Anda di halaman 1dari 11

III

Gambaran umum perusahaan


-

3.1 Sejarah PPPTMGB LEMIGAS


Adanya perkembangan pengusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi di
Indonesia yang harus dipercepat karena adanya proyek B yang tercantum dalam dasar
pembangunan nasional berebcana tahapan pertama 1964-1969 sebagai mana ditetapkan
dalam rencana Depennas tanggal 3 Desember 1963 yang garis-garis besarnya telah di
sahkan dengan ketetapan MPRS No.11/MPRS/1960 dalam bidang minyak bumi harus
dilakukan pembangunan kilang minyak dan pelaksaan eksplorasi minyak bumi.
Perencanaan dan penelitian dari pembangunan tersebut akan ditampung dalam satu
lembaga, yang memerlukan tenaga-tenaga dan kader-kader terdidik dan terlatih. Untuk
merealisasikannya, salah satunya dibentuk Panitia Persiapan Research Laboratorium
Minyak dan Gas Bumi dangan Keputusan Menteri Perdatam No. 301/62 tanggal 26
Oktober 1962.
Sebagai pelaksana dan keputusan no.17/M/Migas/65 khusus untuk LEMIGAS,
maka dikeluarkanlah Keputusan Mentreri urusan Minyak dan Gas Bumi No.
2088a/M/Migas/65 tanggal 16 Desember 1665 tentang Tugas dan Susunan Organisasi
LEMIGAS. Kemudian berdasarkan keputusan Menteri Pertambangan

No.261/Kpst/M/Pertamb/68 tanggal 22 Agustus 1968 dibentuklah lembaga Minyak dan


Gas Bumi, yang di dasarkan pada Instruksi Presiden No.17 tahun 1967 tanggal 28
Desember 1967 untuk segera mengadakan persiapan/penyempurnaan usaha/proyek
Negara yang diarahkan kepada salah satu dari tiga bentuk pokok usaha Negara yaitu ke
dalam bentuk perusahaan (Negara) Jawatan.
Dalam keputusan ini disebutkan bahwa lapangan usaha LEMIGAS adalah
pendidikan atau latihan, riset dan dokumentasi/publikasi. LEMIGAS Berkedudukan di
Jakarta. Dengan letak geografis PPPTMGB LEMIGAS, berdiri di atas lahan yang
luasnya 124,940 yang terdiri dari 53 units (54.534 m) gedung perkantoran,
laboratorium 30 unitt, dan sarana laboratorium 1.085 Units. Terletak di jalan Cileduk
Raya kav.109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230, Indonesia.
Dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.1092 tahun 1984
tanggal 5 novenber 1984 tentang organisasi dan tata kerja departemen pertambangan dan
energi, maka Pusat Pertambangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
(PPTMGB LEMIGAS) berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi. LEMIGAS (PPPTMGB LEMIGAS). LEMIGAS
sendiri tidak lagi disebut dengan kepanjangan Lembaga Minyak dan Gas Bumi, tetapi
sudah menjadi sebuah nama. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
No. 1748 tahun 1992 Tanggal 31 Desember 1992 maka struktur organisasi Departemen
Pertambangan dan Energi mengalami penyempurnaan lagi.

Dengan ditetapkan keputusan presiden No. 177 tahun 2000 tanggal 15 Desember
2000 tentang susunan dan organisasi dan tugas Departemen dan keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral No. 150 tahun 2001 tanggan 2 Maret 2001 tentang
organisasi dan tata kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, maka
PPPTMGB LEMIGAS dibawah Badan Penelitian Pengembangan Energi Sumber
Daya dan Mineral.
3.2 Visi dan Misi PPPTMGB LEMIGAS
Visi yang ingin dicapai oleh PPPTMGB LEMIGAS adalah menjadi lembaga
penelitian dan pengembangan yang unggul, profesional dan bertaraf internasional di
bidang minyak dan gas.
Sedangkan misi PPPTMGB LEMIGAS diantaranya adalah :
1. Meningkatkan peran lemigas dalam memberikan masukan kepada
pemerintah guna meningkatkan iklm yang kondusif bagi pengembangan
industri migas.
2. Meningkatkan kualitas jasa litbang untuk memberikan nilai tambah bagi
pelanggan.
3. Menciptakan produk unggulan dan mengenbangkan produk andalan.
4. Meningkatkan iklim kerja yang kondusif melalui sinergi koordinasi serta
penerapan sistim manajemen secara konsisten
3.3 Tugas Pokok PPPTMGB LEMIGAS
Tugas pokok suatu kegiatan seputar penelitian dari PPPTMGB LEMIGAS
adalah melaksanakan :
1. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan meliputi Kelompok Program Riset Teknologi
Eksplorasi, Ekspoitasi, Proses, Aplikasi Produk dan Teknologi Gas bagi perindustrian
minyak dan gas bumi.
2. Dokumentasi dan Informasi Ilmiah
Tugasnya mendokumentasikan kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh
PPPTMGB LEMIGAS seperti perayaan hari-hari besar agama, workshop, kegiatankegiatan
olahraga, penelitian dan pengembangan dan lainnya serta memberikan
informasi dalam bentuk publikasi dan situs internet.
3. Pelayanan Jasa Teknologi di Bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
Tugas ini merupakan tugas utama dalam memberikan layanan konsultasi
teknologi dalam industri Migas
4. Aktifitas PPPTMGB LEMIGAS
Berbagai aktifitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh PPPTMGB
LEMIGAS di fokuskan pada kegiatan di bidang Migas. hal tersebut direalisasikan

dalam tujuan program penelitian, yaitu :


a. Mengidentifikasi cadangan sumber Migas
b. Meningkatkan Penemuan Kembali Sumber-sumber Migas.
c. Meningkatkan Kualitas Produk Migas.
d. Melakukan Konservasi
e. Mencari energi alternatif
f. Pemanfaatan Lingkungan

IV
Identifikasi limbah B3

1. Limbah Padat
1.1 Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang
yang berasal dari suatu aktifitas dan bersifat padat (Kusnoputranto, 2002). Secara umum yang
disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk
limbah tersebut dapat berupa gas, debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah
ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity,flammabi lity, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
1.2 Sumber Limbah Padat
Beberapa sumber dari limbah padat antara lain (Kusnoputranto, 2002) :
1. Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa pembungkus
makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa tumbuhan kebun
dan sebagainya.
2. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan sebagainya)
termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan sampah pembungkus
lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan sebagainya. 3. Sampah buangan jalanan termasuk
diantaranya sampah berupa debu jalan,
sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan bahan
lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai hewan.
4. Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa
bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
5. Pertanian
1.3 Kategori Limbah Padat
Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah :
1. Limbah padat non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya lumpur,
boiler ash, sampah kantor, sampah rumah tangga, spare part alat berat, sarung
tangan, dan sebagainya.
2. Limbah padat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya bahan radioaktif,
bahan kimia, toner catridge, minyak, dan sebagainya

1.4 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Menurut sumbernya limbah B3 dibagi atas :
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah berasal bukan dari proses
utamanya, tetapi dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi,
dan lain-lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah sisa proses suatu industri atau kegiatan
yang dapat ditentukan.
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik sebagai berikut :
1. Mudah meledak
2. Mudah terbakar
3. Bersifat reaktif
4. Beracun
5. Menyebabkan infeksi dan
6. Bersifat korosif (PPRI No. 18 Tahun 1999).
1.5 Cara Pengolahan Limbah Padat
Berdasarkan sifatnya pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui 2 cara
(Kristanto, 2002) :
1. Limbah padat tanpa pengolahan.
2. Limbah padat dengan pengolahan.
Limbah padat tanpa pengolahan dapat dibuang ke tempat tertentu yang
difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir karena limbah tersebut tidak mengandung
unsur kimia yang beracun dan berbahaya. Tempat pembuangan limbah semacam ini
dapat di daratan ataupun di laut. Berbeda dengan limbah padat yang mengandung
senyawa kimia berbahaya atau yang setidak-tidaknya menimbulkan reaksi kimia baru.
Limbah semacam ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat
pembuangan akhir.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum limbah diolah :
a. Jumlah limbah, jika jumlah limbahnya sedikit maka tidak membutuhkan
penanganan khusus seperti tempat dan sarana pembuangannya, tetapi jika limbah
yang dibuang misalnya 4 meter kubik perhari sudah tentu membutuhkan tempat
pembuangan akhir dan sarana pengangkutan tersendiri. b. Sifat fisik dan kimia limbah, dapat
merusak dan mencemari lingkungan, secara
kimia dapat menimbulkan reaksi saat membentuk senyawa baru. Limbah padat
yang berupa lumpur akan mencemari air tanah melalui penyerapan ke dalam
tanah.

c. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan, perlu diketahui komponen


lingkungan yang rusak akibat pencemaran pada tempat pembuangan akhir. Unsur
mana yang terkena dampak dan bagaimana tingkat pencemaran yang
ditimbulkan. d. Tujuan akhir yang hendak dicapai, tujuan yang hendak dicapai tergantung dari
kondisi limbah, bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk limbah yang
memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
untuk memanfaatkan kembali bahan yang masih berguna. Sedangkan limbah non
ekonomis pengolahan ditujukan untuk pencegahan perusakan lingkungan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas pengelolaan limbah padat dapat
dilakukan proses-proses sebagai berikut :
1. Pemisahan
Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan
kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
a. Sistem Balistik
Pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih
seragam, misalnya atas berat dan volumenya.
b. Sistem Gravitasi
Pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya, misalnya terhadap
bahan yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam air yang karena
gravitasi akan mengendap. c. Sistem Magnetis
Bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada magnet yang terdapat
pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan langsung terpisah.

2. Penyusutan Ukuran
Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen
sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada pengolahan berikutnya
dengan maksud antara lain :
a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil
b. Volume bahan lebih kecil
c. berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini umumnya dilakukan dengan
pembakaran (insenerasi) pada alat insenerator. 3. Pengomposan
Bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokoimia, sehingga
menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Pengomposan banyak
dilakukan terhadap limbah yang sudah membusuk, buangan industri, lumpur
pabrik dan sebagainya. Untuk beberapa jenis buangan tertentu barang kali tidak
membutuhkan pengomposan, tetapi pembakaran (insenerasi) dengan tahap

sebagai berikut :
a. Pemekatan
b. Penghancuran
c. Pengurangan air
d. Pembakaran
e. Pembuangan.
1.6 Dampak Limbah Padat Industri
1. Terhadap Lingkungan
a. Dampak Menguntungkan
Dapat dipakai sebagai penyubur tanah, penimbun tanah dan dapat
memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang (Slamet,
2000).
b. Dampak merugikan
Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat
penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar
akan menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh.
Dapat juga menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke
badan air (Wardhana, 2004).
2. Terhadap Manusia
a. Dampak menguntungkan
Dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, dapat berperan sebagai
sumber energi dan benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk
dimanfaatkan (Slamet, 2000). b. Dampak merugikan
Limbah padat dapat menjadi media bagi perkembangan vektor dan
binatang pengguna. Baik tikus, lalat, nyamuk yang dapat menimbulkan
penyakit menular bagi manusia diantaranya Demam berdarah, Malaria,
Pilariasis, Pes, dan sebagainya (Wardhana, 2004).
2. Limbah Gas
2.1 Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) udara
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau
tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2002).
2.2 Sumber Pencemar Udara
Berdasarkan asal dan kelanjutannya di udara pencemar udara dapat dibedakan
menjadi pencemar udara primer dan pencemar udara sekunder. Pencemar udara primer
yaitu pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti

pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar
udara primer umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktifitas
manusia seperti dari industri (cerobong asap industri), dari sektor industri transportasi.
Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah berubah
karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/ polutan. Umumnya polutan
sekunder merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain yang ada di udara.
Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder diantaranya adalah reaksi fotokimia
dan reaksi oksida katalis. Reaksi fotokimia misalnya oleh pembentukan ozon, reaksireaksi
oksida katalis diwakili oleh polutan berbentuk oksida gas (Kristanto, 2002).
2.3 Komposisi Pencemar Udara
Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok yaitu
(Wardhana, 2004):
1. Karbon Monoksida (CO), komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari
berat air dan tidak dapat larut dalam air. CO yang terdapat di alam terbentuk
dari satu proses sebagai berikut pembakaran tidak sempurna terhadap karbon
atau komponen yang mengandung karbon, reaksi antara karbon dioksida dan
komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi
karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan atom O.
2. Nitrogen Oksida (Nox), Nox adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir,
terdiri dari gas NO dan NO2. NO merupakan gas yang tidak berwarna dan
tidak berbau, sebaliknya NO2 mempunyai warna coklat kemerahan dan
berbau tajam. 3. Hidrokarbon (HC), yaitu komponen-komponen hidrokarbon terdiri dari
elemen hidrogen dan karbon. Hidrokarbon yang sering menimbulkan
masalah dalam pencemaran udara adalah yang berbentuk gas pada suhu
normal atmosfir atau hidrokarbon yang bersifat sangat volatil (mudah
berubah menjadi gas) pada suhu tersebut.
4. Sulfur Oksida (Sox), yaitu pencemaran olah Sox terutama disebabkan oleh
dua komponen gas yang tidak berwarna yaitu SO2 dan SO3. SO2 mempunyai
karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara sedangkan
SO3merupakan komponen yang tidak reaktif.
5. Partikel, polutan udara disamping berwujud gas dapat pula berbentuk
partikel-partikel kecil padat dan dropled cairan yang terdapat dalam jumlah
cukup besar di udara. Gas dan uap dibedakan menjadi :
a. Yang larut dalam air, misalnya oksigen larut dalam air.
b. Yang tidak larut dalam air. Dibedakan lagi menjadi yang tidak larut tetapi
berekasi dengan salah satu komponen dalam air lambat sekali, misalnya benzena.
2.4 Parameter Limbah Udara

2.4.1 Emisi Industri


Udara alamiah selain terdiri dari gas dan uap air juga mengandung campuran
partikel padat dan cair yang sangat halus yang disebut aerosol. Baku mutu emisi adalah
batas kadar yang dikeluarkan dari zat-zat atau bahan pencemar yang dikeluarkan
langsung dari sumber pencemar udara, sehingga kadar zat-zat atau bahan-bahan tersebut
tidak menimbulkan gangguan pada manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda serta
tidak melampaui baku mutu udara ambien (MenLH, 2002). Emisi sebagai salah satu penentu
mutu udara berperan penting dalam
menentukan kualitas udara. Sumber emisi bahan pencemar dalam hal ini dapat
disebabkan oleh setiap orang atau kegiatan usaha yang menimbulkan emisi bahan
pencemar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa emisi merupakan akibat dari
aktifitas manusia yaitu pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran.
Bahan pencemar yang dapat ditimbulkan oleh sumber stasioner (tak bergerak)
tersebut adalah (BPLHD DKI, 2000):
Non Logam
1. Amonia (NH)
2. Gas Chlorin
3. Hidrogen Klorida (HO)
4. Hidrogen Fluorida (HF)
5. Nitrogen Dioksida (N02)
6. Opasitas
7. Partikel
8. Sulfur Dioksida (S02)
9. Total Sulfur Tereduksi (HAS)

(total Reduced Sulphur)


Logam
1. Air Raksa (Hg)
2. Arsem (As)
3. Antimon (Sb)
4. Kadmium (Cd)
5. Seng (Zn)
6. Timah Hitam (Pb)
Bahan pencemar tersebut di atas walaupun akumulasinya banyak dipengaruhi
oleh keadaan alam setempat (misalnya arah angin) tetapi asal bahan pencemar tetap
(stationer) maka lingkungan sekitar terdekat dengan kegiatan yang potensil
menimbulkan bahan pencemar, merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi
yang mendapat dampak negatif.

2.4.2 Tingkat Kebauan


Kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang
dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku mutu tingkat
kebauan adalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang tidak
mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dalam KepmeLH No.50
tahun 1996 baku tingkat kebauan diatur dalam dua jenis zat odoran bau yaitu berupa zat
odoran tunggal dan zat odoran campuran.
a. Parameter bau dari odoran tunggal
1. Amoniak (NH3)
2. Metil Merkaptan (CH3SH)
3. Hidrogen
4. Metil Sulfida ((CH3)2)S
5. Stirena (C6H5CHCH2)
b. Bau dari odoran campuran
Tingkat kebauan yang dihasilkan oleh campuran odoran dinyatakan sebagai ambang
bau yang dapat dideteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji yang
berjumlah minimal 8 orang.
2.4.3 Dampak Pencemaran Udara
1. Terhadap Lingkungan
a. Partikel
Partikel di atmosfir membuat dampak yang terbatas pada sejumlah radiasi
matahari yang mencapai permukaan bumi. Satu prinsip efek adalah pengurangan
kenampakan. Intensitas cahaya yang diterima dari benda dan latar belakang
menjadi kurang. Jumlah polusi partikel tergantung pada musim ataupun lokasi
sumber polusi dan emisinya. Debu pada daun jika terkena kabut atau hujan
ringan akan membuat kerak yang tebal pada permukaan daun dapat mengganggu
proses fotosintesis dengan menghalangi sinar matahari yang diperlukan daun dan
mengacaukan proses pertukaran CO. b. SO 2
Kerusakan tanaman dapat terjadi oleh sulfur dioksida (SO 2). Uap asap sulfat
dapat merusak tanaman dan dapat terlihat pada daun. Kerusakan kronis dapat
terjadi bila kontak dengan SO2 dalam waktu yang lama ditandai dengan warna
daun kuning karena terhambatnya pembentukan klorofil kemudian dapat
mengakibatkan gugurnya daun. Pengaruh SO2 antara lain terhadap cat, dimana
waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat jika mengalami
kontak dengan SO2, beberapa film cat menjadi lunak dan rapuh jika dikeringkan,
serat tekstil terutama yang terbuat dari serta tumbuhan menjadi lapuk. Kondisi
lingkungan yang tercemar SO2 merangsang kecepatan korosi teruma besi, baja,
dan zink (Sunu, 2001) dengan atmosfer. Dengan demikian pertumbuhan tanaman
akan terhenti. Partikulat debu yang ada juga dapat menimbulkan kerusakan

material/bahan secara luas. Partikulat mempercepat korosi terutama adanya


campuran yang mengandung sulfur.
c. NO 2
Adanya konsentrasi NO 2 di udara dapat menimbulkan kerusakan tanaman.
Percobaan cara fumigasi tanaman-tanaman dengan NO2 menunjukkan adanya
bintik-bintik pada daun. Pencemaran udara oleh gas NOX juga menyebabkan
timbulnya fotokimian yang sangat mengganggu lingkungan (Sunu, 2001) 2. Terhadap Kesehatan
Manusia
a. Partikel
Partikel (debu) yang masuk atau mengendap dalam paru-paru dapat
mengakibatkan Pneumoniosis, dan iritasi pada mata.efek tidak langsung terhadap
manusia bila partikel polutan yang mengandung zat kimia mengendap pada daun
dan daun digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia
b. SO2
SO2 mempunyai sifat iritasi/perangsangan, gangguan yang lebih kuat. SO2
merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita
penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiofaskuler. c. NO2
Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas Nitrogen Oksida adalah
paru-paru. Paru-paru terkontaminasi oleh gas NO 2 akan membengkak sehingga
penderita sulit bernafas dan mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap
kesehatan yaitu terganggunya sistem pernafasan, bila kondisinya kronis dapat
berpotensi terjadi Bronkhitis serta akan terjadi penimbunan Nitrogen Oksida dan
dapat merupakan sumber Karsinogenik (Sunu, 2001).

2.4.4 Tujuan Pengolahan Limbah Gas


1. Mencegah terjadinya penurunan kualitas udara di dalam area pabrik maupun
di desa-desa sekitarnya yang dekat dengan area pabrik sehingga berguna bagi
hajat hidup orang banyak.
2. Minimalisasi atau mengurangi bau yang tidak menyenangkan yang
disebabkan kegiatan operasional.
3. Minimalisasi atau mengurangi tingkat kebisingan di dalam area pabrik
maupun di daerah sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai