PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan
akan
negara
mempengaruhi
berkembang
terjadinya
yang
peningkatan
oleh
cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %),
dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7 %) (Depkes, 2009). Sedangkan menurut rekam medis di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang mencatat terjadi kasus fraktur pada tahun 2008-2012 akibat kecelakaan
berkendara adalah 137 kasus atau 85,1% dari keseluruhan kasus (Rekam Medik RSUD
dr. Saiful Anwar Malang, 2012). Dari data di RSUD dr Soeroto Ngawi tahun 2012
sebanyak 115, sedangkan pada tahun 2013 pasien fraktur terdapat 106 orang.
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur di sebabkan karena trauma langsung, trauma tidak
langsung dan kondisi patologis. Akibat dari fraktur tulang akan mengalami
diskontinuitas tulang, pergeseran fragmen tulang, dan spasme otot sehingga akan
menimbulkan masalah nyeri pada pasien fraktur. Apabila ditemukan fragmen tulang
keluar sehingga menimbulkan luka terbuka memanjang sampai permukan kulit
keadaan ini disebut fraktur terbuka. Sedangkan pada fraktur tertutup tidak ditemukan
adanya robekan pada kulit (Muttaqin, 2008). Hal-hal tersebut dapat berpengaruh pada
perubahan jaringan di sekitar fraktur dan adanya kerusakan fragmen tulang. Serta tak
jarang di temukan perubahan jaringan sekitar fraktur itu dapat terjadi pergeseran
fragmen tulang, laserasi kulit, dan spasme otot. Pergeseran fragmen
tulang akan
dapat menimbulkan masalah kerusakan intregitas kulit. Bila semua luka itu tidak
segera mendapat pertolongan maka akan menyebabkan resiko infeksi. Adanya spasme
otot akan meningkatkan tekanan kapiler kemudian terjadi pelepasan histamine
sehingga protein plasma akan hilang yang dapat menyebabkan edema pada bagian
yang mengalami fraktur sehingga menekan pembuluh darah. Dari kerusakan tersebut
mengakibatkan tekanan sumsung tulang akan lebih tingggi dari tekanan kapiler
sehingga akan mengakibatkan emboli lemak. Penekanan pembuluh darah dan
penyumbatan pembuluh darah itu sendiri akan menimbulkan masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer (Smeltzer dan Suzanne C,2001). Komplikasi lain dalam waktu
lama akan terjadi mal union, delayed union, non union, atau bahkan perdarahan ( Price,
2005). Sehingga masalah yang sering terjadi adalah nyeri, syock hipovolemik,
gangguan perfusi jaringan serta gangguan mobilitas fisik (Andra dan Yessie, 2013). Hal
yang perlu diperhatiakan dalam penanganan fraktur adalah mengurangi resiko infeksi
serta komplikasi.
Setiap perawat perlu mengetahui tindakan medis yang biasanya dilakukan oleh
perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien setelah
ditangani oleh dokter. Tim medis yang menangani keadaan klinis klien yang
mengalami fraktur memerlukan penilaian penatalaksanaan yang sesuai, yaitu dengan
mempertimbangkan faktor usia, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan keadaan
sosial ekonomi klien secara individual. Pada umumnya, metode penanganan pada
pasien fraktur adalah secara konservatif dan secara pembedahan. Penatalaksanaan
secara konservatif adalah penatalaksanaan tanpa dilakukan suatu pembedahan. Adapun
cara secara konservatif atau tanpa pembedahan yaitu 1) proteksi (tanpa reduksi atau
imobilisasi), 2) imobilisasi dengan menggunakan bidai eksterna (tanpa reduksi), 3)
reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips,
4) reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Sedangkan
penatalaksanaan secara pembedahan yaitu 1) reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal
atau fiksasi perkutan dengan menggunakan K-Wire, 2) reduksi terbuka dan fiksasi
internal, 3) reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal, 4) eksisi fragmen tulang dan
penggantian dengan prosthesis (Mutaqqin,2008).
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan
melakukan kajian lebih lanjut dengan malakukan asuhan keperawatan fraktur dengan
membuat rumusan masalah sebagai berikut Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnose Fraktur di Ruang Flamboyan RSUD dr. Soeroto Ngawi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Fraktur di ruang Flamboyan RSUD dr. Soeroto Ngawi
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengkaji klien dengan diagnosa Fraktur di Ruang Flamboyan RSUD dr.
Soeroto Ngawi.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa Fraktur di
Ruang Flamboyan RSUD dr. Soeroto Ngawi.
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Fraktur di
Ruang Flamboyan RSUD dr. Soeroto Ngawi.
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik adalah data penunjang untuk menemukan kebutuhan
klien. Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan prosedur yang umum
seperti pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi suhu tubuh,
pernafasan, tekanan darah dan nadi. Pada pemeriksaan fisik sebaiknya
menggunakan metode yang sistematis dan tepat melalui inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi (Setiadi, 2012).
ROS (review of system) atau sistem tubuh adalah pegkajian sistem
tubuh atau pemeriksaan organ tubuh dengan pendekatan fungsi sistem
tubuh. Meliputi keadaan umum, tanda-tanda vital, sistem pernafasan,
sistem kardivaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem
pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem integumem, dan sistem
reproduksi (Setiadi, 2012).
a. Inspeksi
Inspeksi didefinisikan sebagai kegiatan melihat atau memerhatikan
secara seksama status kesehatan klien.
b. Auskultasi
Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan
stetoskop yang memungkinkan pemeriksa mendengar bunyi yang
keluar dari rongga tubuh klien.
c. Perkusi
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk secara
pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk menentukan
posisi, ukuran, dan konsistensi struktur suatu organ tubuh.
d. Palpasi
Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba atau
merasakan kulit klien untuk mengetahui struktur yang ada di bawah
kulit (Asmadi, 2008).
1.5.3. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan dari klien (bila dapat diajak
komunikasi) untuk menggali informasi mengenai masalah kesehatan klien
(Setiadi, 2012).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau informasi yang didapat dari orang tua,
suami atau istri, teman klien atau orang terdekat klien (Setiadi, 2012).
3. Data Tersier
Data yang diperoleh dari catatan klien, riwayat penyakit klien, konsultasi,
hasil pemeriksan diagnostic, catatan medis dari anggota tim kesehatan
lain, perawat lain, kepustakaan (Setiadi, 2012).
1.5.4. Studi Kepustakaan
Bahan-bahan pustaka merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang
latar belakang teoretis dari suatu penelitian. Dari buku-buku, laporanlaporan penelitian, majalah ilmiah, dan jurnal dapat diperoleh berbagai
informasi, baik berupa teori maupun konsep yang telah dikemukakan oleh
berbagai ahli (Soekidjo, 2005).
Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini,
secara keseluruhan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan komisi pembimbing, pengesahan,
motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi.
2. Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing masing bab terdiri dari sub bab
berikut :
BAB 1 : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, manfaat
penelitian, dam sistematika penulisan studi kasus.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan
asuhan keperawatan klien dengan diagnosa fraktur, serta kerangka masalah.
BAB 3 : Tinjauan Kasus, berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB 4 : Pembahasan, berisi tentang perbandingan antara teori dengan kenyataan
yang ada dilapangan.
BAB 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
3. Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.