Anda di halaman 1dari 16

BAB II

MEDICATION ERROR
Pengertian Medication Error
Error

didefinisikan

sebagai

kegagalan dari

sesuatu

yang

telah

direncanakan untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada


pelaksanaan) atau kesalahan pada perencanaan untuk mencapai tujuan
(kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin terjadi karena hasil dari
kelalaian (The Institute of Medicine, 2004). Sedangkan kesalahan pengobatan
(medication error) didefinisikan sebagai setiap kesalahan (error) yang terjadi
dalam proses hingga penggunaan dalam pengobatan. Kesalahan pengobatan
(medication error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam
meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di
mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak.
Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses
pengobatan yang

menyebabkan

atau

berpotensi

membahayaan

pasien,

kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang


menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau
Adverse Drug Event (William,2007).
Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan
sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau
yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih
berada di bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi
tersebut

mirip dengan definisi dari National Coordinating Council for

Medication

error

Reporting

and

Prevention

(NCCMERP).

NCCMERP

mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai Suatu kejadian yang dapat


dicegah

yang

menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau

membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis


profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis
profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order
communication;

product

labeling;

packaging;

compounding;

dispensing;

distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan.


Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu

kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan


dan tanggung jawab profesi
seharusnya

dapat

kesehatan,

pasien

atau

konsumen,

dan

dicegah (Cohen,1991). Dalam Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan

bahwa

pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat


pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya
dapat dicegah.
Klasifikasi
Kategori medication error
National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention (NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan
tingkat keparahan hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat

juga di

klasifikasikan sebagai kesalahan potensial yang berhak mendapat sistem


yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori medication error adalah
sebagai berikut:
Tipe error

Kategori

NO ERROR

Keterangan
Keadaan atau kejadian yang potensial
menyebabkan terjadinya error

ERROR-NO HARM

Error terjadi, tetapi obat belum mencapai


pasien

Error terjadi, obat sudah mencapai pasien


tetapi tidak menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur
diminum/digunakan.
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
diminum/digunakan.

Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan


monitoring terhadap pasien, tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien.

ERROR-HARM

Error terjadi dan pasien memerlukan


terapi atau intervensi serta

menimbulkan resiko (harm) pada pasien


yang bersifat sementara
F

Error terjadi & pasien memerlukan


perawatan atau perpanjangan perawatan di
rumah sakit disertai cacat yang bersifat
sementara

Error terjadi dan menyebabkan resiko


(harm) permanen

Error terjadi dan nyaris menimbulkan


kematian (mis. anafilaksis, henti jantung)

ERROR-DEATH

Error terjadi dan menyebabkan kematian


pasien

Jenis Kesalahan Obat


Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,
fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien
(Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi
pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
Seleksi
obat
(didasarkan
kontraindikasi,

alergi

pada

indikasi,

yang diketahui, terapi obat

yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu,


rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi
untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau
diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah)
yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar
misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang
resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien

tersebut.
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang

menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.


b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh


seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat
yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat
yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar
pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat
diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu
tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih
kecil dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau
pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit
dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat

tetapi tidak

menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang


pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk
masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang
tidak memerlukan terapi obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan
resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena
tulisan yang tidak jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan
resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat
yang termasuk transcription errors, yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan
pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data
laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap
terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari

ROM atau efek samping.


Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam

dengan

suatu antibiotik,

pasien memerlukan perhatian

pelayanan medis.
c. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obatobat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.
3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi
pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek
dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien
salah menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi
dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam
sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Jenis kesalahan obat
yang termasuk administration errors yaitu:
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien,
sebelum dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan
sebelumnya dari waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar

dalam pemberian suatu obat.


Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang
ditulis; melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru
(misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan), kesalahan

karena kecepatan pemberian yang keliru.


d. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada
suatu regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh
menggunakan terapi obat antihipertensi.
e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh
dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar,
tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata
kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat

Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk


alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak
menerima atau tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan
hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan
terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat

dari rak

penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula
terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung
jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian
informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu:
a. Kesalahan karena bentuk sediaan

Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk

berbeda dari yang diorder oleh dokter penulis.


Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum
pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau
rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok
suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia
inkompatibel.
Penggunaan obat
kadaluarsa, tidak

melindungi obat terhadap

pemaparan cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau
kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat
yang disimpan secara tidak tepat.
Faktor penyebab
Menurut American Hospital Association, medication error antara
lain dapat terjadi pada situasi berikut:
a. Informasi pasien yang tidak

lengkap,

misalnya tidak ada

informasi tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.


b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum
atau menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga
peringatan jika timbul efek samping.

c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi


apoteker yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan
membaca nama obat yang relatif mirip dengan obat lainnya,
kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga
singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca
keliru oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang
tidak terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman
yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.
Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya medication error:
1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS)
Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai
Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker
2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai
3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu
pelayanan obat kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki
tanggung jawab sebagai upaya pencapaian dan peningkatan kesehatan
pasien dan mutu kehidupannya. Jika pelayanan ini tidak diterapkan di
rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan kesalahan obat atau
masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.
4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik
(CDOB)

Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak

dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat pengobatan


pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket,
kurangnya informasi pada perawat, dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat, maupun
pasien.
5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta
pelayanan obat yang tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena
merupakan penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian,

dan pelayanan obat yang efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya
kebijakan dan prosedur tersebut di rumah sakit dapat berkontribusi pada
kesalahan obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium
yang belum memadai
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan
formularium tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta
penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat
menyebabkan kesalahan obat.
7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya
Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem
formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan
kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal
tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang
obat
Pengetahuan

pasien

yang

kurang

memadai

tentang

obat

menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah penggunaan obatnya.


Sedangkan, profesional kesehatan
kurang

terhadap

obat

yang

memiliki

pengetahuan

dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat

yang tepat bagi pasien.


9. Kesalahan komunikasi (communication errors).
Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan
dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga
diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang
dirasakannya dengan jelas.
10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.
Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien,
makin besar kemungkinan kesalahan informasi yang disampaikan.
11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.
Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan
dalam standar prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam
penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik. Misalnya penatalaksanaan
malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga medis hanya

didasarkan atas pengalaman.


12. Penyebab kesalahan obat yang umum
a. Kekuatan obat pada etiket atau

dalam

kemasan

yang

membingungkan Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana


sediaan tersebut terdiri dari bermacam-macam obat dengan
perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim
800mg + sulfametoksazol 400 mg).
b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip
Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan
medication error. Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan
pengobatan adalah obat pencegah pembekuan darah Coumadin
dan obat anti parkinson Kemadrin. Taxol (paclitaxel) suatu
agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil
(paroxetine) yang merupakan suatu antidepresan.
c. Kesalahan alat
Contohnya pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi,
menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.
d. Tulisan tangan tidak terbaca
Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan
dalam dua pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain
itu, banyak nama obat yang nampak serupa terutama saat
percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan.
Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki
cara pemberian yang sama dan dosis yang hampir sama.
e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat
f. Perhitungan dosis yang tidak teliti
Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada
pengobatan pediatri dan pada produk-produk intravena. Beberapa
studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak
hanya ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal kesalahan 10
kali lipat atau mencapai 15%.
g. Kesalahan diagnosis
Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan
kesalahan tindakan medis selanjutnya.
h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep

Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan


terjadinya kesalahan obat, seperti misalnya:

Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat


menyebabkan kesalahan

pembacaan

menjadi

yang

menyebabkan overdosis yang berbahaya.


Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV

(intravena) atau 10
Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in
die atau empat kali sehari) atau qod (setiap hari yang

berbeda)
Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat
terbaca sebagai 10 akibat tanda desimalnya berada pada garis

keras resep.
i. Kesalahan penulisan etiket
j. Beban kerja berlebihan
k. Obat-obatan yang tidak tersedia
Pencegahan Medication Error
Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada
saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait

penggunaan obat

yang dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan
kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan
pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negaranegara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani
medication safety. Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety
Pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk.
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi.
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication

error.
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan.
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan
insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis.

3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek


pengobatan yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan
medication safety.
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada.
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication
safety
Komite Keselamatan Pasien RS.
Dan komite terkait lainnya.
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien
yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan

dan

distribusi,

alur pelayanan, sistem

pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).


2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),
penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam
tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui
kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan
insiden atau kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obatobat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor
resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,

sound-alike medication names) secara terpisah.


Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang
dapat menimbulkan cedera jika terjadi
simpan di tempat khusus. Misalnya:
Cairan elektrolit pekat seperti
warfarin,

kesalahan pengambilan,
KCl

injeksi,

heparin,

insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular

blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.


Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan
obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah.
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya
medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama

dan nomor rekam medik/ nomor resep.


Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau

ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.


Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:
Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data
klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya,
Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien
yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk
keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,
tanda-tanda

vital dan parameter

lainnya). Contohnya,

Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang penting,


terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian

dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).


Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat
dilakukan dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order),
sistem komputerisasi (e- prescribing) dan pencatatan pengobatan
pasien seperti sudah disebutkan diatas.

Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan


emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama
obat

serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting

harus diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat


tersebut. Petugas yang

menerima permintaan harus menulis

dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.


5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali:
pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari

wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.


Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian

resep

terhadap

obat,

kesesuaian resep terhadap isi etiket.


6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai halhal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah:
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat

dengan benar, harapan setelah

menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke

dokter.
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat

dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien.


Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug ReactionADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat
edukasi

mengenai

bagaimana

cara

mengatasi

kemungkinan

terjadinya ADR tersebut.


Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali
obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling
kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan
potensi

kesalahan

yang

mungkin

terlewatkan

pada

proses

sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja
sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker

harus

melakukan

monitoring dan evaluasi untuk

mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan


kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan
kesalahan.
Penanganan Kesalahan Obat
Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko
yang mengancam kehidupan

pasien.

Kesalahan

ini

diakibatkan

oleh

kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan (commission) atau kesalahan


karena tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut
yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab
kesalahan obat harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan.
Korelasi antara kesalahan dan metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis
unit, persediaan di ruang, atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau
injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi masalah sistem dan
merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan kembali.
Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan
pengobatan, antara lain:

Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints).


Otomatisasi dan computer (automation & computer).
Standar dan protokol.

Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check

system).
Aturan dan kebijakan (rules & policy).
Pendidikan dan informasi, serta (education & information).
Lebih cermat dan waspada.

Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication


error, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun
dalam proses pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan pengobatan, antara lain:

Menciptakan budaya safety (aman)


Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien
Membiasakan mencatat
dan mengkomunikasikan setiap

kejadian yang berpotensi untuk error.


Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain:
a. Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu
harus diberikan kepada pasien.
b. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan
secara lisan segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala
IFRS. Suatu laporan kesalahan obat tertulis harus segera
menyusul.
c. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan
fakta dan investigasi harus dimulai dengan segera.
d. Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan
perbaikan beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian
SMF yang terlibat, administrator rumah sakit yang sesuai,
komite keselamatan rumah sakit dan penasehat hukum.
e. Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat
dalam kesalahan, harus membicarakan tentang bagaimana
kesalahan terjadi dan bagaimana terjadinya kembali dapat
dicegah.
f. Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana
lain yang menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus berlaku
sebagai suatu manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam
pengembangan staf.
g. Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite
yang sesuai, harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan

penyebab dari kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk


mencegah terjadinya kembali.
h. Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan

rumah sakit agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan


pasien, serta untuk mengembangkan pelayanan edukasi yang
bernilai, untuk pencegahan kesalahan yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai