Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

OS Glaukoma Primer Sudut Tertutup


ODS Retinopati Hipertensi
ODS Presbiopi
Tugas Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Dr. Soedjono Magelang
Periode 30 Juni 8 Agustus 2015

Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
Disusun oleh :
Niken Faradila Kartika Utami

1410221038

Reza Rizky Al Rasyid

1410221018

Andya Yudhi Wirawan

1410221008

Pinta Anastasia

1410221003

Aditya Ikhsan Pratama

1410221005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA 2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
OS Glaukoma Primer Sudut Tertutup
ODS Retinopati Hipertensi
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Niken Faradila Kartika Utami

1410221038

Reza Rizky Al Rasyid

1410221018

Andya Yudhi Wirawan

1410221008

Pinta Anastasia

1410221003

Aditya Ikhsan Pratama

1410221005

Magelang, Juli 2015


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga laporan kasus ini telah berhasil diselesaikan. Tiada gading yang
tak retak dan tiada hasil yang indah tanpa dukungan pihak-pihak yang telah
memberikan pertolongan, demikianlah laporan kasus ini tersusun dan
terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk
mengucapkan terimahasih kepada :
1. dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dan dr. Hari Trilunggono, Sp.M selaku
pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan
pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi
kesempurnaan laporan kasus ini
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus
untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah
membantu proses pembuatan laporan kasus ini terimakasih untuk
semangat dan kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.

Magelang, Juli 2015


Penulis

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS
Nama

: Tn. TN

Jenis Kelamin

: Pria

Usia

: 49 tahun

Pekerjaan

: Pekerja Swasta

Alamat

: Payaman, Secang

Tanggal Masuk

: 6 Juli 2015

RMK

: 086649

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
: Nyeri pada mata kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang pada
tanggal 6 Juli 2015 dengan keluhan nyeri hebat pada mata sebelah kiri
sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada mata
kiri timbul mendadak dan dirasakannya terus-menerus. Nyeri dirasakan
berkurang sesaat setelah tidur. Pasien juga mengeluh mata kiri merah,
sedikit berair namun tidak terdapat adanya kotoran, serta tidak ada rasa
kelilipan dan tidak gatal. Pasien juga mengeluh penglihatannya
mendadak menjadi kabur setelah timbulnya nyeri pada mata kiri pasien.
sebelumnya, sejak 1 tahun lalu, pasien mengaku penglihatannya sedikit
berkurang pada kedua matanya, namun sejak 1 hari lalu saat nyeri
dirasakan pada mata kiri pasien, keluhan pandangan buram semakin
memburuk pada mata kiri. Sebelum keluhan tersebut dirasakan, pasien
mengaku sempat mengeluh sakit kepala yang terus menerus. Keluhan
mual dan muntah juga sempat dirasakan pasien. Melihat pelangi di

sekitar lampu sempat dirasakan oleh pasien beberapa hari yang lalu.
Pandangan yang menyempit dan tersandung jika berjalan juga disangkal
oleh pasien. Pasien tidak memiliki masalah dalam penglihatan jauh.
Keluhan pandangan berkabut juga disangkal oleh pasien.
Pasien tidak mengalami gejala yang serupa seperti di atas pada mata
kanannya. Ia masih dapat melihat jauh dengan mata kanannya. Namun
untuk membaca, ia memerlukan kacamata baca, bila tidak, ia harus
menjauhkan bahan bacaannya agar tampak lebih jelas. Sebelumnya
pasien belum pernah menggunakan kacamata baca.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Diketahui pasien menderita hipertensi dan baru mengetahuinya sejak 3
tahun lalu. Riwayat kencing manis, riwayat penggunaan obat-obatan
tertentu, riwayat trauma, riwayat operasi mata dan penyakit mata lainya
disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat untuk hipertensinya namun diakui pasien
sejak 2 tahun terakhir pasien jarang mengontrol tekanan darahnya.
Pasien juga mengaku tidak pernah memilih-milih makanan yang hendak
dimakannya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti yang
dialami pasien. Ayah pasien menderita tekanan darah tinggi dan
diketahui sudah meninggal dunia akibat stroke. Riwayat kencing manis
dan sakit mata pada keluarga disangkal oleh pasien.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan ekonomi cukup.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Kooperatif
Status Gizi
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: Baik
: Compos Mentis
: Kooperatif
: Cukup
: 160/100 mmHg
: 82 x/mnt
: 20 x/mnt
: 36,70C

B. Status Ophthalmicus

NO
1

PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi Visus
Gerakan Bola Mata

OD
6/15
NC
Add S + 1.75
Baik ke segala arah

OS
2/60
NC
Add S + 1.75
Baik ke segala arah

2
3

Bulbi
- Eksoftalmus
- Endoftalmus

Palpebra
- Edema
- Hematom
- Xantelasma
- Sikatrik
- Entropion
- Ekstropion
- Triksiasis
- Lagoftalmus
- Ptosis
- Blefarospasme
- Laserasi
Konjungtiva
- Injeki Konjungtiva
- Injeksi Siliar
- Kemosis
- Sekret
- Bangunan Patologis
- Perdarahan
subkonjungtiva
Kornea
- Kejernihan
- Edema
- Infiltrat
- Ulkus
- Sikatrik
- Pannus
- Aberasi
COA
- Kedalaman
- Hifema
- Hipopion
Iris
- Kripte
- Edema
- Iridodialisa
- Rubeosis
- Sinekia
- Iris Bombe

Tidak ditemukan
-

Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
-

+
+
+
-

Jernih
-

Keruh
+
-

Dalam
-

Dangkal
-

+
-

+
+
Tidak ditemukan
+

10

11

12
13
14

Pupil
- Bentuk
- Diameter
- Reflek Pupil
Langsung
Tidak Langsung
Lensa
- Kejernihan
- Dislokasi Lensa
Subluksasi
Luksasi
- Iris Shadow
Corpus Vitreum
- Kejernihan
- Perdarahan
Fundus Refleks
Funduskopi
- Papil

- Vasa

- Macula lutea

- Retina

Bulat
3 mm

Aga Oval
5 mm

+ Normal
+ Normal

Jernih

Jernih

Jernih
Tidak ditemukan
(+) cemerlang
Fokus +2
Papil bulat, batas tegas,
papil
edema
tidak
ditemukan, CDR 0,3,
Ekskavasio
Glaucomatous (-)

Jernih
Tidak ditemukan
(+) cemerlang
Fokus +2
Papil bulat, batas tegas,
papil
edema
tidak
ditemukan, CDR 0,7,
Ekskavasio
Glaukomatous (+)

AVR 1/3
Crossing sign (+)
Copper wire (+)
Silver wire tidak
ditemukan
Mikroaneurisma(-)
Medialisasi (+)

AVR 1/3
Crossing sign (+)
Copper wire tidak
ditemukan
Silver wire tidak
ditemukan
Mikroaneurisma(-)
Medialisasi (+)

Flame Shaped tidak


ditemukan
Makular star figure
tidak ditemukan

Flame Shaped (+)


Makular star figure
tidak ditemukan

Ablasio retina tidak


ditemukan,
Edema tidak
ditemukan
Neovaskularisasi tidak
ditemukan
Perdarahan tidak
ditemukan
Eksudat tidak
ditemukan
Normal
Sama dengan pemeriksa

Ablasio retina tidak


ditemukan,
Edema tidak
ditemukan
Neovaskularisasi tidak
ditemukan
Perdarahan tidak
ditemukan
Eksudat tidak
ditemukan

15
16

TIO
Tes Konfrontasi

Meningkat
Menyempit

IV.

DIAGNOSA BANDING
1. OS Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Ditegakkan karena dari hasil anamnesa didapatkan keluhan visus mata
kiri turun tiba-tiba, nyeri dan mata kiri merah dan berair. Terdapat nyeri
kepala, mual dan muntah. Pada pemeriksaan didapatkan visus 2/60 NC,
mixed injection, kornea keruh dan edema, COA dangkal, iris terdorong
ke depan, pupil kiri midriasis dengan refleks pupil negatif, dan TIO
meningkat. Pada funduskopi pada mata kiri ditemukan adanya
ekskavasasi, medialisasi, dan CDR 0,7
2. OS Glaukoma Akut Sekunder Sudut Tertutup
Disingkirkan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya penyakit mata lain seperti uveitis maupun katarak
yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma.
3. OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Disingkirkan karena pada Glaukoma primer sudut terbuka terjadi
penurunan visus bersifat perlahan. Mata tenang, tidak merah. COA
dalam, dan bentuk pupil normal.
4. ODS Retinopati Hipertensi

Dipertahankan karena pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi


sejak 3 tahun lalu dan tidak terkontrol. Pada pemeriksaan tekanan darah
didapatkan TD = 160/100. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan
AVR 1/3, Crossing sign (+) Copper wire (+)
5. ODS Presbiopia
Dipertahankan karena usia pasien sudah lebih dari 40 tahun, yaitu 49
tahun. Dan pasien merasa nyaman membaca dengan kacamata baca
V. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah
2. Gula darah
3. Pemeriksaan Tonometri Schiotz
4. Pemeriksaan Gonioskopi
5. Tes Provokasi
6. USG B Scan
7. Angiografi Flourecens
VI.

DIAGNOSA KERJA
1. OS Glaukoma Primer Sudut Tertutup
2. OD Retinopati Hipertensi
3. ODS Presbiopia

VII.

TERAPI
a. Topikal:
- Timolol maleat 0.5% 2x1 tetes menurunkan produksi aqueous
humour.
Pilokarpin 0.5% fasilitasi aliran keluar aqueous humour.
Cendo Xitrol 4x1 tetes.
b. Oral:
- Glaucon (Asetazolamid) 250-1000 mg/hari Carbonic Anhidrase
-

Inhibitor.
KSR 2x1 tablet mencegah efek samping hipokalemia dari

asetazolamid.
c. Operatif:
- Iridektomi atau iridotomi perifer.
- Trabekulotomi.

10

d. Penatalaksanaan Presbiopia
Non-Medikamentosa :
Kacamata Add +1.75

VIII. PROGNOSIS
Ad Visam
Ad Sanam
Ad Functionam
Ad Cosmeticam
Ad Vitam

IX.

OD
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam

OS
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam

EDUKASI
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa yang dialaminya merupakan
kegawatdaruratan mata, bila penanganan terlambat, kemungkinan
untuk sembuh kecil dan dapat menyebabkan buta permanen.
b. Membicarakan kemungkinan bahwa mata kanan pasien yang sehat
dapat mengalami glaukoma juga kelak.
c. Menjelaskan pasien untuk kontrol rutin memeriksakan tekanan bola
matanya setiap 3 tahun sekali, bila sudah ada riwayat glaukoma,
kontrol sebaiknya 1 tahun sekali.
d. Memberitahukan pasien bahwa jangan menyepelekan mata merah,
terutama bila disertai dengan nyeri kepala, mual, muntah, dan
penurunan penglihatan secara mendadak.
e. Hindari emosi (bingung dan takut) karena akan memperberat keluhan
sekarang
f. Hindari batuk, bersin, dan mengejan yang berlebihan karena akan
meningkatkan tekanan bola matanya
g. Pentingnya untuk pasien mengontrol tekanan darahnya.
h. Menjelaskan pengobatan yang diperlukan hanya dengan menstabilkan
tekanan darah pasien dibawah 140/90mmHg
i. Memberitahukan pasien bahwa semakin meningkatnya tekanan darah
pasien, dapat memperburuk keadaan pasien
j. Konsumsi makanan berlemak dikurangi

11

k. Konsumsi alkohol dan garam perlu dikurangi


l. Olahraga rutin
m. Menyarankan pasien untuk memakai kacamata baca add +2.50,
diberitahu kemungkinan ukuran kacamatanya bisa terus bertambah
hingga usia 60 tahun, sehingga harus rutin kontrol.
X. KOMPLIKASI
1. Kebutaan
2. Oklusi cabang vena retina (BRVO)
3. oklusi arteri retina sentralis (CRAO)
4. Sindroma iskemik okular
XI.

RUJUKAN
Dalam kasus ini dilakukan Rujukan ke Penyakit Dalam, karena dari
pemeriksaan klinis dan laboratorium ditemukan adanya hipertensi.

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Bilik Mata
Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan
pengaturan tekanan intraokuler. Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan
di dalam bola mata cairan aqueous humor diproduksi secara konstan. aqueous
humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang.
Kecepatan pembentukan aqueous humor dan hambatan pada pengaliran
keluarnya menentukan besarnya TIO. Normalnya TIO berkisar antara 1020mmHg. Peningkatan TIO terjadi akibat produksi cairan aqueous yang
meningkat misalnya jika terjadi reaksi peradangan, tumor intraokuler atau
terjadi hambatan pada pratrabekular, trabekular dan post trabekular sehingga
terjadi gangguan pada aliran keluar aqueous humor. Bila pengaliran cairan
terhambat maka terjadi penimbunan cairan bilik mata didalam bola mata
sehingga tekanan bola mata menjadi tinggi
Tekanan intaraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Volumenya adalah
sekitar 250 L dan kecepatan pembentukannya yang memiliki variasi diurnal
adalah 2,5 L/mnt. Tekanan osmotiknya lebih tinggi sedikit dari plasma.
Komposisi aqueous humor sama dengan plasma, kecuali konsentrasi askorbat,
piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, protein, urea dan glukosa yang lebih

13

rendah. Cairan ini bersifat asam dengan unsur Air 99%, Protein 0,04%, Na, K,
Cl, glukosa, asam laktat, asam amino.
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah masuk ke bilik
mata belakang, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu
ke anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selain itu terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris.

Adapun fungsi dari aqueous humor yaitu cairan yang mengisi COA dan
COP, untuk menjaga TIO, memberi bentuk ke bola mata anterior, pembawa
nutrisi dan oksigen untuk lensa dan kornea (avaskular) serta untuk mengangkut
buangan hasil metabolisme.
II.2 Glaukoma
II.2.1 Definisi
Glaukoma

merupakan

sekelompok

penyakit

neurooptic

yang

menyebabkan kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan


kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang khas, adanya ekskavasi

14

glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya disebabkan oleh


efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.

II.2.2. Patofisiologi
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah
satu penyebab terjadinya kerusakan saraf mata (nervus opticus) dan
menunjukkan adanya gangguan dengan cairan di dalam mata yang terlalu
berlebih. Ini bisa disebabkan oleh mata yang memproduksi cairan terlalu
berlebih, cairan tidak mengalir sebagaimana mestinya melalui fasilitas yang ada
untuk keluar dari mata (jaringan trabecular meshwork) atau sudut yang
terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup sehingga menyumbat/
memblok pengaliran daripada cairan mata.

15

Gambar 1. Patofisiologi glaukoma

Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan


di dalam bola matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini
diperkirakan adanya hubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah
syaraf/nervus opticus mata. Meski glaukoma lebih sering terjadi seiring dengan
bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja.

II.2.3 Faktor Resiko


Jika seseorang memiliki tekanan intraokular lebih tinggi dari yang
seharusnya, akan meningkatkan risiko terjadinya glaukoma . Tekanan
Intraokular (IOP) adalah tingkat tekanan cairan di dalam mata. Tekanan
intraokular yang normal berkisar antara 12-21mmHg, Meskipun demikian
orang dengan tekanan intraokular yang rendah juga dapat menderita glaukoma,
sebaliknya orang dengan tekanan intraokular yang tinggi dapat hidup dangan
mata yang sehat. Beberapa faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya
glaucoma :
a. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan
munculnya glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 tahun
sangat beresiko untuk menderita glaukoma, dimana pada usia ini
resiko akan meningkat hingga 6 kali lipat.
b. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko
terjadinya glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan

16

dengan ras yang lain. Alasan perbedaan ini belum dapat dijelaskan.
Pada orang-orang asia cenderung untuk menderita glaukoma sudut
tertutup, sedangkan pada orang ras yang lain justru beresiko untuk
terjadi glaukoma meskipun tekanan intraokuler rendah.
c. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki
riwayat keluarga dengan glaukoma, akan berpotensi untuk menderita
glaukoma, riwayat keluarga meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali
lipat.
d. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan reskio glaukoma, selain itu
riwayat darah tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam
meningkatkan resiko. Faktor risiko lainnya termasuk retinal
detasemen, tumor mata dan radang pada seperti uveitis kronis dan
iritis. Beberapa jenis operasi mata juga dapat memicu glaukoma
sekunder.
e. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada
mata, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu
cedera juga dapat menyebabkan terlepasnya lensa, tertutupnya sudut
drainase. Selain itu dapat juga menyebabkan glaukoma sekunder
sudut terbuka. Glaukoma jenis ini dapat terjadi segera setelah
terjadinya trauma atau satu tahun kemudian. Cedera tumpul seperti
mata memar atau cedera tumbus pada mata dapat merusak sistem
drainase mata, kerusakan pada sistem drainase ini yang seringkali
memicu

terjadinya

glaukoma.

Cedera

paling

umum

yang

menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan


dengan olahraga seperti baseball atau tinju.
f. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya
glaukoma meningkat pada penggunaan kortikosterid dalam periode
waktu yang lama.
g. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi
penyebab terjadinya glaukoma sekunder, sebagai contoh, pigmentary

17

glaukoma. Pigmentary glaukoma adalah glaukoma sekunder yang


disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan dari bagian
belakang iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular
meshwork.
II.2.4 Klasifikasi
Dua jenis glaukoma yang umum adalah Prymary Open Angle Glaucoma
atau glaukoma sudut terbuka dan Acute Angle Closure Glaucoma atau
glaukoma sudut tertutup. Pada umumnya, orang suku Afrika dan Asia lebih
tinggi risikonya untuk menderita glaukoma dan kehilangan penglihatannya
daripada orang kulit putih dan glaucoma adalah salah satu penyebab utama
kebutaan di Asia.
Tabel 1. Kalsifikasi glaucoma berdasarkan etiologi.
A. Glaukoma Primer
1. Glaucoma sudut terbuka
a.

Glaucoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka


kronik, glaukoma sederhana kronik)

b.

Glaucoma tekanan normal (galukoma tekanan rendah)

2. Glaucoma sudut tertutup


a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
d. Iris plateu
B. Glaucoma Kongenital
1. Glaucoma kongenital primer
2. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a.

Sindrom pembelahan kamera anterior


Sindrom Axenfeld

18

Sindrom Rieger
Anomal Peter
b.

Aniridia

3. Glaucoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular


a.

Sindrom Sturge-Weber

b.

Sindrom Marfan

c.

Neurofibromatosis

d.

Sindrom Lowe

e.

Rubella Kongenital

C. Glaucoma Sekunder
1. Glaucoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a.

Dislokasi

b.

Intumesensi

c.

Fakolitik

4. Akibat kelainan traktus uvea


a.

Uveitis

b.

Sinekia posterior (seklusio pupilae)

c.

Tumor

5. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)


6. Trauma
a.

Hifema

b.

Kontusio/resesi sudut

c.

Sinekia anterior perifer

7. Pascaoperasi
a.

Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)

b.

Sinekia anterior perifer

19

c.

Pertumbuhan epitel ke bawah

d.

Pasca bedah tandur kornea

e.

Pasca bedah pelepasan retina

8. Galucoma neovaskular
a.

Diabetes mellitus

b.

Sumbatan vena retina sentralis

c.

Tumor intraokular

9. Peningkatan tekanan vena episklera


a.

Fistula karotis-kavernosa

b.

Sindrom Sturge-Weber

10. Akibat steroid


D. Glaucoma Absolut : Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah
mata yang keras, tidak dapat melihat, sering nyeri.
Tabel 2. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan
intraokular
A. Glaucoma sudut terbuka
1. Membran pratabekular : Semua kelainan ini dapat berkembang menjadi
glaucoma sudut tertutup akibat kontraksi membrane pratabekular.
a.

Glaucoma neovaskular

b.

Pertumbuhan epitel ke bawah

c.

Sindrom ICE

2. Kelainan trabekular
a.

Glaucoma sudut terbuka primer

b.

Glaucoma kongenital

c.

Glaucoma pigmentasi

d.

Sindrom eksfoliasi

e.

Glaucoma akibat steroid

f.

Hifema

20

g.

Kontusio atau resesi sudut

h.

Iridosiklitis (uveitis)

i.

Glaucoma fakolitik

3. Kelainan pascatrabekular
a.

Peningkatan tekanan vena episklera

B. Glaucoma sudut tertutup


1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaucoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sineksia posterior)
c. Intumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaucoma sumbatan siliaris
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Skleritis posterior
d. Pascabedah pelepasan retina
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat kamera anterior yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular

21

1.

Open Angle Glaucoma (Glaukoma sudut


terbuka)
Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan

terutama terjadi pada orang lanjut usia (diatas 50 tahun). Penyebabnya adalah
peningkatan tekanan di dalam bola mata yang terjadi secara perlahan-lahan.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghancurkan
sel-sel saraf/nervus opticus di mata. Begitu terjadinya kehancuran sejumlah selsel tersebut, suatu keadaan bintik buta (blind spot) mulai terbentuk dalam suatu
lapang pandangan. Bintik buta ini biasanya dimulai dari daerah samping/tepi
(perifer) atau daerah yang lebih luar dari satu lapang pandangan. Pada tahap
lebih lanjut, daerah yang lebih tengah/pusat akan juga terpengaruh. Sekali
kehilangan penglihatan terjadi, keadaan ini tidak dapat kembali normal lagi
(ireversibel).
Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma sudut
terbuka, karenanya sering tidak terdiagnosis. Para penderita tidak merasakan
adanya nyeri dan sering tidak menyadari bahwa penglihatannya berangsurangsur makin memburuk sampai tahap/stadium lanjut dari penyakitnya. Terapi
sangat dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit glaukoma ini dan
untuk mencegah pengrusakan lebih lanjut dari penglihatan.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya glaukoma sudut terbuuka
a. Primary Open Angle Glaucoma
Glaukoma yang terjadi karena hambatan pembuangan aquous humor
akibat kondisi primer berupa kelainan pada saluran pembuangan dengan sudut
terbuka.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah
proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel
di dalam jalinan dan dibawah lapisan endotel kanalis schelmm. Akibatnya
adalah penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan

22

tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular mendahului kelainan


diskus optikus dan lapangan pandang.
Pada anamnesis didapatkan riwayat bayangan gelap pada lapang pandang
atau keaktifan sehari hari mulai terganggu sehingga harus berjalan dengan
lebih perlahan lahan. Pada pemeriksaan didapatkan visus sentral baik (kecuali
stadium lanjut), tidak ada hyperemia konjungtiva dan siliar, kornea jernih, bilik
mata depan dalam, pupil normal, funduskopi gaung papil (+) dinyatakan dalam
perbandingan antara diameter gaung (cupping) dan diameter papil (disk) C/D
ratio > 0,4, tonometri : TIO > 21 mmHg, lapang pandang jika dini scotoma
daerah superior, jika lanjut scotoma luas, lapang pandang sempit, dan pada
pemeriksaan gonioskopi sudut bilik mata depan terbuka
b. Pigmentary glaukoma
Pigmentary glaukoma adalah suatu bentuk yang diturunkan dari bentuk
glaukoma sudut terbuka yang mana kejadiannya lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita. Orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang
lebih sering terkena. Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk
berkembangnya bentuk ini. Pigmentary glaucoma adalah glaukoma sekunder
yang disebabkan oleh pigmen granule yang di lepaskan dari bagian belakang
iris, granule-granule ini dapat memblokir trabecular meshwork

23

c. Normal tension glaukoma (Glaukoma bertekanan normal)


Glaucoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan
lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe
glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya dengan kurangnya sirkulasi darah
di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang
bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak.
Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan tekanan
dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas normal tinggi
(high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
2.

Angle Closure Glaucoma (Glaukoma sudut


tertutup)
Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan Asia

dan orang-orang yang penglihatan jauhnya buruk, juga ada kecenderungan


untuk penyakit ini diturunkan di dalam keluarga, jadi bisa saja di dalam satu
keluarga anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan kecenderungan
untuk menderita glaukoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih dangkal dari ratarata biasanya karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak di
sudut yang terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut
maka makin dekat pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork.

24

Gambar 4. Glaukoma sudut tertutup


Kemampuan dari cairan mata untuk mengalir/melewati ruang antara iris
dan lensa menjadi berkurang, menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk
di belakang iris, selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan
menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi jaringan trabecular meshwork,
maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi akut atau kronis. Pada yang
akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan ini dapat
terjadi dalam beberapa jam serta disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata
menjadi merah, kornea membengkak dan kusam maupun pandangan menjadi
kabur. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan segera
karena kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan cepat dan
menyebabkan kerusakan penglihatan yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaucoma sudut tertutup akan mengalami
gejala serangan akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang
kronis. Pada keadaan ini, iris secara bertahap akan menutup aliran, sehingga
tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka akan terbentuk jaringan parut
diantara iris dan aliran, dan tekanan dalam bola mata tidak meningkat sampai
terdapat jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan
memberikan pengobatan.

25

a. Glaucoma Sudut Tertutup Primer Akut


Glaukoma yang terjadi karena sudut tertutup secara akut akibat blok pupil
karena kondisi primer berupa bilik mata depan dangkal. Keluhan terjadi karena
peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan sangat tinggi antara lain
nyeri periokular, penglihatan sangat menurun, melihat warna pelangi sekitar
cahaya, mual, muntah. Tanda-tanda dari glaukoma sudut tertutup primer akut
antara lain hiperemi konjungtiva dan limbal, edema kornea, bilik mata depan
dangkal disertai flare dan cells, tekanan intraokular sangat tinggi, papil saraf
optik hiperemia, sudut bilik mata depan tertutup, pupil berdilatasi sedang.
Hiperemi limbal dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal
dengan flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi
bulat lonjong vertikal refleks negatif, lensa posisi normal tidak katarak, tekanan
intraokular sangat tinggi, sudut bilik mata depan tertutup.

Gambar 5. Hiperemi limbal dan konjungtiva disertai pendangkalan bilik mata

depan pada penderita glaucoma akut sudut tertutup


b. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut

26

Seperti pada kasus akut, dengan faktor etiologi yang sama kecuali bahwa
episode peningkatan tekanan intraokular berlangsung singkat dan rekuren.
Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi
kerusakan pada sudut kamera anterior berupa pembentukan sinekia anterior
perifer. Kadang-kadang penutupan sudut menjadi akut. Kunci untuk diagnosis
terletak pada riwayat, nyeri unilateral berulang, kemerahan, dan kekaburan
penglihatan yang disertai halo disekitarnya, serangan sering terjadi malam hari.
c. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Kronik
Sama dengan glaukoma sudut tertutup primer akut, kelainan mata yang
terjadi akibat glaukoma sudut tertutup primer akut yang berlangsung lama.
Terdapatnya sinekia anterior akibat dari glaukoma sudut tertutup primer akut
yang berlangsung lama menyebabkan tekanan intraokular tetap tinggi disertai
kerusakan pada papil saraf optik.
Atroti iris, fixed semidilated pupil, bilik mata depan dangkal, tekanan
intraokular tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, dan papil saraf optik sudah
mulai atrofi.
3.

Secondary Glaucoma
Bentuk ini adalah sebagai hasil dari kelainan mata lainnya seperti trauma,

katarak, atau radang mata. Penggunaan obat-obat golongan steroid (kortison)


juga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan tekanan di dalam bola
mata.
4. Congenital Glaucoma
Bentuk ini adalah bentuk yang jarang terjadi, yang disebabkan oleh
system pengaliran cairan mata yang abnormal. Ini bisa terjadi pada waktu lahir
atau berkembang di kemudian hari. Para orang tua bisa mengetahui jika
anaknya menderita kelainan ini dengan cara memperhatikan apakah anaknya

27

sensitif terhadap cahaya, mata yang besar dan berawan/kusam atau mata berair
berlebihan. Biasanya diperlukan tindakan bedah untuk menanganinya.
Gambar 6. Glaucoma kongenital
a. Glaucoma Congenital Primer (Trabekulodisgenesis)
Glaukoma bayi adalah suatu bentuk glaukoma perkembangan yang
timbulnya pada usia tahun pertama. Seperempatnya ditemukan saat lahir.
Glaukoma ini timbul karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut pada saat

janin kira kira berumur tujuh bulan. Iris hipoplasts dan menempel pada
permukaan trabekula didepan taji sclera yang pertumbuhannya tidak sempurna.
Dari anamnesis didapatkan epifora, mungkin juga fotofobia. Pemeriksaan
tonometer dapat ditemukan peningkatan TIO. Funduskopi gaung papil (+).
Pemeriksaan gonioskopi ditemukan bilik mata depan bertambah dalam, iris
depan menempel pada trabekel bukan ke badan siliar. Garis tengah kornea
bertambah (> 11,5 mm), sembab epitel, membrane descement robek, kekeruhan
stroma kornea.
b. Glaucoma Kongenital Sekunder
Glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak akibat kondisi sekunder yang
terjadi pada mata sehingga menyebabkan gangguan pada sudut bilik mata
depan. Kondisi sekunder terjadi retinopati, retinoblastoma, peradangan. Pada
kasus ini tidak ada cara pengobatan yang standar karena kelainan yang
menyertainya juga banyak dan sangat bervariasi.

28

5.

Glaucoma Absolut
Merupakan hasil akhir dari glaukoma yang tidak terkontrol, mata menjadi

keras, tajam penglihatan menjadi nol dan sering terasa nyeri.


II.2.5 Pemeriksaan Pada Glaukoma
Pemeriksaan mata secara rutin merupakan cara terbaik untuk mendeteksi
terjadinya glaukoma. Berikut merupakan jenis-jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan:
a. Tonometry : untuk mengukur tekanan intraokuler.
Ada beberapa macam tonometry:
1) Tonometry indentasi (schiotz)

2). Tonometry aplanasi (goldman)

29

3). Tonometry non kontak


4). Tonometry digital
b.

Gonioscopy : untuk memeriksa drainase sudut mata.


Dengan genioskopi kita dapat menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata
depan, dilakukan dengan cara membius mata dengan obat-obat tetes
anasthesi dan menempatkan contact lens khusus yang tebal dengan kacakaca di dalamnya dan diletakkan pada mata. Kaca-kaca tersebut
memungkinkan dokter untuk melihat bagian dalam mata dari arah-arah yang
berlainan. Dari sinilah dapat kita tentukan apakah sudut mata terbuka atau
menyempit. Genioscopy juga dapat digunakan untuk melihat kelainankelainan pada pembuluh darah yang memungkinkan untuk mengganggu

c.

aliran humor aqueous keluar dari mata.


Ophthalmoscopy : untuk mengevaluasi semua
kerusakan diskus optikus
Pemeriksaan menggunakan ophthalmoskop dilakukan guna memeriksa
diskus optikus pada belakang mata, kerusakan pada syaraf optic, disebut
cupping of the disc dapat terdeteksi dengan cara ini. Diskus optikus normal
memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral)- cawan / cekungan
fisiologik yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relative serat
yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sclera yang harus
dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada mata hipermetropik, lubang sclera
kecil sehingga cekungan optic juga kecil. Pada mata myopic hal yang
sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaucoma menimbulkan kelainankelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi
diskus yang ditandai sebagai pambesaran cekungan diskus optikus- disertai
pemucatan diskus di daerah cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus
menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan cekungan diskus optikus.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekunga optic
yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior yang disertai pentakikan
fokal tepi diskus optikus. Kedalaman cekungan optic juga meningkat

30

sewaktu lamina cribosa tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan


cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser kearah hidung. Hasil akhir
pada pencekungan berupa cekungan bean-pot (periuk) tempat tidak terlihat
di bagian tepi. Rasio cekungan-diskus adalah cara yang berguna untuk
mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut
adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus ,
mis. Cekungan kecil adalah 0,1 dan cekungan besar 0,9. Apabila terdapat
peningkatan tekanan intraokular yang signifikan, rasio cekungan-diskus
yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri bermakna antara kedua mata
sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa. Penilaian klinis diskus
optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau dengan
pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa Hruby atau lensa kontak
kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi. Bukti klinis lain
adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi lapisan serat saraf .
Hal ini dapat terdeteksi (tanda Hoyt) dengan oftalmoskopi terutama apabila
digunakan cahaya bebas merah- dan mendahului terbentuknya perubahanperubahan pada diskus optikus.

d.

Perimetry : Uji lapang pandangan masing-masing


mata.

31

Uji lapang pandangan sangat penting untuk mendeteksi glaucoma sudut


terbuka dan memantau penurunan visus. Setiap penderita yang diduga
menderita glaucoma harus diperiksa secara periodic dengan beberapa cara:
1). Tangen screen/ Bjerrum: digunakan untuk mendeteksi kelainan daerah
sentral.

2). Perimeter goldman: untuk memeriksa lapang pandangan sentral dan


perifer
3) Perimeter automatis
4) Tes konfrontasi: untuk memeriksa lapang pandangan perifer yang
memiliki arti bila ada glaucoma yang sudah lanjut.
e.

Pechymetry : untuk menentukan ketebalan kornea.

II.2.6 Penatalaksanaan

32

1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Supresi Pembentukan Humor Aqueous
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan
untuk terapi glaukoma. Timolol 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%.
Kontraindikasi utama adalah penyakit obstuksi jalan nafas.
Agonis adrenergik alfa 2 Epinefrin dan dipiverin mempunyai efek
pada pembentukan humor aqueous. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik
asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan atau juga dapat digunakan
diamox 500 mg
b. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueous
Parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar yang bekerja pada
jaringan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah
pilokarpin 0,56% (sering 2%). Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai meredupnya penglihatan.
c. Menurunkan Volume Korpus Vitreum
Obat obatan hiperosmotik menyebabkan darah hipertonik sehingga
cairan tertarik keluar dari korpus vitreum. Selain itu, juga terjadi penurunan
produksi humor aqueous. Gliserin oral 1 - 1,5 g cc/Kg BB dalam satu larutan
dengan sari jeruk dalam volume yang sama. Jika terdapat kontraindikasi dapat
dipakai manitol 20 % 1 cc /Kg BB, 60 100 tetes tiap menit IV.
d. Miotik, Midriatik dan Siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup primer akut. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan sudut
pada iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan
oleh pergeseran lensa anterior, Siklopegik dapat digunakan untuk melemaskan
otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk
menarik lensa kebelakang.
2. Terapi Bedah dan Laser
a. Iridektomi Dan Iridotomi Perifer

33

Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea yang


relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang
cukup besar. Iridotomi perifer secara bedah menghasilkan keberhasilan jangka
panjang yang relatif baik.

b.

Trabekuloplasti Laser
Penggunaan
menimbulkan
jalinan
schlemm,

laser
luka

trabekular

bakar
dan

dengan

untuk
pada
kanalis
tujuan

melancarkan aliran humor aqueous.


Teknik ini dapat diteapkan untuk
glaukoma sudut terbuka

c. Bedah Drainase Glaukoma

34

Tindakan bedah untuk membuat


jalan

pintas

dari

mekanisme

drainase normal, sehingga terbentuk


akses langsung dari kamera anterior
kejaringan
orbita

subkonjungtiva
dapat

dibuat

atau
dengan

trabekulotomi atau insrsi selang


drainase
d. Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat dipertimbangkan tindakan
destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah. Semua teknik siklodestruktif
dapat menyebabkan ptisis bulbi.
II.3 Retinopati Hipertensi
II. 3.1 Definisi
Retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata berupa
perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.
Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-kadang menetap dan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan.
Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah
retina akibat tekanan darah tinggi. Memberikan kelainan pada retina berupa
retinopati hipertensi dengan arteri yang besar dan tidak teratur, eksudat pada
retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat
berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang
tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
II.3.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, diadakan penelitian mengenai retinopati hipertensi.
Didapatkan usia yang paling banyak tersering adalah bahwa kelainan ini banyak

35

ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi yang lebih tinggi juga
ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang kulit putih
II.3.3 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan
endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi
secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi.
Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina
secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih
berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar
yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal
sebagai copper wiring.
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat
sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian
tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima
dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan
kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap
menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis
menjadi lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabuan yang terdapat pada
dinding pembuluh darah bercampur dengan warna merah darah pada lumen

36

pembuluh darah akan menghasilkan gambaran khas copper-wire. Hal ini


menandakan telah terjadi arteriosklerosis tingkat sedang. Apabila sklerosis
berlanjut, refleksi cahaya dinding pembuluh darah berbentuk silver-wire. Tahap
pembentukan eksudat, akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina,
nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik
retina.
Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran
mikroaneurisma, hemoragik, eksudat keras dan infark pada lapisan serat saraf
yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat
pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan
tekanan darah yang sangat berat. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi
melalui dua mekanisme. Edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid
yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini
peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan
autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal
dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan
II.3.4 Gejala dan Tanda
Gejala pada retinopati hipertensi sering asimptomatik, kadang dapat
menyebabkan penurunan penglihatan. Tanda utamanya berupa general atau
lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral. Tanda lainnya dapat
berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus sklerosis (cooper /
silver wering), cotton wool spot, hard eksudat yang berupa macular star figure,
flame haemorrhage, retinal edema, arteriol makroaneurisme, dan atropi
korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya yang jarang terjadi adalah ablasio
retina, perdarahan vitreous, penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau
vena. Dan neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang.

37

Pada retinopati hipertensi stadium lanjut berupa retinopati hpertensi


malignan menunjukan adanya papil edema ditambah tanda lainnya yang telah
disebutkan diatas.
Retinopati hipertensi dapat terjadi dalam 4 keadaan, yaitu :
1) Simple hipertensi tanpa sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda, tanda pada retina dapat berupa kontriksi
dari arteriole dimana akan menjadi pucat dan terdapat perdarahan tetapi
tidak terdapat eksudat
2) Hipertensi dengan involutionary sklerosis
Ditemukan pada pasien usia tua, gambaran dari arteriosklerotik dapat terjadi.
Tanda vaskular hanya menjelaskan bertambahnya lokal kontriksi dan dilatasi
dari pembuluh darah dengan vaskular sheath dan deposit dari hard eksudat
dan kadang terdapat perdarahan tanpa adanya oedema. Seringkali perubahan
pada pembuluh darah terjadi bilateral, retinopati yang menetap pada satu
mata dapat mengakibatkan insufisiensi karotid pada tepinya. Prognosisnya
relatif baik.
3) Arteriolar (difuse hyperplastic) sklerosis
Ditemukan pada pasien usia muda. Kebanyakan arteri pada usia muda
merespon hipertensi dengan proliferatif dan fibrous, perubahan terutama
cenderung mengenai media. Pembuluh darah menunjukan bukti adanya
hipertensi. Penyempitan dan berkelok keloknya pembuluh darah dengan
tanda arterio-venous crossing, sedangkan pada multiple hemorhage dapat
timbul dengan udem dan cotton wool patches pada stadium awal dan adanya
hard eksudat tersebar dan sering membentuk makulare star pada stadium
akhir atau lanjut. Jika pasien dapat bertahan, terdapat tanda perubahan dari
fundus yang menjadi regresi dan meskipun kebutaan tidak terjadi tetapi
penglihatan yang berkurang dapat menjadi masalah yang cukup serius.
Kematian disebabkan oleh uremia.
4) Malignan hypertension
Adalah sebuah ekspresi dari akselerasi progresif dari stadium hipertensi pada
pasien dengan relatif young arteriole (umur muda) tidak terlindung oleh

38

sklerosis. Penggabungan dari renal insufisiensi dan gambaran dari fundus


dapat diketahui sebagai hipertensi neuroretinopati yang didominasi oleh
gambaran udem. Seluruh retina dapat menjadi gelap / suram karena adanya
general udem yang banyak pada disc, mengakibatkan dalam stadium dari
papiledema dengan multiple cotton wool patches, hard eksudat dapat
menjadi berlebihan menandai bahwa patches form enormous masse
diantaranya. Tanda makular star seringkali yang paling utama. Penglihatan
seringkali menjadi kabur / suram. Pada kasus seperti itu, khususnya ketika
papiledema menjadi tanda. Prognosisnya adalah tidak jelas dan bila tidak
hipertensi dapat dikontrol dengan obat obatan atau metode bedah.
Kehidupan tidak selalu berlangsung lebih dari 2 tahun.
II.3.5 Klasifikasi
Terdapat 3 skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek seharihari

1). Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)


Stadium
Stadium I

Karakteristik
Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;

Stadium II

hipertensi ringan, asimptomatis


Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; tekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa

Stadium III

gejala dari hipertensi


Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi

Stadium IV

ginjal
Edema neuroretinal termasuk papiledema, Elschig spot; peningkatan
tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia,

39

penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan


organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
2) Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium
Stadium 0
Stadium I

Karakteristik
Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks

Stadium II

arterioler retina
Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal,

Stadium III
Stadium IV

tanda penyilangan arteriovenous


Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

3) Klasifikasi dari retinopati hipertensi berdasarkan data populasi oleh New


England Journal of Medicine 2004
Retinopati
Mild

Deskripsi
Asosiasi sistemik
Satu atau lebih dari tanda berikut: Asosiasi ringan
Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit
atau fokal, AV nicking, dinding jantung

Moderate

stroke,

dengan
penyakit

koroner

dan

arterioler lebih padat (silver-wire)


mortalitas kardiovaskuler
Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi
berat
dengan
lebih tanda berikut :Perdarahan retina penyakit
(blot,

dot

atau

stroke,

gagal

flame-shape), jantung, disfungsi renal dan

microaneurysme, cotton-wool, hard mortalitas kardiovaskuler


Accelerated

exudates
Tanda-tanda

retinopati

moderate Asosiasi

berat

dengan

dengan edema papil : dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal


dengan kebutaan
II.3.6 Diagnosis

40

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan
pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga
penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri
pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada
stadium III atau stadium IV perubahan vaskularisasi akibat hipertensi .
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa
didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini
jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs
spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proliferasi epitel pigmen pada tempat
yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan
peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire
atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule
yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking
arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat
menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/
BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan
intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa
perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, dan/ atau edema retina.
Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan
waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang
paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan
angiografi.

Keadaan

stasis

kapiler

dapat

menyebabkan

anoksia

dan

41

berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma.


Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya
integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi
perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf
kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh
dilapisan fleksiform luar. Pada edema retina dan makula, yang terlihat secara
histologis adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid.
Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimanamana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling
dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat
saraf yang berbentuk radier
Angiografi flouresen memungkinkan kita mendokumentasikan perubahan
perubahan mikrosirkulasi ini secara akurat. Pada pasien berusia muda dengan
hipertensi, ditemukan penipisan dan penyumbatan arteriole, dan adanya
nonperfusi kapiler dapat diverifikasi dalam hubungannya dengan cotton wool
patches, yang dikelilingi oleh kapiler kapiler yang melebar abnormal dan
mikroaneurisme yang meningkat permeabilitasnya pada angiografi flourecens
II.3.7 Diagnosa Banding
1)
2)
3)
4)
5)

Retinopati Diabetik
Kolagen vaskular disease
Anemia
Retinopati radiasi
Central or Branch retinal vein occlusion

II.3.8 Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan retinopati hipertensi, mengobati faktor primer
adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati
arterial. Tekanan darah penderita retinopati hipertensi harus diturunkan dibawah
140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,

42

maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik telah menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi
dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas
apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung
terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina. Perubahan pola dan gaya hidup
juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika
sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara asupan lemak tak jenuh
dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi
dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. Dokter atau petugas
kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi walaupun
tanpa tanda-tanda retinopati
II.3.9 Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks
cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire.
Namun dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi
cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam
hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada
retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Ciri-ciri
dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tibatiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior
dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari
vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari

43

sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering


disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa.
Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan
resiko stroke 2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden
stroke walaupun faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol.
Dan penelitian Mithcell et al menunjukkan hubungan antara retinopati
hipertensi

dengan

insidensi

stroke/Transient

Ischemic Attack/kematian

serebrovaskular. Penelitian ini melakukan follow pada 859 subjek selama 7


tahun.
Sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi komplikasi dari retinopati
hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk
simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari
obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang
paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.
II.4 PRESBIOPIA
Definisi
Presbiopia merukan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya
akomodasi adalah kemampuan lensa mata mencembung dan memipih.
Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu umumnya seseorang
akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopnya. Presbiopia
merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopia ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah.

44

Etiologi
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.

Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks
lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.
Klasifikasi
1. Presbiopi Insipien, tahap awal perkembangan presbiopi. Dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kacamata baca.
2. Presbiopia Fungsional, amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan
akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
3. Presbiopi Absolut, peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,
dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopi Prematur, presbiopi yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obatobatan.

45

5. Presbiopi Nokturnal, kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi


gelap, disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih.
Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa
(titik dekat mata makin menjauh).
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari.
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
f. Sulit membedakan warna.
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus, pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan
menggunakan Snellen Chart.
b. Refraksi, periksa mata satu persatu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat
terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar
20/30.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding presbiopia adalah hipermetropia.
Penatalaksanaan

46

1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah


untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objekobjek yang dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif
yang sesuai usia, dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger.
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D saat umur 60 tahun
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada
kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33
cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3,00 D.
Usia (Tahun)
40 tahun
40-45 tahun
45 tahun
45-50 tahun
50 tahun
50-55 tahun
55 tahun
55-60 tahun
60 tahun

Kekuatan Lensa Positif yang Dibutuhkan


+1,00 D
+1,25 D
+1,50 D
+1,75 D
+2,00D
+2,25 D
+2,50 D
+2,75 D
+3,00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopinya. Ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal, untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh, bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat, bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya.

47

d. Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,


dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non dominan. Mata
yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus
pada kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifokal pada mata non dominan,
dan lensa kontak untuk melihat pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.
f. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK,
dan keratektomi fotorefraktif.

48

DAFTAR PUSTAKA
Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2010.
Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2007.
BEM FK Udip. Dalam : Ilmu Kesehatan Mata. Semarang : Falkutas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2009.
Khurana, A.K., Comprehensive Opthalmology : Disease Of The Cornea., New
Age Int: New Delhi., 2007.
Wijana, N., 1983, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta : 41-42.
Tanulfhan M, Asbury T. Anatomi embriologi mata. In : Oftalmologi Umum.
Edisi ke 14. Jakarta: Widya Pustaka-, 2002. p.9-11, 25-9.
Shock John.P,MD dan Harper Richard A,MD.Lensa Dalam : Vaughan
DanielG,Asbury Taylor, dan Riordan-Eva Paul. Oftalmologi Umum.
Edisi XIV. Jakarta:Widya medika;2000. p. 175 179.
Lumbantobing, S.M 2008. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental,
Jakarta:fakultas kedokteran Indonesia
James, bruce.dkk.2006. lecture notes oftalmologi edisi kesembilan.Jakarta:
Erlangga

49

Anda mungkin juga menyukai