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang (non-fenesrata) sehingga normalnya
4
berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal. Dari processus ciliaris keluar serat-serat
Zonula Zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi.
Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari
kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada
penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah
dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars
plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi
epitel.2
2.1.3. Koroid
Koroid adlah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Koroid
tersusun aras tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang dan kecil. Semakin
dalam pembuluh terletak dalam koroid, akan semakin besar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh darah
koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, yang berada di satu di setiap kuadran
posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan disebelah luar
oleh sklera. Terdapar ruang suprakoroid yang berada diantara koroid dan sklera.
Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Disebelah anterior
koroid bergabung dengan corpus ciliare.2
BAB III
UVEITIS ANTERIOR
1.
DEFINISI
Uveitis diartikan sebagai adanya inflamasi pada traktus uvea. Radang
pada uvea dapat mengenai hanya pada bagian depan jaringan uvea atau selaput
pelangi (iris) dan keadaan ini disebut dengan iritis. Bila radang mengenai bagian
tengah uvea maka disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis pada
keadaan ini akan disebut dengan uveitis anterior. Bila disertai dengan peradangan
pada bagian selaput hitam bagian belakang mata maka akan disebut dengan
koroiditis.1,3
Istilah uveitis menunjukan suau peradangan pada iris, (iritis,
irisosiklitis), corpus ciliare (uveitis intermediate, siklitis, uveitis perifer, atau pars
planitis) atau koroid (koroiditis). Namun dalam praktiknya istilah ini cukup mencakup
peradagan pada retina (retinitis), pembuluh darah retina (vaskulitis retinal), dan
nervus optikus intraocular (papilitis). Uveitis juga dapat terjadi sekunder akibat
peradagan kornea (keratitis), radang sklera (skleritis) atapun karena keduanya
(sklerokeratitis).2
2.
EPIDEMIOLOGI
Uveitis umunya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10%-
20% kasus kebutaan yang terjadi dan tercatat pada negara-negara maju. Uveitis lebih
banyak ditemukan di negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara maju
hal ini karena berkaian dengan tingginya prevalensi infeksi yang bisa terjadi dapat
mempengaruhi kesehatan mata, seperti infeksi toksoplasmosis, dan tuberkulosis
dinegara-negara berkmbang.2
Insidensi Akut Anterior Uveitis (AAU) tercatat 15-20/100.000 per
kejadian uveitis, dan dinyatakan sebagai kejadian uveitis tersering. Dokter mata di
UK memperkirakan bertambahnya satu pasien baru setiap 3 minggu setiap tahunnya.
Pada pelayanna kesehatan tingkat kedua uveitis merupakan penyakit yang cukup
3.
ETIOLOGI
Klasifikasi uveitis berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu Exogenous Uveitis dan Endogenou Uveitis ;
Exogenous Uveitis atau uveitis yang disebabkan dari luar biasanya
dikarenakan adanya trauma dari luar ke dalam uvea ataupun adanya
invasi mikroorganisme atau adanya agen lainnya yang masuk ke uvea
dan menyebabkan peradangan pada uvea.
Endogenous Uveitis atau uveitis yang disebabkan dari dalam dikarenakan
adanya mikroorganisme ataupun agent lain yang berasal dari dalam diir
pasien. Dalam hal ini endogenous uveitis dibagi menjadi beberapa
subtipe :
1.
2.
contohmya;
herpez
zooster),
protozoa
(contohnya;
karakteristik
spesial
dengan
kejadian
uveitis
4.
siliaris sirkumkorneal.
Keratic Prestipitate (KP) , adalah deposit seluler pada endotel kornea.
Karakteristik dan distribusi pada keratik prestipitat penting dalam memberikan
petunjuk kemungkinan jenis uveitis yang terjadi. Kp sering berada pada bagian
tengan dah bawah dari zona kornea, tetapi bagaimanapun pada kasush Fuchs
Uveitis syndrome KP yang terjadi berada pada seluruh endotel kornea.
1. Small KP , di karakteristikan dengan adanya uveitis yang diarenakan
herpes zoster, atapun pada Fuchs uveitis syndrom
2. Medium KP sering ditemukan pada sebagian besar uveitis anterior akut
dan kronik
3. Large KP biasanya jenis yang ditemukan adalah mutton fat dan
terdapat gambaran seperti lemak. Biasanya ditemukan pad akaus
granulomatous uveitis
10
11
5.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada pasien uveitis
ringan dan pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini, atau
ada pasien dengan tanda-tanda infeksi virus herpes simplex atau zoster yang
jelas, seperti dermatitis vesikular penyerta, keratitis dendritik atau disciformis,
atau atrofi iris sektoral. Di lain pihak pemeriksaan juga sebaiknya ditunda pada
pasien usia muda hingga pertengahan yang sehat dan asimptomatik, yang
mengalami periode pertama iritis atau iridosiklitik unilateral akut ringan hingga
sedang yang berespon baik pada pemberian terapi kortikosteroid topikal dan
siklopegik.2
Pada pasien uveitis difus, posterior, atau intermediate, dengan kelainan
granulomatosa, bilateral, berat, dan rekuren harus diperiksa sebagaimanasetiap
pasien uveitis yang tidak cepat berespon pengobatan standar. Pemriksaan sifilis
harus mencakup Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid
Plasma Reagin (RRR) dan uji antibodi anti-Treponema yang lebih spesifik
seperti FTA-ABS atau MHA-TP assay. Kemungkinan tuberkulosis dan
sarkoidosis harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar-X ataupun tes kulit
dengan menggunakan purified protein derivate (PPD) dan kontrol untuk anergi,
seperti campak dan kandida.
12
6.
DIAGNOSIS BANDING
Traumatic Iritis
Sindroma Psoner-Schlossman ,
Tight contact lens , ditandai dengan mata merah, edem kornea, adanya
epithelial defect, iritis dapat disertai dengan hipopion, dan tidak disertai
dengan stromal infiltrat.
13
orang tua dan metastasis dari keganasan lainnya pada setiap usia.5
7.
TATALAKSANA
Tujuan dari penatalaksanaan pada uveitis anterior adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi,
menghilangkan
rasa
ketidaknyamanan
pada
pasien
dan
jika
intensif
topikal
midriatic
seperti
atropine
ataupun
Steroid
Steroid merupakan salah satu obat utama pada kasus uveitis, steroid dapat
diberikan secara topikal tetes maupun salep, injeksi periokular ataupun secara
sistemik.
STEROID TOPIKAL
Pemberian steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior
karena steroid topikal tidak memberikan efek terapi pada jaringan
dibelakang lensa. Steroid topikal yang digunakan merupakan steroid
kuat seperti dexamethasone, prednisolone, dan bethametasone karena
penggunaan preparat steroid yang lebih rendah seperti fluorometholone
dan clobetasone memiliki efek terapi yang lebih terbatas. Penggunaan
topikal tetes lebih disarankan dibandingkan dengan salep, penggunaan
salep masih dapat digunakan tetapi terbats hanya pada waktu tidur.
Frekuensi pemberian steroid topikal bergantung pada klinis uveitis
itu sendiri, pemberian dapat diberikan mulai dari setiap 5 menit sekali
sampai satu tetes setiap harinya. Sewajarna pemberian steroid dimulai
15
16
triamcinolone
acetonide
(kenalog)
atau
17
Cytotoxic
18
Cyclosporin
Cyclosporine merupakan anti T-cell imunosupresive agent kuat, oleh
karena itu tidak berpengaruh pada sumsum tulang seperti halnya cytotoxic.
Cyclosporine memiliki efek yang baik pada kasus uveitis yang telah gagal
dalam pengobatan steroid maupun cytotoxic agent. Cyclosporine dosis rendah
dapat diberikan secara kobinasi dengan steroid sistemik. Komplikasi utama
yang terjadi pada penggunaan cyclosporine adalah hipertensi dan nefrotoksik.3
Regimen pengobatan yang paling sering diberikan pada kasus Acute Anterior
Uveitis (AAU) adalah kombinasi pemberian steroid dan cycloplegic topikal. Secara
keseluruhan hanya satu pasien yang tidak menggunakan steroid topikal dalam
penelitian ini, hal ini dikarenakan perhatian pasien tersebut dengan adanya efek
19
samping yang ditimbulkan. Rata-rata durasi pemberian steroid topikal pada pasien
adalah 10 minggu, tidak terdapat perbedaan antara pasien yang memiliki HLA-B27
posistif dan negativ. Pasien yang memiliki hubungan dengan penyakit sistemik diobati
dengan durasi rata-rata selama 11 minggu, sedangkan yang tidak memiliki penyakit
sistemik rata-rata diobati selama 9 minggu. Pasien dengan gejala rekurensi diobati
dalam jangka waktu rata-rata 11,4 minggu.9
Pada serangan-serangan yang parah, penggunaan steroid yang digunakan
merupakan steroid sistemik lebih sering dibandingkan dengan steroid topikal atau
periokular. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon pada
terapi topikal maksimal setelah pemberian 24-48 jam.9
Gambar 5. Pemberian obat pilihan pada beberapa penyebab tersering pada uveitis
8.
KOMPLIKASI
Penyulit pada uveitis anterior adalah terjadinya sinekia posterior maupun
sinekia anterior perifer yang akan mengakibatkan glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder pada uveitis terjadi karena akibat tertutupnya trabekulum
oleh sel radang atau sisa sel radang. Kelainan sudut dapat dilihat dengan
pemeriksaan
gonioskopi.
Bila
terdapat
glaukoma
sekunder
diberikan
asetazolamida.1,2
20
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit uveitis adalah sangat khas yaitu penyakit hanya
berlangsung 2-4 minggu. Kadang penyakit ini memperlihatkan gejala
kekambuhan atau menjadi menahun. Diperlukan pengobatan segera untuk
mencegah terjadinya kebutaan.1
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Uveitis, dalam Ilmu Penyakit Mata. 2013. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. Hal 7, 175-6 .
2. Cunningham ET, Shetlar DJ. Traktus Uvealis dan Sklera, dalam Vaughan dan
Asbury Oftalmologi Umum. 2009. Jakarta: EGC. Hal 10-1, 150-168.
3. Kanski JJ. Uveitis, dalam Clinical Ophthalmology ; A systemic Approach. Third
Edition. 1997. London: Butterworth Heinemann. 151-5
4. Jones NP, Mercieca K. Treatment of acure anterior uveitis in community as seen
in emergency eye centre. A lesson for the general practice. European Journal
of General Pratice. 2012 ; 18: 26-9
5. Kunimoto DY, Kanitkar KD. Anterior Uveitis (Iritis/Iridocyclitis) dalam The
Wills Eye Manual. 2004. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal:
290-5
6. Kawamura M, Zako M. Long-Term Stability of Uveitis with Faint Anterior
Chamber Flare Treated with Once-Daily Topical Ophthalmic Bethamethasone.
Springer Science + Business Media New York. Inflamation. 2014. Vol 37(2):
417-425
7. Fiorelli VM, Pooja B, Foster S. Nonsteroidal Anti-inflamatory Therapy and
Recurent Acute Anterior Uveitis. Ocular immunolog & inflamation. 2010 ;
18(2): 116-120.
8. Schaftenaar E, Lecuona KA, Baarsma GS, et al. Healthcare Delivery: Anterior
Chamber Pracentesis to improve diagnosis and treatment of infectious uveitis
in South Africa. SAMJ. 2015. Vol 105(8): 628-630.
9. Karaconji T, Maconochie Z, McCluskey P. Acute Anterior Uveitis in Sydney.
Ocular imunologi & Inflamation. 2013. Vol 21(2): 108-114.
22