BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.
baik
menurut
ukuran
yang
berlaku
untuk
pekerjaan
yang
14
15
seyogyanya
tidak
dipahami
secara
sempit,
tetapi
dapat
Simamora,
(2004)
menyatakan
bahwa
kinerja
16
1. Kesetiaan (loyalitas)
2. Prestasi kerja
3. Tanggung jawab
4. Ketaatan
5. Kejujuran
6. Prakarsa
7. Kepemimpinan
Berkaitan
dengan
pengukuran
tersebut,
Siswanto
(2003)
17
1. Quality
Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang
diharapkan.
2. Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah,
jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
3. Timeliness
Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan
pada
waktu
yang
dikehendaki
dengan
memperhatikan
18
6. Interpersonal Import
Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga
diri, nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan
bawahan.
Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kriteria
karyawan telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan, sekaligus
melihat besarnya penyimpangan dengan cara membandingkan antara
hasil pekerjaan aktual dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu
adanya suatu standar yang baku merupakan tolak ukur bagi kinerja yang
akan dievaluasi.
Dalam perusahaan jasa, pengukuran kinerja yang digunakan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi kerja. Menurut Siswanto (2003)
terdapat 7 poin penilaian perilaku kinerja, dimana ke 7 pengukuran kinerja
tersebut yang dijadikan dasar oleh perusahaan sebagai alat ukur kinerja
adalah kuantitas kerja. Kuantitas kerja ini dalam bentuk satuan rupiah.
Walaupun demikian dari ke 7 poin penilaian kerja tersebut saling berkaitan
dan pada dasarnya dapat dinilai atau diukur pada setiap poin tersebut.
Namun pada dasarnya ke 7 poin tersebut dapat dicerminkan oleh satu
poin yaitu kuantitas kerja yang merupakan hasil akhir dari kinerja yang
dilakukan oleh karyawan.
Castetter (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan beberapa
organisasi untuk mengetahui tingkat kinerja (personil yang tidak efektif)
dan
sumber
utama
kinerja
yang
tidak
efektif
adalah
dengan
19
Kehadiran
Pelatihan
Pengaruh
Penurunan
kemampuan
produktivitas
Perombakan
rencana/jadwal
Peningkatan
tanggung jawab
kepengawasan
Kekeliruan dan
ketidakefisienan
B. Di Luar Pekerjaan
Pengaruh social
Kehilangan
investasi
Semangat
Pengaruh keluarga
Rekruitment
Seleksi dan
penempatan
Kekurangan biaya
Perombakan
Pengaruh psikologis
rencana/jadwal
Kompensasi
sebenarnya
Sumber: Sedarmayanti, (2001)
Faktor Sosial
Ketidakpuasan klien
Hubungan
masyarakat
Kredibilitas dan
abilitas sistem untuk
memberikan
pelayanan efektif
20
yang efektif atau tidak, perlu dikaji lebih dalam tentang seberapa jauh
faktor tersebut mempunyai dampak terhadap kondisi tertentu. Apabila
pengkajian terhadap faktor yang berpengaruh tersebut dapat dilakukan,
maka hal tersebut dapat mengeliminasi kinerja seorang pegawai yang
tidak efektif. Kinerja dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh seorang
pegawai dalam kerjanya. Dengan kata lain, kinerja individu adalah
bagaimana seorang pegawai melaksanakan pekerjaannya atau untuk
kerjanya. Kinerja pegawai yang meningkat akan turut mempengaruhi/
meningkatkan prestasi organisasi tempat pegawai yang bersangkutan
bekerja, sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.
2.1.2. Metode-metode penilaian kinerja
Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar
yang
jelas. Sasaran
utama
dari
adanya
standar tersebut
ialah
performance
evaluation,
(3)
Judgment-based
21
1. Penilaian
performance
performance
evaluation).
berdasarkan
Tipe
hasil
kriteria
(Result-based
performansi
ini
positif
terhadap
peningkatan
produktivitas
diberlakukannya
ukuranukuran
performansi
22
yang berdasarkan pada obyektivitas, karena melibatkan aspekaspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS
(behaviorally anchored rating scales) dibuat dari critical
incidents yang terkait dengan berbagai dimensi performansi.
BARS menganggap bahwa para pekerja bisa memberikan
uraian yang tepat mengenai perilaku atau perfomansi yang
efektif dan yang tidak efektif. Standar-standar dimunculkan dari
diskusi-diskusi kelompok mengenai kejadian-kejadian kritis di
tempat kerja. Sesudah serangkaian session diskusi, skala
dibangun bagi setiap dimensi pekerjaan.
3. Jika tercapai tingkat persetujuan yang tinggi diantara para
penilai maka BARS diharapkan mampu mengukur secara tepat
mengenai apa yang akan diukur. BARS merupakan instrumen
yang paling bagus untuk pelatihan dan produksi dari berbagai
departemen. Sifatnya kolaboratif memakan waktu yang banyak
dan biasa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific,
tidak dapat dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi lain.
4. Penilaian performansi berdasarkan judgement (JudgementBased Performance Evaluation) Tipe kriteria performansi yang
menilai dan/atau mengevaluasi perfomansi kerja pekerja
berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, quantity of work,
quality
of
work,
job
knowledge,
cooperation,
initiative,
23
beberapa
penyebab
kesalahan
dalam
penilaian
kinerja
24
cenderung
terlalu
kental
dalam
evaluasi. Kedua
manfaat
penilaian
kinerja,
Sedarmayanti
(2009)
25
kesempatan
menempati
karyawan
posisi
memperoleh
pekerjaan
sesuai
kemampuannya.
3. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Melalui
penilaian
kemampuannya
kinerja,
rendah
terdeteksi
sehingga
karyawan
memungkinkan
yang
adanya
perbaikan
pemberian
kompensasi,
dan
sebagainya.
5. Keputusan promosi dan demosi
Hasil
penilaian
pengambilan
kinerja
keputusan
dapat
digunakan
untuk
sebagai
dasar
mempromosikan
atau
mendemosikan karyawan.
6. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan
dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu
mendiagnosis kesalahan tersebut.
7. Menilai proses rekrutmen dan seleksi.
Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan
adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.
26
kontekstual
(situasional),
meliputi:
tekanan
dan
27
2.2.
Pengertian Kepemimpinan
Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Berry, L.M. and
Houston, J.P. (1993), mengungkapkan bahwa keluarnya karyawan lebih
banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena
karyawan
merasa
pimpinan
tidak
memberi
kepercayaan
kepada
28
29
yang
efektif
harus
mengetahui
bagaimana
Kepemimpinan
merupakan
suatu
proses.
Agar
bisa
model
(menjadi
teladan),
penetapan
sasaran,
30
melakukan
proses
kognitif
untuk
menerima,
dengan gaya
kepemimpinan
31
politik.
Gagasan
ini
selanjutnya
disempurnakan
serta
konsep
kepemimpinan
transformasional
dan
Sebaliknya,
Keller
(1992)
mengemukakan
bahwa
kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya
dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.
Konsep
awal
tentang
kepemimpinan
transformasional
telah
32
transformasional
menunjuk
kepada
proses
33
34
masalah-masalah
dan
mempengaruhi
para
pengikut
untuk
4.
consideration,
memberi
dukungan,
Yukl
(1998)
menyebutkan
bahwa
para
pemimpin
dan
keterampilan
pemimpin
tersebut.
Para
pemimpin
pemimpin
memfokuskan
perhatiannya
pada
interaksi
35
36
pasif.
Contingent reward mencakup kejelasan mengenai pekerjaan yang
diminta untuk memperoleh imbalan-imbalan dan penggunaan insentif dan
contingent reward untuk mempengaruhi motivasi. Komponen kedua
(disebut active management by exception) termasuk pemantauan dari
para bawahan dan tindakan- tindakan memperbaiki untuk memastikan
bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Management
by exception juga terbagi lagi disebut passive management by exception.
Komponen ini baru ditambahkan oleh Bass dan kawan-kawannya (Bass
dan Avolio, 1990; Yammarino dan Bass, 1990). Termasuk di dalamnya
penggunaan contingent punishment dan tindakan-tindakan memperbaiki
lainnya sebagai tanggapan terhadap penyimpangan yang nyata dari
standar-standar kinerja yang diterima. Bass (1985) menganggap teoriteori seperti teori LMX dan teori path-goal sebagai penjelasan mengenai
kepemimpinan
transaksional.
Ia
memandang
kepemimpinan
37
pembentuk
gaya
kepemimpinan
transaksional
yang
menunjukkan
gaya
seorang
pemimpin
dalam
38
ini
dimaksudkan
bahwa
bawahan
memperoleh
imbalan
kemampuannya
dari
dalam
pemimpin
mematuhi
sesuai
prosedur
dengan
tugas
dan
transaksional
tidak
segan
mengoreksi
dan
39
pembentuk
gaya
kepemimpinan
transaksional
merupakan
kondisi
psikologis
dari
hasil
interaksi
40
belajar
itu
dimulai
dari
kesediaan
mahasiswa
dalam
41
fisiologis
(physiological
needs),
yaitu
berupa
42
umumnya,
manusia
akan
didorong
untuk
memenuhi
43
44
45
lalu
ditekan
dibawah
sadarnya.
Dengan
46
Penjelasannya
(A.S.
Motivasi Internal
Motivasi internal adalah motivasi yang ditimbulkan karena
adanya kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri
seseorang.
Kebutuhan
ini
akan
mempengaruhi
pikiran
Motivasi Eksternal
Teori motivasi eksternal menjelaskan mengenai kekuatankekuatan yang ada di dalam diri individu yang mempengaruhi
faktor intern yang dikendalikan oleh manajer yang meliputi
suasana kerja seperti gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan
perusahaan, penghargaan dan kenaikan pangkat.
47
c.
Motivasi Positif
Adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar
menjalankan
sesuatu
yang
kita
inginkan
dengan
cara
Motivasi Negatif
Adalah dorongan untuk melakukan suatu perbuatan bukan
suatu dorongan untuk kepentingannya karena adanya rasa
takut. Dengan demikian motivasi negatif ini terdapat unsur
paksaan untuk melakukan suatu perbuatan. Oleh karena itu,
jelas bahwa hasil pekerjaan tidak dapat diharapkan sesuai
dengan harapan tanpa pengawasan terus-menerus dalam arti
fisik.
Motivasi
negatif karyawan
(2001) dapat
48
49
kepada
pegawai
agar
mereka
dapat
50
dengan
cara
mempengaruhi
pegawai
secara
paling mendasar, kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari
mengevaluasi pengalaman kerja seseorang
Malayu (2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan
51
keadaan
emosional
yang
menyenangkan
atau
tidak
52
need
or
values
dengan
apa
yang
menurut
53
pekerjaannya.
Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang
diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun
terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.
Sebaliknya semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah
standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, makan
makin
besar
pula
ketidakpuasan
seseorang
terhadap
pekerjaannya.
2. Equity Theory (Teori Keseimbangan atau Keadilan)
Teori keadilan adalah bahwa karyawan akan membandingkan
usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan
yang diterima rekannya dalam situasi kerja yang sama (Nasution,
2000).
Equity Theory pertama kali dikembangkan oleh Zeleznik dalam
Asad (1998). Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan
merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan
equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun di tempat lain.
Yulk dan Wexley dalam Yuli (2005) mengelompokkan tiga elemen
dari teori ini yaitu elemen input, outcome, comparison person dan
equity-in-equity. Yang dimaksud dengan input adalah segala
54
55
b. Pengakuan (recognition)
c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
d. Tanggung jawab (responsibility)
e. Kemajuan (advancement)
Menurut Herzberg bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan
kepuasan,
tetapi
tidak
hadirnya
faktor
ini
tidaklah
selalu
mengakibatkan ketidakpuasan.
Dissatisfiers (hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari:
a. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (company policy
and administrationi)
b. Mutu dari penyelia (supervison technical)
c. Upah (salary)
d. Hubungan antar personal (interpersonal relations)
e. Kondisi kerja (working condition)
f. Keamanan kerja (job security)
g. Status
Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan
karena ia bukan sumber kepuasan kerja.
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Smith, Kendall dan Hulin dalam Munandar (2004), menyatakan ada
lima dimensi dari kepuasan kerja yaitu:
56
sesuai
dengan
minat
serta
kesempatan
untuk
bertanggung jawab.
2. Kepuasan terhadap imbalan, di mana sejumlah uang gaji yang
diterima sesuai dengan beban kerjanya dan seimbang dengan
karyawan lain pada organisasi tersebut.
3. Kesempatan poromosi yaitu kesempatan untuk meningkatkan
posisi pada struktur organisasi.
4. Kepuasan terhadap supervise, bergantung pada kemampuan
atasannya untuk memberikan bantuan teknis dalam memotivasi.
5. Kepuasan terhadap rekan kerja yaitu seberapa besar rekan
sekerja memberikan bantuan teknis dan dorongan sosial.
Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi yang
diterima secara umum dalam kepuasan kerja yaitu:
1. Kepuasan kerja merupakan proses emosional terhadap situasi
kerja.
2. Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil
yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan.
3. Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.
57
mereka
kesempatan
untuk
menggunakan
menantang.
Pekerjaan
yang
kurang
menantang
yang
sedang,
kebanyakan
karyawan
akan
yang
mereka
persepsikan
sebagai
adil,
tidak
Studi-studi
memperagakan
bahwa
karyawan
lebih
58
yang
berwujud
dari
pekerjaan
mereka.
Bagi
pekerjaan
akan
menghasilkan
individu
yang
lebih
pekerjaan
terdiri
atas
keanekaragaman
59
individu
terdiri
dari
jenis
kelamin,
tingkat
keterampilan,
pengalaman,
pendidikan
dan
perbedaan
tanggung
jawab,
pengalaman,
60
2. Pekerjaan
Ada dua aspek penting yang mempengaruhi kepuasan kerja
yang berasal dari pekerjaan itu sendiri (Arnold dan Felman :
1986), yaitu variasi pekerjaan dan kontrol atas metode dan
langkah-langkah kerja. Secara umum, pekerjaan dengan jumlah
variasi yang moderat akan menghasilkan kepuasan kerja yang
relatif.
Pekerjaan
yang
menyediakan
kepada
karyawan
61
5. Kelompok kerja
Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi
cenderung menyebabkan para karyawan puas berada dalam
kelompok tersebut. Kepuasan tersebut timbul terutama berkat
kurangnya ketegangan, kecemasan dalam kelompok, dan
karena mereka lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan
pengaruh dari pekerjaan.
6. Kondisi kerja
Karyawan menginginkan kondisi di sekitar pekerjaanya baik
karena kondisi tersebut mengarah kepada kenikmatan atau
kesenangan secara fisik.
2.4.3. Konsekuensi Kepuasan Kerja
Adapun
konsekuensi
kepuasan
kerja
yang
diadopsi
oleh
62
3. Absensi
Karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya akan
sering absen dengan alasan-alasan yang direncanakan atau
dapat juga dengan cara datang terlambat.
4. Semangat kerja
Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan bersemangat
dalam bekerja, sehingga dapat menghasilkan suatu pekerjaan
yang lebih baik bagi perusahaan.
Menurut Robbins (2001) konsekuensi dari kepuasan kerja ada
tiga yaitu:
1. Kepuasan dan produktivitas
Seorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang
produktif. Jika karyawan melakukan suatu pekerjaan yang baik,
secara instrinsik karyawan merasa senang dengan hal itu. Lagi
pula, dengan mengandaikan bahwa organisasi memberikan
ganjaran untuk produktivitas, produktivitas yang lebih tinggi
seharusnya meningkatkan pengakuan verbal, tingkat gaji, dan
probabilitas
untuk
dipromosikan.
Ganjaran-ganjaran
ini
63
satu
cara
yang
digunakan
perusahaan
untuk
kepuasan
Dengan
dalam
demikian,
bekerja
karyawan
kepada
yang
karyawan
mempunyai
64
iklim
kerja
yang
profesional.
Berbicara
mengenai
65
66
bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana
karyawan mencurahkan perhatian,
Commitment
adalah
memandang
komitmen
67
68
adalah
memprioritaskan
kesungguhan
nilai-nilai
dari
perusahaan
kemanusiaan.
untuk
Perusahaan
sepenanggungan
kontribusi
pada
yang
pada
komitmen
tahap
karyawan
selanjutnya
terhadap
perusahaan.
4. visi dan misi organisasi ; adanya visi dan misi yang jelas pada
sebuah organisasi akan memudahkan setiap karyawan dalam
bekerja pada akhirnya dalam setiap aktivitas kerjanya karyawan
69
(2001)
mengemukakan
ciri-ciri
individu
dengan
70
individu
sangat
mempengaruhi
tingkat
komitmen
perempuan
cenderung
lebih
komit
terhadap
71
beberapa
pendapat
mengenai
faktor-faktor
yang
karyawan
dimana
perusahaan
memiliki
asumsi
bahwa
72
meliputi
karakteristik
personal,
kondisi
kerja
dan
keadaan
secara
afektif
atau
emosional
terhadap
individu
merasa
perlu
untuk
selalu
73
74
komitmen
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
terhadap
organisasi,
tanggung
jawab
terhadap
75
dari
karyawan
untuk
menggabungkan
diri,
anggota
organisasi
karena
dirinya
merasa
membutuhkan.
3. komponen normatif : seseorang menjadi anggota organisasi
karena sebuah tanggungjawab dalam melakukan sesuatu
kewajiban untuk tetap tinggal dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan ketiga aspek komitmen tersebut di atas, maka antara aspek
yang satu dengan yang lain saling berhubungan, sehingga organisasi
sering menggunakan ketiga pendekatan tersebut untuk mengembangkan
komitmen kerja pada karyawan.
76
77
Nyhan
juga
menyatakan
bahwa
komitmen
karyawan
pada
memegang
peranan
penting
bagi kelangsungan
suatu
organisasi .
Image
yang
berkembang
terhadap
pemerintah
atas
78
Benkhoff
dalam
penelitiannya
menunjukan
bahwa
komitmen
Kerangka Pemikiran
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang
79
80
merupakan
kondisi
psikologis
dari
hasil
interaksi
81
Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang
dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi
harapan,
sesuai
dengan
tujuannya
bekerja.
Apabila
seseoarang
kerja
menunjukkan
kesesuaian
antara
harapan
82
ini,
untuk
lebih
jelasnya
kerangka
pemikiran
teoritis
H1
Transactional
Leadership
H2
Transformational
Leadership
H3
H7
Employees
Performance
H4
Work
Motivation
Employees Job
Satisfaction
H5
H6
Organizational
Commitment
H8
83
2.7.
Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka
: Kepemimpinan transaksional
akan
berpengaruh
positif
dan
positif
dan
: Kepemimpinan transaksional
akan
berpengaruh
H4
H5
H6
H7
H8
pengaruh
positif
dan