DEFINISI BILINGUALISME
(Nuzul Amalia Palupi /13201244014)
1. Terbentuknya Bilingualisme
Bilingualisme terbentuk karena keberadaan masyarakat bahasa, artinya masyarakat yang
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Hoffmann (via Padmadewi dkk, 2014: 52)
menjelaskan bilingualisme adalah akibat dari kontak dan penyebarannya ke seluruh masyarakat
tergantung dari apakah perkembangan penyebarannya tepat atau tidak. Keadaan masyarakat
yang seperti itulah memicu munculnya bilingualisme dan monolingual.
Sebelum membahas lebih jauh tentang bilingualisme alangkah baiknya untuk mengetahui
dulu tentang monolingual. Monolingual yaitu kemampuan untuk menggunakan hanya satu
bahasa yang biasanya terdapat di dunia Barat. Menurut Nababan (1984:27), monolingual adalah
masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa, sedangkan bilingualisme adalah kebiasaan
menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.
2. Bilingualisme dan Bilingualitas
Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Secara bahasa
bilingualisme menunjuk kepada makna dua bahasa. Bilingualime atau bilingualitas terdiri dari
dua bahasa latin, yaitu bi- yang berarti dua dan lingual (bahasa prancis: lingua) yang artinya
bahasa. Nababan (1984:28) mengemukakan bahwa bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa
oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat bahasa. Sedangkan bilingualitas atau
kedwibahasawan adalah kemampuan untuk berdwibahasa. Oleh karena itu, bilingualitas
dipahami sebagai bagian dari bilingualisme, sehingga tidak semua yang mempunyai bilingualitas
mempraktekkan bilingualisme dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah bilingualisme mudah dipahami yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa
atau dua kode bahasa (Chaer, 2010: 84). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya
seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Bahasa pertama yang dikuasai tentunya adalah
bahasa ibu atau bahasa pertamanya (B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa
kedua (B2).
Beberapa ahli mendefinisikan kedwibahasaan sebagai berikut, seperti yang dikutip oleh
Jendra dan ahli lain
kedwibahasaan adalah keadaan bagi seorang yang menguasai dua bahasa dengan kadar
penguasaan yang sama untuk kedua bahasa tersebut (via Padmadewi dkk, 2014 :52). Pernyataan
kemampuan menggunakan bahasa oleh seseorang sama baik atau hampir sama baiknya, yang
secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimana pun tingkatnya.
3. Pembagian Bilingualisme
Ronald Wardhaugh dan Janet M. Fuller ( 2006: 354) membagi bilingualisme menjadi dua
yaitu Immigrant bilingualism dan elite bilingualisme. Berikut kutipannya,
Immigrant bilingualism is usually low status; immigrant languages are associated with
poor and disenfranchised segments of society. This association causes many people to
associate bilingual with stigmatized identities in society, they then view speaking two
languages as something which is not desirable. On the other hand, elite bilingualism
means speaking two languages which both carry high status. In many countries, speaking
an international language such as English (discussed in more detail in the next section) in
addition to the national language creates elite bilingualism.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa bilingualisme imigran memiliki status rendah,
pemakaiannya dihubungkan dengan kemiskinan dan masyarakat yang dikucilkan. Stigma inilah
yang menyebabkan masyarajat memandang bilingualisme adalah sesuatu yang tidak diperlukan.
Sedangkan bilingalisme elit adalah kemampuan dalam dua bahasa yang mempunyai status tinggi,
seperti bahasa international, yaitu bahasa inggris sebagai tambahan dari bahasa nasional.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bilingualisme dan bilingualitas adalah
konsep yang berbeda. Bilingualitas terdapat dalam bilingualisme, bilingualisme adalah
penggambaran peristiwa dimana terjadinya kontak bahasa di antara sebuah masyarakat bahasa