Anda di halaman 1dari 10

AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA DALAM HUBUNGAN DENGAN

KEHIDUPAN BERBANGSA
AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA DALAM HUBUNGAN DENGAN
KEHIDUPAN BERBANGSA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar
Keberhasilan Rasulullah Saw dalam menyebarkan agama Islam benar-benar mengagumkan.
Hanya dalam waktu kurang dari 25 tahun beliau berhasil mengubah masyarakat jahiliah yang
sangat dekaden menjadi masyarakat yang berperadaban tinggi dan sangat disegani bangsa-bangsa
di sekitarnya. Beliau berhasil menegakkan suatu negara yang oleh sosiolog modern seperti Robert
M. Bella diakui sebagai negara yang boleh disebut sebagai negara modern.
Konstitusinya yang dikenal dengan Piagam Madinah (Al-Shahifah Al-Madinah) dipandang
oleh Cak Nur (Dr. Nurcholish Madjid) mirip dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur
suatu masyarakat majemuk. Kemudian, tidak lebih dari 200 tahun bangsa Arab telah menjadi satusatunya super power di dunia saat itu, tidak saja dalam bidang politik, tetapi juga dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Hingga abad 18, karya-karya kaum Muslim zaman Abbasiah
dipelajari dan dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi Eropa. Oleh karena itu, para
sejarawan dan ahli-ahli dalam berbagai disiplin ilmu, baik dari kalangan Islam sendiri maupun dari
luar Islam, terus-menerus mempelajari sejarah hidup Rasulullah saw. Mereka yakin, di dalam
dakwah Rasulullah saw., terdapat kunci-kunci sukses yang dapat diteladani dan direaktualisasikan
di zaman modern. Dengan semangat seperti itulah tulisan ini disajikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini secara garis besar rumusan masalahnya adalah :
a. Apakah pengertian mora dan akhlaq (etika) ?
b. Bagaimanakah cara untuk membangunan moral dan akhlak bangsa ?
c. Kenapa memperbaiki diri sendiri lebih diutamakan dari pada memperbaiki sistem yang ada ?
d. Seberapa pentingkah akhlakul karimah dalam kehidupan modern dan makna amanah dalam
konteks akhlak bangsa ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral dan Akhlak (etika)
Moral adalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan benar atau salah, pengertian tentang
perbedaan antara salah dan benar. Sedangkan akhlak ialah seperangkat tata nilai yang bersifat
samawi dan azali, yang mewarnai cara berfikir, bersikap dan bertindak seorang muslim terhadap
alam lingkungannya.
Menurut Al-Ghazali :
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatanperbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.
Akhlak umumnya disama artikan dengan arti kata budi pekerti, kesusilaan atau sopan santun
dalam bahasa Indonesia, atau tidak berbeda pula dengan arti kata ethic (etika).

Dimana-mana setiap kesempatan dan situasional orang berbicara tentang etika. Memang
etika ini menarik untuk dibicarakan, akan tetapi sulit untuk dipraktekkan. Etika adalah sistem
daripada prinsip-prinsip moral tentang baik dan buruk. Baik dan buruk terhadap tindakan dan atau
perilaku.
Ethics dapat berupa etika (etik), yaitu berasal dari dalam diri sendiri (hati nurani) yang
timbul bukan karena keterpaksaan, akan tetapi didasarkan pada ethos dan esprit, jiwa dan semangat.
Ethics dapat juga berupa etiket, yaitu berasal dari luar diri (menyenangkan orang lain), timbul
karena rasa keterpaksaan didasarkan pada norma, kaidah dan ketentuan. Etika dapat juga berarti
tata susila (kesusilaan) dan tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan hidup sehari-hari baik
dalam keluarga, masyarakat, pemerintahan, berbangsa dan bernegara. Dalam kelompok tertentu
misalnya memiliki kode etik, rule of conduct, misalnya students of conduct, kode etik kedokteran,
dan atau kode etik masing-masing sesuai dengan profesinya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada
dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri seperti
penyesalan, keresahan dan lain-lain.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain,
pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari, bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan
dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, kepedulian, kesenonohan yang berlaku dalam
pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan dititik beratkan kepada sikap
lahiriah setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan.
Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat
lingkungan dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Apabila kita berbicara tentang etika ini, maka akan kita temukan beberapa pengertian antara lain :
a. Etika : sistem daripada prinsip-prinsip moral, dapat juga berarti rules of conduct, kode sosial
(social code), etika kehidupan. Dapat juga berarti ilmu pengetahuan tentang moral atau cabang
filsafat.
b. Ethos (jiwa) : karakteristik dari masyarakat tertentu atau kebudayaan tertentu.
c. Esprit (semangat) : semangat dcorps, loyalitas dan cinta pada kesatuan, kelompok, masyarakat,
pemerintah dan lain-lain.
d. Rule (ketentuan, peraturan) : ketentuan-ketentuan dalam kebiasaan pergaulan masyarakat yang
memberi pedoman atau pengawasan atau kegiatan tentang benar dan salah.
e. Norma : merupakan standar, pola, patokan, ukuran, kriteria yang mantap dari masyarakat atau
pemerintah.
f. Moral : prinsip-prinsip yang berhubungan dengan benar atau salah, pengertian tentang perbedaan
antara salah dan benar.
B. Pembangunan Moral dan Akhlak Bangsa
Keberhasilan dan kegagalan suatu negara terletak pada sikap dan prilaku dari seluruh
komponen bangsa, baik pemerintah, DPR (wakil rakyat), pengusaha, penegak hukum dan
masyarakat. Apabila moral etik dijunjung oleh bangsa kita maka tatanan kehidupan bangsa tersebut
akan mengarah pada kepastian masa depan yang baik, dan apabila sebaliknya maka keterpurukan
dan kemungkinan dari termarjinalisasi oleh lingkungan bangsa lain akan terjadi.
Bangsa kita terlalu terkonsentrasi dengan teori politik dan teori kehidupan yang berkiblat
pada dunia barat dan timur saat membangun masyarakat. Bahkan kecenderungan untuk
meninggalkan identitas timur religius lebih kentara. Di era 1950 - 1960 an negara kita bergantiganti haluan politik seperti liberalisme, capitalisme komunisme dan nasionalis agama (nasakom)
pernah dilalui dengan menggunakan pola trycle and error, sehingga mengalami keterlambatan sikap
karena sering berganti pola politik yang pada akhirnya kita mengalami keterpurukan dan mendapat

label negara terburuk baik di level regional, Asia maupun dunia. Hal ini terjadi diseluruh aspek
kehidupan; di dunia politik, ekonomi, sosial, budaya dan sistem penegakan hukum.
Selama ini pembangunan nasional meliputi bidang agama, sebagai buktinya secara
kuantitatif dan formalitas tempat ibadah kita dan seremoni keagamaan kita tampak ramai. Namun
krisis moral terjadi sampai kini, disinilah sebuah tantangan bagi pemerintah dan pemuka agama,
formalitas vs realitas.
Jalan keluarnya adalah bahwa kini harus mempunyai orientasi berbeda dengan sebelumnya.
Kalau masa lalu seluruh bentuk pembangunan, termasuk bidang agama, berorientasi pada
monoloyalitas politik, kini tentu harus diubah total. Orientasinya hendaknya untuk memperbaiki
moralitas bangsa kita dan untuk memberdayakan masyarakat pemeluknya untuk hidup aman
(hasanah) di dunia dan di akhirat kelak.
Dengan demikian maka perbaikan masa depan bangsa harus dimulai dengan perbaikan etika
moral yang berlandaskan agama, karena identitas bangsa kita adalah identitas timur yang religius
dimana hampir seluruh agama yang terlahir di dunia ini semua berasal dari dunia timur; agama
Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, Shinto berikut seluruh sektenya. Terutama harus
dimulai dari perilaku para pemimpin bangsa, karena perilaku masyarakat pada umumnya seperti
lokomotif dan gerbong, alurnya dari bawah hingga tingkat atas berjalan estafet mengikuti arah dan
stratifikasi sosial yang ada.
Etika berkuasa menurut Al-Ghazali
Seperti hikmah-hikmah yang diungkapkan Imam Al-Ghazali tentang perilaku masyarakat
akan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinannya :
"Jika penguasa korup, maka korupsi akan menjadi trend dikalangan para pengikutnya. Keruntuhan
dan kemakmuran suatu bangsa sangat bergantung pada perilaku dan etika berkuasa pemimpinnya".
"Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan
dari satu perut yang sama Oleh karena itu wajib bagi seorang penguasa untuk menyempurnakan
agamanya dan menjauhkan hawa nafsu, bid'ah, kemungkaran, keragu-raguan dan setiap hal yang
mengurangi kesempurnaan syariat".
"sesungguhnya tabi'at rakyat merupakan tabi'at dari para penguasa".
Orang-orang awam melakukan perbuatan yang merusak karena mengikuti perbuatan para
pembesar, mereka meneladani dan mencontoh tabiat para pembesar, seperti yang terjadi pada
sejarah al-Wahid bin Abdul Malik dari keturunan bani Umayyah memiliki kegemaran terhadap
bangunan dan pertanian, maka dengan serta merta rakyat dan bangsanya turut meneladani, tetapi
ketika Sulaiman bin Abdul Malik kegemarannya makan, jalan-jalan dan memperturutkankan
syahwat maka seluruh rakyatnya meneladani dan mengikutinya.
Jadi benang merah pembentukan masyarakat bangsa dan Negara berkehendak membentuk
tatanan kehidupan yang memiliki etika moral yang berlandaskan agama adalah harus diawali
dengan penataan kepemimpinan yang bersifat komprehensif, tidak saja presidenya akan tetapi
seluruh komponen kepemimpinan; wakil rakyat, penegak hukum, pemegang kekuasaan di bidang
perekonomian, pendidikan dan seluruh unsur birokrasi pelayanan rakyat harus ditata kembali.
Pemimpin negara, wakil rakyat dan seluruh pemegang kekusaan dari gubernur sampai ke tingkat
pemerintahan dan tokoh masyarakat etika dan moralnya harus merujuk kepada agama. Tidak ada
lagi pemimpin yang dzalim kepada rakyat, bangsa dan negaranya. Rasulullah bersabda yang
diriwayatkan dari Umar :
" Sesungguhnya ketika Allah menurunkan Adam ke bumi, diwahyukan kepadanya empat
perkataan,. Allah berfirman , Wahai Adam, Ilmumu dan Ilmu keturunanmu terdapat dalam empat
perkataan, yaitu satu perkataan untuk-Ku, satu perkataan untukmu, satu perkataan antara Aku dan
engkau, serta satu perkataan antara engkau dan manusia; Perkataan untuku adalah sembahlah Aku
dan jangan menyekutukan Aku, Perkataan untukmu adalah Aku akan menyelamatkanmu dengan
ilmumu, Perkataan antara engkau dan Aku adalah engkau berdoa dan Aku yang akan mengabulkan,
perkataan antara engkau dan manusia adalah berbuat adil dalam urusan mereka, dan berbuat adil
lah diantara mereka ".

Ibnu Qatadah berkata :


Kedzaliman ada tiga jenis : Kedzaliman yang tidak ada ampunan bagi pelakunya,
kedzaliman yang tidak terus menerus, dan kedzaliman yang terdapat ampunan bagi pelakunya;
Kedzaliman yang tidak ada ampunan bagi pelakunya adalah menyekutukan Allah, kedzaliman yang
tidak terus menerus adalah kedzaliman yang dilakukan sebagian manusia kepada sebagian lainnya.
Sedangkan kedzaliman yang terdapat ampunan adalah kedzaliman manusia atas dirinya karena
melakukan perbuatan dosa, kemudian ia bertobat dan kembali kepada rabbnya. Allah akan
mengampuni orang itu karena rahmat-Nya, dan memasukannya ke surga dengan karunianya.
Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual dan
etika dalam penyelenggaraan negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundangundangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama.
Meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran agama bagi individu, keluarga, masyarakat dan
penyelenggara negara dan terbangunnya harmoni sosial guna mempererat persatuan dan kesatuan
nasional. Hal ini karena berkeyakinan bahwa pengembangan pribadi, watak dan akhlak mulia selain
dilakukan oleh lembaga pendidikan formal, juga oleh keluarga, lembaga sosial keagamaan dan
lembaga pendidikan tradisional keagamaan serta tempat-tempat ibadah.
C. Memperbaiki Diri Sebelum Memperbaiki Sistem
Di antara prioritas yang dianggap sangat penting dalam usaha perbaikan (ishlah) ialah
memberikan perhatian terhadap pembinaan individu sebelum membangun masyarakat; atau
memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem dan institusi. Yang paling tepat ialah apabila kita
mempergunakan istilah yang dipakai oleh Al Qur'an yang berkaitan dengan perbaikan diri ini;
yaitu:
"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri..." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar bagi setiap usaha perbaikan, perubahan, dan
pembinaan sosial. Yaitu usaha yang dimulai dari individu, yang menjadi fondasi bangunan secara
menyeluruh. Karena kita tidak bisa berharap untuk mendirikan sebuah bangunan yang selamat dan
kokoh kalau batu-batu fondasinya keropos dan rusak. Individu manusia merupakan batu pertama
dalam bangunan masyarakat. Oleh sebab itu, setiap usaha yang diupayakan untuk membentuk
manusia Muslim yang benar dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang sempurna harus
diberi prioritas atas usaha-usaha yang lain. Karena sesungguhnya usaha pembentukan manusia
Muslim yang sejati sangat diperlukan bagi segala macam pembinaan dan perbaikan. Itulah
pembinaan yang berkaitan dengan diri manusia.
Sejak badai krisis multi dimensi merasuki bangsa Indonesia, secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi cara hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga secara
realitas kita seperti kehilangan visi dan misi atau arah keberadaannya. Fenomena kekerasan yang
terkadang dibumbui sentimen agama, maraknya Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan cara
penyelesaian segala persoalan yang pragmatis, menjadi pemandangan yang kontras dengan nilainilai keberagamaan bangsa yang konon tersohor di mata dunia akan kerukunan dan toleransinya.
Lalu mengapa dengan cepat sekarang ini bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang bercitra negatif?
Krisis multi dimensi tidak segera lepas seperti negara lain yang mengalami nasib sama,
sebab utamanya adalah karena mengingkari aspek spiritualitas dan religiusitas sebagai ciri dan
kekayaan bangsa kita yang konon pluralis dalam agama dan kepercayaan yang adalah sumber dan
asal-usul dari spiritualitas. Spritualitas dan religiusitas merupakan buah-buah atau rohnya umat
beriman, dan jika tidak demikian niscaya umat beragama akan kehilangan jati diri keberimanannya,
yang akhirnya akan jatuh pada aspek lahiriah yang berbaju formalitas, hirarkis, ritualis dan
apologetis. Semua ini tentu saja jauh dari apa yang disebut agama sebagai pemberi inspirasi dan
transubstansi yang kontekstual.
Lembaga pendidikan di segala tingkat sebagai wadah untuk meningkatkan kualitas SDM
yang mengajarkan pendidikan keagamaan, selama ini belum mampu menjadi oase spritualitas
karena metode pendidikan keberagamaan disampaikan seperti bidang studi lain, yang menekankan

pengajaran dan transfer iptek dengan segala sistem dogmatika kurikulumnya. Sehingga aspek
spritualitas nyaris belum tersentuh. Akibatnya peserta didik kurang respek terhadap hal-hal yang
bernuansa keberagamaan, dan lambat-laun bangsa ini akan mengalami fase pemiskinan pengalaman
beragama dalam entitasnya dengan kebersamaan.
Dan jika tidak segera tersolusi, maka di kemudian hari akan keropos, serta eksesnya akan
menjadi bangsa dengan citra temperamental dan emosional. Dalam skala besar dapat menjadi
ancaman bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Namun jika tertangani sejak dini maka
akan dapat menjadi jaminan kokohnya keutuhan bersama sebagai anak bangsa. Semakin dini
peserta didik harus dicerahkan untuk melihat dan mengalami bahwa hidup bersama dibangun
berdasarkan pada kenyataan terutama dari aspek spritualitas. Berdasarkan itulah kebenaran,
kejujuran, dan kedamaian tumbuh dan berkembang subur.
Sesungguhnya keberagamaan mempunyai kemampuan luar biasa atau mukjizat untuk
memberi kontribusi guna memecahkan persoalan apapun yang dialami bangsa atau umat manusia,
sejauh para pemeluknya dapat memberdayakannya. Kekuatan dahsyat keberagamaan yang tidak
dimiliki kekuatan lain ialah berupa kekuatan spiritual dan kekuatan sosial.
Sejauh ini hanya kekuatan sosial agama yang diberdayakan yang kentara bernuansa politis, sedang
aspek spritualnya dimarginalkan atau dialternatifkan, yang berakibat ketidakseimbangan
keberimanan terjadi dari hulu sampai ke hilir. Indikasi yang kasat mata, dimana persoalan hidup
berbangsa tidak berkurang tetapi malah bertambah kuantitas dan kualitas kompleksitasnya,
disamping itu para pemeluk agama berada diambang krisis spiritual dan jika dibiarkan eksesnya
akan lebih dramatis dibandingkan dengan krisis-krisis lainnya.
Berdasarkan akan realitas kekinian sangat tepat jika aspek spritualitas dikedepankan untuk
memberi kontribusi mengatasi masalah sekarang ini. Dimana kekuatan politik, hukum, ekonomi,
keamanan setelah diberi limit waktu tidak mampu mengentas apalagi menyembuhkan sakit kronis
bangsa ini. Justru menjadi lahan konflik baru terutama di era otonomi daerah sekarang ini. Tidak
ada jalan lain bagi bangsa ini yang memproklamirkan sebagai bangsa religius, untuk merefleksikan
kembali secara bersama dan konsisten akan panggilan keberagamaannya dengan panduan para
tokoh spritual.
Tokoh spritual biasanya justru lahir ketika zaman dalam kondisi chaos atau krisis seperti yang kita
alami. Kelahirannya lebih dapat membawa harapan solusi dari pada tokoh elit dan tokoh birokratik.
Paradigma tokoh spiritual ialah pribadi beriman yang konsekwen, sistematis merefleksikan
panggilan keimanan dimana doa, dan kedisiplinan menjadi nafas hidupnya. Sehingga memurnikan
motivasi paritipasinya bergulat dalam ziarah hidup bersama. Atau dengan kata lain pribadi yang
menjalankan prinsi-prinsip kenabian dalam situasi dan kondisi kekinian, berani bersaksi dan
bertindak atas nama kebenaran sekaligus menjadi mediator vertikal dengan Sang Pencipta maupun
horisontal dngan sesama.
Kemerdekaan menjadi kepribadiannya sekalipun tidak bisa tidak harus berdiri pada basis
latar belakang kontekstualnya. Ia hadir sebagai agen perubahan mental dan sosial untuk
memecahkan persoalan pada jamannya dan tidak pernah mengorbankan martabat manusia apapun
alasannya. Tetapi kita masih harus bersabar dalam doa, karena sekalipun kondisi krisis sudah kronis
belum ada tokoh spiritual yang terpanggil dan berani tampil dipentas publik. Malahan yang hadir
tokoh politik, birokrat, pengusaha dan tokoh LSM yang selalu ironis dan tidak pernah bisa duduk
bersama guna menyelesaikan masalah, tetapi malah saling berlawanan dan tuding-tudingan mencari
pembenaran masing-masing.
Realitas tersebut membenarkan asumsi bahwa religiusitas dan spiritualitas kita belum
sampai pada tahap internalisasi tetapi baru formalisasi. Indikasi langsung maupun tidak langsung
yang terjadi adalah prestasi kebangsaaan kita terus berada pada titik nadir. Kecuali itu paradigma
hidup berbangsa menjadi bias karena tidak mempunyai model spiritualitas yang legitim bagi semua
anak bangsa.
Sebaliknya budaya KKN tumbuh subur, pelayanan dari negara tidak berjalan sebagaimana
seharusnya, hati nurani tumpul nyaris tidak ada lagi semangat pengorbanan. Lalu narkoba, maksiat,
judi, kriminalitas takhayul dan gejala destruktif lainnya dengan modus-operandi macam sindikat
menjadi pemandangan sehari-hari. Sedang gejala krisis spiritualitas intern dalam keberagamaan di
era globalisasi sekarang ini ialah umat beragama enggan, tabu dan tidak lagi mempercayai

mukjizat sebagai kekayaan iman, tetapi malah vulgar meyakini hal-hal yang akrobatik dan
spektakuler yang mudarat.
Sebagai orang beriman dan berdasarkan situasi kronis yang kita alami sebagai bangsa, nihil
dapat mengentas persoalan, apalagi hanya mengandalkan rasio dan akal budi kecuali terjadi
mukjizat. Oleh karena itu perlu adanya pemandangan baru tentang mukjizat dari para beriman
secara wajar dan proporsional tidak ditabukan tetapi diberdayakan, bukan bagian sejarah masa lalu
tetapi untuk sepanjang masa. Sejarah Nabi memang sudah ditutup atau berakhir, tetapi spiritualitas
kenabian tidak akan pernah berakhir, justru harus semakin berkembang jumlah dan mutunya untuk
mengawal sejarah hidup manusia.
Setiap agama dan kepercayaan sesuai dengan visi dan misinya mempunyai latar belakang
pengalaman akan Sang Pencipta yang mempunyai mukjizat tinggi bagaimana para orang beriman
memberdayakannya. Pertobatan dapat menjadi awal terjadinya mukjizat didukung sikap dan
perilaku tidak dikotomis, artinya orang harus taat pada kebenaran dan menolak tegas segala bentuk
kejahatan bukan dengan perkataan tetapi dengan konsekuensi. Apabila perilaku seperti itu yang
terjadi terutama bagi para elit berarti mukjizat mulai terjadi. Kontribusi keberagamaan terealisir,
spiritualitas meresapi selurruh pribadi, religiusitas tumbuh subur Indonesia baru yang dicita-citakan
niscaya menjadi kenyataan
Kita masih berada pada posisi sulit dihadapkan dengan aneka masalah kebangsaan.
Menginventarisasi masalah tentu mudah, namun meracik formula solusi yang tepat, apalagi
mengimplementasikannya tidaklah gampang karena ruwetnya persoalan serba dimensi itu. Namun,
tidak berarti bangsa ini pasrah saja karena selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah dengan kata
kunci serius, kerja keras, padu, mendahulukan kepentingan bangsa, dan rela berkorban. Karenanya,
perlu upaya menembus kebuntuan masalah, baik dengan terobosan jangka pendek maupun langkah
strategis jangka panjang. Dalam beberapa segi pemerintah telah melakukan hal itu, namun masalah
utama yang tampak benderang adalah masih jauhnya bangsa ini dari kata kunci di atas.
Tatanan sosial masyarakat di atas setidaknya dapat kita terjemahkan sebagai masyarakat
madani. Sebuah tata masyarakat yang diyakini sebagai "anak kandung" dari peradaban Islam.
Mengingat, karakteristik akhlak dan budi pekerti yang luhur, bersumber pada nilai dan ajaran
agama terlihat begitu kentara di dalamnya. Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang
ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan
dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam
masyarakat madani adalah Al Quran.
Meski Al Quran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun
tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang
terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang
ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep
masyarakat madani di Madinah.
D. Akhlakul Karimah dalam Kehidupan Modern
Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek tidak hanya mampu
menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia modern, melainkan juga
mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran. Teknologi multimedia misalnya, yang
berubah begitu cepat sehingga mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas
ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, di balik semua itu, sangat potensial
untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah ke bilik-bilik
keluarga yang semula sarat dengan norma susila .
Kita harus kaya informasi dan tak boleh ketinggalan, jika tidak mampu dikatakan tertinggal.
Tetapi terlalu naif rasanya jika mau mengorbankan kepribadian hanya untuk mengejar informasi
dan hiburan. Disinilah akhlak harus berbicara, sehingga mampu menyaring ampas negatif
teknologi dan menjaring saripati informasi positif.
Dengan otoritas yang ada pada akhlakul karimah, seorang muslim akan berpegang kuat
pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar pengembangan akhlak,

sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah akidah yang kokoh, Akhlak, pada
hakekatnya merupakan manifestasi akidah karena akidah yang kokoh berkorelasi positif dengan
akhlakul karimah.
Mencermati Fenomena aktual di tengah masyarakat kita dapat memperoleh kesimpulan
sementara bahwa sebagian hegemoni media secara umum, hegemoni televisi terasa lebih
memunculkan dampak negatif bagi kultur masyarakat kita. Tidak dipungkiri adanya dampak positif
dalam hal ini, meski terasa belum seimbang dengan pengorbanan yang ada.
Televisi yang sarat muatan hedonistis menebarkan jala untuk menjaring pemirsa dengan
berbagai tayangan yang seronok penuh janji kenikmatan, keasyikan, dan kesenangan. Belum lagi
penayangan film laga yang berbau darah, atau iklan yang mengeksploitasi aurat. Adanya sekatsekat kultur dipandang tidak relevan di era global ini, sehingga sensor dipandang sebagai sesuatu
yang aneh dan tidak diperlukan lagi.Menghadapi fenomena seperti ini hanya satu tumpuan harapan
kita, yakni pendarahdagingan akhlak melalui keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Adanya fenomena sosial yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini membutuhkan
terapi yang harus dipikirkan bersama. Banyaknya mall, maraknya hiburan malam, beredarnya
minuman keras dan obat terlarang, munculnya amukan massa merupakan fenomena yang harus
dicermati dan dicarikan solusi. Munculnya mall di kota-kota besar, satu sisi membuat orang betah
berbelanja di ruang-ruang sejuk yang sarat dengan dagangan tertata rapi dan warna-warni, tetapi
disisi lain sebagian mall mulai difungsikan untuk mejeng bagi ABG dan mencari sasaran pasangan
sesaat dengan imbalan materi maupun kepuasan badani. Menghadapi kenyataan ini gerakan bina
moral serentak untuk menanamkan akhlakul karimah serasa tidak dapat ditunda lagi.
Belum lagi munculnya tempat hiburan malam yang dilengkapi dengan minuman keras serta
peredaran obat-obat terlarang yang banyak menimbulkan korban-korban generasi muda.
Menghadapi persoalan ini di samping perlunya pengawasan orang tua terhadap putera-puterinya di
rumah disertai contoh yang baik dalam berakhlakul karimah, juga diperlukan tindakan represif dari
aparat terkait.
Upaya menumbuhkan-kembangkan akhlakul karimah merupakan taggung jawab bersama,
yakni keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Keempat institusi tersebut memiliki tanggung
jawab bersama untuk mendarah-dagingkan akhlakul karimah, terutama di kalangan generasi muda.
Hampir setiap hari melalui media masa kita disuguhi munculnya fenomena amukan massa
di beberapa kota besar yang ditandai dengan pembakaran pusat pertokoan, penghancuran tempat
ibadah, bahkan perusakan kantor polisi maupun berbagai kalangan. Untuk menghindari terulangnya
serangkaian peristiwa amukan tersebut, di samping perlu dicari akar masalahnya dan diselesaikan,
fenomena tersebut hendaknya dijadikan pemicu gerakan pendidikan moralitas bangsa, dengan
menjadikan akhlakul karimah sebagai acuan utama.
Urgensi akhlak semakin terasa jika dikaitkan dengan maraknya aksi perampokan,
penjambretan, penodongan, korupsi, manipulasi, dan berbagai upaya untuk cepat kaya tanpa kerja
keras. Untuk mengatasi semua kenyataan tersebut tidak cukup hanya dilakukan tindakan represif
akan tetapi harus melalui penanaman akhlakul karimah. Tanpa upaya prefentif, segala bentuk upaya
represif tidak akan mampu menyelesaikan masalah, karena semua pelaku kejahatan selalu patah
tumbuh hilang berganti.
Serangkaian fenomena miring tersebut merupakan dampak negatif dari modernitas yang
ada di tengah-tengah kita. Hidup di era global ini tidak memungkinkan untuk melarikan diri dari
kenyataan modernitas. Modernitas tidak perlu dijauhi, karena kesalahannya tidak terletak pada
modernitasnya itu sendiri, tetapi pada tingkat komitmen nilai dari moralitas bangsa dan umat dalam
merespon arus modernitas yang semakin sulit dibendung.
Di dalam menyongsong kemajuan zaman, bangsa Indonesia harus memiliki moral kualitas
unggul. Bangsa yang unggul dalam perspektif Islam adalah bangsa yang berakhlakul karimah. Hal
ini selaras dengan sabda Rasulullah

Artinya: Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah orang yang paling baik
akhlaknya (H.R. Bukhari).
Bahkan dalam Hadits lain Rasulullah bersabda:
Artinya: Yang disebut bagus adalah bagus akhlaknya. (H.R. Muslim).
Akhirnya, jelas urgensi pendarah-dagingan akhlak bagi bangsa yang mayoritas Muslim seperti
bangsa Indonesia ini.
E. Makna Amanah Dalam Konteks Akhlak Bangsa
Dari segi bahasa, amanah ada hubungannya dengan iman dan aman.
Artinya sifat amanah itu dasamya haruslah pada keimanan kepada Alloh
SWT, dan dampak dari sifat amanah , atau pelaksanaan dari hidup
amanah itu akan melahirkan rasa aman, rasa aman bagi yang
bersangkutan dan rasa aman bagi orang lain. Seperti yang tersebut di
muka, dari Al Qur'an amanah dapat difahami sebagai sikap kepatuhan
kepada hukum, tanggung jawab dan sadar atas implikasi dari suatu
keputusan. Dalam hadis amanah dapat difahami sebagai titipan dan juga
sebagai komitmen. Dalam konteks kehidupan berbangsa amanah artinya
semangat kepatuhan kepada hukum, baik hukum Tuhan yang universal
maupun hukum positip (nilai maupun bunyinya), bertanggung jawab
kepada Tuhan, negara dan diri sendiri, serta sadar atas implikasi
dari suatu keputusan yang mungkin akan menimpa banyak pihak.
1. Amanah Dalam arti Kepatuhan Kepada Hukum
Hukum, baik hukum agama maupun hukum negara dimaksud untuk mengatur
kehidupan manusia sebagai makhluk yang beradab, yang membedakannya dari hewan.
Pelaksanaan hukum dimaksud untuk membela manusia agar mereka tetap terhormat sebagai
manusia, menjamin agar setiap orang dilindungi hak-haknya dan dijamin keberadaanya di jalan
kebenaran dan keadilan. Dengan hukum manusia bisa bergaul, berjuang dan bersaing secara fair
sehingga setiap orang berpeluang sama untuk meraih hak- haknya. Penegakan hukum oleh
aparat negara akan memberikan rasa aman dan rasa keadilan kepada masyarakat, dan pada
gilirannya akan menumbuhkan apresiasi hukum oleh masyarakat. Pada masyarakat yang telah
memiliki apresiasi hukum, pelanggaran hukum oleh warga akan menimbulkan gangguan
psikologis pada masyarakat. Pengabaian penegakan hukum oleh aparat hukum akan mengusik
rasa keadilan masyarakat, yang pada gilirannya akan melahirkan protes atau malah frustrasi
sosial yang dapat mengkristal menjadi ledakan sosial.
Pada masyarakat yang paternalis seperti masyarakat Indonesia, contoh kepatuhan
kepada hukum oleh elit sosial akan sangat efektif dalam
menanamkan kesadaran hukum. Demikian juga penegakan hukum tanpa
pandang bulu terutama kepada kelompok kuat akan memberikan rasa
keadilan dan kedamaian yang luar biasa kepada masyarakat luas. Hadis
Nabi mengingatkan bahwa kehancuran suatu bangsa antara lain
diakibatkan oleh pelaksanaan hukum yang pilih kasih, jika yang
melanggar hukum orang lemah, hukum ditegakkan, tetapi jika
pelanggarnya orang kuat, hukum tidak ditegakkan. Nabi mengatakan:
Seandainya Fatimah putri Rasul mencuri pasti hukum potong tangan akan
dilaksanakan juga.
Masyarakat amanah secara hukum adalah masyarakat yang menjunjung tinggi hukumhukum yang telah disepakati mengatur kehidupan mereka, mematuhi rambu-rambunya dan
menegakkan sanksi hukum atas pelanggarnya. Bangsa yang memegang teguh amanah dalam
perspektip hukum adalah bangsa yang mampu mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan sistem hukum yang memenuhi rasa keadilan rakyatnya.
2. Amanah Sebagai Titipan

Sesuatu yang dititipkan adalah sesuatu yang penjagaannya dipercayakan kepada orang
yang dititipi hingga suatu saat sesuatu itu akan diambil oleh yang menitipkan. Maksud
menitipkan adalah agar sesuatu yang dititipkan itu tetap terjaga dan terlindungi keberadaannya.
Tanggung
jawab memelihara sesuatu yang dititipkan itulah yang disebut amanah.
Anak adalah amanah Allah kepada orang tuanya dimana orang tua
berkewajiban memelihara dan mendidiknya agar anak itu terpelihara dan
berkembang potensinya hingga ia kelak menjadi manusia yang
berkualitas sesuai derngan maksud penciptaannya. Isteri adalah amanah
Allah kepada suami dimana suami wajib melindunginya dari gangguan
yang datang, baik gangguan fisik maupun psikis' . Demikian juga suami
adalah amanah Allah kepada isteri dimana ia wajib memberikan sesuatu
yang membuatnya tenang, tenteram, aman dalam menjalankan tugas-tugas
hidupnya. Demikian seterusnya, mu-rid merupakan amanah bagi guru,
jabatan merupakan amanah bagi penyandangnya.
Dalam sebuah hadis tentang perkawinan dinyatakan bahwa seorang wanita menjadi
halal digauli oleh lelaki (suaminya) dengan menyebut kalimat Allah, dan si suami mengambil
oper tanggung jawab atas isterinya dengan amanat Allah (wa akhodztumu hunna biamanatillah).
3. Amanah Sebagai Tanggung Jawab
Predikat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, disamping
mengandung makna kewajiban manusia menegakkan hukum Tuhan di muka bumi juga
mengandung arti hak manusia mengelola alam sebagai fasilitasnya. Apakah alam, laut, udara
dan bumi memberi manfaat kepada manusia atau tidak bergantung kepada kemampuannya
mengelola alam ini. Banjir, kekeringan, tandus, polusi dan sebagainya sangat erat dengan
kualitas pengelolaan manusia atas alam. Dalam al Qur'an, tegas disebutkan bahwa kerusakan
yang nyata-nyata timbul di daratan dan di lautan merupakan dampak dari ulah manusia yang
tidak bertanggung jawab(Q/30:41).
Demikian juga tidak berfungsinya sumberdaya alam bagi kesejahtreraan hidup manusia
merupakan akibat dari perilaku manusia yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (Q/ 7:96)
Tanggungjawab artinya, setiap keputusan dan tindakan harus diperhitungkan secara
cermat implikasi-implikasi yang timbul bagi kehidupan manusia dengan memaksimalkan
kesejahteraan dan meminimalkan mafsadat dan mudharat. Setiap keputusan mengandung
implikasi-implikasi positif dan negatif, yang mendatangkan keuntungan dan yang
mendatangkan kerugian. Jika peluangnya berimbang, maka mencegah hal yang merusak harus
didahulukan atas pertimbangan keuntungan (dar'u al mafasid muqaddamun 'al/1 jalb al
masalih). Contohnya: menebang hutan itu mudah dalam menambah keuangan negara, tetapi
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat penebangan hutan lebih berat dan lebih mahal
biaya rehabilitasinya dibanding keuntungan yang diperoleh.
Pejabat publik (Presiden, Gubemur, Menteri dan seterusnya hingga jabatan terendah)
adalah pemegang amanah tanggung jawab. Otoritas yang dipegangnya bukan pada aspek
kekuasaan, tetapi pada aspek pengelolaan dan pelayanan, sehingga seorang pemimpin disebut
sebagai pelayan masyarakat (sayyid al qaumi khodimuhum). Keputusan yang diambil oleh
seorang pejabat publik berpeluang untuk menimbulkan implikasi yang luas kepada kehidupan
masyarakat luas. Jika kepu tusannya tepat, maka manfaatnya akan dinikmati oleh banyak orang,
tetapi jika keputusannya keliru maka dampak negatipnya hams di tanggung oleh masyarakat
luas.
Seorang pejabat publik dituntut untuk memiliki tanggung jawab besar dalam membuat
keputusan, yaknimendatangkan sebanyak-banyaknya manfaat bagi masyarakat dan menekan
sekecil mungkin resiko yang hams dipikul orang banyak. Tanggung jawab bagi seorang pejabat
publik juga berarti ia layak memperoleh pujian dan penghormatan jika pekerjaannya baik, dan
sebaliknya ia dapat dikritik, dicaci, dipecat atau bahkan dihukum penjara jika keputusan dirinya
keliru. Pemerintah sebagai pemegang Amanah Penderitaan Rakyat artinya Pemerinrtah dibebani

tanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menghilang kan
penderitaan yang dirasakan oleh rakyatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sebagai sistem kehidupan yang syamil, kamil & mutakamil (Sempurna dan paripurna)
dengan dilandasi aqidah yang salim (Selamat) pada akhirnya membentuk sebuah masyarakat utama.
Maka tugas masyarakat yang pertama adalah memelihara aqidah, menjaga dan memperkuat serta
memancarkan sinarnya keseluruh penjuru dunia. Bagaimana islam sebagai sebuah sistem dan
landasan aqidah yang kuat menghadapi persoalan kontemporer dan bagaimana pula islam
memandang hal al-fundamental pada sisi ruang, waktu dan aktivitas kehidupan manusia ? islam
sebagai manhaj (jalan/metodologi) memiliki banyak keunggulan yaitu :
1. Kebenaran manhaj islam telah teruji dan sejarah telah menjadi saksi atas keunggulannya .
2. Manhaj islam telah berhasil mencetak umat paling kuat, paling utama, paling sarat kasih sayang,
dan paling diberkati diantara bangsa-bangsa yang ada.
3. Dengan kesucian manhaj islam telah berhasil mencetak umat islam dan telah bersemayamnya
manhaj ini dalam dada manusia, menjadikannya mudah diterima semua kalangan, mudah
dipahami, dan mudah diikuti pesan-pesannya. Apalagi islam juga membenarkan bahkan
menanamkan kebanggaan berbangsa dan memberikan bimbingan kepada manusia untuk
mencintai tanah airnya. Mengapa demikian ? karena kita harus membangun kehidupan ini
diatas nilai-nilai kehidupan kita sendiri, tanpa perlu mengambil milik orang lain. Dan pada yang
demikian itulah kita dapatkan hakikat kemerdekaan sosial dan kemuliaan hidup setelah
kemerdekaan secara politik.
4. Berjalan diatas jalan ini berarti mengokohkan persatuan arab secara khusus, dan persatuan islam
secara umum. Dunia islam dengan segenap jiwanya telah memberikan kepada kita kepekaan
perasaan, kelemah lembutan, dan dukungan, sehingga kita menyaksikan sebuah jalinan yang
demikian kuat antara kita dengan islam, yang keduanya saling memberi dukungan dan saling
menghormati. Pada yang demikian itu ada sebuah keberuntungan (peradaban ) yang besar, yang
tidak mungkin diingkari oleh siapapun.
5. Manhaj islam adalah manhaj yang sempurna dan menyeluruh. Ia memuat sistem paling utama
untuk memandu kehidupan umat secara umum, baik kehidupan lahiriah maupun batiniah. Inilah
keistimewaan islam apabila dibandingkan dengan ajaran lain, dimana ia islam meletakkan
undang-undang kehidupan umat ini diatas dua pondasi pokok : mengambil yang maslahat dan
menjauhi yang madharat.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimsyah Nasution MA. Dr. Filsafat Islam ( Gaya Media Pratama Jakarta, 2002).
Mustofa H. Drs. Filsafat Islam (Pustaka Setia Bandung 1997)
Ibrahim Madkour, el Farabi dalam MM Sharif 9 ( ed) A history of Muslim Philosophy 1963).
Tj. De Boer , Tarekh al- Falsafah fi al- Islam , terjemahan Arab oleh Abd al Hadi abu raidah 1988.

http://hadirukiyah2.blogspot.com/2010/01/akhlak-terpuji-dan-akhlak-tercela-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai